Anda di halaman 1dari 14

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA Referat

FAKULTAS KEDOKTERAN April 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFERAT : MEKANISME KERJA RISPERIDONE

DISUSUN OLEH:
Husnul Khatimah
C014182116

RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Dessy Natalia

SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Irma Santy, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Husnul Khatimah

Stambuk : C014182116

Judul Referat : MEKANISME KERJA OBAT RISPERIDONE

Judul Laporan Kasus : EPISODE DEPRESI BERAT TANPA GEJALA PSIKOTIK (32.2)

Adalah benar telah didiskusikan dan disetujui untuk dipresentasikan tugas referat dan

laporan kasus dengan judul di atas dalam rangka kepanitraan klinik pada Departemen Ilmu

Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Makassar, 15 April 2019

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

dr.Irma Santy, Sp.KJ(K) dr. Dessy Natalia

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................ 1
HALAMAN PENGESAHAN................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................ 3
REFARAT................................................................................................ 4
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................ 4
BAB 2 PEMBAHASAN.......................................................................... 6
2.1AntipsikotikAtipikal.................…………..………..………................. 6
2.2. Risperidon............................…………………………….………...... 7
2.3. Mekanisme Kerja Risperidon............................……………….......... 9
BAB 3 KESIMPULAN............................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 13
Laporan Kasus......................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................29

3
BAB I
PENDAHULUAN
Psikotik adalah gangguan mental ditandai adanya waham, halusinasi, dan pikiran yang
kacau. Sindroma psikosis merupakan gejala berupa hendaya berat dalam kemampuan menilai rea
litas, hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental dan hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehar
i-hari. Obat antipsikotik adalah obat yang dapat mengurangi gejala psikotik pada berbagai
macam kondisi, termasuk skizofrenia, gangguan bipolar, depresi dengan gejala psikotik, psikotik
senilis, psikotik organik, dan drug-induced psychotic. Antipsikotik bekerja sebagai antagonis
dopamin dan menyekat reseptor dopamin dalam berbagai jaras di otak. Obat-obatan antipsikotik
dapat diklasifikasikan dalam kelompok tipikal dan atipikal. Obat antipsikotik tipikal adalah
antipsikotik yang menghasilkan efek samping ekstrapiramidal yang tinggi. Antipsikotik atipikal
adalah obat yang sekarang paling banyak digunakan sebagai obat antipsikotik.1,2
Antipsikotik merupakan salah satu obat golongan psikotropika yang dapat mempengaruhi
fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman. Antipsikotik tipikal merupakan golongan obat yang
memblokade dopamine pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak, khususnya sistem limbik
dan sistem ekstrapiramidal (dopamine D-2 receptor antagonist). Obat-obat antipsikotik tipikal
merupakan antagonis reseptor dopamine sehingga menahan terjadinya dopaminergik pada jalur
mesolimbik dan mesokortikal. Blokade reseptor Dopamine dapat memberikan efek samping
sindrom ekstrapiramidal. 2,3
APG (Anti-Psikotik Generasi) II sering disebut juga sebagai Serotonin Dopamin
Antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui
interaksi antara serotonin dan dopamin pada ke 4 jalur dopamin di otak. Hal ini yang
menyebabkan efek samping EPS lebih rendah dan sangat efektif untuk mengatasi gejala negatif.
Perbedaan antara APG I dan APG II adalah APG I hanya dapat memblok reseptor D 2 sedangkan
APG II memblok secara bersamaan reseptor serotonin (5HT 2A) dan reseptor dopamin (D2).
Pemberian obat antipsikotik tipikal umumnya pada pasien dengan gejala positif seperti
halusinasi, delusi, gangguan isi pikir dan waham. Sedangkan untuk pasien psikotik dengan gejala
negatif obat tipikal hanya memberikan sedikit perbaikan, sehingga pemberian obat psikotik
atipikal lebih dianjurkan karena memiliki kemampuan untuk meningkatkan aktivitas
dopaminergik kortikal prefrontal sehingga dengan peningkatan aktivitas tersebut dapat
memperbaiki fungsi kognitif dan gejala negatif yang ada. APG II yang dikenal saat ini adalah

4
clozapine, risperidone, olanzapine, quetiapine, zotepine, ziprasidone, aripiprazole. Saat ini
antipsikotik ziprasidone belum tersedia di Indonesia. 2,4,5,

