Anda di halaman 1dari 61

TUGAS STASE PSIKIATRI MARET 2023

REFERAT
GANGGUAN MENTAL ORGANIK

LAPORAN KASUS

GANGGUAN MENTAL YDT AKIBAT KERUSAKAN DAN DISFUNGSI OTAK


DAN PENYAKIT FISIK
(F06.8)

Disusun Oleh :

dr. Ilham Habib


Djarkoni
C155192001

PEMBIMBING :
Dr. dr. Sonny T Lisal, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS STASE PSIKIATRI


MAHASISWA PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah didiskusikan dan disetujui untuk dipresentasikan laporan kasus


Neuropsikiatri dengan judul “GANGGUAN MENTAL YDT AKIBAT
DISFUNGSI OTAK DAN PENYAKIT FISIK (F06.8)+TUMOR OTAK
SUGGESTIF OLIGODENDROGLIOMA+CEREBRAL LACUNAR
INFARCTION” pada konferensi klinik Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin, pada:

Makassar, 27 Maret 2023

Pembimbing,

Dr. dr. Sonny T. Lisal Sp.KJ

2
I. PENDAHULUAN

Gangguan mental organik merupakan suatu gangguan dimana terdapat keadaan


patologis yang dapat diidentifikasi (contohnya tumor otak, penyakit cerebrovaskuler,
intoksifikasi obat). Sedangkan gangguan fungsional adalah gangguan otak dimana tidak
ada dasar organik yang dapat diterima secara umum (contohnya skizofrenia, depresi).
Dari sejarahnya, bidang neurologi telah dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang
disebut organik dan psikiatri dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut
fungsional. Di dalam DSM IV diputuskan bahwa perbedaan lama antara gangguan
organik dan fungsional telah ketinggalan jaman dan dikeluarkan dari tata nama. Bagian
yang disebut “Gangguan Mental Organik” dalam DSM III-R sekarang disebut sebagai
delirium, demensia, gangguan amnestik gangguan kognitif lain, dan gangguan mental
karena suatu kondisi medis umum yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain.
Menurut PPDGJ III gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan jiwa yang
dikelompokkan atas dasar penyebab yang lama dan dapat dibuktikan adanya penyakit,
cedera atau ruda paksa otak, yang berakibat disfungsi otak. Disfungsi ini dapat primer
seperti pada penyakit, cedera, dan ruda paksa yang langsung atau diduga mengenai otak,
atau sekunder, seperti pada gangguan dan penyakit sistemik yang menyerang otak
sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh. PPDGJ II membedakan antara
Sindrom Otak Organik dengan Gangguan Mental Organik. Sindrom Otak Organik
dipakai untuk menyatakan sindrom (gejala) psikologik atau perilaku tanpa kaitan dengan
etiologi. Gangguan Mental Organik dipakai untuk Sindrom Otak Organik yang
etiologinya (diduga) jelas. Sindrom Otak Organik dikatakan akut atau menahun
berdasarkan dapat atau tidak dapat kembalinya (reversibilitas) gangguan jaringan otak
atau Sindrom Otak dan berdasarkan penyebabnya, permulaan gejala atau lamanya
penyakit yang menyebabkannya.

3
II. PERBANDINGAN PENGGOLONGAN DIAGNOSIS
GANGGUAN MENTAL ORGANIK
Menurut PPDGJ III, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut :
l. Demensia pada penyakit Alzheimer
1.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini
1.2 Demensia pada penvakit Alzheimer dengan onset lambat
1.3 Demensia pada penyakit Alzheimer, tipe tak khas atau tipe campuran
1.4 Demensia pada penyakit Alzheimer Yang tidak tergolongkan ( YTT)
2. Demensia Vaskular
2.1 Demensia Vaskular onset akut
2.2 Demensia multi-infark
2.3 Demensia Vaskular subkortikal
2.4 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
2.5 Demensia Vaskular lainnya
2.6 Demensia Vaskular YTT
3. Demensia pada penyakit lain yang diklasifikasikan di tempat lain (YDK)
3.1 Demensia pada penyakit Pick
3.2 Demensia pada penyakit Creutzfeldt – Jakob
3.3 Demensia pada penyakit huntington
3.4 Demensia pada penyakit Parkinson
3.5 Demensia pada penyakit human immunodeciency virus (HIV)
3.6 Demensia pada penyakit lain yang ditentukan (YDT) dan YDK
4. Demensia YTT
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada 1-4 sebagai
berikut :
1. Tanpa gejala tambahan
2. Gejala lain, terutama waham.
3. Gejala lain, terutama halusinasi
4. Gejala lain, terutama depresi
5. Gejala campuran lain
5. Sindrom amnestik organik bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya
6. Delirium bukan akibat alkohol dan psikoaktif lain nya
6.1 Delirium, tak bertumpang tindih dengan demensia
6.2 Delirium, bertumpang tindih dengan demensia
4
6.3 Delirium lainya
6.4 DeliriumYTT
7. Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik
7.1 Halusinosis organik
7.2 Gangguan katatonik organik
7.3 Gangguan waham organik (lir-skizofrenia)
7.4 Gangguan suasana perasaan (mood, afektif) organik
7.4.1 Gangguan manik organik
7.4.2 Gangguan bipolar organik
7.4.3 Gangguan depresif organik
7.4.4 Gangguan afektif organik campuran
7.5. Gangguan anxietas organik
7.6. Gangguan disosiatif organik
7.7. Gangguan astenik organik
7.8. Gangguan kopnitif ringan
7.9. Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik lain
YDT
7.10. Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik
YTT
8. Gangguan keperibadian dan prilaku akibat penyakit, kerusakan dan fungsi otak
8.1 Gangguan keperibadian organik
8.2 Sindrom pasca-ensefalitis
8.3 Sindrom pasca-kontusio
8.4 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan
disfungsi otak lainnya
8.5 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan
disfungsi otak YTT
9. Gangguan mental organik atau simtomatik YTT

Menurut Maramis, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut:


1. Demensia dan Delirium
2. Sindrom otak organik karena rudapaksa kepala
3. Aterosklerosis otak
4. Demensia senilis
5
5. Demensia presenilis
6. Demensia paralitika
7. Sindrom otak organik karena epilepsi
8. Sindrom otak organik karena defisiensi vitamin, gangguan metabolisme dan
intoksikasi
9. Sindrom otak organik karena tumor intra kranial

Menurut DSM IV, klasifikasi gangguan mental organik sebagai berikut:


1. Delirium
1.1. Delirium karena kondisi medis umum
1.2. Delirium akibat zat
1.3. Delirium yang tidak ditentukan (YTT)
2. Demensia
2.1. Demensia tipe Alzheimer
2.2. Demensia vaskular
2.3. Demensia karena kondisi umum
2.3.1. Demensia karena penyakit HIV
2.3.2. Demensia karena penyakit trauma kepala
2.3.3. Demensia karena penyakit Parkinson
2.3.4. Demensia karena penyakit Huntington
2.3.5. Demensia karena penyakit Pick
2.3.6. Demensia karena penyakit Creutzfeldt – Jakob
2.4. Demensia menetap akibat zat
2.5. Demensia karena penyebab multipeL
2.6. Demensia yang tidak ditentukan (YTT)
3. Gangguan amnestik
3.1.Gangguan amnestik karena kondisi medis umum.
3.2 Gangguan amnestik menetap akibat zat
3.3 Gangguan amnestik yang tidak ditentukan ( YTT )
4. Gangguan kognitif yang tidak ditentukan

6
III. PEMBAHASAN
1. DELIRIUM
Tanda utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, biasanya terlihat
bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Kelainan mood, persepsi,
dan perilaku adlah gejala psikiatrik yang umum. Tremor, asteriksis, nistagmus,
inkoordinasi dan inkontinensia urine merupakan gejala neurologis yang umum.
Biasanya, delirium mempunyai onset yang mendadak (bebrapa jam atau hari),
perjalanan yang singkat dan berfluktuasi, dan perbaikan yang cepat jika faktor
penyebab diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi, masing-masing dari ciri
karakteristik tersebut dapat bervariasi pada pasien individual. Delirium merupakan
suatu sindrom, bukan suatu penyakit. Delirium diketahui mempunyai banyak sebab,
semuanya menyebabkan pola gejala yang sama yang berhubungan dengan tingkat
kesadaran pasien dan gangguan kognitif. Sebagian besar penyebab delirium terletak
di luar system saraf pusat contohnya pada gagal ginjal atau hati.
Delirium tetap merupakn gangguan klinis yang kurang dikenali dan kurang
didiagnosis. Bagian dari masalah adalah bahwa sindrom disebut dengan berbagai
nama lain- sebagai contoh, keadaan konfusional akut, sindrom otak akut, ensefalopati
metabolis, psikosis toksis, dan gagal otak akut.
Kepentingan untuk mengenali delirium adalah (1) kebutuhan klinis untuk
mengidentifikasi dan mengobati penyebab dasar dan (2) kebutuhan untuk mencegah
perkembangan komplikasi yang berhubungan dengan delirium. Komplikasi tersebut
adalah cedera kecelakaan karena kesadaran pasien yang berkabut atau gangguan
koordinasi atau penggunaan pengekangan yang tidak di perlukan. Kekacauan rutin
bangsal adalah merupakan masalah yang terutama mengganggu pada unit
nonpsikiatrik, seperti pada unit perawatan intensif dan bangsal medis dan bedah
umum.
Epidemiologi
Delirium adalah gangguan yang umum. Usia lanjut adalah faktor risiko untuk
perkembangan delirium. Kira-kira 30 sampai 50 persen pasien rawat di rumah sakit
yang berusia lebih dari 65 tahun mempunyai suatu episode delirium. Faktor
predisposisi lainnya untuk perkembangan delirium adalah usia muda, cedera otak
yang telah ada sebelumnya, riwayat delirium, ketergantungan alkohol, diabetes,
kanker, gangguan sensoris dan malnutrisi. Adanya delirium merupakan tanda
prognostik yang buruk.
7
Penyebab
Penyebab utama dari delirium adalah penyakit sitem saraf pusat dan intoksikasi
maupun putus dari agen farmakologis atau toksik. Neurotransmitter utama yang
dihipotesiskan berperan pada delirium adalah asetilkolin, dan daerah neuroanatomis
utama adalah formasio retikularis. Beberapa jenis penelitian telah melaporkan
bahwa berbagai factor yan gmenginduksi delirium menyebabkan penurunan aktifitas
asetilkolin di otak. Juga, satu penyebab delirium yang paling sering adalah toksisitas
dari banyak sekali medikasi yang diresepkan yang mempunyai aktivitas kolinergik.
Formasi retikularis batang otak adalah daerah utama yang mengatur perhatian dan
kesadaran, dan jalur utama yang berperan dalam delirium adalah jalur tegmental
dorsalis, yang keluar dari formasi retikularis mesensefalik ke tektum dan thalamus.
Mekanisme patologi lain telah diajukan untuk delirium. Khususnya, delirium yang
berhubungan dengan putus alcohol telah dihubungkan dengan hiperaktivitas lokus
sereleus dan neuron nonadrenergiknya. Neurotransmiter lain yangberperan adalah
serotonin dan glutamate.
Penyebab Delirium:
a. Penyakit intrakranial
1. Epilepsi atau keadaan pasca kejang
2. Trauma otak (terutama gegar otak)
3. Infeksi (meningitis.ensetalitis)
4. Neoplasma
5. Gangguan vaskular
b. Penyebab ekstrakranial
1. Obat-obatan (di telan atau putus)
Obat antikolinergik, Antikonvulsan, Obat antihipertensi, Obat antiparkinson.
Obat antipsikotik, Cimetidine, Klonidine. Disulfiram, Insulin, Opiat,
Fensiklidine, Fenitoin, Ranitidin, Sedatif(termasuk alkohol) dan hipnotik,
Steroid.
2. Racun
Karbon monoksida, Logam berat dan racun industri lain.
3. Disfungsi endokrin (hipofungsi atau hiperfungsi)
Hipofisis, Pankreas, Adrenal, Paratiroid, tiroid.

8
4. Penyakit organ nonendokrin
Hati (ensefalopati hepatik), Ginjal dan saluran kemih (ensefalopati uremik),
Paru-paru (narkosis karbon dioksida, hipoksia), Sistem kardiovaskular (gagal
jantung, aritmia, hipotensi).
5. Penyakit defisiensi (defisiensi tiamin, asam nikotinik, B12 atau asain folat)
6. Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis
7. Ketidakseimbangan elektrolit dengan penyebab apapun
8. Keadaan pasca operatif
9. Trauma (kepala atau seluruh tubuh)
10. Karbohidrat: hipoglikemi
Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk delirium karena kondisi medis umum:
 Gangguan kesadaran (yaitu, penurunan kejernihan kesdaran terhadap lingkungan)
dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau
mengalihkan perhatian.
 Perubahan kognisi atau oerkembangan gangguan persepsi yang tidak lebih baik
diterangkan demensia yan gtelah ada sebelumnya, yang telah ditegakkan, atau
yang sedang timbul.
 Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat dan cendrung
berfluktuasi selama perjalanan hari.
 Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium bahwa pgangguan adalah disebabkan oleh akibat fisiologis langsung
dari kondisi medis umum.
Kriteria Diagnostik untuk Delirium Putus Zat:
a. Gangguan kesadaran (yaitu penurunan kejernihan kesadaran tehadap lingkungan)
dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankanm atau
mengalihkan perhatian.
b. Perubahan kognisis (seperti defisit daya ingat, disorientasi, gangguan bahasa) atau
perkembangan gangguan persepsi yang tidak lebih baik diterangkan demensia
yang telah ada sebelumnya, yang telah ditegakkan atau yang sedang timbul.
c. Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat dan cenderung
berfluktiasi selama perjalanan hari.

