Oleh :
PRESEPTOR
dr. Sulistiana Dewi, Sp. Kj
SMF PSIKIATRI
RSUD M NATSIR SOLOK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dari hasil riset yang dilakukan secara nasional oleh Badan Narkotika
Nasional (BNN) bekerja sama dengan Universitas Indonesia. Hasilnya
menunjukkan, kecenderungan semakin dini usia pengguna narkoba. Ditemukan,
2
anak usia 7 tahun sudah ada yang mengonsumsi narkoba jenis inhalan (uap yang
dihirup). Anak usia 8 tahun sudah ada yang memakai ganja. Lalu di usia 10 tahun,
anak-anak menggunakan narkoba dari beragam jenis, seperti inhalan, ganja,
heroin, morfin, ecstasy, dan sebagainya. Kemudian berdasarkan penelitian BNN
ini juga ditemukan 10 ibukota provinsi yang digolongkan “memprihatinkan”
karena kasus yang ditemukan melalui angka rata-rata nasional yaitu 3,9%.
Sepuluh kota tersebut yaitu Medan (6,4%), Surabaya (6,3%), Ternate (5,9%),
Padang (5,5%), Bandung (5,1%), Kendari (5%), Banjarmasin (4,3%), Palu
(8,4%), Yogyakarta (4,1%) dan Pontianak (4,1%).
1.2 Tujuan
Case ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Jiwa RSUD M.Natsir dan diharapkan agar dapat menambah pengetahuan penulis
serta sebagai bahan informasi bagi para pembaca, khususnya kalangan medis,
tentang gangguan mental akibat penyalahgunaan zat.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1) Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun bukan sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran dan hilangnya rasa. Zat ini dapat mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika
memiliki daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat. Narkotika juga memiliki daya
toleran (penyesuaian) dan daya habitual (kebiasaan) yang sangat tinggi. Ketiga
sifat narkotika inilah yang menyebabkan pemakai narkotika tidak dapat lepas dari
“cengkraman”-nya. Berdasarkan Undang-Undang No.35 Tahun 2009, jenis
4
narkotika dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu narkotika golongan I, golongan II,
dan golongan III.
- Narkotika golongan II adalah: narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi
bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah petidin dan
turunannya, benzetidin, betametadol, dan lain-lain.
- Narkotika golongan III adalah: narkotika yang memiliki daya adiktif ringan,
tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah kodein dan
turunannya.
2) Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun sintetis,
yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku.
Psikotropika adalah obat yang digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan
jiwa (psyche). Berdasarkan Undang-Undang No.5 tahun 1997, psikotropika
- Golongan I adalah: psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat, belum
diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya.
Contohnya adalah MDMA, ekstasi, LSD, dan STP.
- Golongan II adalah: psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna untuk
pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah amfetamin, metamfetamin,
metakualon, dan sebagainya.
- Golongan III adalah: psikotropika dengan daya adiksi sedang serta berguna
untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah lumibal, buprenorsina,
fleenitrazepam, dan sebagainya.
5
- Golongan IV adalah: psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah nitrazepam (BK,
mogadon, dumolid), diazepam, dan lain-lain.
Golongan adiktif lainnya adalah zat-zat selain narkotika dan psikotropika yang
dapat menimbulkan ketergantungan. Contohnya: rokok, kelompok alkohol dan
minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan dan thinner dan
zat-zat lain, seperti lem kayu, penghapus cair, aseton, cat, bensin, yang bila
dihisap, dihirup, dan dicium, dapat memabukkan. Jadi, alkohol, rokok, serta zat-
zat lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan juga tergolong NAPZA.
6
mengalami gejala putus zat. Selain ditandai dengan gejala putus zat,
ketergantungan fisik juga dapat ditandai dengan adanya toleransi.