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anti-Psikotik Atipikal
Neuroleptic adalah obat dengan efek antagonism terhadap reseptor D2 dengan resiko efek
samping gejala neurologis ekstrapiramidal dan pelepasan prolaktin yang meningkat. Istilah
antipsikotik atipikal diberikan untuk obat yang memberikan resiko gejala ekstrapiramidal lebih
rendah dibanding neuroleptic. Antipsikotik atipikal menghasilkan resiko gejala ekstrapiramidal
yang lebih rendah, namun obat ini juga memberikan efek samping lain seperti hipotensi, kejang,
kenaikan berat badan, meningkatnya resiko diabetes mellitus tipe 2, dan hyperlipidemia.6
Antipsikotik atipikal digolongkan menjadi 4 golongan, klasifikasi ini berdasarkan sifat
farmakodinamiknya. Pertama, Anti-psikotik atipikal high selectivity dengan reseptor serotonin
5-HT2A dan reseptor dopamin D2 (dan juga α1-adrenoceptors) disebut antagonis serotonin-
dopamin (SDA). Contohnya yaitu Risperidone, Metabolit piperidone, Ziprasidone,
Ileoperidone, Lurasidone 4. Kedua, obat anti-psikotik yang memiliki afinitas dengan 5-HT 2A, D2
dan reseptor sistem lainnya ( kolinergik, histaminergik, 5-HT1A , 5-HT1C , dan lainnya) dirancang
sebagai multi-acting receptor targetes antipsychotic (MARTA) Contohnya, Clozapine,
Olanzapine, Quetiapine dan Asenapine. Obat anti-psikotik atipikal yang ketiga yaitu yang
bekerja menghambat D2 dan D3 subtipe D2-like receptor yang digolongkan dalam antagonis
D2/D3 reseptor, yaitu Amisulpride. Kelompok obat anti-psikotik atipikal yang teakhir yaitu
bekerja pada agonis reseptor dopamin secara parsial contohnya aripiprazol dan cariprazine.6
Antipsikotik atipikal yang digunakan sebagai:
First line: Risperidone, Olanzapine, Quetiapine, Ziprasidone, Aripiprazole
Second line: Clozapine.
Keuntungan yang didapatkan dari pemakaian APG II atau antipsikotik atipikal selain efek
samping yang minimal juga dapat memperbaiki gejala negatif, kognitif dan mood sehingga
mengurangi ketidaknyamanan dan ketidakpatuhan pasien akibat pemakian obat antipsikotik.
Pemakaian APG II dapat meningkatkan angka remisi dan menigkatkan kualitas hidup
penderita skizofrenia karena dapat mengembalikan fungsinya dalam masyarakat.4

6
2.2 Risperidon
Risperidone merupakan obat APG II yang kedua diterima oleh FDA (Food and Drug
Administration) sebagai antipsikotik setelah clozapine. Risperidon termasuk dalam kelompok
benzisoksazol. Nama dagangnya adalah Risperidal® dan tersedia dalam bentuk tablet yaitu 1 mg,
2 mg, dan 3 mg. Dosis berkisar 4-16 mg tetapi dosisi yang biasa digunakan berkisar antara 4-8
mg. Selain dalam bentuk tablet, risperidon juga tersedia dalam bentuk depo (long acting) yang
dapat digunakan setiap dua minggu. Obat ini disuntikkan secara intramuskular dan tidak ada rasa
sakit di tempat penyuntikannya karena pelarutnya air12. Risperidone dapat memperbaiki
skizofrenia yang gagal di terapi dengan APG I tetapi hasil pengobatannya tidak sebaik clozapine.
Obat ini juga dapat memperbaiki fungsi kognitif tidak hanya pada skizofrenia tetapi juga pada
penderita demensia misalnya demensia Alzheimer.

2.2.1 Farmakokinetik Risperidon


Absorpsi risperidone di usus tidak di pengaruhi oleh makanan dan efek terapeutik nya
terjadi dalam dosis rendah, pada dosis tinggi dapat terjadi EPS. Pemakaian risperidone yang
teratur dapat mencegah terjadinya kekambuhan dan menurunkan jumlah dan lama perawatan
sehingga baik digunakan dalam dosis pemeliharaan.2
Metabolisme risperidone sebagian besar terjadi di hati oleh enzim CYP 2D6 menjadi 9-
hydroxyrisperidone dan sebagian kecil oleh enzim CYP 3A4. Hydroxyrisperidone mempunyai
potensi afinitas terhadap reseptor dopamin yang setara dengan risperidone. Eksresi terutama
melalui urin. Metabolisme risperidone dihambat oleh antidepresan fluoxetine dan paroxetine,
karena antidepresan ini menghambat kerja dari enzim CYP 2D6 dan CYP 3A4 sehingga pada
pemberian bersama antidepresan ini, maka dosis risperidone harus dikurangi untuk
meminimalkan timbulnya efek samping dan toksik. Metabolisme obat ini dipercepat bila
diberikan bersamaan carbamazepin, karena menginduksi CYP 3A4 sehingga perlu peningkatan
dosis risperidone pada pemberiaan bersama carbamazepin disebabkan konsentrasi risperidone di
dalam plasma rendah. 2,5,10