9
d. Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium bahwa gejala dalam kriteria a dan b berkembang selama, atau segera
setelah suatu sindrom putus.
Kriteria Diagnostik untuk Delirium yang Tidak Ditentukan:
Kategori ini harus digunakan untuk mendiagnosis suatu delirium yang tidak
memenuhi kriteria salah satu tipe delirium yang dijelaskan dalam bagian ini.
a. Suatu gambaran klinis delirium yang dicuriagai karena kondisi karena kondisi
media umum atau pemakaian zat tetapi di mana tidak terdapat cukup bukti untuk
menegakkan suatu penyebab spesifik.
b. Delirium karena penyebab yang tidak dituliskan dalam bagian ini misal
pemutusan sensorik.

Pemeriksaan fisik dan Laboratorium


Delirium biasanya didiagnosis pada sisi tempat tidur dan ditandai oleh onset
gejala yang tiba-tiba. Penggunaan status pemeriksaan mental bedside seperti Mini
Mental State Examination (MMSE) pemeriksaan fisik sering kali mengungkapkan
petunjuk adanya penyebab delirium. Adanya penyakit fisik yang diketahui atau
riwayat trauma kepala atau ketergantungan alcohol ata zat lain meningkatkan
kemungkinan diagnosis.
Pemeriksaan laboratorium untuk seorang pasien dengan delirium harus termasuk
tes-tes standar dan pemeriksaan tambahan yang diindikasikan oleh situasi klinis.
EEG pada delirium secara karakteristik menunjukkan perlambatan umum pada
ktivitas dan dapat berguna dalam membedakan delirium dari depresi atau psikosis.
EEG dari seorang pasien yang delirium sering kali menunjukkan daerah fokal
hiperaktivitas. Pasa kasus yang jarang, mungkin sulit membedakan delirium yang
berhubungan denganepilepsi dari delirium yang berhubungan dengan penyebab lain.
Gambaran Klinis
Gambaran kunci dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, keadaan
delirium mungkin didahului selama beberapa hari oleh perkembangan kecemasan,
mengantuk, insomnia, halusinasi transien, mimpi menakutkan di malam hari, dan
kegelisahan. Selain itu, pasien yang pernah mengalami episode rekuren di bawah
kondisi yang sama.
a. Kesadaran (Arousal)

10
Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan delirium.
Satu pola ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan peningkatan
kesiagaan. Pola lain ditandai oleh penurunan kesioagaan. Pasien dengan delirium
yang berhubungan dengan putus zat sering kali mempunyai delirium yang
hiperaktif, yang juga dapat disertai dengan tanda otonomik, seperti kemerahan,
kulit pucat, berkeringat, takikardia, pupil berdilatasi, mual muntahdan
hipertermia. Pasien dengan gejala hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan
sebagai depresi, katatonik, atau mengalami demensia. Pasien dengan pola gejala
campuran hipoaktivitas dan hiperaktivitas juga ditemukan dalam klinis.
b. Orientasi
Terhadap waktu, tempat, dan orang harus diuji pada pasien dengan delirium.
Orientasi terhadap waktu seringkali hilang, bahkan pada kasus delirium yan
gringan. Orientasi terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang laun
mungkin juga terganggu pada kasus yang ebrat. Pasein delirium jarang kehilangan
orientasi terhadap dirinya sendiri.
c. Bahasa dan kognisi
Pasien dengan delirium sering kali mempunyai kelainan dalam bahasa. Kelainan
dapat berupa bicara yang ngelantur, tidak relevan, atau membingungkan
(inkoheren) dan gangguan untuk mengerti pembicaraan.
Fungsi kognitif lainnya yang mungkin terganggu pada pasien delirium adalah
fungsi ingatan dan kognitif umum. Kemampuan untuk menyusun,
mempertahankan, dan mengingat kenangan mungkin terganggu, walaupun ingatan
kenangan yang jauh mingkin dipertahankan. Di samping penurunan kognitif yang
dramatis, sebagai suatu gejala hipoaktif delirium yang karakteristik. Pasien
delirium juga mempunyai gangguan kemampuan memecahkan masalah dan
mungkin mempunyai waham yang tidak sistematik, kadang paranoid.
d. Persepsi
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan umum untuk
membedakan stimuli sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang
dengan pengalaman masa lalu mereka, akibatnya pasien sering kali tertarik oleh
stimuli yang yang tidak relevan atau menjadi teragitasi jika dihadapkan denga
informasi baru. Halusinasi juga relative sering pada pasein delirium. Halusinansi
yang paling sering adalah visual dan auditoris, walaupun halusinansi dapat juga
taktil atau olfaktoris. Halusinasi visual dapat terentang dari gambar geometric
11
sederhana atau pola berwarna orang yang berbentuk lengkap dengan
pemandangan. Ilusi visual dan auditoris adalah sering pada delirium.
e. Mood
Pasien dengan delirium juga mempunyai kelainan dalam pengaturan mood. Gejala
yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran, dan rasa takut yang tidak
beralasan. Kelainan mood lain yang sering ditemukan pada pasien delirium adalah
apati, depresi, dan euphoria. Beberapa pasien dengan cepat berpindah di antara
emosi tersebut dalam perjalanan sehari.
Gejala Penyerta
Gangguan bangun tidur. Tidur pada pasien delirium secara karakteristik adalah
terganggu. Pasien sering kali mengantuk selama siang hari dan dapat ditemukan
tertidur sekejap. Tetapi tidur pada pasien delirium hampir selalu singkat dan
terputus-putus. Sering kali keseluruhan siklus tidur bangun pasien dengan delirium
semata-mata terbalik. Pasien sering kali mengalami eksaserbasi gejala delirium tepat
sebelum tidur situasi klinis yang dikenal luas sebagai sundowning. Kadang pasien
dengan delirium mendapat mimpi buruk yang terus berlangsung ke keadaan terjaga
sebagai pengalaman halusinasi.
Gejala neurologis. Pasien dengan delirium sering kali mempunyai gejala
neurologis yang menyertai, termasuk disfasia, tremor, asteriksis, inkoordinasi dan
inkontinensia urine. Tanda neurologis fokal juga ditemukan sebagai bagian pola
gejala pasien dengan delirium.
Diagnosa Banding
a. Delirium vs demensia
Penting untuk membedakan delirium dari demensia, dan sejumlah gambaan klinis
membantu membedakannya. Berbeda dengan onset delirium yang tiba-tiba, onset
demensia biasanya perlahan. Walaupun kedua kondisi melibatkan gangguan
kognitif, perubahan dementia adalah lebih stabil dengan berjalannya waktu dan
tidak berfluktuasi selama perjalanan sehari. Kadang-kadang delirium terjadi pada
pesien yang menderita demensia, suatu keadaan yang dikenal sebagai pengaburan
demensia (beclouded dementia). Suatu diagnosis delirium dapat dibuat jika
terdapat riwayat definitive tentang demensia yang ada sebelumnya.
b. Delirium vs Psikosis atau Depresi
Delirium juga harus dibedakan dengan skizofrenia dan gangguan depresif. Pasien
dengan gangguan buatan mungkin berusaha untuk mensimulasi gejala delirium.
12
Pasien dengan gejala hipoaktif dari delirium mungkintampak agak mirip dengan
pasien yang depresi berat tapi dapat dibedakan atas dasar EEG. Diagnosis
psikiatrik lain yang dapat dipertimbangkan dalam diagnosis banding delirium
adalah gangguan psikotik singkat, gejala skizofreniform, dan gangguan disosiatif.
Perjalanan dan Prognosis
Walaupun onset delirium biasanya mendadak, gejala prodromal dapat terjadi pada
hari sebelum onset gejala yang jelas. Gejala delirium biasanya berlangsung selama
factor penyebab yang relevan ditemukan, walaupun delirium biasanya berlangsung
kurang dari satu mingggu. Setelah identifkasi dan menghilangkan faktor penyebab,
gejala delirium biasanya menghilang dalam periode tiga sampai tujuh hari, walaupun
beberapa gejala mungkin memerlukan waktu sampai dua minggu untuk menghilang
secara lengkap. Semakin lanjut usia pasien, dan semakin lama pasien mengalami
delirium, semakin lama waktu yang diperlukan bagi delirium untuk menghilang.
Apakah delirium berkembang menjadi demensia belum ditunjukkan dalam penelitian
terkontrol yang cermat. Tetapi, suatu observasi klinis yang telah di sahkan oleh suatu
penelitian, adalah bahwa periode delirium kadang-kadang diikuti oleh depresi atau
gangguan stress pasca traumatik.

Pengobatan
Tujuan utama adalah untuk mengobati gangguan dasar yang menyebabkan
delirium. Jika kondisinya dalah toksisitas antikolinergik, penggunaan physostigmine
salicylate (Antrilirium) 1- 2 mg intravena (IV) atau intramuscular (IM) dengan dosis
ulang dalam 15 sampai 30 menit, dapat diindikasikan. Tujuan pengobatan yang
penting lainnya dalah memberikan bantuan fisik, sensorik, dan lingkungan. Bantuan
fisik adalah diperlukan sehingga pasien delirium tidak masuk ke dalam situasi
dimana mereka mungkin mengalami kecelakaan. Pasien dengan delirium tidak boleh
dalam lingkungan tanpa stimulasi sensorik atau dengan stimulasi yang berlebihan.
Delirium kadang dapat terjadi pada pasien lanjut usia dengan penutup mata setelah
pembedahan katarak (black-patch delirium).
Pengobatan medikamentosa
Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan
medikamentosa adalah psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih dari psikosis adalah
haloperidol (Haldol), suatu obat antipsikotik golongan butyrophenone. Tergantung
pada usia, berat badan, dan kondisi fisik pasien, dosis awal dapat terentang antara 2
13
sampai 10 mg IM, dapat diulang dalam satu jam jika pasien tetap teragitasi. Segera
setelah pasien tenang, medikasi oral dapat dimulai. Dua dosis oral harian harus
mencukupi, dengan dua pertiga dosis diberikan sebelum tidur. Untuk mencapai efek
terapeutik yang sama, dosis oral harus kira-kira 1,5 kali lebih tinggi dari dosis
parenteral. Dosis harian efektif total dari haloperidol mugnkin terentang dari 5 sampai
50 mg untuk sebagian besar pasien delirium. Golongan phenothiazine harus dihindari
pada pasien delirium, karena obat tersebut disertai dengan aktivitas antikolinergik
yang bermakna. Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine
dengan waktu paruh pendek atau dengan hydroxyzine 25 sampai 100 mg. golongan
benzodiazepine dengan waktu paruh panjang dan barbiturate harus dihindari kecuali
obat tersebut telah digunakan sebagai bagian dari pengobatan untuk gangguan dasar.
2. DEMENSIA
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi
kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada
demensia adalah inteligensia umum, belajar, dan ingatan, bahasa, memecahkan
masalah, orientasi, persepsi, perhatian, dan konsentrasi, pertimbangan dan
kemampuan social. Kepribadian pasien juga terpengaruhi. Jika pasien memiliki suatu
gangguan kesadaran, maka pasien kemungkinan memenuhi kriteria diagnostic untuk
delirium. Butir klinis dari demensia adalah identifikasi sindrom dan pemeriksaan
klinis tentang penyebabnya. Gangguan mungkin progresif atau statis, permanen atau
reversible. Kemungkinan pemulihan demensia adalah berhubungan dengan patologi
dasar dan ketersediaan serta penerapan pengobatan yang efektif. Diperkirakan 15
persen orang dengan demensia mempunyai penyakit-penyakit yang reversible juka
dokter memulai pengobatan tepat pada waktunya, sebelum terjadi kerusakan yang
irreversible.
Epidemiologi
Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Kira-kira lima persen dari semua
orang yang mencapai usia 65 tahun menderita demensia tipe Alzheimer,
dibandingkan dengan 15 sampai 25% sari semua orang yang berusia 85 atau lebih.
Faktor risiko untuk perkembangan demensia tipe Alzheimer adalah wanita,
mempunyai sanak saudara tingkat pertama dengan gangguan tersebut. Dan
mempunyai riwayat cedera kepala. Sindrom down juga secara karakteristik
berhubungan dengan perkembangan demensia tipe Alzheimer. Tipe demensia yang
paling sering kedua adalah demensia vascular- yaitu demensia yang secara kausatif
14
berhubungan dengan penyakit serebrovakular. Demensia vascular berjumlah 15
sampai 30 persen dari semua kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering
ditemukan pada orang berusia antara 60 sampai 70 tahun, dan lebih sering pada laki-
laki dibandingkan wanita. Hipertensi merupakan predisposisi seseorang terhadap
penyakit. Kira-kira 10 sampai 15 persen pasien menderita demensia vascular dan
demensia tipe Alzheimer yang terjadi bersama-sama. Penyebab demensia lainnya
yang sering masing-msing mencerminkan satu sampai 5 persen kasus adalah trauma
kepala, demensia yang berhubungan dengan gangguan pergerakan. Contoh penyakit
Huntington, dan penyakit Parkinson.
Penyebab
Demensia mempunyai banyak penyebab tetapi demensia tipe Alzheimer dan
demensia vascular secara bersama-sama berjumlah 75% dari semua kasus.
a. Demensia tipe Alzheimer
Diagnosis akhir penyakit alzheimer didasarkan pada pemeriksaan
neuropatologi otak, namun demikian, demensia tipe Alzheimer bisanya
didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lainnya telah
disingkirkan dari pertimbangan diagnostik. Walaupun penyebab demensia tipe
Alzheimer masih tidak diketahui, beberapa penelitian menyatakan bahwa
sebanyak 40% pasien mempunyai riwayat keluarga menderita demensia tipe
Alzheimer, jadi faktor genetik dianggap berperan sebagian dalam perkembangan
gangguan dalam sekurangnya beberapa kasus. Angka persesuaian untuk kembar
monozigotikadalah lebih tinggi dari angka untuk kembar dizigotik. Dan dalam
beberapa kasus yang telah tercatat baik, gangguan telah di transmisikan dalam
keluarga melalui suatu gen autosomal dominan, walaupun transimis tersebut
adalah jarang.