Menurut Martono & Joewana, jenis NAPZA yang sering disalah gunakan oleh
orang antara lain:
Segolongan zat dengan daya kerja serupa, ada yang alami, sintetik, dan semi
sintetik. Opioida alami berasal dari getah opium poppy (opiat), seperti mortin,
opium, dan kodein .Contoh opioida semi sintetik adalah heroin/putauw dan
metadon fentanyl (china white). Potensi menghasilkan nyeri dan menyebabkan
ketergantungan heroin adalah sepuluh kali lipat dibanding morfin dan kekuatan
opoida sintetik 400 kali lipat dan kekuatan morfin. Cara pemakaiannya adalah
disuntikan ke dalam pembuluh darah atau di hisap melalui hidung setelah dibakar.
Pengaruh jangka pendek: hilangnya rasa nyeri, ketegangan berkurang, munculnya
rasa nyaman (eforik) diikuti perasan seperti mimpi dan rasa mengantuk ,dan
pemakai dapat meninggal karena overdosis. Pengaruh jangka panjang:
ketergantungan (gejala putus zat, toleransi). Dapat timbul komplikasi, seperti
sembelit, gangguan menstruasi, dan impotensi karena pemakaian jarum suntik
yang tidak steril timbul abses, hepatitis B/C yang merusak hati dan penyakit
HIV/AIDS yang merusak kekebalan tubuh, sehingga mudah terserang infeksi dan
akhirnya menyebabkan kematian.
7
rokok. Menurut Undang-Undang ,ganja tergolong narkotik golongan I. Segera
setelah pemakain muncul cemas, rasa gembira, banyak bicara, tertawa cekikikan
halusinasi dan berubahnya perasaan waktu (lama dikira sebentar) dan ruang (jauh
dikira dekat), peningkatan denyut jantung, mata merah, mulut dan tenggorokan
kering, dan selera makan meningkat. Pengaruh jangka panjang: daya pikir
berkurang, motivasi belajar turun, perhatian kesekitarnya berkurang, daya tahan
tubuh terhadap infeksi menurun mengurangi kesuburan, peradangan jalan nafas,
aliran darah ke jantung berkurang dan terjadi perubahan pada sel-sel otak.
8
dari bebagai kalangan mengunakan ekstasi dan sabu untuk bersenang –senang.
Cara pemakaian : diminum (ekstasi), dihisap melalui hidung (sabu), atau
disuntikkan atau dihisap memakai sedotan. Pengaruh jangka pendek: tidak tidur
(terjaga), rasa riang, perasaan melambung (fly), rasa nyaman, dan meningkatkan
keakraban. Akan tetapi, setelah itu, muncul rasa tidak enak, murung, nafsu makan
hilang, berkeringat, haus, rahang kaku dan bergerak-gerak dan badan gemetar
serta dapat terjadi gangguan jiwa). Pengaruh jangka panjang: kurang gizi, anemia,
Contoh Sedativa dan hipnotik adalah Lexo, nipam, pil BK, MG, DUM dan Rohyp
yang termasuk psikotropika golongan III dan IV dan digunakan dalam pengobatan
dengan pengawasan. Tidak boleh diperjualbelikan tanpa resep dokter. Orang
minum obat tidur atau pil penenang untuk menghilangkan stres atau gangguan
tidur. Memang stres berkurang atau hilang sementara tetapi persoalan tetap saja
ada. Pengaruhnya sama dengan alkohol, yaitu menekan kerja otak dan aktifitas
organ tubuh lain (depresan). Jika diminum bersama alkohol akan meningkatkan
pengaruhnya, sehingga dapat terjadi kematian. Segera setelah pemakaian : Muncul
9
perasaan tenang dan otak-otak mengendur. Pada dosis lebih tinggi : tertekannya
pernapasan, koma, dan kematian. Pada pemakaian jangka panjang: gejala
ketergantungan.
Karena pengaruh kelompok sebaya sangat besar, remaja ingin tahu atau coba-
coba. Biasanya mencoba mengisap rokok, ganja, atau minum-minuman
beralkohol. Jarang yang langsung mencoba memakai putaw atau minum pil
ekstasi.
Tahap pemakaian NAPZA untuk pergaulan (saat berkumpul atau pada acara
tertentu), ingin diakui/diterima kelompoknya. Mula- mula NAPZA diperoleh
secara gratis atau dibeli dengan murah. Ia belum secara aktif mencari NAPZA.
