Oleh:
Almindo Rafki
2018-84-055
Pembimbing:
Ambon
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
“Psikosis Pada Epilepsi”. Referat ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD
Dr. M. Haulussy.
bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Semuel A. Wagiu, Sp.S
selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak
sangat penulis harapkan demi perbaikan penulisan referat ini ke depannya. Semoga
referat ini dapat memberikan manfaat ilmiah bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 20
3
BAB I
PENDAHULUAN
Angka prevalensi penderita epilepsi aktif berkisar antara 4-10 per 1000
penderita epilepsi. Bila jumlah penduduk Indonesia berkisar 220 juta, maka
diperkirakan jumlah penderita epilepsi baru 250.000 per tahun. Dari berbagai studi
diperkirakan prevalensi epilepsi berkisar antara0,5-4%. Rata-rata prevalensi
epilepsi 8,2 per 1000 penduduk. Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup
tinggi, menurun pada dewasa muda dan pertengahan, kemudian meningkat lagi
pada kelompok usia lanjut.2
4
Epilepsi menghimpun sekitar1% dari total beban semua penyakit dari
seluruh dunia. Data penelitian menunjukkan80% beban dari beban ini terdapat pada
negara berkembang salah satunya Indonesia. Di Indonesia angka prevalensi epilepsi
tidak jauh berbeda dari negara-negara asia lainnya, yaitu antara 3,9-5,6/1000 orang.
Prevalensi0,5% dan penduduk 220 juta orang, terdapat lebih 1,1 juta (ODE) orang
dengan epilepsi di Indonesia. Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan
merupakan keseluruhan kondisi status kesehatan seorang pasien, termasuk
kesehatan fisik pasien, sosial, psikologis, dan ekonomi pasien. Penilaian kualitas
hidup dipengaruhi oleh keadaan fisik, mental, sosial, dan emosional. Seorang
penderita dengan epilepsi dapat dinilai kualitas hidupnya berdasarkan salah satu
faktor yaitu lama menderita epilepsi (Duration of epilepsy).1,3,4
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2. Epidemiologi
6
kira 60% pasien kejang parsial mengalami fenomena aura, 15% pasien mengalami
disforia. Rasa takut yang meningkat menjadi panik juga sering terjadi, kira-kira
20% dari pasien epilepsi fokal mengalami gangguan afek iktal berupa rasa takut,
cemas, dan depresi. Gejala psikosis paling sering dihubungkan dengan epilepsi
lobus temporal kanan. 7,8
Pada penelitian temporal lobektomi dimana dilakukan operasi
pengangkatan fokus epileptikum, psikosis terjadi pada 7%-8% pasien bahkan jauh
setelah gejala kejangnya sendiri berhenti. Hal ini mengindikasikan proporsi 2-3 kali
lipat munculnya gangguan psikotik pada pasien epilepsi dibandingkan dengan
populasi umum, khususnya pada pasien epilepsi dengan fokus
temporomediobasal.7,9
7
Angka prevalensi dan insiden epilepsi di Indonesia belum diketahui secara
pasti. Hasil penelitian kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Saraf
Indonesia di beberapa RS di 5 pulau besar di Indonesia (2013) didapatkan 2.288
penyandang epilepsi dengan 21,3% merupakan pasien baru. Rerata usia pasien
adalah usia produktif dengan etiologi epilepsi tersering adalah cedera kepala,
infeksi susunan saraf pusat (SSP), stroke, dan tumor otak. Riwayat kejang demam
didapatkan 29% pasien. Sebagian besar (83,17%) adalah epilepsi parsial dengan
aura yang tersering adalah sensasi epigastrium dan gejala aura autonomi (60,1%).
10
2.3 Klasifikasi
1. Iktal
a. Iktal dengan gejala psikis
b. Status non konvulsif kehang parsial simpleks (tipe sensorik, psikis,
motorik, dan autonomi). Kejang parsial kompleks, dan serangan
epileptiform lateralisasi periodik.