Neuropatologi
Observasi makroskopis neuroanatomik klasik pada otak dari seorang psien
dengan penyakit Alzheimer adalah atrofi difus dengan pendataran sulkus kortikal
dan pembesaran ventrikel serebral. Temuan mikroskopis klasik dan patognomonik
adalah bercak-bercak senilis, kekusustan neurofibriler hilangnya neuronal dan
degenerasi granovaskular pada neuron. Kekusutan neurofibriler bercampur
dengan elemen sitoskletal lainnya juga ditemukan.
Protein prekusor amiloid
15
Gen untuk protein prekusor amyloid adalah pada lengan panjang dari
kromosom 21.

Kelainan neurotransmitter
Neurotransmitter yang paling berperan yang paling berperan dalam
patologis adalah asetilkolin dan norepinephrine, keduanya dihipotesiskan menjadi
hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Ditemukan juga penurunan konsentrasi
asetilkolin dan kolin asetil transferase di dalam otak. Kolin asetiltransferase
adalah enzim kunci untuk sintesis asetilkolin, dan penurunan konsentrasi kolin
asetiltransferase menyatakan penurunan jumlah neuron kolinergik yang ada.
Dukungan tambahan untuk hipotesis deficit kolinergik berasal dari observasi
bahwa antagonis kolinergik seperti physostigmine dan arecholine telah dilaporkan
meningkatkan kemampuan kognitif. Penurunan aktivitas norepinephrine pada
penyakit Alzheimer diperkirakan dari penurunan neuron yang mengandung
norepinephrine di dalam lokus sereleus yang telah ditemukan pada pemeriksaan
patologis otak dari pasien dengan penyakit Alzheimer. Dua neurotransmitter lain
yang berperan adalah dua peptide neuroaktif, somatostatin dan kortikotropin,
keduanya telah dilaporkan menurun pada penyakit Alzheimer.

Penyebab potensial lainnya


Teori kausatif lainnya adalah bahwa kelainan dalam pengaturan
metabolism fosfolipid membrane menyebabkan membran yang kekurangan cairan
yaitu lebih kaku dibandingkan normal. Bebrapa peneliti telah menggunakan
pencitraan spektroskopik resonansi molecular untuk memeriksa hipotesis tersebut
pada pasein dengan demensia Alzheimer. Toksisitas alumunium juga telah
dihipotesiskan sebagai factor kausatif, karena kadar alumunium yang tinggi tlah
ditemukan dalam otak beberapa pasien dengan Alzheimer. Suatu gen E4 juga
telah dihubungkan dalam etiologi penyakit Alzheimer.
b. Demensia Vaskular
Penyebab utama demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular
serebral yang multipel, yang menyebabkan pola gejala demensia. Gangguan dulu
disebut sebagai demensia multi infark. Demensia vascular paling sering ditemui
pada laki-laki, khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada
16
sebelunya atau faktor kardiovaskular lainnya. Gangguan terutama mengenai
pembuluh darah serebral berukuran kecil dansedang, yang mengalami infark dan
menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebabr pada daerah otak yang luas.
Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak
arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh. Suatu pemeriksaan
pasien dapat menemukan bruit karotis, kelainan funduskopi atau pembesaran
kamar jantung.

Penyakit Binswanger
Penyakit ini juga dikenal sebagai ensefalopati arteriosklerotik subkortikal.
Penyakit ini ditandai dengan adanya infark kecil pada substansia alba, jadi
menyerang daerah korikal. Walaupun penyakit ini sebelumnya dianggap sebagai
kondisi yang jarang, kemajuan teknik pencitraan telah menemukan bahwa kondisi
tersebut lebih sering terjadi.

c. Penyakit Pick
Penyakit ini ditandai dengan atrofi yang lebih banyak dalam daerah
frontotemporal. Daerah tersebut juga mengalami kehilangan neuronal, gliosis, dan
adanya badan pick neuronal, yang merupakan masa elemen sitoskletal. Penyakit
pick ini berjumlah kira-kira lima persen dari semua demensia yang irreversible.
Penyakit pick ini sulit dibedakan dengan demensia Alzheimer walaupun stadium
awal dari penyakit ini lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan
perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang lebih bertahan.

d. Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Penyakit ini adalah penyakit degeneratif otak yang jarang disebabkan oleh
agen yang progresif secara lambat, dan dapat ditransmisikan, paling mungkin
suatu prion yagn merupakan agen proteinaseus yang tidak mengandung RNA dan
DNA. Penyakit ini secara cepat dan progresif menyebabkan demensia yang berat
dan kematiandalam usia 6 sampai 12 tahun. Penyakit ini ditandai oleh adanya pola
elektroensefalogram (EEG) yang tidak bisa, yang terdiri dari lonjakan gelombang
lambat dengan tegangan tinggi.

17
e. Penyakit Huntington
Penyakit ini bisanya disertai dengan perkembangan demensia. Demensia
yang terlihat pada penyakit ini adalah tipe demensia subkortikal yang ditandai
dengan kelainan motoric yang lebih banyak dan kelainan bicara yagn lebih sedikit
dibandingkan tipe demensia kortikal. Demensia pada penyakit huntinton ditandai
oleh perlambatan psikomotor dan kesulitan melakukan tugas yang kompleks,
tetapi ingatan,bahasa, dan tilikan tetap relative utuh pada stadium awal dan
menegah penyakit. Tetapi saat penyakit berkembang demensia menjadi lengkap,
can ciri yang membedakan ini dengan demensia tipe Alzheimer adalah tingginya
insidensi depsresi dan psikosis, disamping gangguan pergerakan kortikosteroid
yang klasik.
f. Penyakit Parkinson
Seperti penyait Huntington, parkinsonisme adalah suatu penyakit ganglia
basalis yang sering disertai dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20-30%
pasien dengan dengan penyakit perkinson menderita demensia. Pergerakan yang
lambat pada penyakit Parkinson adalah disertai dengan berpikir yang lambat pada
beberapa pasien yang terkena, hal ini disebut juga bradyphenia.
g. Demensia yang berhubungan dengan penyakit HIV
Infeksi virus HIV seingkali menyebabkan demensia dan gejala psikiatrik
lainnya. Perkembangan demensia pada pasien yang terinfeksi HIV seringkali
disertai oleh tampaknya kelainan parenkimal pada pemeriksaan MRI.
h. Demensia yang Berhubungan dengan Trauma Kepala
Demensia dapat merupakan suati sekuel dari trauma kepala, demikian juga
sindrom neuropsikitrik.
Diagnosis
Kriteria Diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer :
a. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh baik
1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru
dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya).
2. Satu (atau lebih) gangguan kogntif berikut :
a. Afasia (gangguan bahasa)
b. Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motoric adalah utuh)

18
c. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentitikasi benda walaupun
fungsi sensorik adalah utuh)
d. Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan, dan abstrak)
b. Defisit kognitif dalam kriteria al dan a2 masing-masing menyebabkan gangguan
yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu
penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya.
c. Defisit tidak terjadi semata-mata hanya selama perjalanan suatu delirium dan
menetap melebihi lama yang lazim dari intoksikasi atau putus zat.
d. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium
bahwa defisit secara etiologis berhubungan dengan efek menetap dari pemakaian
zat (misalnya suatu obat yang disalahgunakan).
Kondisi akibat zat
Defisit tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan Aksis I lainnya (misalnya,
gangguan depresif berat, skizofrenia)
Kode didasarkan pada tipe onset dan ciri yang menonjol :
1. Dengan onset dini : jika onset pada usia 65 tahun atau kurang
2. Dengan delirium : jika delirium menumpang pada demensia
3. Dengan waham : jika waham merupakan ciri yang menonjol
1. Dengan suasana perasaan terdepresi : jika suasana perasaan terdepresi
(termasuk gambaran yang memenuhi kriteria gejala lengkap untuk episode depresif
berat) adalah ciri yang menonjol. Suatu diagnosis terpisah gangguan suasana perasaan
karena kondisi medis umum tidak diberikan.
2. Tanpa penyulit : jika tidak ada satupun diatas yang menonjol pada gambaran klinis
sekarang
Sebutkan jika : Dengan gangguan perilaku.
Catatan penulisan juga tuliskan penyakit Alzheimer pada aksis III.
Kriteria Diagnostik untuk Demensia Vaskular :
a. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh baik,
1. Gangguan daya ingat (ganguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan
untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
a. Afasia (gangguan bahasa)
b. Apraksia (gangguan untuk mengenali atau melakukan aktivitas motorik ataupun
fungsi motorik adalah utuh)
19
c. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun
fungsi sensorik adalah utuh)
d. Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan, dan abstrak)
1. Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut :
b. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan
yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan
bermakna dan tingkat fungsi sebelumnya.
c. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya, peninggian refleks tendon dalam, respon
ekstensor plantar, palsi pseudo bulbar, kelainan gaya berjalan, kelemahan pada satu
ekstremitas) atau tanda-tanda laboratorium adalah indikatif untuk penyakit
serebrovaskular (misalnya, infark multipel yang mengenai korteks dan substansia
putih di bawahnya) yang berhubungan secara etiologi dengan gangguan.
d. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium
Kode didasarkan pada ciri yang menonjol
1. Dengan delirium jika delirium menumpang pada demensia
2. Dengan waham jika waham merupakan ciri yang menonjol
3. Dengan suasana perasaan terdepresi : jika suasana perasaan terdepresi (termasuk
gambaran yang memenuhi kriteria gejala lengkap untuk episode depresif berat) adalah
ciri yang menonjol. Suatu diagnosis terpisah gangguan suasana perasaan karena
kondisi medis umum tidak diberikan.
4. Tanpa penyulit : jika tidak ada satupun di alas yang menonjol pada gambaran klinis
sekarang.Sebutkan jika : Dengan gangguan perilaku
Catalan penulisan : juga tuliskan kondisi serebrovaskular pada Aksis III.

Diagnosis Klinis
Diagnosis demensia didasarkan pada pemeriksaan klinis pasien, termasuk
pemeriksaan status mental dan pada informasi dari anggota keluarga, dan kerabat.
Keluhan dari pasien tentang gangguan intelektual dan menjadi pelupa harus
diperhatikan, perhatikan juga bukti pengelakan, penyangkalan, atau rasionalisasi yang
ditujukan untuk menyembunyikan deficit kognitifketeraturan yang berlebihan,
penarikan social, atau kecendrungan untuk menghunungkan perstiwa dalam perincian
yang kecil-kecil dapat merupakan karakteristik. Ledakan kemaraha yang tiba-tiba, atau
sarkasme dapat terjadi. Labilitas emosional, dandanan yang kotor, ucapan yang tidak
20
tertahan, gurauan yang bodoh, atau ekspresi wajah dan gaya yang bodoh, apatik, atau
kosong menyatakan demensia, terutama jika disertai dengangn gangguan ingatan.