2.2.2 Indikasi :
- Skizofrenia akut dan kronik dengan gejala positif dan negatif.
- Gejala afektif pada skizofrenia (skizoafektif).2,11

7
- Mania akut/ mania campuran usia 10 tahun dan lebih tua ( pemberian oral, mooterapi
dan tambahkan litium atau valproat)
- Anak-anak autis yang iritable
- Dosis maintanance bipolar
- Gangguan kepribadian bipolar episode depresi
- Gangguan perilaku pada demensia
- Gangguan perilaku pada anak dan dewasa
- Gangguan impuls8

2.2.3 Kontraindikasi :
- Pasien dengan predisposisi hipotensi ( dehidrasi dan overheating).
- Hati-hati pada pasien dengan risiko aspirasi seperti disfagi
- Pasien dengan priapismus8.

2.2.3 Dosis :
- Hari 1 : 1 mg, hari 2 : 2mg, hari 3 : 3 mg.
- Dosis optimal 2- 6 mg / hari dengan 2 x pemberian.
- Dosis anjuran 25-50mg (im) setiap 2 minggu.
- Sediannya tab 1-2-3 mg. vial 25 mg, 50 mg/cc
- Umunya perbaikan mulai terlihat dalam 8 minggu dari pengobatan awal, jika belum
terlihat respon perlu penilaian ulang.
- Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral.2,4

2.2.4 Efek samping8:


1. Dengan menghambat reseptor alfa-1 adrenergik akan menyebabkan pusing, sedasi
dan hipotensi.
2. Dengan memblok reseptor 2 dopamin pada striatum akan menyebabkan efek samping
pada motorik khususnya pemberian risperidon dosis tinggi.
3. Dengan memblok reseptor 2 dopamin pada jaras sekitar pituitary akan meningkatkan
hormon prolaktin.

8
2.3 Mekanisme kerja Risperidone

Risperidon merupakan golongan Anti-psikotik atipikal high selectivity dengan


reseptor serotonin 5-HT2A dan reseptor dopamin D2 (dan juga α1-adrenoceptors) disebut
antagonis serotonin-dopamin (SDA). Pada dasarnya, Risperidone bekerja pada dua
tempat. Pertama memblok reseptor dopamin D2 untuk mengurangi gejala positif dari
psikosis dan menstabilkan gejala afektif. Kedua memblok reseptor serotonin 5-HT 2A yang
secara tidak langsung akan meningkatkan pelepasan dopamin di area tertentu di otak
seperti di mesokortikal dan mesolimbik sehingga memperbaiki kognitif, gejala afektif
dan motorik pasien.7 Risperidone juga dikatakan sebagai antagonis reseptor alfa-1 (α1)
alpha-2 (α2), dan reseptor histamin (H1) 9. Berikut ini mekanisme kerja antipsikotik
atipikal (Risperidon) pada beberapa jaras dopamin di otak.
1. Mesokortikal Pathways

Antagonis 5HT2A tidak hanya akan menyababkan berkurangnya blokade


terhadap antagonis D2 tetapi juga menyebabkan terjadinya aktivitas dopamin pathways
sehingga terjadi keseimbangan antara keseimbangan antara serotonin dan dopamin.
APG II lebih berpengaruh banyak dalam memblok reseptor 5HT2A dengan demikian
meningkatkan pelepasan dopamin dan dopamin yang dilepas menang dari pada yang
dihambat di jalur mesokortikal. Hal ini menyebabkan berkurangnya gejala negatif maka

9
tidak terjadi lagi penurunan dopamin di jalur mesokortikal dan gejala negatif yang ada
dapat diperbaiki.
APG II dapat memperbaiki gejala negatif jauh lebih baik dibandingkan APG I
karena di jalur mesokortikal reseptor 5HT2A jumlahnya lebih banyak dari reseptor D2,
dan APG II lebih banyak berkaitan dan memblok reseptor 5HT 2A dan sedikit memblok
reseptor D2 akibatnya dopamin yang di lepas jumlahnya lebih banyak, karena itu defisit
dopamin di jalur mesokortikal berkurang sehingga menyebabkan perbaikan gejala
negatif skizofrenia.2,10,11

2. Mesolimbik Pathways
APG II di jalur mesolimbik, antagonis 5HT2A gagal untuk mengalahkan
antagonis D2 di jalur tersebut. jadi antagonsis 5HT2A tidak dapat mempengaruhi blokade
reseptor D2 di mesolimbik, sehingga blokade reseptor D2 menang. Hal ini yang
menyababkan APG II dapat memperbaiki gejala positif skizofrenia. Pada keadaan
normal serotonin akan menghambat pelepasan dari dopamin.2,10

