1.1.Latar Belakang
Masalah penyalahgunaan NAPZA semakin banyak dibicarakan baik di kota besar maupun kota kecil di
seluruh wilayah Republik Indonesia. Peredaran NAPZA sudah sangat mengkhawatirkan sehingga cepat
atau lambat penyalahgunaan NAPZA akan menghancurkan generasi bangsa atau disebut dengan lost
generation (Joewana, 2014). Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut;
faktor keluarga lebih pada hubungan individu dengan keluarga misalnya kurang perhatian keluarga
terhadap individu, kesibukan keluarga dan lainnya; faktor lingkungan lebih pada kurang positifnya sikap
masyarakat terhadap masalah tersebut misalnya ketidak pedulian masyarakat tentang NAPZA (Hawari,
20012).
Berdasarkan hasil temuan Tim Kelompok Kerja Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba Departemen
Pendidikan Nasional menyatakan sebanyak 70% pengguna narkoba di Indonesia adalah anak usia
sekolah. Angka itu menunjukkan persentase pengguna narkoba di kalangan usia sekolah mencapai 4%
dari seluruh pelajar di Indonesia. Data Pusat Laboratorium Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika
Nasional (BNN) menunjukkan, selama tahun 2004, sedikitnya 800 siswa SD mengonsumsi narkoba.
Padahal, tahun 2003 jumlah pengguna narkoba yang berusia kurang dari 15 tahun hanya 173 orang.
Ironisnya, pengkonsumsi narkoba dari kalangan siswa SD yang rata-rata berusia tujuh tahun hingga 12
tahun itu berasal dari kelas ekonomi menengah ke atas, terpelajar dan berprestasi di sekolah. Lebih dari
50% siswa SD yang mengonsumsi narkoba itu berdomisili di Jakarta. Disusul kota-kota lain, seperti Bali,
Medan, Palu dan Surabaya (Jehani & Antoro, 20014).
Dari hasil riset yang dilakukan secara nasional oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama
dengan Universitas Indonesia. Hasilnya menunjukkan, kecenderungan semakin dini usia pengguna
narkoba. Ditemukan, anak usia 7 tahun sudah ada yang mengonsumsi narkoba jenis inhalan (uap yang
dihirup). Anak usia 8 tahun sudah ada yang memakai ganja. Lalu di usia 10 tahun, anak-anak
menggunakan narkoba dari beragam jenis, seperti inhalan, ganja, heroin, morfin, ecstasy, dan
sebagainya. Kemudian berdasarkan penelitian BNN ini juga ditemukan 10 ibukota provinsi yang
digolongkan “memprihatinkan” karena kasus yang ditemukan melalui angka rata-rata nasional yaitu
3,9%. Sepuluh kota tersebut yaitu Medan (6,4%), Surabaya (6,3%), Ternate (5,9%), Padang (5,5%),
Bandung (5,1%), Kendari (5%), Banjarmasin (4,3%), Palu (8,4%), Yogyakarta (4,1%) dan Pontianak (4,1%)
(Jehani & Antoro, 2014).
Dampak yang terjadi dari faktor-faktor di atas adalah individu mulai melakukan penyalahgunaan dan
ketergantungan akan zat. Hal ini ditunjukkan dengan makin banyaknya individu yang dirawat di rumah
sakit karena penyalahgunaan dan ketergantungan zat yaitu mengalami intoksikasi zat dan withdrawal.
Peran penting tenaga kesehatan dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan dan ketergantungan
NAPZA di rumah sakit khususnya upaya terapi dan rehabilitasi sering tidak disadari, kecuali mereka yang
berminat pada penanggulangan NAPZA (DepKes, 20013). Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas,
maka perlunya peran serta tenaga kesehatan khususnya tenaga keperawatan dalam membantu
masyarakat yang sedang dirawat di rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
masyarakat tentang perawatan dan pencegahan kembali penyalahgunaan NAPZA pada klien. Untuk itu
dirasakan perlu perawat meningkatkan kemampuan merawat klien NAPZA di lingkungan sekitar dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengertian dan jenis-jenis napza.
b. Untuk mengetahui penyalahgunaan, faktor penyebab dan dampak penyalahgunaan napza.
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala pengguna napza.
d. Untuk mengetahui penanggulangan napza dan peran perawat dalam menanggulangi napza.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Narkoba/NAPZA
Narkoba /NAPZA merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya yang
disalahgunakan. NAPZA /Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan
sampai setelah terjadi masalah (Purba dkk, 2013).
