Oleh:
Pembimbing:
Judul Referat
Oleh:
Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Neurologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 17 September
2018 s.d 22 Oktober 2018.
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena atas rahmat
dan berkat-Nya Telaah Ilmiah yang berjudul “Medication Overuse Headache”
ini dapat diselesaikan tepat waktu. Telaah Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah
satu syarat ujian kepaniteraan klinik senior di Bagian Neurologi RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Henry Sugiharto, Sp. S
atas bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam
penulisan telaah ilmiah ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun
sangat penulis harapkan untuk penulisan yang lebih baik di masa yang akan
datang.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
2.1 Definisi4,7
Medication Overuse Headache (MOH) adalah kondisi medis yang secara
luas diakui menurut uji coba epidemiologi baru ini dilakukan, telah berkembang
menjadi jenis sakit kepala yang paling sering, ketiga setelah migrain dan sakit
kepala tipe tegang (TTH). MOH merupakan nyeri kepala kronik akibat
penggunaan obat-obatan yang berlebihan. Penggunaan zat analgesik yang sering
dapat memperburuk sakit kepala yang sudah ada. Istilah yang paling umum
digunakan adalah migraine kronis, sakit kepala harian, robound headache,
medication misuse headache, drug-indued headache.
2.2 Epidemiologi2,3
Data epidemiologis menunjukkan bahwa prevalensi sakit kepala kronis,
seperti yang didefinisikan oleh International Headache Society (IHS), adalah
antara 2 dan 5% dari populasi orang dewasa. Sakit kepala kronis dikaitkan dengan
penggunaan berlebihan obat simtomatik di sekitar setengah dari pasien ini,
sehingga prevalensi sakit kepala kronis dengan obat-obatan berlebihan adalah
sekitar 1%, tetapi mungkin sampai 2% di Amerika Serikat. Prevalensi MOH
sekitar 1-2% pada populasi umum, 2,6% pada wanita, meningkat sampai 5% pada
dekade ke-5, dan 0,19% pada laki-laki. Prevalensi mencapai 55-70% pada
populasi penderita nyeri kepala. Penggunaan obat simptomatik berlebihan untuk
penyakit selain nyeri kepala tidak menyebabkan MOH. Studi meta analisis
menunjukkan bahwa di antara pasien MOH, 65% menderita migren, 27% TTH
dan 8% nyeri kepala campuran. Indonesia sendiri masih belum ada data yang pasti
mengenai prevalensi nyeri kepala kronis akibat penggunaan obat-obatan analgesik
yang berlebihan.
2.4 Klasifikasi1,8
The International Classification of Headache Disorders 3rd edition beta
(ICHD-III β) membagi sakit kepala menjadi bentuk primer dan sekunder. Sakit
kepala primer adalah gangguan idiopatik tanpa penyebab lain yang dikenal,
sedangkan sakit kepala sekunder adalah sakit kepala diasumsikan disebabkan oleh
penyakit lain atau factor eksternal (misalnya trauma, operasi, efek racun dari zat
atau obat atau infeksi). Menurut ICHD-III MOH, sakit kepala yang terjadi pada 15
hari atau lebih per bulan berkembang sebagai konsekuensi dari terlalu sering
menggunakan rutin obat sakit kepala akut atau gejala (pada 10 atau lebih, atau 15
hari atau lebih per bulan, tergantung pada obat) selama lebih dari 3 bulan.
Biasanya, tapi tidak selalu, sembuh setelah berlebihan dihentikan. MOH
diklasifikasikan sebagai sakit kepala kronis sekunder, tetapi apakah sakit kepala
primer atau sekunder masih dalam perdebatan, dan konsep berlebihan obat sakit
kepala sekunder lainnya tidak jelas.
Klasifikasi Internasional Headache Disorders, kriteria-3 beta edition
(ICHD-IIIß) untuk medication overuse headache:
A. Sakit kepala hadir di> 15 hari / bulan.
B. Berlebihan reguler untuk> 3 bulan dari satu atau lebih obat yang dapat diambil
untuk perawatan akut dan / atau gejala sakit kepala.
C. Sakit kepala telah dikembangkan atau nyata memburuk selama pengobatan
berlebihan. (Untuk analgesik sederhana dan untuk kombinasi dari obat akut,
asupan harus 15 hari atau lebih per bulan untuk triptans, ergotamins, opioid dan
analgesik kombinasi;. 10 hari per bulan sudah cukup untuk mendapatkan
diagnosis MOH)
2.5 Patofisiologi5
Patofisiologi MOH masih belum jelas diketahui; genetik, regulasi reseptor
(up/down regulation) serta faktor psikologis diduga berperan. Risiko MOH
meningkat tiga kali jika ada riwayat keluarga dengan MOH atau penyalahgunaan
obat lain atau alkohol. Sebaliknya risiko penyalahgunaan obat meningkat empat
kali lipat pada pasien dengan riwayat keluarga MOH.