3. Tuberoinfundibular Pathways
APG II di jalur tuberoinfundibular, antagonis reseptor 5HT 2A dapat mengalahkan
antagonis reseptor D2. Hubungan antara neurotransmiter serotonin dan dopamin sifatnya
antagonis dan resiprokal dalam kontrol sekresi prolaktin dari hipofise. Dopamin akan
menghambat pengelepasan prolaktin, sedangkan serotonin menigkatkan pelepasan
prolaktin. Pemberian APG II dalam dosis terapi akan menghambat reseptor 5HT 2A
sehingga menyebabkan pelepasan dopamin menigkat. Ini mengakibatkan pelepasan
prolaktin menurun sehingga tidak terjadi hiperprolaktinemia.2,10

4. Nigrostriatal Pathways

APG II dalam klinis praktis, memiliki empat keuntungan, yaitu:


a) APG II menyebabkan EPS jauh lebih kecil dibandingkan APG I, umumnya pada dosis
terapi sangat jarang terjadi EPS.
b) APG II dapat mengurangi gejala negatif dari skizofrenia dan tidak memperburuk gejala
negatif seperti yang terjadi pada pemberian APG I.

10
c) APG II menurunkan gejalan afektif dari skizofrenia dan sering digunakan untuk
pengobatan depresi dan gangguan bipolar yang resisten.
d) APG II menurunkan gejala kognitif pada pasien skizofrenia dan penyakit Alzheimer.2,10

11
KESIMPULAN
Pemberian obat psikotik atipikal lebih dianjurkan karena obat atipikal memiliki
kemampuan untuk meningkatkan aktivitas dopaminergik kortikal prefrontal sehingga dengan
peningkatan aktivitas tersebut dapat memperbaiki fungsi kognitif dan gejala negatif yang ada. APG
II yang dikenal saat ini adalah clozapine, risperidone, olanzapine, quetiapine, zotepine,
ziprasidone, aripiprazole.
Risperidone merupakan anti-psikotik atipikal atau generasi kedua yang bekerja pada dua
tempat, pertama memblok reseptor dopamin D2 untuk mengurangi gejala positif dari psikosis
dan menstabilkan gejala afektif. Kedua memblok reseptor serotonin 5-HT 2A yang secara tidak
langsung akan meningkatkan pelepasan dopamin di area tertentu di otak seperti di mesokortikal
dan mesolimbik sehingga memperbaiki kognitif, gejala afektif dan motorik pasien.

12
DAFTAR PUSTAKA
1. Trevor A, Katzung B. Basic & Clinicial Pharmacology. 13th ed. McGraw-Hill Education;

2015.

2. Amir N.Buku Ajar Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi kedua. Jakarta :
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. 2013.Bab 12. Skizofrenia; p. 173-195.
3. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s synopsis of psychiatry : Behavioral
sciences/clinical psychiatry.10 th edition. Philadelphia : Lippincott Williams and WOLTERS
Kluwer business.2007.Bab 13.Schizophrenia.;p.467-97.
4. Muslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.Edisi ketiga. Jakarta :
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.Bab 3. Penggolongan obat psikotropik;
p.10-11.
5. Muslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.Edisi ketiga. Jakarta :
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.Bab 3. Obat antipsikosis; p.14-22
6. Mauri MC, Paletta S, Maffini M, Colasanti A, Dragogna F, Di Pace C, Altamura AC. Clinical

pharmacology of atypical antipsychotics: an update. EXCLI journal. 2014;13:1163

7. Stahl, S M. Stahl’s Essential Psychopharmacology: Neuroscientific Basis and Practical

Applications. 4th ed. New York: Cambrigde University Press; 2013

8. Stahl, S M. The Prescriber’s Guide. 5th ed. New York: Cambrigde University Press; 2014

9. Schatzberg, AF, Nemeroff, C . The American Psychiatric Publishing Textbook of

Psychopharmacology. 4th ed.American Psychiatric Publishing, 2009.

10. Stahl SM. Psychopharmacology of Antipsychotic.United Kingdon : Martin Dunitz


Ltd.1999.Bab 5.Atypical Antipsychotic and Seotonine-Dopamine Antagonism;p.50-62.
11. Ebert MH, Loosen PT, Nurcombe B. Current Diagnosis & Treatment in PSYCHIATRY.
Singapore: McGraw-Hill Book.2000.Bab III.Syndrome and their treatments in adult
psychiatric: schizophrenia and other psychotic disorders; p.260-89.
12. Amir N.Buku Ajar Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta :
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. 2017.Bab 12. Skizofrenia; p. 212.

13
14

Anda mungkin juga menyukai