Gambaran klinis
Pada stadium awal demensia, pasein menunjukkan kesulitan untuk kesulitan
untuk mempertahankan kinerja mental, fatigue, dan kecendrungan untuk gagal jika
suatu tugas adalah baru atau kompleks atau memerlukan penggeseran strategi
pemecahan masalah. Ketidak mampuan mengerjakan tugas menjadi semakin berat.
Defek utama dalam demensia melibatkan orientasi, ingatan, persepsi, fungsi
intelektual, dan pemikiran. Dan semua fungsi tersebut menjadi secara progresif
terkena saat proses penyakit berlanjut . perubahan afektif dan perilaku, seperti control
impuls yang defektif dan labilitas emosional sering ditemukan., seperti juga
penonjolan dan perubahan sifat kepribadian premorbid.
1. Gangguan Daya Ingat
Gangguan daya ingat merupakan ciri yang awal dan menonjol pada demensia
yang mengenai korteks, seperti demensia tipe Alzheimer, pada awal
perjalanan demensia gangguan daya ingat adalah ringan dan biasanya paling
jelas untuk peristiwa yang baru terjadi. Saat perjalanan demensia berkembang
gangguan emosional menjadi parah dan hanya informasi yang dipelajari
paling baik dipertahankan.
2. Orientasi
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat, dan
waktu, orientasi dapat terganggu secara progresif, selama perjalanan penyakit
demensia.
3. Gangguan Bahasa
Proses demensia yang mengenai korteks, terutama demensia tipe Alzheimer
sdan demensia vaskular dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien.
Kesulitan berbahasa mungkin ditandai oleh cara berkata yang samar,
stereotipik, tidak tepat atau berputar-putar. Pasien juga kesulitan untuk
menyebutkan nama suatu benda.
4. Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian ini merupakan hal yang paling mengganggu. Sifat
kepribadian sebelumnya mungkin diperkuat Selama perkembangan demensia.
Pssien dengan demenisa juga mungkin introvert dan tampaknya kurang
21
memperhatikan tentang efdek prilaku mereka terhadap orang lain. Pasien
demensia yang mempunyai waham paranoid biasanya bersikap bermusuhan
terhadap anggota keluarga dan orang lain. Pasein dengan gangguan frontal dan
temporal kemunginan mengalami perubahan kepribadian yangjelas dan mudah
marah yang meledak-ledak.
5. Psikosis
Diperkirakan 20-30% pasien demensia terutama pasien dengan demensia tipe
Alzheimer memiliki halusinasi, dan 30 sampai 40% memiliki waham,
terutama dengan sifat paranoid atau presekutorik yang itdak sistematik,
walaupunn waham yang kompleks menetap, tersistematik dengan baik juga
dilaporkan pada pasien demensia. Agresi fisik dan bentuk kekerasan lainnya
adalah seringpad pasien demensia yang juga mempunyai gejala psikotik.
6. Gangguan lain
6.1. Psikiatrik.
Disamping psikosis dan perubahan kepribadian, depresi, kecemasan adalh gejala
utama pada kira-kira 40 sampai 50% pasien demensia. Walaupun sindrom
gangguan depresif yang mungin hanya ditemukan pada 10 sampai 20 % psien
demensia. Pasien dengan demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis
yang patologis, yaitu emosi yang extreme tanpa provokasi yang terlihat.
6.2. Neurologis
Disamping afasia pada pasien demensia, apraksia dan agnosia sering juga
terjadi. Tanda neurologis lain adalah kejang dan presentasi neurologis yang
atipikal seperti sindrom lobus parietalis non dominan. Reflex primitive seperti
reflex menggenggam, moncong, mengisap, kaki tonik, dan palmomental
mungkin ditemukan pada pemeriksaan neurologis dan ditemukan juga jerks
mioklonis. Pasien dengan demensia vascular mungkin mempunyai gejala
tambahan seperti nyeri kepala, pusing, pingsan, kelemahan, tanda neurologis
fokal dan ganggua tidur yang mungkin menunjukkan lokasi penyakit
serebrovaskular. Pasli serebrobulbar, disatria dan disfagia jugalebih sering
pada demnsia vaksular daripada demensia lain.
6.3. Reaksi katastropik
Pasein demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan dalam berprilaku
abstrak, kesulitan dalam menbentuk konsep, mengambil perbedaan dan
persamaandari konsep tersebut. Sulit memecahkan masalah dan alasan yang
22
logis. Ditemukan juga control impulse yang buruk, khususnya pada ademnsia
yang mempenaruhi lobus frontalis.
6.4. Syndrome Sundowner
Sindrom ini ditandai dengan mengantuk, konfusi, ataksia, dan terjatuh secara
tidak sengaja. Keadaan ini terjadi pada pasien lanjut usia dengan yang
mengalami sedasi berat da pada pasien demensia yang bereaksi secara
menyimpang bahkan terhadap dosis kecil obat psikoaktif. Sindrom ini juga
terjadi pada pasien demensia jika mendapatkan stimuli external.
Diagnosis Banding
Pemeriksaan laboratorium yang lengkap harus dilakukan pada pasien dengan
demensia. Tujuan pemeriksaan adalah untuk mendeteksi penyebab reversible dari
demensia dan untuk memberikan pasien dan kelaurga suatu diagnosis definitif.
Pemeriksaan pencitraan menggunakan MRI dan SPECT (Singe Photon Emission
Computed Tomography) yang berguna unutk mendeteksi pola metabolism otak dalam
berbagai demensia dapat membantu menyingkirkan diagnosis banding.
1. Demensia Tipe Alzheimer vs Demensia Vaskuler
Demensia vaskuler dibedakan dengandemensia Alzheimer adalah dari adanya
perburukan yang mungkin menyertai penyakit serebrovaskuler selama suatu
periode waktu. Gejala fokal lebih sering ditemukan pada demensia vaskuler.
2. Demensia Vaskuler vs Serangan Iskemik Transien
Serangan iskemik transien adalah episode singkt disfungsi neurologis fokal yang
berlangsung kurang dari 24 jam. Keadaan ini seringkali disebabkan oleh
mikroembolisasi dari suatu lesi intracranial proksimal. Dan jika hal ini
menghilang biasanya tanpa perubahan patologis yang bermakna pada jaringa
parenkim.
3. Delirium
Delirium dibedakan dari onsetnya yang cepat durasi yang singkat, fluktuasi
gangguan kognitif selama perjalanan hari, eksaserbasi nokt nal dari gejala,
gangguan jelas dari siklus bangun tidur, dan gangguan perhatian dan persepsi
yang menonjol.
4. Depresi
Pada suatu keadaan dimana gangguan kognitif dari demensia sulit dibedakan dari
depresi, hal ini dikenal sebagai pseudodemensia. Pasien dengan disfungsi
kognitif yang berhubungan dengan depresi mempunyai gejala depresif yang
23
menonjol, dan mempunyai lebih banyak tilikan terhadap gejalanya dibanding
pasien demensia., dan sering kali mempunyai riwayat episode depresif dimasa
lalu.
5. Skizofrenia
Walaupun skizofrenia mungkin disertai dengan adanya suatu derajat gangguan
intelektual di dapat gejalanya jauh kurang berat dibandingkan gejala yang
berhubungan dengan psikosis dan gangguan pikiran yang ditemukan pada
demensia.
6. Penuaan Normal
Ketuaan tidak selalu disertai dengan adanya penurunan kognitif yang bermakna,
tapi suatu derajat ringan masalah ingatan dapat terjadi sebagai bagian dari proses
penuaan normal. Kejadian normal tersebut sering kali disebut sebagai benign
senescent forgetfulness atau age associated memory impairment. Keadaan
tersebut dapat dibedakan dari demensia oleh keparahannya yang ringan dan oleh
kenyataan bahwa keadaan tersebut tidak mengganggu secara bermakna pada
kehidupan sosial atau pekerjaan pasien.

Perjalanan Penyakit Dan Prognosis

Perjalanan klasik dari dementia adalah onsetnya pada pasien yang berusia 50 an dan
60 an denga perburukan bertahap selama 5 sampai 10 tahun, yang akhirnya
menyebabkan kematian. Usia saat onset dan kecepatan perburukannya adalah
bervariasi diantara tipe demensia yang berbeda dan dalam kategori diagnostik
individual.

Perjalanan demensia yang paling sering dimulai dengan sejumlah tanda yang samar-
samar yang pada awalnya mungkin diketahui oleh pasien dan orang yang paling dekat
denga pasien. Onset gejala yang bertahap paling sering berhubungan denga demensia
tipe Alzheimer, demensia vascular, endokrinopati, tumor otak dan gangguan
metabolik. Sebaliknya onset demensia yang disebabkan oleh trauma kepala, henti
jantung dan hipoksia serebral atau ensefalopati mungkin terjadi secara tiba-tiba.
Walaupun gejala fase awal demensia adalah samar-samar, gejala menjadi jelas saat
demensia berkembang. Pasien demensia mungkin peka terhadap penggunaan
benzodiazepine atau alcohol yang dapat mencetuskan perilaku yang teragitasi, agresif
24
dan psikotik. Dengan pengobatan psikologis dan farmakologis dan kemungkinan
karena sifat otak yang dapat menyembuhkan diri sendiri, gejala demensia dapat
berkembang hanya lambat untuk suatu waktu atau bahkan mundur sesaat.

Regresi gejala tersebut jelas merupakan suaatu kemungkinan pada demensia yang
reversible jika pengobatan dimulai. Perjalanan demensia bervariasi dari kemajuan
yang tetap dampai bemburukan demensia yang bertambah sampai suatu demensia
yang stabil.
1. Faktor psikososial
Keparahan dan perjalanan semensia dapat dipengaruhi oleh factor psikososial.
Pasien yang mempunyai onset demensia yang cepet menggunakan lebih sedikit
pertahanan dibandingkan denga pasien yang mengalami onset bertahap
kecemasan dan depresi mungkin memperkuat dan memperburuk gejala,
pseudodemensia terjadi pada pasien depresi yang mengeluh gangguan daya ingat,
tetapi pada kenyataannya, menderita dari suatu gangguan depresif. Jika depresi
diobati, defek kognitif menghilang.
2. Demensia Tipe Alzheimer
Demensia ini dapat dimulai pada setiap usia. Kira-kira setengah dari pasien
dengan demensia tipe Alzheimer mengalami gejala pertamanya pada usia kurang
dari 65 dan 70 tahun. Perjalanan gangguan secara karakteristik adalah penurunan
bertahap selama 8 sampai 10 tahun, walaupun perjalanan dapat jauh lebih cepat
atau jauh lebih bertahap. Jika gejala demensia telah menjadi berat kematian sering
kali terjadi setelah periode waktu yang singkat.
3. Demensia Vaskular
Berbeda dengan onset demensia tipe Alzheimer, onset demensia vascular
kemungkinan mendadak. Juga berbeda denga demensia tipe Alzheimer terdapat
penahanan kepribadian yang lebih besar pada pasiendengan demensia vascular.
Perjalanan demensia vaskular sebelumnya telah digambarkan sebagai bertahap
dan setengah-setengah.

Pengobatan
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang
disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan dilakukan
tepat pada waktunya. Pendekatan pengobatan umumpada pasien demensia adalah
25
untuk memberikan perawatan media suportif, bantuan emosional untuk pasien dan
keluarganya, dan pengobatan medika mentosa untuk gejala spesifik.
1. Pengobatan Medikamentosa
Pengobatan yang tersedia saat ini untuk insomnia dan kecemasan, dokter
meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresan untuk
depresi, dan antipsikotik untuk waham dan halusinasi. Tapi perlu diperhatikan
adanya efdek idiosinkrartik dari obat lanjut usia sperti perangsangan yang
paradoksal, konfusi, dan peningkatan sedasi. Obat dengan aktivitas kolinergik
tinggi dihindari. Benzodiazepine kerja singkat dalam dosis kecil adalah medikasi
ansiolitik dan sedative lebih disukai untuk pasien demensia.
Tetrahydroaminoacridine telah dianjurkan oleh FDA sebagai suatu
pengobatan untuk penyakit Alzheimer. Obat ini merupakan inhibitor akitivitas
antikolinesterase dengan lama kerja yang agak panjang. Karena aktivitas
kolinimimetik dari obat, dapat terjadi peningktan kadar enzim hati.
2. Faktor psikodinamik
Pemburukan kemampuan mental mempunyai arti pskiologis yang
bermakna pada pasien dengan demensia. Pengalaman seseorang memiliki
kontinuitas selama perjalanan waktu adalah tergantung pada ingatan. Dari segi
psikodinamik, dapat tidak terdapat hal tertentu seperti suatu demensia yang tidak
dapat diobati.

3. GANGGUAN AMNESTIK
Gangguan amnestik ditandai terutama oleh gejala tunggal suatu gangguan daya
ingat yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan.
Diagnosis dibuat apabila pasien mempunyai tanda lain dari gangguan kognitif.
Gangguan amnestik ini dibedakan dari gangguan dissosiatif.

Epidemiologi
Tidak ada data pasti mengenai gangguan amnestic ini, bebrapa penelitian
melaporkan adanya insidensi atau prevelensi gangguan ingatan pada penggunaan
alkohol dan cedera kepala.
Etiologi
Struktur anatomi yang terlibat dalam daya ingat dan perkembangan gangguan
amnestik adalah terutama struktur diensefalik, dan struktur lobus midtemporalis.
26
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa hemisfer kiri lebih kritikal dibanding
hemisfer kanan dalam perkembangan gangguan daya ingat. Gangguan amnestik
memiliki banyak penyebab. Berikut table penyebab gangguan amnestik.
Penyebab utama gangguan amnestik:
a. Kondisi medis sistemik
Defisiensi tiamin, hipoglikemia
b. Kondisi otak primer
Kejang, trauma kepala, tumor serebral, penyakit serbrovaskular, prosedur bedah
pada otak, ensefalitis, hipoksia, amnesia global transien, trapi
elektrokonvulsif, sclerosis multiple.
c. Penyebab berhubungan dengan zat
Gangguan penggunaan alkohol, neurotoksin, benzodiazepine
Diagnostik