2. Preiktal (termasuk prodormal pasca iktal dan iktal campuran)
a. Gejala prodormal : iritabilitas, depresi, dan sakit kepala.
b. Delirium pasca ictal
c. Gejala psikosis preictal
Gejala-gejala psikotik preiktal sering kali memburuk dengan peningkatan
aktivitas kejang.
3. Interiktal
a. Psikosis skizofreniform
b. Gangguan kepribadian
c. Sindrom Gestaut - Geschwind
Psikotik interiktal sangat mirip dengan gangguan skizofrenia yang dengan
mudah dapat dikenal yaitu adanya gejala waham dan halusinasi.
a. Hiperreligiosity
8
b. Hiper/hiposeksual
c. Hipergrafia
d. Iritabilitas
e. Viscocity / bradyphrenia
2.4 Patofisiologi
Kejang otonom dan status otonom epileptikus dengan gejala dan urutan
tampaknya spesifik untuk masa kanak-kanak. Sebagai contoh, pada orang dewasa
psikosis iktal jarang terjadi, dan sebagai aturan ketika kesadaran terganggu
mengikuti gejala lobus temporal fokal lainnya, dan dikaitkan dengan keterlibatan
9
lobus temporal mesial non-dominan. Sebaliknya, psikosis iktal pada anak-anak
adalah umum, biasanya terjadi ketika kesadaran utuh tanpa mendahului gejala
kortikal fokal, dan mungkin tidak memiliki nilai lokalisasi atau lateralisasi.6,11,12
Kejang tetap murni otonom jika aktivasi neuron iktal daerah kortikal non-
otonom gagal mencapai ambang batas, gejala otonom dan gejala tanda kortikal
terkait lokalisasi yang mungkin jarang terjadi sejak onset. Hipotesis ini dapat
menjelaskan mengapa manifestasi otonom yang serupa dapat muncul dari otak
depan atau belakang, kanan atau kiri. Karena kejang terutama melibatkan sistem
tertentu (otonom). 6, 12,13,14
10
4. Tipe kejang parsial kompleks, automatisme
5. Frekuensi kejang
6. Lokus fokus epilepsi (temporal)
7. Abnormalitas neurologik
8. Gangliogliomas, hamartomas
1. Psikosis iktal5,11,15,16
Terjadi selama bangkitan epileptik atau status epileptikus, dan pemeriksaan
EEG merupakan pilihan untuk diagnosis. Gejala yang nampak :
Iritabilitas
Keagresifan
Otomatisme
Mutisme
11
selain di lobus temporal (korteks frontalis). Adakalanya psikosis menetap
meskipun masa iktal telah selesai.5
Durasinya selama beberapa minggu dan dapat berakhir setelah lebih dari 3
bulan (kronik psikosis intraiktal). Dibandingkan dengan skizofrenia, pada
psikosis intraiktal menunjukkan : 5
12
Fungsi perawatan diri lebih baik.
13
kebesaran, referential, somatik, waham keagamaan, katatonik, halusinasi),
dengan gejala afektif (manik atau depresi). Kriteria psikotik postiktal
menurut Stagno (1997), adalah sbb: ✓ Gejala psikotik atau psikiatrik
lainnya terjadi setelah bangkitan, atau yang sering terjadi pada serial kejang,
setelah lucid interval, atau dalam waktu 7 hari setelah kejang. ✓ Adanya
psikotik, depresi atau elasi, atau gejala yang berhubungan dengan anxietas.