Faktor genetik yang menjadi fokus penelitian patofisiologi MOH adalah
BDNF (brainderived neurotrophic factor) yang merupakan salah satu bentuk
polimorfi sme dari Val66Met polymorphism. Polimorfisme ini berkaitan dengan
gangguan perilaku dan penyalahgunaan obat pada penderita MOH. Penelitian lain
menemukan hubungan bermakna alel 10 dari gen transporter dopamin (SLC6A)
dengan MOH dibandingkan dengan migren episodik. Pada pasien MOH reseptor
5-HT2 mengalami up-regulation dan densitas reseptor tersebut di platelet lebih
besar dibandingkan kontrol sehat. Gangguan reuptake reseptor 5-HT2
mengakibatkan rendahnya kadar 5-HT2 ini di dinding platelet. Hal ini yang
mendasari timbulnya MOH. Temuan ini juga didukung oleh penelitian lain yang
menunjukkan penderita MOH memiliki konsentrasi 5-HT rendah di dinding
platelet dan aktivitas transporter serotonin lebih tinggi dibandingkan kontrol.
Aspek penting dalam kronisitas nyeri kepala adalah fenomena sensitisasi
sentral. Bendtsen et al. seperti dikutip Katzarava et al. menemukan penurunan
ambang batas nyeri pada pasien TTH kronik. Pada penderita nyeri kepala kronis
terjadi fasilitasi sistem nosiseptif trigeminal pada tingkat supraspinal. Baru-baru
ini, teknik pencitraan menggunakan fluorine-18-labelled-fluorodeoxy-glucose
(18-FDG) Positron Emission Tomography (PET) menemukan penurunan tingkat
metabolisme otak di daerah talamus bilateral, girus singuli anterior, insula, lobus
parietal inferior dan korteks orbitofrontal pada penderita MOH. Tiga minggu
setelah withdrawal analgetik, daerah-daerah tersebut mengalami perbaikan,
kecuali korteks orbitofrontal.
Faktor psikologi yang berperan dalam patofisiologi MOH adalah adiksi
zat, tipe kepribadian, genetik, dan rasa takut nyeri. Diasumsikan bahwa adiksi
terhadap analgetik sama dengan adiksi terhadap obat psikotropik seperti
barbiturat, opioid, dan kafein, tetapi tidak ada bukti bahwa triptans atau analgesik
sederhana menimbulkan adiksi yang signifi kan; oleh karena itu mekanisme ini
belum sepenuhnya dapat menjelaskan terjadinya MOH. Depresi dan kecemasan
juga merupakan faktor penting untuk memprediksi ketergantungan jangka panjang
terhadap analgetik.
2.6 Diagnosis
Kriteria diagnostik International Headache Society untuk Medication Overuse
Headache:
Kriteria diagnostik
A. Sakit kepala timbul > 15 hari / bulan dan memenuhi kriteria C dan D
B. Berlebihan dan regular > 3 bulan dengan satu atau lebih obat yang dapat
diambil untuk akut dan / atau pengobatan simtomatik sakit kepala
C. Sakit kepala yang berkembang dan memburuk selama penyalahgunaan obat
D. Sakit kepala yang beralih ke pola sebelumnya dalam waktu 2 bulan setelah
penghentian obat secara berlebihan
a
Sebuah Sakit kepala yang berhubungan dengan penyalahgunaan obat adalah
variabel dan sering memiliki pola aneh dengan karakteristik pergeseran, bahkan
dalam hari yang sama, dari migrain seperti dengan yang nyeri kepala tipe tegang.
b
Berlebihan didefinisikan dalam hal durasi dan pengobatan hari per minggu. Apa
yang penting adalah bahwa pengobatan terjadi baik sering dan teratur, yaitu, pada
2 atau lebih hari setiap minggu. Pengobatan dengan waktu yang lama tanpa
asupan obat-obatan, dipraktekkan oleh beberapa pasien, jauh lebih kecil
kemungkinannya untuk menyebabkan MOH dan tidak memenuhi kriteria II B.
c
MOH dapat terjadi pada pasien sakit kepala rawan ketika obat sakit kepala akut
yang diambil untuk indikasi lain.
d
Sebuah periode 2 bulan setelah penghentian berlebihan ditetapkan di mana
perbaikan (resolusi sakit kepala, atau pengembalian dengan pola sebelumnya)
harus terjadi jika diagnosis adalah untuk menjadi definitif. Sebelum Penghentian,
atau menunggu perbaikan dalam waktu 2 bulan setelah penghentian, diagnosis
8.2.8 Kemungkinan MOH harus diterapkan. Jika perbaikan tersebut tidak maka
terjadi dalam 2 bulan, diagnosis ini harus dibuang.
2.7 Pengobatan5,9
Tujuan pengobatan pasien MOH adalah mengurangi frekuensi dan atau
keparahan nyeri kepala, mengurangi konsumsi obat akut, memperbaiki respons
terhadap obat akut dan preventif, mencegah kecacatan serta memperbaiki kualitas
hidup. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menghentikan penggunaan berlebihan
obat-obatan (withdrawal treatment).