Berikut diagnosis berdasarkan DSM-IV


Kriteria Diagnostic Untuk Gangguan Amnestik Karena Kondisi Medis Umum
a. Perkembangan gangguan daya ingat seperti yang dimanifestasikan oleh
gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru atau ketidakmampuan
untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
b. Gangguan daya ingat menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial
atau pekerjaan dan merupakan penurunan bermakna dari tingkat fungsi
sebelumnya
c. Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu
delirium atau suatu demensia
d. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari kondisi
medis umum termasuk trauma fisik
Gambaran Klinis dan Subtipe
Pusat gejala dari gangguan daya ingat yang diandai oleh gangguan pada
kemampuan untuk mempelajari informasi baru (amnesia anterograde) dan
ketidakmampuan untuk mengingat pengetahuan yang sebelumnya diingat (amnesia
retrograde) gejala harus menyebabkan masalah bermakna bagi pasien dalam fungsi
social dan pekerjaanya. Daya ingat jangka pendek dan daya ingat baru saja biasanya
terganggu. Daya ingat jauh untuk informasi atau yang dipelajari secara mendalam
27
adalah baik. Tetapi daya ingat untuk peristiwa yang kurang lama adalah terganggu.
Onset gejala dapat mendadak seperti pada trauma, serangan serebrovaskuler dan
gangguan akibat zat kimia neurotoksik atau bertahap. Amnesia dapat terjadi singkat
atau lama. Berbagai gejala lain dapat menyertai gangguan amnestik. Tetapi jika pasien
mempunyai gangguan kognitif lainnya, diagnose demensia atau delirium adalah lebih
tepat dibandingkan diagnosis gangguan amnestik. Pasein dengan gangguan amnestik
mungkin apatik, tidak memiliki inisiatif, mengalami episode agitasi tanda provokasi,
atau tampak sangat bersahabat dan mudah setuju. Pasien dengan gangguan amnestik
mungkin juga tampak kebingungan dan berusaha menutupi konfusinya dengan
jawaban konfabulasi terhadap pertanyaan.
1. Penyakit Serebrovaskular
Penyakit serebrovaskular yang mempengaruhi hipokampus mengenai artrei
serebralis posterior dan basilaris beserta cabang-cabangnya. Infark adalah jarang
terbatas pada hipokampus. Infark sering kali mengenai lobus oksipitalis dan
parietalis. Jadi gejala penyerta yang sering dari penyakit serebrovaskuler di daerah
tersebut adalah tanda neurologis fokal yang mengenai modalitas penglihatan atau
sensorik. Penyakati serebrovaskular yang mengenai thalamus medial secara
bilateral, khususnya pada bagian anterior, sering disertai gejala gangguan
amnestik.
2. Sklerosis Multipel
Proses patologis dari sklerosis multipel adalah pembentukan plak yang tampaknya
terjadi secara acak di dalam parenkim otak. Jika plak terjadi di lobus temporalis
dan daerah diensefalik, gejala gangguan daya ingat dapat terjadi.
3. Sindrom Korsakof
Sindrom Korsakof adalah sindrom amnestik yang disebabkan oleh defisiensi
tiamin, yang paling sering berhubungan dengan kebiasaan nutrisional yang buruk
dari seseorang dengan penyalahgunaan alkohol kronis. Penyebab lain nutrisi yagn
bururk, karsinoma lambung, hemodialysis, hyperemesis gravidarum,
hiperalimentasi intravena berkepanjangan dan pelipatan lambung juga dapat
mengakibatkan defisiensi tiamin. Penyakit ini sering disertai dengan ensefalopati
Wernicke yang merupakan sindrom penyerta berupa konfusi, ataksia, dan
oftalmoplegia. Temuan neurofisologi pada penyakit ini menggambarkan adanya
perubahan samar pada akson neuronal. Walaupun delirium menghilang dalam
dalam sebulan atau lebih, sindrom amnestik menyertai atau mengikuti
28
ensefalopati Wernicke.
4. Blackout Alcoholic
Pada beberapa orang yang menyalahgunakan alcohol, keadaan ini dapat terjadi
dimana pasien akan terbangun dipagi hari dan tidak mampu mengingat kejadian
pada malam sebelumnya saat terintoksikasi.
5. Terapi Elektrokonvulsif
Terapi elektrokonvulsif (ECT) biasanya disertai dengan amnesia retrogard selama
beberapa menit sebelum pengobatan dan suatu amnesia anterogard setelah
pengobatan. Defisit daya ingat ini menetap selama satu sampai dua bulan setelah
siklus pengobatan.
6. Cedera Kepala
Cedera kepala dapat menyebabkan berbagai gejala neuropsikiatrik termasuk
demensia, depresi, perubahan kepribadian, dan gangguan amnestic. Gangguan
amnestic yang disebabkan oleh cedera kepala seringkali berhubungan dengan
suatu periode amnesia retrogard sebelum kecelakaan traumatis dan amnesia
teerhadap kecelakaan traumatis sendiri. Beratnya cedera otak agak berhubungan
dengan lamanya danberatnya sindrom amnestik, tetapi yang berhubungan paling
baik dengan perbaikan akhir adalah derajat perbaikan klinis amnesia selama
minggu pertama setelah pasien mencapai kesadaran.
Diagnosis Banding
1. Demensia dan Delirium
Gangguan daya ingat sering ditemukan pada pasien demensia tetapi disertai
dengan defisit kognitif lainnya. Gangguan daya ingat juga sering ditemukan pada
delirium tetapi tejadi pada keadaan gangguan atensi dan kesadaran.
2. Penuaan normal
Beberapa gangguan ringan pada daya ingat dapat menyertai penuaan nomal.
DSM-IV mengharuskan bahwa gangguan bermakna pada fungsi sosial dan
pekerjaan harus menyingkirkan pasien yang mengalami penuaan nomal dari
diagnosis.
3. Gangguan Disosiatif
Gangguan disosiatif kadang-kadang sulit dibedakan dari gangguan amnestik.
Tetapi pasien dengan gangguan disosiatif adalah lebih mungkin mengalami
kehilangan orientasi pada dirinya sendiri dan mungkin menderita defisit daya
ingat yang lebih selektif dibandingkan pasien dengan gangguan manestik.
29
Gangguan disosiatif juga sering disertai dengan peristiwa kehidupan yang secera
emosional menyebabkan stress yang elibatkan uang, sistem hukum, atau
hubungan yang terganggu.
4. Gangguan buatan
Pasien dengan gangguan buatan yang menyerupai suatu gangguan amnestik
sering kali mempunyai hasil tes daya ingat yang tidak konsisten dan tidak
mempunyai bukti-bukti suatu penyebab yang dapat diidentifikasi.

Perjalanan dan Prognosis


Penyebab spesifik gangguan amnestik menentukan perjalanan dan prognosisnya
bagi pasien. Onset mungkin tiba-tiba atau bertahap; gejala dapat sementara atau
menetap; dan hasil akhir dapat terentang dari tanpa perbaikan sampai pemulihan
lengkap. Gangguan amnestik sementara dengan pemulihan lengkap adalah sering pada
epilepsy lobus temporalis, ECT, penggunaan obat tertentu seperti benzodiazepine dan
barbiturate dan resusitasi dari henti jantung. Sindrom amnestik permanen dapat
mengikuti suatu cdedera kepala, keracunan monoksida, infarks serebral, perdarahan
subarachnoid, dan ensefalitis herpes simpleks.

Pengobatan
Pendekatan utama adalah mengobati penyebab dasar dari ganggau amnestik.
Setelah resolusi episode amnestik, suatu jenis psikoterapi dapat membantu pasien
menerima pengalaman ke dalam kehidupannya.
1. Faktor psikodinamika
Intervensi psikodinamika mungkin mempunyai nilai yang baik bagi pasien yang
menderita gangguan amnestik yang disebabkan oleh kerusakan pada otak.
Fase pemulihan pertama dimana pasien tidak mampu memproses apa yagn terjadi
karena pertahanan ego yang sangat besar, membuat klinisi melayani sebagai ego
penolong yang membantu menjelaskan kepada pasien tentang apa yang terjadi
dan memberikan fungsi ego yang hilang. Pada pemulihan fase kedua, saat
realisasi tentang kejdian cedera timbul, pasien mungkin menjadi marah.
Pemulihan fase ketiga adalah fase integrative. Kesedihan terhadap kecakapan
yang hilang merupakan ciri penting fase ini.
Sebagian besar pasien yang amnestic akibat cedera otak terlibat dalam
penyangkalan. Untuk itu diperlukan empati dan pendekatan yang sensitif kepada
30
pasien. Selain itu diperlukan juga suatu pemeriksaan gangguan kepribadian
sebelumnya, dimana ciri kepribadian tersebut dapat menjadi bagian penting dari
psikoterapi psikodinamika.

4. GANGGUAN MENTAL KARENA KONDISI MEDIS UMUM

a. Gangguan Degeneratif
Gangguan degeneratif yang sering mengenai ganglia basalis sering disertai
dengan tidak saja gangguan pergerakan tetapi juga depresi, demensia, dan
psikosis.

Beberapa contoh dari gangguan degeneratif adalah Penyakit Parkinson melibatkan


suatu degenerasi terutama pada substansia nigra, dan biasanya tidak mempunyai
sebab yang diketahui. Penyakti Huntington, melibatkan suatu degenerasi terutama
di nucleus kaudatus, dan merupakan penyakit autosomal dominan.
b. Epilepsi
Epilepsi adalah penyakit neurologis kronis yang paling umum. Masalah utama
adalah pertimbangan suatu diagnostik epilepsi pada pasien psikiatrik, pembedaan
psikososial dari suatu diagnosis epilepsi untuk seorang pasien, dan efek psikologis
dan efek kognitif dari obat antiepileptik yang sering digunakan. Gejala perilaku
yang paling umum dari epilepsi adalah perubahan kepribadian; psikosis,
kekerasan, dan depresi adalah gejala yang lebih jarang dari gangguan epileptik.
Definisi
Kejang adalah suatu gangguan patofisiologis paroksismal sementara dalam
fungsi serebral yang disebabkan oleh pelepasan neuron yang spontan dan luas.
Pasien dikatakan menderita epilepsy jika mereka mempunyai keadaan yang kronis
yang ditandai oleh kejang rekuren.
Klasifikasi
Dua kategori utama kejang adalah parsial dan umum. Kejang parsial
melibatkan aktivitas epileptiformis didaerah otak setempat. Kejang umum
melibatkan keseluruhan otak.
a. Kejang umum
Kejang tonik klonik umum mempunyai gejala klasik hilangnya kesadaran,
gerakan tonik, klonik umum pada tungkai menggigit lidah dan peristiwa
31
inkontinensia. Masalah psikiatrik yang peling sering berhubungan dengan
kejang umum adalah membantu pasien menyesuaikan gangguan neurologis
kronis dan menilai efek kognitif atau perilaku dari obat antiepileptik.
Absence (Petit Mal)
Sifat epileptik dari episode mungkin berjalan tanpa diketahui karena
manifestasi motorik atau sensorik sangat ringan. Epilepsi ini bisa dimulai pada
masa anak antara usia 5 sampai 7 tahun dan menghilang pada masa pubertas.
Kehilangan kesadaran singkat selama psien tiba-tiba kehilangan kontak dengan
lingkungan, adalah karakteristik dari epilepsi petit mal tetapi pasien tidak
mengalami kehilangan kesadaran atau gerakan kejang yang sesungguhnya
epilepsi ini dapat terjadi pada masa dewasa namun jarang, onsetnya ditandai
dengan episode psikotik atau delirium yang tiba-tiba dan rekuren dan disertai
pingsan.
b. Kejang parsial diklasifikasikan sebagai kejang sederhana atau kompleks
Gejala
Gejala praiktal
Peristiwa praiktal pada epilepsi parsial kompleksa adalah termasuk sensasi
otonomik, sensasi kognitif, keadaan afektif dan secara klasik automatisme.
Gejala iktal
Perilaku yang tidak terinhibisi, terdisorganisasi dan singkat menandai serangan
iktal. Gejala kognitif termasuk amnesia untuk waktu selama kejang dan suatu
periode delirium yang menghilang setelah kejang. Pasein dengsn epilepsi parsial
kompleks, suatu fokus kejang dapat ditemukan pada pemeriksaan EEG.
Gejala interiktal
Kelainan psikiatrik yang seling dilaporkan adalah gangguan kepribadian dan
biasanya kemungkinan terjadi pada pasien dengan epilepsi yang berasal dari lobus
temporalis. Ciri yang paling sering adalah perubahan perilaku seksual, viskositas
kepribadian, religiositas dan pengalaman emosi yang melambung. Perubahan
prilaku seksual dapat dimanifestasikan sebagai hiperseksualitas, penyimpangan
minat seksual. Hiposeksualitas. Gejala viskositas kepribadian biasanya paling
dapat diperhatikan pada percakapan pasien yang mungkin lambat, serius, berat
dan suka menonjolkan keilmuan, penuh dengan rincian yang tidak penting dan
seringkali berputar-putar. Religiositas mungkin jelas dan dapat dimanifestasikan
bukan hanya dengan meningkatnya peran serta pada aktivitas yang sangat
32
religious tetapi juga oleh permasalah moral dan etik yang tidak umum, keasyikan
dengan benar dan salah, dan meningkatnya minat pada permasalahan global dan
filosofi. Ciri hiperreligius kadang dapat tampak seperti gejala prodromal
skizofrenia.
Gejala psikotik. Keadaan psikotik interiktal adalah lebih sering dari
psikosis iktal. Episode interpsikotik interpsikotik yang mirip skizofrenia dapat
terjadi pada pasien dengan epilepsi khususnya yang berasal dari lobus temporalis.
Onset gejala psikotik pada epilepsi adalah bervariasi. Biasanya gejala psikotik
tampak apda pasien yang telah menderita epilepsi untuk jangka wwaktu yang
lama, dan onset gejala psikotik didahului oleh perkembangan perkembangan
perubahan kepribadian yang berhubungan dengan aktivitas otak epileptik. Gejala
psikosis yang paling karakteristik adalah halusinasi, dan waham paranoid. Gejala
gangguan pikiran pada pasien epilepsy psikotik paling mering merupakan gejala
yang melibatkan konseptualisasi dan sirkumstansialitas. Pada pasien ini juga
muncul gejala kekerasan dan gejala gangguan mood.