✓ Adanya pembatasan waktu, dalam beberapa hari atau minggu, tidak
signifikan jika terdapat kesadaran berkabut (bukan karena toksikasi obat,
status epileptikus parsial kompleks, atau gangguan metabolik).12,14,15,17
Post ictal psychosis (PIP) adalah episode psikosis yang terjadi dalam
satu minggu setelah serangan kejang. Post ictal psychosis merupakan
bagian Psychosis of epilepsy (POE), sekelompok gangguan psikosis yang
berkaitan dengan kejang epilepsi. Esquiro pada tahun 1838 menggambarkan
postictal sebagai kemarahan yang berlangsung beberapa jam atau beberapa
hari. Satu abad kemudian Logdail and Toone memperkenalkan kriteria
diagnosis PIP.14,16,17
14
setelah onset epilepsi. PIP yang berulang terjadi 12% sampai 50% pasien
dan biasanya berkembang menjadi interictal psikosis. 14,15
15
ada periode tanpa psikosis (non psycotic periode) dengan rentang waktu
beberapa jam atau beberapa hari. Berdasarkan studi oleh Kanner dkk
periode non psikotik tersebut berlangsung 12-72 jam dan 1 minggu
berdasarkan Logsdail dan Toone. 14,15,16,17
16
Klasifikasi psikotik epilepsy
Sumber : Epilepsi Post Trauma Dengan Gejala Psikotik16
2.7 Tatalaksana
17
12. Gabapentin 300-900mg tid
13. Pregabalin 150-600mg b/tid
b. Terapi Non Farmakologis18
1. Fisioterapi
2. Psikoterapi
3. Behavior Cognitive Therapy
c. Edukasi
1. Edukasi mengenai minum obat secara teratur
2. Edukasi mengenai penghindaran faktor pencetus
3. Edukasi kontrol ulang secara teratur
4. Edukasi epilepsi pada kehamilanDalam pengobatan epilepsi dengan
gangguan psikiatri, yang harus diperhatikan adalah
18
adalah jenis anti psikotik tipikal dengan risiko rendah mencetuskan bangkitan
dan tidak ada laporan kasus bangkitan akibat penggunaan jenis obat ini.
Clozapine, loxapine, dan chlorpromazine adalah jenis obat anti psikotik yang
dihindari karena dapat mencetuskan bangkitan. 14,15,18
e. Psikoterapi suportif/ Psikoedukasi keluarga
f. Potensi terjadinya interaksi obat
Ada cukup bukti pada durasi pengobatan dengan obat antipsikotik untuk
episode inter ictal psikotik. Efektivitas penggunaan obat anti psikosis untuk
pemeliharaan dan pencegahan inter ictal psikosis juga sedikit diketahui. Dalam
manajemen farmakologis pada psikosis fungsional, disarankan bahwa pasien tetap
pada dosis optimal dari obat anti psikosis selama minimal 6 bulan setelah mencapai
remisi. Pada pasien yang sudah memiliki beberapa episode disarankan untuk tetap
pada obat jangka panjang. Karena sifat kronis dan tingkat eksaserbasi yang relatif
tinggi.
19
Hal ini sejalan dengan temuan di psikosis episode pertama bahwa pemeliharaan
pengobatan yang lebih efektif untuk mencegah kekambuhan dan kerusakan dari
yang ditargetkan intermiten pengobatan. Penghentian mendadak obat anti psikosis
dapat mengganggu kadar serum obat anti epilepsy, dengan demikian, kontrol
kejang dan efek samping dari obat anti epilepsy harus dipantau. Ada kemungkinan
bahwa episode inter ictal psikosis kambuh setelah penghentian obat anti psikosis.19
20
BAB III
KESIMPULAN
Epilepsi suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan berulang akibat lepas
muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron otak secara paroksismal,
dan disebabkan oleh berbagai etiologi, bukan disebabkan oleh penyakit otak akut.
Psikosis adalah suatu gangguan fungsi kepribadian (mental) dalam menilai
realitas, hubungan, persepsi, tanggapan perseptif dan efektif seseorang sampai taraf
tertentu, sehingga tidak memungkinkannya lagi untuk melakukan tugas-tugas
secara memuaskan.2
Prevalensi gangguan psikotik pada epilepsi sebesar 5-10% pada penderita
epilepsi dan 30-50% memiliki komorbid gangguan psikiatri. Lebih sering terjadi
pada wanita dan rerata usia 39,1 tahun. Adanya riwayat keluarga, epilepsi onset dini
dan tipe bangkitan yang dialami adalah prediktor terjadinya gangguan psikotik pada
epilepsi.8,10,11
21
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Epilepsy: A manual for medical and clinical officer in Africa. Geneva:
WHO; 2002.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Panduan praktek klinis
neurologi. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia; 2016.