A. Prosedur withdrawal
Prosedur withdrawal pada pasien MOH sangat bervariasi. Kebanyakan
spesialis nyeri kepala menghentikan obat secara tiba-tiba, atau secara bertahap
khususnya untuk opioid, barbiturat dan benzodiazepin.11 Prosedur withdrawal
dapat dilakukan di unit rawat jalan maupun rawat inap. Prosedur rawat inap
dilakukan pada pasien pengguna opioid, barbiturat, benzodiazepin, gejala
withdrawal berat, komorbiditas berat dan gagal pada withdrawal sebelumnya.
Gejala utama withdrawal adalah bertambah buruknya nyeri kepala, mual, muntah,
hipotensi, takikardi, gangguan tidur, gelisah, cemas, dan gugup. Gejala ini
normalnya berhenti setelah 2-10 hari tetapi bisa menetap sampai 4 minggu. Rata-
rata durasi nyeri kepala withdrawal adalah 4,1 hari untuk triptans, 6,7 hari untuk
ergotamine, dan 9,5 hari untuk analgesik. Lamanya gejala penyerta (misalnya
mual, muntah, gangguan tidur) lebih pendek untuk triptans daripada ergotamin
atau analgesik (masing-masing 1 hari, 2,5 atau 2,2 hari). Perbaikan keseluruhan
terjadi dalam 7-10 hari untuk triptans, setelah 2-3 minggu untuk analgesik
sederhana dan setelah 2-4 minggu untuk opioid.11,12,13 Tingkat keberhasilan
rata-rata untuk terapi withdrawal yaitu setidaknya 50% pengurangan hari nyeri
kepala adalah sekitar 72%. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi
withdrawal antara lain:
a. Durasi minum obat (durasi lebih lama terkait dengan prognosis buruk)
b. Jenis obat yang digunakan secara berlebihan (misalnya withdrawal triptans
memiliki prognosis lebih baik daripada obat lain)
c. Jenis nyeri kepala yang mendasari (misalnya TTH, gabungan TTH dan migren
memiliki risiko kambuh lebih tinggi daripada jenis nyeri kepala lain)
d. Kualitas tidur yang buruk (terkait dengan prognosis buruk)
e. Nyeri badan (terkait dengan prognosis buruk).
Berikan dukungan dan informasi pada pasien bila komitmen kurang.
Ketergantungan psikologis mungkin memerlukan rujukan untuk cognitive
behavioural therapy (CBT).
B. Mengobati gejala withdrawal
Pasien yang melakukan prosedur withdrawal sebaiknya dievaluasi
terutama 1-2 minggu pertama. Pasien dapat diberi terapi simptomatis seperti:
a. Anti emetik (metoclopramide, domperidone) untuk mengurangi muntah.
b. NSAID seperti naproksen 250 mg tiga kali sehari atau 500 mg dua kali sehari,
diminum teratur atau bila ada gejala. Beberapa spesialis merekomendasikan
naproksen selama 3-4 minggu atau diminum untuk 6 minggu yaitu tiga kali sehari
untuk 2 minggu, dua kali sehari selama 2 minggu, sekali sehari selama 2 minggu,
kemudian berhenti.
c. Kortikosteroid, sejumlah 97 pasien MOH menjalani withdrawal obat
menggunakan prednisolon dengan dosis awal 60 mg sehari, dengan penurunan
dosis sampai 6 hari. Tidak ada perbedaan antara kelompok prednisolon dan
plasebo dalam intensitas dan jumlah hari dengan nyeri kepala dalam 6 hari
pertama setelah withdrawal. Penelitian lain melibatkan 400 pasien MOH
menggunakan prednisone 60 mg selama 2 hari kemudian diturunkan 20 mg setiap
2 hari efektif mengurangi nyeri kepala dan gejala withdrawal.15. Penelitian lain
pada 9 pasien diobati dengan plasebo atau 100 mg prednison selama 5 hari
menemukan durasi nyeri kepala withdrawal berkurang di kelompok prednison.
d. Terapi preventif
Pemilihan terapi preventif sebaiknya berdasarkan nyeri kepala primer yang
mendasari, efek samping obat, komorbiditas, pilihan pasien dan pengalaman
terapi sebelumnya. Penelitian terbaru menyarankan bahwa asam valproat dan
topiramat bermanfaat mengurangi frekuensi nyeri kepala dengan cara
menghambat aktivitas neuronal. Namun, topiramat juga memiliki potensi efek
tidak diinginkan (gangguan kognitif, depresi) yang membatasi penggunaannya.
Pasien harus dievaluasi setelah 2-3 minggu untuk memastikan withdrawal
telah tercapai. Pemulihan berlangsung perlahan-lahan dalam beberapa minggu
sampai bulan. Kebanyakan pasien kembali ke jenis nyeri kepala semula dalam 2
bulan. Penggunaan obat-obatan diperkenankan kembali untuk mengurangi gejala
setelah 2 bulan jika perlu, dengan aturan tegas bahwa frekuensi penggunaannya
tidak melebihi 2 hari per minggu. Pasien nyeri kepala yang berhenti berespons
terhadap pengobatan profi laksis dapat menggunakan obat-obat simptomatik,
terapi profi laksis mungkin kembali efektif setelah withdrawal berhasil.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA