Anda di halaman 1dari 40

PORTOFOLIO

KASUS MEDIS
Periodik Paralisis Hipokalemia

Disusun oleh: dr. Endin Wahyuddin Firmansyah


Pembimbing: dr. Eko Aprilianto Handoko, Sp.S
Pendamping: dr. Rasmono, M. MKes

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD dr. H. KOESNADI BONDOWOSO
2020
PORTOFOLIO KASUS MEDIK

Nama Peserta: dr. Endin Wahyuddin Firmansyah


Nama Wahana: RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso
Topik: Periodik Paralisis ec. Hipokalemia
Tanggal (kasus): 11 Oktober 2019
Nama Pasien: Tn. Y No. RM: 78-51-71
Tanggal Presentasi: 04 Februari 2020 Pendamping:
dr. Rasmono, M.MKes
dr. Moch Jasin, M.Kes
Tempat Presentasi: Ruang Komite Medik RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa □Lansia Bumil
Deskripsi:
 Deskripsi: Pasien datang ke IGD RSU Dr. H. Koesnadi dengan keluhan kedua kaki
dan kedua tangan tidak bisa digerakkan sejak 3 jam SMRS. Pasien mengatakan
awalnya paha terasa berat sejak kemarin setelah pulang bekerja kemudian pasien
beristirahat dengan harapan keluhannya dapat membaik. Setelah istriahat, keluhan
pasien tidak membaik melainkan kedua tangan dan kaki menjadi lemah sampai
tidak bisa digerakkan sehingga pasien tidak bisa bangun dan berdiri. Pasien
mencoba menggerakan kedua tangan dan kaki, namun hanya jari-jari tangan dan
kaki yang masih bisa sedikit digerakkan. Pasien memakan makanan seperti
biasanya, yaitu nasi, lauk, dan sayur. Porsi makanannya juga seperti biasa (1
piring). Pasien menyangkal mengeluhkan rasa baal, kesemutan, sakit kepala,
mual, muntah, diare, bicara cadel, gangguan menelan, wajah mencong ke satu sisi,
riwayat trauma, pingsan (penurunan kesadaran), demam maupun batuk-pilek.
Pasien juga menyangkal melakukan aktivitas berat sebelum keluhan muncul. 7
bulan yang lalu pasien pernah dirawat dengan keluhan yang sama.

Tujuan:
Menegakkan diagnosis
Menetapkan manajemen Periodik Paralisis Hipokalemia

1
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
Bahasan: Pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
membahas: diskusi
Data utama untuk bahan diskusi:
DATA PASIEN
Identitas
Nama : Tn. Y
Usia : 33 Tahun
Jenis Kelamin: Laki-Laki
Alamat : Jl. Kis Mangunsarkoro No. 53 28/07
No. RM : 78-51-71
Tanggal MRS : 11 Oktober 2019
I. Anamnesis:

Keluhan Utama:
Kedua Kaki dan kedua tangan tidak bisa digerakkan

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke IGD RSU Dr. H. Koesnadi dengan keluhan kedua kaki dan kedua
tangan tidak bisa digerakkan sejak 3 jam SMRS. Pasien mengatakan awalnya paha
terasa berat sejak kemarin setelah pulang bekerja kemudian pasien beristirahat dengan
harapan keluhannya dapat membaik. Setelah istriahat, keluhan pasien tidak membaik
melainkan kedua tangan dan kaki menjadi lemah sampai tidak bisa digerakkan
sehingga pasien tidak bisa bangun dan berdiri. Pasien mencoba menggerakan kedua
tangan dan kaki, namun hanya jari-jari tangan yang masih bisa sedikit digerakkan.
Sejak seminggu sebelum kejadian pasien mengaku memiliki aktivitas tambahan yaitu
membantu saudaranya yang sedang membangun rumah, sehingga pasien merasa
kelelahan. Pasien memakan makanan seperti biasanya, yaitu nasi, lauk, dan sayur.
Porsi makanannya juga seperti biasa (1 piring). Pasien menyangkal mengeluhkan rasa
baal, kesemutan, sakit kepala, mual, muntah, diare, bicara cadel, gangguan menelan,

2
wajah mencong ke satu sisi, riwayat trauma, pingsan (penurunan kesadaran), demam
maupun batuk-pilek. 7 bulan yang lalu pasien pernah dirawat dengan keluhan yang
sama.
Riwayat Pengobatan:
Disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien pernah opname di ruang saraf dengan keluhan yang sama ± 7 bulan yang lalu.
Riwayat sakit gondok disangkal.
Riwayat Alergi :
Disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama.
Riwayat Pekerjaan:
Pasien adalah seorang pedagang Tembakau.
Riwayat Kebiasaan
Sebelum sakit pasien bekerja sebagai penjual tembakau di salah satu pasar di
Bondowoso. Pasien bekerja mulai jam 8 pagi sampai jam 11 malam. Jam 5 sore
pasien pulang lalu berangkat lagi jam 7 malam kemudian pulang jam 11 malam.
II. PEMERIKSAAN FISIK
• Kesadaran : compos mentis
• Vital sign
TD : 128/80 mmHg
Nadi : 81 x/mnt
RR : 20x/mnt
Suhu Axilla : 36,7 ˚ C