Diagnosis
Diagnosis epilepsi yang tepat dapat sulit khususnya jika gejala iktal dan
interiktal dari epilepsi merupakan manifestasi berat dari gejala psikiatrik tanpa
adanya perubahan yang bermakna pada kesadaran dan kemampuan kognitif.
Diagnosis banding lain yang dipertimbangkan adalah kejang semu, dimana pasien
mempunyai suatu kontrol kesadaran atas gejala kejang yang mirip.
Pada pasien yang sebelumnya mendapatkan suatu diagnosis epilepsi,
timbulnya gejala psikiatrik harus dianggap sebagai kemungkinan mewakili suatu
evolusi dalam gejala epileptiknya. Jika gejala psikotik tampak pada seorang
pasien yang pernah mempunyai epilepsi klinisi mencurigai kemungkinan tersebut,
yaitu onset psikosis yang tiba-tiba pada orang yang sebelumhya dianggap sehat
secara psikologis, onset delirium yang tiba-tiba tanpa penyebab yang diketahui,
riwayat episode yang serupa dengan onset yang mendadak dan pemulihan
spontan, dan riwayat terjatuh atau pingsan sebelumnya yang tidak dapat
dijelaskan.
Pengobatan
Digunakan obat anti kejang, diantaranya phenobarbital, phenytoin, dll.
Carbamazepine dan asam valproate mungkin dapat membantu dalam
33
mengendalikan gejala iritabilitas dan meledaknya agresi, karena dua obat tersebut
adalah obat antipsikotik tipikal.
c. Tumor Otak
Gambaran Klinis, Perjalanan Penyakit, dan Prognosis
Kira-kira 50% pasien dengan tumor otak mengalami gejala mental, kira-
kira 80% pasien tumor otak dengan gejala mental mempunyai tumor di daerah
otak frontalis atau limbic. Meningioma kemungkinan dapat menyebabkan gejala
fokal karena lesi menekan daerah korteks yang terbatas, sedangkan glioma
kemungkinan menyebabkan gejala yang difus. Delirium merupakan suatu
komponen yang paling sering dari tumor yang tumbuh dengan cepat, besar atau
metastatik. Jika pada pemeriksaan fisik ditemukan intoktinensia kandung kemih
atau usus, suatu tumor lobus frontalis harus dicurigai. Jika riwayat penyakit dan
pemeriksaan menemukan kelainan pada daya ingat dan pembicaraan, suatu tumor
lobus temporalis harus dicurigai.
1. Kognisi
Gangguan fungsi intelektual sering menyertai adanya tumor otak, dan tidak
tergantung pada jenis dan lokasinya
2. Keterampilan berbahasa
Gangguan fungsi berbahasa dapat berat, terlebih jika pertumbuhan tumor dapat
cepat.
3. Daya ingat
Hilangnya daya ingat merupakan gejala yang paling sering dari tumor otak.
Peristiwa yang belum lama, bahkan peristiwa yang menyakitkan dapat hilang,
tetapi ingatan yang lama dapat dipertahankan, dan pasien tidak menyadari
kehilangan ingatannya terhdap peristiwa yang baru saja terjadi.
4. Persepsi
Defek persepsi yang berat sering berhubungan dengan gangguan perilaku,
khususnya jika pasien perlu mengintegrasi persepsi taktil, auditoris, dan visual.
5. Kesiagaan
Perubahan kesadaran merupakan gajala yang lambat dan sering dari
peningkatan tekanan intra kranial yang disebabkan oleh suatu tumor otak.
Pasien tidak dapat bergerak dan menjadi bisu, walaupun pasien itu sadar.
Kista koloid
Walaupun bukan tumor otak, dalam pembicaraan yang jelas, kista koloid
34
yang berlokasi di ventrikel ketiga dapat menimbulkan tekanan fisik pada struktur
diendsefalon, yang menyebabkan gejala mental tertentu seperti depresi, labilitas
emosi, gejala psikotik, dan perubahan kepribadian.
d. Trauma Kepala
Trauma kepala dapat menyebabkan berbagai gejala mental. Trauma kepala
dapat mengarahkan ke diagnosis demensia oleh trauma kepala atau gangguan
mental karena kondisi medis umum yang tidak ditentukan. Sindrom pascagegar
tetap kontroversial, karena menyebabkan berbagai gejalapsikiatrik.
Patofisiologi
Trauma kepala merupaka situasi klinis yang umum. Trauma kepala paling
sering terjadi pada usia 15 sampai 25 tahun, dan mempunyai perbandingan laki-
laki dan perempuan sebanyak 3:1. Trauma kepala secara kasar dibedakan menjadi
trauma kepala tembus, dan trauma tumpul. Juga dapat terjadi suatu kontusi fokal.
Peregangan parenkim otak menyebabkan kerusakan aksonal difus. Proses yang
timbul kemudian, seperti edema, dan perdarahan, dapat menyebabkan kerusakan
otak lebih lanjut.

Gejala
Dua petunjuk gejala utam yang berhubungan dengan trauma kepala adalah
gejala dari gangguan kognitif dan gejala dari sekuele prilaku. Setelah suatu
periode amnesia pasca traumatis, biasanya terjadiperiode pemulihan selama 6
sampai 12 bulan. Masalah kognitif yagn paling sering adalah menurunnya
kecepatan pemprosesan informasi, penurunan perhatian, meningkatnya
distraktibilitas, defisit dalam pemecahan masalah dan kemampuan terus berusaha,
dan masalah dengan daya ingat dan mempelajari informasi baru. Pada perilaku,
gejala yang utama adalah perubahan kepribadian, depresi, meingkatnya
impulsivitas, dan meningktanya agresi.

Pengobatan
Pengobatan gangguan kognitif dan perilaku pada pasien trauma kepala
pada dasarnya adalah sama dengan pendekatan pengobatan yang digunakan pada
pasien lain dengna gejala tersebut. Pasien trauma kepala mungkin rentan terhadap
efek samping yang berhubungan dengan obat psikotropik, sehingga obat harus
diberikan dalam dosis rendah. Antidepresan standar dapat digunakan untuk
35
mengobati depresi, baik antikonvulsan maupun antipsikotik dapat digunakan
untuk mengobati agresi dan impulsivitas.
e. Gangguan Demielinisasi
Gangguan demielinisasi yang utama adalah skelrosis multipel, gangguan
lainnya adalah sklerosis lateral amiotropik.

Skelrosis multipel
Skelrosis multiple ditandai dengan episode gejala yang multipel. Secara
patofisiologi berhubungan dengan lesi multifokal di substansia alba di sistem
saraf pusat. Gejala neuropsikiatrik dibagi atas gejala kognitif dan gejala perilaku.
Pasien dengan sklerosis multipel menunjukkan adanya penurunan kecerdasan dan
daya ingat. Gejala prilaku yang timbul adalah euphoria, depresi, dan perubahan
kepribadian. Psikosis adalah komplikasi yang jarang pada pasien dengan sklerosis
multipel. Namun, depresi sering terjadi. Faktor risiko untuk bunuh diri adalah
pasda pasien jenis kelamin laki-laki, dengan onset sklerosis multipel sebelum usia
30 tahun.

f. Penyakit Infeksi
Ensefalitis Herpes Simpleks
Ensefalitis herpes simpleks adalah jenis ensefalitis fokal yang paling
sering terjadi, penyakit ini paling sering mengenai lobus fronalis dan temporalis.
Gejala sering berupa anosmia, halusinasi olfaktoris, dan gustatoris, perubahan
kepribadian dan juga prilaku yang aneh.

Ensefalitis Rabies
Pada pasien dengan penyakit ini, dapat muncul gejala kegelisahan,
overaktivitas, dan agitasi. Hidrofobia dapat terjadi akibat spasme laryngeal dan
diafgramatik yang dialami pasien.

Neurosifilis
Penyakit ini bisanya mengenai lobus frontalis, sehingga menyebabkan
perubahan kepribadian, perkembangan gangguan pertimbangan, irirtabilitas, dan
penurunan perawatan untuk diri sendiri. Dapat terjadi waham kebesaran,
demensia dan tremor.
36
Meningitis Kronis
Meningitis kronis juga sering ditemukan. Gejala yang biasanya timbul
adalah nyeri kepala, gangguan daya ingat, konfusi dan demam.
g. Gangguan Kekebalan
Gangguan kekebalan utama yang mengenai masyarakat pada umumnya
adalah Lupus Eritematosus Sistemik (LES) Lupus eritematosus sistemik adalah
suatu penyakti autoimun yang melibatkan peradangan pada berbagai system
organ. Gejala neuropsikiatrik utama adalah depresi, insomnia, labilitas emosional,
kegelisahan, dan konfusi.

h. Gangguan Endokrin
Gangguan Tiroid
Hipertiroidisme ditandai oleh konfuusi, kecemasan, dan sindrom depresif
teragitas. Pasien juga mengeluh mudah lelah, insomnia, penurunan berat badan,
gemetan, palpitasi. Gejala psikiatrik yang serius adalah munculnya gangguan daya
ingat, orientasi, dan pertimbangan, kegembiraan manik, waham dan halusinasi.
Gangguan Paratiroid
Disfungsi kelenjar paratiroid menghasilkan regulasi abnormal pada
metabolisme kalsium, sekresi hormon paratiroid yang berlebihan menyebabkan
hiperkalsemia, yang menyebabkan delirium, perubahan kepribadian, dan apati.
Eksitabilitas neuromuscular yang tergantung pada konsentrasi ion kalsium yang
tepat adalah menurun dan dapat terjadi kelemahan otot. Hipokalsemia dapat
menyebabkan gejala neuropsikiatrik berupa delirium dan perubahan kepribadian.
Gangguan Adrenal
Gangguan adrenal dpat menyebabkan perubahan sekresi normal hormon-
hormon dari korteks adrenal dan menyebabkan perubahan neurologis dan
psikologis yang bermakna. Pasien dengan insufisiensi adrenokortikal kronis
sering menunjukkan gejala mental ringan, seperti apati, mudah lelah, iritabilitas,
dan depresi. Jumlah kortisol yang berlebihan yang diproduksi secera endogen oleh
suatu tumor menyebabkan gangguan mood sekunder, sindrom depresi teragitasi
dan kadang bunuh diri. Penurunan konsentrasi dan dan defisit daya ingat juga
mungkin ditemukan. Pemberian kortikosteroid eksogen dosis tinggi biasanya
menyebabkan ganggaun mood sekunder yang mirip dengan mania. Jika terapi
37
steroid dihentikan dapat muncul depresi berat.

i. Gangguan Metabolisme
Ensefalopati metabolik adalah penyebab disfungsi organik yang sering
dapat menyebabkan perubahan proses mental, perilaku, dan fungsi neurologis.
Diagnosis harus dipertimbangkan bila terjadi perubahan perilaku, pikiran dan
kesadaran yang baru saja dan cepat. Tanda yang paling awal kemungkinan adalah
gangguan daya ingat, dan gangguan orientasi.
Ensefalopati Hepatik
Gagal hati berat dapat menyebabkan ensefalopati hepatik, yang ditandai
dengan perubahan kesadaran, asteriksis, hiperventilasi dan kelainan EEG.
Perubahan kesadaran dapat terentang dari apati sampai mengantuk hingga koma.
Gejala psikiatrik yang berhubungan adalah perubahan daya ingat, keterampilan
intelektual umum dan pada kepribadian.
Ensefalopati Uremik
Gagal ginjal sering disertai dengn perubahan daya ingat, orientasi dan
kesadaran. Gejala neuropsikiatrik cenderung reversibel.
Ensefalopati hipoglikemik
Ensefalopati hipoglikemik dapat disebabkan oleh produksi insulin
endogen yang berlebihan maupun pemberian insulin eksogen yang berlebihan.
Dengan perkembangan gangguan, disorientasi, konfusi dan halusinsi dapat terjadi
juga gejala neurologis lainnya.
Ketoasidosis Metabolik
Pasien ini mempunyai peningkatan kemungkinan terjadinya demensia
kronis dengan arteriosklerosis menyeluruh.

j. Gangguan Nutrisional
Defisiensi Niasin
Gejala neuropsikiatrik yang mungkin timbul adalah apati, iritabilitas,
insomnia, depresi, dan delirium.

Defisiensi Tiamin
Gejala neuropsikiatrik yang timbul berupa apati, depresi, iritabilitas,
38
kegelisahan, dan konsentrasi yang buruk.
Defisiensi kobalamin
Perubahan mental yang dapat muncul berupa apati, depresi, iritablitas dan
kemurungan sering ditemukan.

39
KESIMPULAN

Gangguan otak organik didefinisikan sebagai gangguan dimana terdapat suatu


patologi yang dapat diidentifikasi (contohnya tumor otak. penyakit cerebrovaskuler,
intoksifikasi obat). Sedangkan gangguan fungsional adalah gangguan otak dimana tidak
ada dasar organik yang dapat diterima secara umum (contohnya skizofrenia, depresi)
Gangguan mental organik diantaranya adalah delirium, demensia, dan gangguan
amnestik serta gangguan kognitif lainnya dan gangguan mental karena kondisi medis
umum.
Diperlukan pemeriksaan yang cermat untuk menentukan diagnosis pasien dengan
gangguan mental organik ini, sebab penyakit yang mendasari yang dibahas di sini
memiliki fokus-fokus tertentu di otak yang mengakibatkan timbulnya gejala
neuropsikiatrik.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Psikiatri, Edisi kedua. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia, Jakarta 2013.
2. Kaplan.H.I, Sadock. B.J, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilak Psikiatri
Klinis, edisi ketujuh, jilid satu. Binarupa Aksara, Jakarta 1997.
3. Ingram.I.M, Timbury.G.C, Mowbray.R.M, Catatan Kuliah Psikiatri, Edisi
keenam, cetakan ke dua, Penerbit Buku kedokteran, Jakarta 1995.
4. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, jilid 1. Penerbit Media Aesculapsius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2001.
5. Diagnosis Gangguan Jiwa, rujukan ringkas dari PPDGJ-III, editor Dr, Rusdi
Maslim. 2003.
6. Maramis. W.F, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Cetakan ke VI, Airlangga
University Press, Surabaya 1992.
7. Kaplan. H. I, Sadock B.J. phsychiatry text book.

41
Laporan Kasus
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Stase Psikiatri
MPPDS Neurologi
Oleh: dr. Ilham Habib Djarkoni
Supervisor : Dr. dr. Sonny T. Lisal, Sp. KJ

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. AO

Umur : 55 tahun

Alamat : Soppeng

Jenis Kelamin : Laki-laki

No. Rekam Medik : 01011535

Pekerjaan : Swasta

Tanggal Masuk RS : 2 Maret 2023

Dikonsul ke Bagian Psikiatri pada tanggal 09 maret 2023 pukul 08.00 WITA

PEMERIKSAAN PSIKIATRI
(HCU SAWIT BELAKANG, 10 Maret 2023 pukul 14.00 Wita

Alloanamnesis diperoleh dari:

Nama : Ny. H

Umur : 42 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Hubungan dengan pasien : Istri Kedua

42
Keluhan Utama
Gelisah.
Riwayat Gangguan Sekarang

Laki-laki, 55 tahun, dirawat oleh bagian neurologi dengan Chronic Cephalgia


ecausa sugestive oligodendrositoma+Cerebral infarction. Pasien dikonsulkan
dengan riwayat gelisah serta riwayat pemberian haloperidol dan olanzapine. Saat
ini pasien tenang, cukup kooperatif saat wawancara. Saat menjawab pertanyaan
artikulasi kurang jelas namun beberapa kata dapat dipahami oleh keluarga dan
cukup nyambung. Menurut keluarga, sejak dirawat di HCU sudah tidak pernah
gelisah lagi, penurunan kesadaran membaik, bicara nyambung meski artikulasi
tidak jelas. Saat ini masih kadang menunjukkan rasa tidak nyaman dengan NGT
dan kateter urin yang terpasang dan kadang ingin mencabutnya, dengan persuasif
pasien bisa ditenangkan. Pasien juga sering marah kepada keluarga (istri) dan selalu
mempertanyakan mengapa di bawa ke rumah sakit sedangkan menurut pasien
dirinya tidak sakit. Pasien dapat mengenali orang disekitarnya.

Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat Penyakit Dahulu


November 2022, pasien tiba-tiba tidak bisa bicara disertai lemah pada
ekstremitas, namun kemudian dapat membaik dalam beberapa jam. Beberapa hari
kemudian muncul serangan kedua dengan keluhan bicara dengan tidak jelas
disertai penurunan fungsi pendengaran akhirnya pasien berobat ke praktek dokter
spesialis neurologi di Soppeng. Keluhan membaik, dapat mengantarkan anak-
anaknya ke sekolah.

Awal februari 2023, Muncul serangan ketiga dengan keluhan bicara dengan
artikulasi tidak jelas dan kelemahan pada ektremitas, menganggu aktivitas
keseharian pasien, kurang lebih 2 minggu pasien sering menangis, merasa kecil
hati, mengatakan kepada istrinya sudah tidak berguna lagi seperti biasanya.
Sedangkan sebelumnya pasien aktif bekerja sebagai kontraktor, aktif bersosialisasi
di lingkungan tempat tinggalnya. Pasien berobat di dokter spesialis neurologi di
soppeng mendapat obat fluoxetin 20 mg 0-0-1, clozapine 25mg 0-0-1/2, olanzapine
10 mg, 0-0-1
43
Tgl 23 Februari 2023, pasien mengalami penurunan kesadaran dan dirawat
di RS Soppeng selama 5 hari, pada saat itu pasien juga gelisah selalu ingin bangun
dari tempat tidur, selalu ingin lari dari RS sehingga difiksasi, pasien bicara sendiri,
seperti berbicara dengan seseorang yang dilihatnya, kadang melakukan gerakan
seperti sedang merokok. Tidur terganggu selama 5 hari,kemudian pasien mendapat
haloperidol 2,5 mg 2x1, olanzapine 10 mg 0-0-1, trihexyphenidil 2 mg 2x1.

Tgl 1 Maret 2023, pasien dirujuk ke RS wahidin dengan Gangguan mental


organik ec.susp meningioma dekstra + infark serebri bilateral.

2. Riwayat infeksi tidak ada.


3. Riwayat trauma kepala tidak ada.

4. Riwayat penggunaan zat psikoaktif tidak ada


5. Riwayat merokok tidak ada

Riwayat Kehidupan Pribadi

1. Riwayat prenatal dan perinatal

Pasien lahir di Soppeng pada tanggal 2 november 1967 . Lahir normal, cukup
bulan, di rumah. Pasien tumbuh dan berkembang seperti anak pada umumnya.
2. Riwayat Masa Kanak Awal (1-3 tahun)

Pada masa ini, tumbuh kembang pasien seperti anak pada umumnya. Pasien
diasuh oleh orang tuanya. Pasien tidak mengalami keterlambatan dalam
perkembangannya.
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (4-11 tahun)

Pasien mulai masuk sekolah SD. Pasien dapat bersosialisasi dengan baik
dengan lingkungannya.
4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (12-18 tahun)
Pasien melanjutkan pendidikan ke SMP dan SMA. Pasien menikah selepas lulus
kuliah, pasien berpisah dengan istrinya kira2 25 tahun yang lalu kemudian menikah
lagi dengan istri keduanya.
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pendidikan
44
Pasien menempuh pendidikan sampai tingkat SMA.

b. Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai kontraktor, dan membuka usaha peternakan.

c. Riwayat Pernikahan

Pasien sudah dua kali menikah dan memiliki 1 orang anak dari istri pertama
dan 1 orang anak dari istri kedua, saat ini sudah berpisah dengan istri
pertama.

d. Riwayat Agama

Pasien memeluk agama Islam sejak kecil

e. Riwayat Militer

Pasien tidak pernah mengikuti kegiatan militer

f. Riwayat Psikoseksual

Pasien melakukan hubungan seksual dengan istrinya setelah menikah

g. Riwayat Pelanggaran hukum

Pasien tidak pernah terlibat masalah hukum


6. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak ke dua dari 8 bersaudara. Hubungan pasien dengan
orang tua dan saudara-saudaranya cukup baik. Ayah dan ibu pasien
meninggal beberapa tahun yang lalu, pasien sangat berduka namun
tidak berlarut-larut. Riwayat gangguan jiwa dalam keluarga besar tidak
diketahui

45
GENOGRAM

Anggota keluarga laki-laki


Anggota keluarga perempuan
Pasien
Meninggal dunia
Tinggal serumah
Cerai

46
Situasi Kehidupan Sekarang

Pasien tinggal bersama istri kedua dan anaknya. Istri pasien bekerja
sebagai wiraswasta di bidang peternakan bersama dengan pasien. Pasien tinggal
Bersama anak ke-1 dari pernikahan ke-2. pekerjaan pasien sebagai kontraktor bisa
dikatakan cukup lancar.

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


A. KEADAAN UMUM

1. Penampilan
Seorang laki laki, berusia 55th dan wajah sesuai umur, memakai baju kaos
dan selimut, terpasang oksigen nasal kanul, terpasang NGT dan kateter
urin, terpasang infus di tangan kiri. Perawakan kurus, perawatan diri kesan
cukup.
2. Kesadaran
Kesadaran kuantitaitf GCS E4M6V4
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Gelisah terfiksasi
4. Pembicaraan

Kontak mata ada, verbal ada (tidak dapat dipertahankan). Verbalisasi


spontan, lancar, intonasi meningkat
5. Sikap terhadap pemeriksa :
Kooperatif
B. KEADAAN AFEKTIF
1. Mood : kesan disforik
2. Afek : terbatas
3. Keserasian : serasi
4. Empati : tidak dapat dirabarasakan

C. FUNGSI INTELEKTUAL

47
1. Taraf pendidikan : Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien sulit
dinilai

2. Orientasi

a. Waktu : baik

b. Orang : baik

c. Tempat : baik
3. Daya ingat

a. Jangka panjang : Sulit dinilai

b. Jangka pendek : Sulit dinilai

c. Jangka segera : Sulit dinilai


4. Konsentrasi dan perhatian : Terganggu
5. Pikiran abstrak : Sulit dinilai
6. Kemampuan menolong diri sendiri : Kurang

D. GANGGUAN PERSEPSI DAN PENGALAMAN DIRI

1. Halusinasi : Riwayat halusinasi visual, istri pasien mengatakan pasien


pernah berhalusinasi melihat keluarga yang sudah meninggal saat masih
berada di soppeng. Saat wawancara, pasien cenderung tidur.

2. Ilusi : Tidak ada

3. Depersonalisasi dan derealisasi : Tidak ada

E. PROSES BERPIKIR

1. Arus pikiran

a. Produktivitas : Kurang

b. Kontinuitas : Cukup relevan.

c. Hendaya berbahasa : Tidak ada

2. Isi pikiran
a. Preokupasi : Sulit dinilai

48
b. Gangguan isi pikir : Sulit dinilai
F. PENGENDALIAN IMPULS
Terganggu
G. DAYA NILAI

1. Norma sosial : Sulit diniliai

2. Uji daya nilai : Sulit dinilai

3. Penilaian realitas : Sulit dinilai


H. PERSEPSI PASIEN
Pasien masih bingung
I. TILIKAN
Sulit dinilai
J. TARAF DAPAT DIPERCAYA
Dapat dipercaya
K. PEMERIKSAAN PSIKOMETRIK
Confussion Assesment Method (CAM) versi Indonesia
 Kesimpulan : Tidak mengarah ke Delirium.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda Vital
Tekanan darah: 140/90 mmHg
Nadi: 84 kali/menit
Pernapasan: 16 kali/menit
Suhu: 36,6oC
2. Status Interna

Kepala : Konjunctiva tidak anemis, sklera tidak icterus.


Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
Thorax : Jantung : Bunyi jantung murni regular
Pulmo : Suara napas vesicular, ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Peristaltik positif kesan normal. Hepar dan lien tidak terdapat
pembesaran
Ekstremitas : Tidak ada edema dan deformitas
49
3. Status Neurologis
GCS E4M6V4, Fungsi Kortikal Luhur : kesan terganggu
Rangsang meninges : Kaku kuduk negative
N. cranialis : pupil bundar isokor diameter 2,5 mm/2,5 mm, RCL/RCTL
positif.
Skala nyeri : Saat pemeriksaan 3-4 (terkontrol obat), saat serangan: 7-8.
N. Cranialis lain : kesan normal
Motorik : Pergerakan dan kekuatan kesan tanpa lateralisasi.
Tonus : N N Refleks Fisiologis : +2 +2
N N +2. +2
Refleks Patologs : Neg Neg
Neg Neg
Sensori : sulit dinilai
Autonom : BAK perkateter, BAB perpopok

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (2 Maret 2023)

WBC 8,2 x 103/uL


RBC 4,58 x 106/uL
HGB 13,7 gr/dL
PLT 188 x 103/uL
NEUT 93,6%
LYMPH 4,4%

Ureum 72 mg/dL
Creatinin 0,94
mg/dL
GDS 173 mg/dL
Natrium 147
mmol/L
Kalium 5.8 mmol/L
Chlorida 107
mmol/L

50
MRI KEPALA NON KONTRAS (RSWS 9 Maret 2023)

Kesan :
-Massa lobus temporal dextra sugestif oligodendroglioma
- Infarct lacunar sentrum semiovale bilateral
- Infarct corona radiata hingga ganglia basali sinistra dan nucleuslentiformis dextra

X-Ray Thorax (RSWS 9 Maret 2023)

Kesan :
-Suspek edema paru
-Atelektasis paru kanan
51
PENATALAKSANAAN DARI BAGIAN NEUROLOGI

DIAGNOSIS TATA LAKSANA

Neurologi

Chronic Cefalgia ecausa Oksigen 3-5 lpm (nasal kanul) bila perlu
Brain tumor sugestif
oligodendroglioma
1. Dexamethason 5 mg/8 jam/intravena
Delirium tappering of per 3 hari.

Lacunar Cerebral
Infarction
2. Ranitidin 50 mg/12 jam/intravena

3. Citicholin 500 mg/12 jam/intravena


4. Konsul Bedah Saraf untuk Tumor
Removal surgery.

52
IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Laki-laki, 55 tahun, dikonsulkan dari TS bagian neurologi dengan sugestive
meningioma dan riwayat gelisah serta riwayat pemberian haloperidol dan olanzapine.
Saat ini pasien tenang, cukup kooperatif saat wawancara. Saat menjawab pertanyaan
artikulasi kurang jelas namun beberapa kata dapat dipahami oleh keluarga dan cukup
nyambung. Menurut keluarga, sejak dirawat di HCU sudah tidak pernah gelisah lagi,
tidak ada penurunan kesadaran, bicara nyambung meski artikulasi tidak jelas. Saat ini
masih kadang menunjukkan rasa tidak nyaman dengan NGT dan kateter urin yang
terpasang dan kadang ingin mencabutnya, dengan persuasif pasien bisa ditenangkan.
Pasien juga masih sering marah kepada keluarga (istri) dan selalu mempertanyakan
mengapa di bawa ke rumah sakit sedangkan menurut pasien dirinya tidak sakit. Pasien
dapat mengenali orang disekitarnya.

November 2022, pasien tiba-tiba tidak bisa bicara disertai lemah pada ekstremitas,
namun kemudian dapat membaik dalam beberapa jam. Beberapa hari kemudian muncul
serangan kedua dengan keluhan bicara dengan tidak jelas disertai penurunan fungsi
pendengaran akhirnya pasien berobat ke praktek dokter spesialis neurologi di Soppeng.
Keluhan membaik, dapat mengantarkan anak-anaknya ke sekolah.

Awal februari 2023, Muncul serangan ketiga dengan keluhan bicara dengan
artikulasi tidak jelas dan kelemahan pada ektremitas, menganggu aktivitas keseharian
pasien, kurang lebih 2 minggu pasien sering menangis, merasa kecil hati, mengatakan
kepada istrinya sudah tidak berguna lagi seperti biasanya. Sedangkan sebelumnya pasien
aktif bekerja sebagai kontraktor, aktif bersosialisasi di lingkungan tempat tinggalnya.
Pasien berobat di dokter spesialis neurologi di soppeng mendapat obat fluoxetin 20 mg 0-
0-1, clozapine 25mg 0-0-1/2, olanzapine 10 mg, 0-0-1

Tgl 23 Februari 2023, pasien mengalami penurunan kesadaran dan dirawat di RS


Soppeng selama 5 hari, pada saat itu pasien juga gelisah selalu ingin bangun dari tempat
tidur, selalu ingin lari dari RS sehingga difiksasi, pasien bicara sendiri, seperti berbicara
dengan seseorang yang dilihatnya, kadang melakukan gerakan seperti sedang merokok.
Tidur terganggu selama 5 hari,kemudian pasien mendapat haloperidol 2,5 mg 2x1,
olanzapine 10 mg 0-0-1, trihexyphenidil 2 mg 2x1 :

53
DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

Aksis I

Berdasarkan alloanamnesa, didapatkan adanya gejala klinis yang


bermakna yaitu gelisah, mengamuk, bertriak dan berbicara ngawur yang
menimbulkan penderitaan (distress) maupun hendaya (disability) dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien menderita
Gangguan Jiwa.
Pada Pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan neurologis ditemukan
adanya gangguan fungsi neurologis yaitu tumor otak dan infark pada daerah
nukleus caudatus dan infark lakunar sesuai teritory A.cerebry Media Kondisi ini
menunjukkan adanya disfungsi otak, sehingga dapat digolongkan sebagai
Gangguan Mental Organik.
Dari alloanamnesis, autoanamnesis dan pemeriksaan status mental,
ditemukan adanya keadaan gelisah, kesadaran berkabut, terdapat disorientasi
waktu, orang, dan tempat, kegelisahan yang berlangsung fluktuatif, tidak terus-
menerus, berdasarkan pemeriksaan psikometrik CAM (Confusion Assesment
Method) hasil diagnosisnya bukan suatu delirium dan ditemukan tumor otak
sebagai penyebab disfungsi otak Sehingga berdasarkan PPDGJ III, diagnosis
diarahkan ke Gangguan Mental YDT Akibat Kerusakan dan Disfungsi Otak
dan Penyakit Fisik(F06.8)
Aksis II

Dari informasi yang didapatkan, pasien dikenal sebagai orang yang


mandiri, pekerja keras, dan sangat peduli pada keluarganya, namun pasien sering
memendam sendiri masalahnya. Data yang diperoleh tidak dapat mengarahkan
pasien ke salah satu ciri kepribadian.
Aksis III

- Tumor Otak

- Cefalgia Kronik

- Cerebral Infarction

54
Aksis IV

Stressor psikososial tidak ada

Aksis V

GAF Scale (40-31) beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan
komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi.

TERAPI PSIKIATRI
A. Psikofarmakologi
 Risperidone 1 mg/24 jam/oral
B. Psikoterapi : Psikoterapi Suportif, Psikoedukasi Keluarga

FOLLOW UP
Tgl S O A Plan Terapi
12 Pasien Penampilan : Gangguan Psikofarmakoterap Risperidone
berbaring Seorang laki laki, Mental i 1 mg/24
ditempat tidur, berusia 55th dan YDT Psikoterapi jam/oral
saat wajah sesuai umur, Akibat suportif malam
wawancara memakai baju Kerusakan Psikoeduksi
mampu kaos dan selimut, dan keluarga
merespon dan terpasang oksigen Disfungsi
mengangkat nasal kanul, Otak dan
jempolnya dan terpasang NGT Kelainan
berbicara dan kateter urin, Fisik
dengan terpasang infus di Lainnya
artikulasi yg tangan kiri. (F.06.8)
kurang jelas. Perawakan kurus,
Menurut perawatan diri
istrinya pasien kesan cukup.
tenang, tidur
baik dari pukul TTV :
21:00-07:00, GCS : E4M6V5
hanya sesekali TD : 119/80
marah” jika mmHg
istri berbicara P : 20 kali/menit
dengan dokter / N : 90 kali/menit
perawat karena S : 36,0 derajat
mengira istri celcius
menceritakan
penyakit Status Mental :
55
pasien. Belum kontak mata ada,
ada renacana verbal ada
operasi dari TS psikomotor :
bedah saraf. tampak tenang
makan via NGT afek : kesan
disforik
Verbalisasi :sponta
n, intonasi biasa,
artikulasi tidak
jelas
Gangguan persepsi
: observasi
Gangguan isi
pikir : observasi
Arus pikir : cukup
relevan

56
15 Pasien Penampilan : Gangguan Psikofarmakoterap Risperidone
berbaring Seorang laki laki, Mental i 1 mg/24
ditempat tidur, berusia 55th dan YDT Psikoterapi jam/oral
pasien sedang wajah sesuai umur, Akibat suportif malam
dipersiapkan memakai baju kaos Kerusakan Psikoeduksi
untuk dilakukan dan selimut, dan keluarga
operasi pagi ini. terpasang oksigen Disfungsi
Saat wawancara nasal kanul, Otak dan
mampu terpasang NGT Kelainan
merespon dan dan kateter urin, Fisik
berbicara terpasang infus di Lainnya
dengan tangan kiri. (F.06.8)
artikulasi tidak Perawakan kurus,
jelas dan perawatan diri
menggunakan kesan cukup.
bahasa
isyarat.Pasien TTV :
semalam GCS : E4M6V5
tenang, tidur TD : 97/64 mmHg
pukul 22:00- P : 22 kali/menit
05:00, tidak N : 82 kali/menit
gelisah. Pasien S : 36,9 derajat
sementara celcius
dipuasakan
Status Mental :
kontak mata ada,
verbal ada
psikomotor :
tampak tenang
afek : kesan
disforik
Verbalisasi :sponta
n, intonasi biasa,
artikulasi tidak
jelas
Gangguan persepsi
: observasi
Gangguan isi
pikir : observasi
Arus pikir : cukup
relevan
24 Pasien cukup TTV : Gangguan Psikofarmakoterap Risperidone
tenang GCS : E4M6V5 Mental i 1 mg/24
berbaring di TD : 110/70 YDT Psikoterapi jam/oral
tempat tidur. mmHg Akibat suportif malam
Pasien hanya P : 20 kali/menit Kerusakan Psikoeduksi
menatap N : 60 kali/menit dan keluarga
pemeriksa saat S : 36,6 derajat Disfungsi
ditanya, kadang celcius Otak dan
mengangkat Kelainan
tangan dan Status Mental : Fisik
tidak menjawab Kontak mata ada Lainnya
pertanyaan. (minimal), verbal (F.06.8)
Menurut tidak ada
keluarganya, Psikomotor :
57
pasien tenang
terkadang Verbalisasi:
menjawab mutisme
pertanyaan Gangguan persepsi
dengan dan isi pikir : sulit
mengangguk dinilai
jika Arus pikir : sulit
menginginkan dinilai
sesuatu. masih
sesekali terlihat
sedikit bingung
dan berbicara
sendiri dengan
suara tidak
jelas. Sesekali
masi
menirukan gaya
seperti sedang
merokok. Tidur
semalam cukup
dari pukul
21.00 hingga
06.00 pagi.
Pasie
menghabiskan
1/2 porsi pagi
ini.

DISKUSI
Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan yang mengarah pada
suatu gangguan mental organik yang disebabkan oleh tumor otak yang telah
didiagnosis berdasarakan pemeriksaan penunjang mri kepala non kontras

Gangguan otak organik didefinisikan sebagai gangguan dimana terdapat


suatu patologi yang dapat diidentifikasi (contohnya tumor otak, penyakit
cerebrovaskuler, intoksifikasi obat). Sedangkan gangguan fungsional adalah
gangguan otak dimana tidak ada sadar organik yang dapat diterima secara
umum (contohnya skizofrenia, depresi).

Bidang neurologi dan psikiatri masing-masing telah dihubungkan


dengan pengobatan gangguan yang disebut organik dan psikiatri dihubungkan
dengan pengobatan gangguan yang disebut dengan fungsional. Didalam DSM
IV diputuskan bahwa perbedaan lama antara gangguan organik dan fungsional
telah ketinggalan jaman dan dikeluarkan dari tata nama. Bagian yang disebut
“Gangguan Mental Organik” dalam DSM IV-TR sekarang disebut dengan

58
Delirium, Demensia, Gangguan Amnestik Gangguan Kognitif lain, dan
gangguan mental karena suatu kondisi medis umum yang tidak dapat
diklasifikasikan ditempat lain

Pasien dikonsulkan ke bagian psikiatri karena keluhan gelisah dan sering


marah serta riwayat halusinasi. Dari hasil pemeriksaan status mental pada
pasien ini ditemukan suatu gangguan mental yang dihubungkan dengan
disfungsi otak dan penyakit fisik akibat tumor.

Menurut PPDGJ III Gangguan mental organik merupakan gangguan


yang berkaitan dengan penyakit/ gangguan sistemik atau otak yang dapat
didiagnosis tersendiri. Termasuk gangguan mental simtomatik, dimana
pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder dari penyakit/ gangguan
sistemik di luar otak (extracerebral) Pada pasien ini sesuai PPDGJ III dapat
ditegakkan diagnosis Gangguan mental yang ditentukan akibat kerusakan dan
disfungsi otak dan penyakit fisik, yang dibuktikan melalui pemeriksaan MRI
Kepala.

Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak sering ditemukan


pada pasien dengan Lesi desak ruang atau Tumor kepala pada daerah
intracerebral. Ditandai dengan Gangguan fungsi kongnitif , Gangguan fungsi
sensorium dan gangguan fungsi yang menonjol.

Gangguan fungsi kognitif dapat berupa gangguan daya ingat(memori),


gangguan daya pikir (intelek) dan daya belajar (learning). Gangguan Fungsi
Sensorium misalnya seperti gangguan kesadaran (consciousness) dan perhatian
( atensi). Gangguan fungsi yang menonjol misalnya Gangguan Persepsi
(halusinasi)isi pikiran (waham) dan suasana perasaan dan emosi (Depresi
Gembira,Cemas). Pada pasien ini didapatkan manifestasi gangguan persepsi
berupa halusinasi dan suasana perasaan berupa emosi yang selalu ingin marah.
Tata laksana utama Gangguan Mental organik Secara aktif diberikan
terapi pada penyakit yang mendasarinya. Pada kasus ini pasien dilakukan
operasi pembedahan berupa operasi pengangkatan tumor
Tatalaksana dapat dilakukan secara non farmakologi, farmakologi
ataupun kombinasi keduanya, Intervensi farmakologi sesuai dengan gejala
yang muncul: Untuk mengatasi gangguan mental dengan gejala psikosis

59
diberikan terapi anti psikotik dengan efek samping ekstrapiramidal minim.
Hindari pemberian antikolinergik karena bisa menurunkan fungsi kognitif. Bila
kesulitan pemberian secara oral dapat diberikan haloperidol secara injeksi.
Untuk gangguan suasana perasaan diberikan farmakoterapi untuk
mengatasi gejala mood dengan meminimalkan interaksi dengan obat yang ada.
Untuk mengatasi depresi dapat diberikan antidepresan Obat-obat antidepresi
diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu golongan selective
serotonin reuptake inhibitor, tricyclic antidepresants, monoamine oxidase
inhibitors, serta golongan lainnya. Pasien ini mendapatkan terapi Risperidion 1
mg per 24 jam. Risperidone merupakan golongan obat antipsikotik atipikal
generasi kedua yang menunjukkan efek terapeutiknya melalui mekanisme kerja
blokade pada reseptor D2, tetapi lebih dari blokade reseptor serotonin seperti
5HT2A. Antipsikotik generasi kedua memiliki pengikatan yang lebih longgar
pada reseptor D2 dan dapat dengan cepat terlepas dari reseptor, hal tersebut
menyebabkan kemungkinan potensi yang lebih rendah dalam menyebabkan
gejala ekstrapiramidal (EPS).
Beberapa keadaan yang memberikan gambaran prognosis yang baik pada
kasus ini adalah tidak terdapatnya gangguan psikiatri sebelumnya, faktor
pencetus jelas, tidak ada riwayat keluarga serta terdapatnya dukungan keluarga
dan sosial yang baik

60
DAFTAR PUSTAKA

1. Depertemen Kesehatan RI : Pedoman Penggolongan dan Diagnosis


Gangguan Jiwa di Indonesia III, Jakarta, 1993.
2. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III,
Jakarta, 2003
3. American Psychiatry Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder (DSM), 5th Edition. American Psychiatry Publishing.
Washington DC. 2013.Pp596.
4. Budiman, R., 2017. DELIRIUM, in: BUKU AJAR PSIKIATRI. Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, pp. 104–111.
5. Hughes, C.G., Pandharipande, P.P., Ely, E.W. (Eds.), 2020. Delirium: Acute
Brain Dysfunction in the Critically Ill. Springer International Publishing,
Cham. https://doi.org/10.1007/978-3-030-25751-4

61

Anda mungkin juga menyukai