Penyalahgunaan Napza adalah suatu penyimpangan perilaku yg disebabkan oleh penggunaan yg terus
menerus sampai terjadi masalah. Napza tersebut bekerja didalam tubuh yg mempengaruhi terjadinya
perubahan: perilaku, alam perasaan, memori,proses pikir,kondisi fisik individu yg menggunakannya.
NAPZA merupakan perkembangan dari narkoba yang berubah nama seiring dengan bertambahnya
jumlah bahan yang masuk dalam kriteria narkoba. NAPZA merupakan singkatan dari narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif.
a. NARKOTIKA:
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman yang dapat menurunkan, zat-zat alamiah maupun
buatan (sintetik) dari bahan candu/kokain atau turunannya dan padanannya – digunakan secara medis
atau disalahgunakan - menghilangkan dan mengurangi rasa nyeri serta dapat menimbulkan
ketergantungan/efek psikoaktif.
b. PSIKOTROPIKA:
adalah zat-zat dalam berbagai bentuk pil dan obat yang mempengaruhi kesadaran karena sasaran obat
tersebut adalah pusat-pusat tertentu di sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang).
Menurut UU no.5/1997 Psikotropik meliputi : Ecxtacy, shabu shabu, LSD, obat penenang/tidur, obat anti
depresi dan anti psikosis. Sementara PSIKOAKTIVA adalah istilah yang secara umum digunakan untuk
menyebut semua zat yang mempunyai komposisi kimiawi berpengaruh pada otak sehingga
menimbulkan perubahan perilaku,
perasaan, pikiran, persepsi, kesadaran.
c. ZAT ADIKTIF
yaitu zat-zat yang mengakibatkan ketergantungan seperti zat-zat solvent termasuk inhalansia (aseton,
thinner cat, lem). Zat-zat tersebut sangat berbahaya karena bisa mematikan sel-sel otak. Zat adiktif juga
termasuk nikotin (tembakau) dan kafein (kopi).
1. Ganja
Ganja adalah tanaman perdu denagn daun menyerupai daun singkong yang tepinya bergerigi dan
berbulu halus. Tumbuhan banyak terdapat di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan laion-lain.
Sering digunakan sebagai bumbu penyedap masakan dan daya adiktifnya rendah. Namun tidak demikian
bila dibakar dan asapnya dihirup.
2. Hasis
Hasis adalah tanaman serupa ganja yang tumbuh di Amerika Latin dan Eropa. Hasis dan ganja dapat juga
disuling dan diambil sarinya. Dalam bentuk cair, harganya sangat mahal.
3. Koka
Koka adalah tanaman pedu mirip kopi. Buahnya yang matang berwarna merah seperti biji kpi. Koka
diolah menjadi kokain.
4. Opium
Opium adalah bunga dengan bentuk dan warna yang indah. Dari getah bunga opium dihasilkan candu
(opiat). Di daratan Mesir dan Cina, opium dulu digunakan untuk mengobati beberapa penyakit, member
kekuatan dan menghilangkan sakit pada tentara yang terluka sewaktu berperang atau berburu. Opium
banyak tumbuh di “segitiga emas”, antara Burma, Kamboja dan Thailand atau di daratan China dan Asia
tengah yaitu di daerah antara Afganistan, Iran dan Pakistan.
Ø Narkotika semisintesis
Narkotika semisintesis adalah narkotika alami yang diolah dan diambil zat aktifnya (intisarinya) agar
memiliki khasiat yang lebih kuat sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kedokteran
Contohnya :
1. Morfin : dipakai dalam dunia kedokteran untuk menghilangkan rasa sakit atau pembiusan pad operasi
2. Kodein : dipakai untuk penghilang batuk
3. Heroin : tidak dipakai dalam pengobatan karena daya adiktifnya sangat besar dan manfaatnya secara
medis belum dapat ditemukan. Heroin sering diberi nama putaw, atau pete/pt. Bentuknya seperti
tepung terigu, halus, putih dan agak kotor.