3. EdefontiV et al. Health-related quality of life in adults with epilepsy: the effect
of age, age at onset and duration of epilepsy in a multicentre Italian study.
BMC Neurologi. 2011: [ cited September 2019 ], available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3062600/
4. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Cetakan kelima. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. 2011.
5. Israr, Yayan Akhyar. Psikosis pada Penderita Epilepsi,. RIAU: FKUNRI;
2009. hal 8-9
6. Kusumawardhani A. Gangguan Mental Organik Lain. Buku Ajar Psikiatri.
Jakarta : FKUI; 2010. hal 106-111
7. Marpaung V. Depresi Pada Penderita Epilepsi Umum Dengan Kejang
Tonik Klonik Dan Epilepsi Parsial Sederhana. Medan : Bagian Psikiatri
Universitas Sumatera Utara ; 2003.
8. Dinas Kesehatan. Protap Pelayanan Pemeriksaan Dan Pengobatan Pasien.
2005.
9. Elst LTV, Beumer D, Lemieux L. Amygdala pathology in psychosis of
epilepsy: A magnetic resonance imaging study in patients with temporal lobe
epilepsy. London : Bran inc.;2002. [cited September 2019] available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11834599
10. Fitrina R. Epilepsi. Bukittinggi : KEMENKES RI, 2018. Available from :
http://yankes.kemkes.go.id/read-epilepsi-4812.html
11. Guernieri R, Hallk JEC, Walz R, at al. Pharmacological treatment of psychosis
in epilepsy. Brazil : Hospital da clinicas CIREP ; 2004. [cited September 2019]
available from : http://www.scielo.br/scielo.php?pid=s1516-
44462004000100014&script=sci_arttext&tlng=en
22
12. Kanemoto K, Tadokoro Y, Oshima T. Psychotic illness in patients with
epilepsy. Therapeutic Advances in Neurological Disorders: Review. DOI:
10.1177/1756285612454180. 2012. [cited September 2019]. Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3487530/pdf/10.1177_17562
85612454180.pdf
13. Irwin LG, Fortune DG. Clin PD. Risk Factors for Psychosis Secondary to
Temporal Lobe Epilepsy: A Systematic Review. The Journal of
Neuropsychiatry and Clinical Neurosciences. USA : American Psychiatric
Association. 2014. [cited September 2019]. Available from :
https://neuro.psychiatryonline.org/doi/pdfplus/10.1176/appi.neuropsych.1212
0403
14. Kusumawati S, Zakiyah R. Post ictal psikosis berulang pada penderita epilepsi.
Journal of Islamic Medicine Research. Malang : Faculty of Medicine,
Universitas Islam Malang. 2017 [cited September 2019]. Available from :
https://www.researchgate.net/publication/332231064_Post_ictal_psikosis_ber
ulang_pada_penderita_epilepsi_Laporan_Kasus
15. Mahadewi P NPA, Marita A, Ariani PNK. Gangguan mental organik pada
epilepsi. Directory of open access journals. Bali : Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar Bali ayu. 2018 [cited September 2019]. Available from :
https://www.medicinaudayana.org/index.php/medicina/article/viewFile/248/1
83
16. Irfana L. Epilepsi Post Trauma Dengan Gejala Psikotik. Medical and Health
Science Journal, Vol. 2, No. 2. Surabaya : Fakultas Kedokteran, Universitas
Muhammadiyah Surabaya. 2018. [cited September 2019] available from :
https://www.researchgate.net/publication/329243663_EPILEPSI_POST_TR
AUMA_DENGAN_GEJALA_PSIKOTIK
17. Rugg-Gun FJ, Stapley HB. Epilepsy. Crawley: International League Against
Epilepsy; 2017.
18. Patsalos PN, Louis EK. The epilepsy prescriber's guide to antiepileptic guide.
Ed 3. USA: Cambridge University Press; 2018.
23
19. Adachi N et al. Basic treatment principles for psychotic disorders in patients
with epilepsy. International League Against Epilepsy. DOI:
10.1111/epi.12102. 2013. [cited September 2019] available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23458463
24