Tahap pemakaian karena situasi tertentu, misalnya kesepian atau stres. Pemakaian
NAPZA sebagai cara mengatasi masalah. Pada tahap ini pemakai berusaha
memperoleh NAPZA secara aktif.
Tahap ini untuk yang telah mencapai tahap pemakaian teratur (sering), disebut
juga penyalahgunaan NAPZA, terjadi perubahan pada faal tubuh dan gaya hidup.
Teman lama berganti dengan teman pecandu. Ia menjadi sensitif, mudah
tersinggung, pemarah, dan sulit tidur atau berkonsentrasi, sebab narkoba mulai
menjadi bagian dari kehidupannya. Minat dan cita-citanya semula hilang. Ia
10
sering membolos dan prestasi sekolahnya merosot. Ia lebih suka menyendiri
daripada berkumpul bersama keluarga.
5) Tahap ketergantungan
1) Faktor Genetik
Risiko faktor genetik didukung oleh hasil penelitian bahwa remaja dari orang tua
kandung alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali sebagai peminum alkohol
dibandingkan remaja dari orang tua angkat alkoholik. Penelitian lain
membuktikan remaja kembar monozigot mempunyai risiko alkoholik lebih besar
dibandingkan remaja kembar dizigot.
11
2) Lingkungan Keluarga
kelompok ini tidak hanya pada saat perkenalan pertama dengan NAPZA,
melainkan juga menyebabkan seseorang tetap menyalahgunakan NAPZA, dan
yang menyebabkan kekambuhan (relapse). Bila hubungan orangtua dan anak tidak
baik, maka anak akan terlepas ikatan psikologisnya dengan orangtua dan anak
akan mudah jatuh dalam pengaruh teman kelompok. Berbagai cara teman
kelompok ini memengaruhi si anak, misalnya dengan cara membujuk, ditawari
bahkan sampai dijebak dan seterusnya sehingga anak turut menyalahgunakan
NAPZA dan sukar melepaskan diri dari teman kelompoknya. Marlatt dan Gordon
12
dalam penelitiannya terhadap para penyalahguna NAPZA yang kambuh,
menyatakan bahwa mereka kembali kambuh karena ditawari oleh teman-
temannya yang masih menggunakan NAPZA (mereka kembali bertemu dan
bergaul). Kondisi pergaulan sosial dalam lingkungan yang seperti ini merupakan
kondisi yang dapat menimbulkan kekambuhan. Proporsi pengaruh teman
kelompok sebagai penyebab kekambuhan dalam penelitian tersebut mencapai
34%.
4) Karakteristik Individu
a) Umur
b) Pendidikan
13
c) Pekerjaan
Hasil studi BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia tahun
2009 di kalangan pekerja di Indonesia diperoleh data bahwa penyalahguna
NAPZA tertinggi pada karyawan swasta dengan prevalensi 68%,
PNS/TNI/POLRI dengan prevalensi 13%, dan karyawan BUMN dengan
prevalensi 11% .
a) Akibat zat itu sendiri Termasuk di sini gangguan mental organik akibat zat,
misalnya intoksikasi yaitu suatu perubahan mental yang terjadi karena dosis
berlebih yang memang diharapkan oleh pemakaiannya. Sebaliknya bila
pemakaiannya terputus akan terjadi kondisi putus zat.
(1) Ganja: pemakaian lama menurunkan daya tahan sehingga mudah terserang
infeksi. Ganja juga memperburuk aliran darah koroner.
(2) Kokain: bisa terjadi aritmia jantung, ulkus atau perforasi sekat hidung, jangka
panjang terjadi anemia dan turunnya berat badan.
14
c) Akibat cara pakai atau alat yang tidak steril. Akan terjadi infeksi, berjangkitnya
AIDS atau hepatitis.
d) Akibat pertolongan yang keliru misalnya dalam keadaan tidak sadar diberi
minum.
e) Akibat tidak langsung misalnya terjadi stroke pada pemakaian alkohol atau
malnutrisi karena gangguan absorbsi pada pemakaian alkohol.
f) Akibat cara hidup pasien. Terjadi kurang gizi, penyakit kulit, kerusakan gigi
dan penyakit kelamin.