4. Kokain
Ø Narkotika sintesis
Narkotika sintesis adalah narkotika palsu yang dibuat dari bahan kimia. Narkotika ini digunakan untuk
pembiusan dan pengobatan bagi orang yang menderita ketergantungan narkoba (substitusi). Contohnya
:
1. Petidin : untuk obat bius local, operasi kecil, sunat.
2. Methadon : untuk pengobatan pecandu narkoba
3. Naltrexon : untuk pengobatan pecandu narkoba
Narkotika sintesis biasanya diberikan oleh dokter kepada pecandu narkotika untuk menghentikan
kebiasaanya yang tidak kuat melawan suggesti /relaps/sakaw. Narkotika sintesis berfungsi sebagai
penganti sementara. Asupan narkotika sintesis ini dikurangi sedikit demi sedikit sampai akhirnya
berhenti total.
b. Psikotropika
Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
ü Faktor Eksternal
a. Keluarga
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab seseorang menjadi pengguna narkoba.
Berdasarkan hasil penelitian tim UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta pada tahun
2013, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi anggota keluarganya terlibat
penyalahgunaan narkoba, yaitu:
1) Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami ketergantungan narkoba.
2) Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang tidak konsisten
dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu bilang tidak).
3) Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian yang memuaskan
semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak,
maupun antar saudara.
4) Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran orang tua sangat dominan, dengan
anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata orang tua dengan alasan sopan santun, adat istiadat,
atau demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri – tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan
menyatakan ketidaksetujuannya.
5) Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya mencapai kesempurnaan
dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.
6) Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan yang kurang kuat,
mudah cemas dan curiga, sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu.
c. Faktor Kesempatan
Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut sebagai pemicu seseorang
menjadi pecandu. Indonesia yang sudah menjadi tujuan pasar narkoba internasional, menyebabkan
obat-obatan ini mudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa melaporkan bahwa para penjual
narkotika menjual barang dagangannya di sekolah-sekolah, termasuk di Sekolah Dasar. Pengalaman feel
good saat mencoba drugs akan semakin memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan dan
akhirnya menjadi pecandu. Seseorang dapat menjadi pecandu karena disebabkan oleh beberapa faktor
sekaligus atau secara bersamaan. Karena ada juga faktor yang muncul secara beruntun akibat dari satu
faktor tertentu.
- eforia
- mengantuk
- bicara cadel
- konstipasi
- penurunan
Kesadaran
- eforia
- mata merah
- mulut kering
- banyak
Bicara
dan tertawa
- nafsu makan
meningkat
- gangguan
persepsi
- pengendalian diri berkurang
- jalan sempoyongan
- mengantuk
- memperpanjang
tidur
- hilang
kesadaran
- mata merah
- bicara cadel
- jalan
Sempoyongan
- perubahan
persepsi
- penurunan
kemampuan
menilai
- selalu
terdorong
untuk
bergerak
- berkeringat
- gemetar
- cemas
- depresi
- paranoid
* nyeri
* mata dan
hidung berair
* perasaan
panas dingin
* diare
* gelisah
* tidak bisa
Tidur
jarang
ditemukan
* cemas
* tangan
gemetar
* perubahan
persepsi
* gangguan
daya ingat
* tidak bisa
tidur
* cemas
* depresi
* muka merah
* mudah
marah
* tangan
gemetar
* mual muntah
* tidak bisa
Tidur
* cemas
* depresi
* kelelahan
* energi
berkurang
* kebutuhan
Tidur
meningkat
A. PROMOTIF
Disebut juga program promotif atau program pembinaan. Program ini ditujukan pada masyarakat yang
belum memakai narkoba, atau bahkan belum mengenal narkoba. Bentuk programnya dapat berupa
pelatihan dan dialog interaktif pada berbagai kelompok. Prinsipnya adalah dengan meningkatkan
peranan dan kegiatan agar kelompok ini secara nyata , lebih sejahtera sehingga tidak pernah berpikir
untuk memperoleh kebahagiaan semua dengan memakai narkoba. Pengenalan terhadap masalah
narkoba hanya peringatan sepintas lalu. Pelaku program promotif yang paling tepat adalah lembaga-
lembaga kemasyarakatan yang difasilitasi dan diawasi oleh pemerintah.
B. PREVENTIF
Program ini ditujukan kepada masyarakat sehat yang belum mengenal narkoba agar mengetahui seluk
beluk narkoba sehingga tidak tertarik untuk menyalahgunakannya. Selain dilakukan oleh instansi terkait,
program ini juga sangat efektif bila dibantu oleh instansi lain termasuk lembaga professional terkait,
lembaga swadaya masyarakat.