15
2.8 Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA
1) Pencegahan primer
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada mereka, individu,
keluarga, kelompok atau komunitas yang memiliki risiko tinggi terhadap
penyalahgunaan NAPZA, untuk melakukan intervensi agar individu, kelompok,
dan masyarakat waspada serta memiliki ketahanan agar tidak menggunakan
NAPZA. Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini, agar faktor
yang dapat menghabat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan baik.
2) Pencegahan sekunder
3) Pencegahan tersier
1) Terapi
16
a) Detoksifikasi Tanpa Subsitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya
kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik dan
alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi
adalah dengan cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali.
Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala
simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau
sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut.
2) Rehabilitasi
a) Rehabilitasi Medik
17
b) Rehabilitasi Psikiatrik
c) Rehabilitasi Psikososial
d) Rehabilitasi Psikoreligius
18
BAB III
LAPORAN KASUS
Umur : 17 Tahun
No RM : 206728
3.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
19
Pasien mengatakan setelah dirawat, emosi pasien mulai stabil dan tidak
mendengar suara-suara tersebut lagi. Namun, jika pasien mendengar orang
berbicara, pasien merasa sedang dibicarakan.
Riwayat psikiatri : pasien pernah kontrol dan minum obat rutin jiwa di
tanah badantuang.
Riwayat penyakit medis : tidak ada
Riwayat penggunaan zat psikoaktif dan psikotropika : merokok (+) pasien
menggunakan NAPZA golongan opioid.
1. Deskripsi umum
Penampilan : sesuai usia
Perilaku dan aktivitas motorik : tenang
Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif
3. Pembicaraan
Bicara : spontan
Volume : keras
Artikulasi : jelas
4. Gangguan persepsi
Depersonalisasi : tidak terganggu
Derealisasi : tidak terganggu
Ilusi : terganggu
Halusinasi : tidak terganggu
20
5. Pikiran
Isi pikiran : tidak terganggu
Proses pikiran : koheren
7. Daya ingat
Jangka panjang : tidak terganggu
Jangka sedang : tidak terganggu
Jangka pendek : tidak terganggu
10. Penatalaksaan
- Inj. Lodomer 2 x 1 amp (IM)
- Inj. Difenhidramin 2x2cc (IM)
- Risperidon 2x3 mg
21
- Haloperidol 2x2,5 mg
- Hexyme 2 x 2 mg
- Clozapin 1x25 mg
11. Prognosis :
BAIK BURUK
Belum menikah
22
BAB IV
KESIMPULAN
23
fungsi berfikir, perasaan dan tingkah laku pada orang yang memakainya. WHO
(1969) memberikan batasan mengenai “Drug” (Obat), setiap zat (bahan) yang jika
masuk dalam organisme hidup, akan mengadakan perubahan pada satu atau lebih
fungsi-fungsi organisme tersebut. Bahan-bahan yang masuk narkotika, ganja,
psikotropika dan alkohol adalah bahan-bahan yang mempunyai efek tersebut.
Bahan-bahan tersebut seringkali disalahgunakan (drug abuse), sehingga dapat
mengakibatkan ketergantungan (drug dependence).
DAFTAR PUSTAKA
24
1) Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama.
1993.
2) Sadock BJ, Sadock JA. Opioid Intoxication. Dalam: Kaplan dan Sadock’s
Synopsis of Psychiatry Behavioral Science/Clinical Psychiatry, 10 Ed. Wolters
Kluwer, Lippincott Williams dan Wilkins, Philadelphia 2007, hal. 447-451
3) Sadock BJ, Sadock JA. Opioid -Related Disorder . Dalam: Kaplan dan
Sadock’s Synopsis of Psychiatry Behavioral Science/Clinical Psychiatry, 10 Ed.
Wolters Kluwer, Lippincott Williams dan Wilkins, Philadelphia 2007, hal. 407-
412.
4) Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan NAPZA, Direktorat
Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik,
Kementerian Kesehatan RI, 2010.
5) Dadang hawari, Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA, Jakarta: Balai
Penerbitan FK UI, Jakarta, 2009
25