Bentuk kegiatan :
a. Kampanye anti penyalahgunaan narkoba
Program pemberian informasi satu arah (monolog) dari pembicara kepada pendengar tentang bahaya
pemakaian narkoba. Informasi yang disampaikan bersifat dangkal dan umum. Informasi disampaikan
oleh tokoh masyarakat bukan tokoh professional.
b. Penyuluhan narkoba
Penyuluhan bersifat dialog dan tanya jawab. Bentuknya dapat berupa seminar atau ceramah. Tujuannya
adalah agar masyarakat mendalami berbagai masalah tentang narkoba dan tidak tertarik untuk
menyalahgunakannya. Materi disampaikan oleh tenaga professional seperti dokter, polisi, psikologi dan
ahli hukum
c. Pendidikan dan pelatihan kelompok sebaya (peer group)
Untuk dapat menanggulangi narkoba secara lebih efektif di dalam kelompok masyarakat, dilakukan
pendidikan dan pelatihan dengan mengambil peserta dari kelompok itu sendiri. Pada program ini,
pengenalan narkoba lebih dalam lagi, disertai simulasi penanggulangan, termasuk latihan pidato, latihan
diskusi, latihan menolong penderita. Program ini dilakukan di sekolah, kampus atau kantor dalam waktu
beberapa hari. Program ini melibatkan beberapa narsumber dan pelatih, yaitu tenaga yang professional
sesuai dengan programnya.
d. Upaya mengawasi dan mengendalikan produksi dan distribusi narkoba di masyarakat
Pengawasan dan penegndalian merupakan tugas aparat terkait seperti polisi, Departemen Kesehatan
BPOM, bea cukai, imigrasi. Karena keterbatasan jumlah dan kemampuan petugas, program ini belum
berjalan optimal. Oleh karena itu masyarakat juga harus membantu secara proaktif.
C. KURATIF
Program kuratif ditujukan kepada pemakai narkoba. Tujuannya adalah mengobati ketergantungan dan
menyembuhkan penyakit sebagai akibat dari pemakaian narkoba, sekaligus menghentikan pemakaian
narkoba. Kunci sukses pengobatan adalah adanya kerjasama yang baik antara dokter, keluarga dan
penderita.
a. Pengobatan alternative penderita narkoba
Di tengah masyarakat ada bergaia macam cara pengobatan alternative untuk penyembuhan
ketergantungan narkoba yang dapat dibedakan atas :
1. Pengobatan berbasis spiritualis
2. Pengobatan berbasis obat-obat tradisional
Pengobatan alternative korban narkoba oleh masyarakat biasanya hanya tertuju pada upaya
penghentian pemakaian, tidak kepada penyakit ikutan.
3. Detoksisfikasi alami
Pengobatan dilakukan oleh ahli pengobatan alternative ataupun oleh dokter dengan cara membiarkan
terjadinya gejala putus zat. Penderita dibiarkan mengalami penderitaan, hanya dijaga agar penderita
tidak bunuh diri atau celaka. Kelaman gejala putus zat dan akan berkurang, kemudian lenyap. Cara ini
sangat menyakitkan, tetapi murah dan sering berdampak positif terhadap pemulihan.
D. REHABILITATIF
Rehabilitasi adalah upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan kepada pemakai narkoba
yang sudah menjalani program kuratif. Tujuannya agar penderita tidak memakai lagi dan bebas dari
penyakit ikutan yang disebabkan oleh bekas pemakaian narkoba. Itulah sebabnya mengapa pengobatan
narkoba tanpa upaya pemulihan tidak bermanfaat.
Banyak masyarakat yang membuka usaha rehabilitasi korban narkoba dengan membuka pemondokan
bagi penderita dan memberikan bimbingan hidup berupa praktik keagamaan, atau kegiatan produktif
seperti olahraga, kesenian, perbengkelan dan pertanian. Ada berbagai cara pemulihan. Namun
keberhasilan upaya ini sangat tergantung pada :
a. Profesionalisme lembaga rehabilitasi (SDM, sarana dan prasarana)yang menangani
b. Kesadaran dan kesungguhan penderita
c. Dukungan atau kerjasama antara penderita, lembaga dan keluarga.
Masalah yang paling mendasar dan sulit dalam penanganan narkoba adalah mencegah datangnya
kambuh/relaps setelah penderita selesai menjalani pengobatan (detoksifikasi). Relaps disebabkan oleh
perasaan rindu dan keinginan yang kuat (suggest) akibat salah satu sifat narkoba yaitu habitual. Satu-
satunya cara yang dianggap efektif untuk mencegah datangnya relaps saat ini adalah rehabilitasi fisik
dan mental.