1. Kepala
 Bentuk : simetris
 Ukuran : normosephal
 Rambut : hitam, lurus
 Mata : konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/- , Reflek cahaya
+/+ , diameter pupil 3mm/3mm; isokor
 Hidung : sekret (-), bau (-), perdarahan (-)

3
 Telinga : sekret (-), bau (-), perdarahan (-)
 Mulut : dbn
 Lidah : dbn

2. Leher
• Bentuk : simetris
• Kelenjar limfe : perbesaran (-)

3. Thorax
Jantung : Simetris fusiformis,
Inspeksi ictus cordis tidak terlihat, palpasi ictus cordis teraba di ICS 6
linea midclavicularis sinistra, Auskultasi bunyi jantung I- II (+/+) reguler,
murmur (-), gallop (-), kesan : batas jantung normal
Paru : Inspeksi paru simetris saat statis dan dinamis, palpasi paru
fremitus vokal dan taktil simetris, perkusi paru sonor (+/+),
Auskultasi vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)

4. Abdomen
Inspeksi : Soepel , striae (-), bekas luka operasi (-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien dbn, kandung kemih dbn
Perkusi : Nyeri ketuk (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Genitalia : Tidak dilakukan

5. Extremitas

- Superior : akral hangat +/+, edema -/-, CRT<2”


- Inferior : akral hangat +/+, edema -/-

4
Status Neurologis
a. Keadaan Umum

Kesadaran
- Kwalitatif : Kompos Mentis
- Kwantitatif : (E4V5M6)
Pembicaraan
- Disatria :-
- Afasia motorik :-
- Afasia sensorik :-
Kepala
- Asimetris :-
- Sikap paksa :-
- Tortikolis :-
Muka
- Mask :-
- Full Moon :-

b. Pemeriksaan Khusus

 Rangsangan Selaput otak


— Kaku kuduk :-
— Kernig :-
— Brudzinski I :-
— Brudzinski II :-
— Brudzinski III :-
— Brudzinski IV :-
— Laseque test :-

5
 Saraf Otak
1) N.I ( Olfaktorius)
— Anosmia : Tidak dievaluasi
— Hiposmia : Tidak dievaluasi
— Parosmia : Tidak dievaluasi
2) N.II ( Optikus D/S )
— Visus : Tidak dievaluasi
— Melihat warna : DBN
— Funduskopi : Tidak dievaluasi
3) N. III, IV, VI ( Okulomotorius, Thoklearis, Abdusens )

Kanan Kiri
Kedudukan Bola Mata DBN DBN
Gerak Bola Mata DBN DBN
- Ke Lateral DBN DBN
- Ke Medial DBN DBN
- Ke Nasal Inferior DBN DBN
- Ke Nasal Superior DBN DBN
- Ke Lateral Atas DBN DBN
- Ke Lateral Bawah DBN DBN
Eksophtalmus - -
Celah mata (ptosis) - -
Pupil
- Bentuk Bulat Bulat
- Lebar 3 mm 3 mm
- Perbedaan Lebar - -
- Refleks Cahaya Langsung Positif Positif
- Refleks Cahaya Konsensual Positif Positif

6
4) N.V ( Trigeminus )
Cabang motorik
Kanan Kiri
Otot Masseter DBN DBN
Otot Temporal DBN DBN
Otot Pterygoideus DBN DBN

Cabang sensorik
Respon
I (Jaw reflex) DBN
II (Head retraction reflex) Tidak dievaluasi
III (Nasal) DBN
Reflek kornea langsung (+)

5) N.VII ( Fasialis )
Kanan Kiri
Waktu Diam
- Mengerutkan Dahi
Simetris Simetris
- Tinggi Alis
Simetris Simetris
- Sudut Mata
Simetris Simetris
- Lipatan Nasolabial
Simetris Simetris

Waktu Gerak
- Mengerutkan dahi Simetris Simetris

- Menutup mata Simetris Simetris

- Mencucu-bersiul Simetris Simetris

- Memperlihatkan gigi Simetris Simetris

- Sekresi air mata Tidak di Evaluasi Tidak di


Evaluasi

7
6) N.VIII ( Vestibulochoclearis )
Vestibular (Kanan Kiri)
- Vertigo : Tidak dievaluasi
- Nistagmus : Tidak dievaluasi
- Tinnitus aureum : Tidak dievaluasi

Cochlear (Kanan Kiri)


- Weber : Tidak dievaluasi
- Rinne : Tidak dievaluasi
- Schwabach : Tidak dievaluasi

7) N. IX, X ( Glosofaringeus dan Vagus )


Bagian motorik
— Suara biasa/ parau/ tak bersuara : Biasa
— Kedudukan arcus pharynx : DBN
— Kedudukan uvula : DBN
— Pergerakan arcus pharynx/ uvula : DBN
— Menelan : DBN
Bagian sensorik (pengecapan belakang lidah)
— Refleks muntah : TDE
— Refleks pallatum molle : TDE

8) N. XI ( Aksesoris )
— Mengangkat bahu : DBN
— Memalingkan kepala : DBN

9) N. XII ( Hipoglosus )
Kedudukan lidah : DBN

Motorik

Inspeksi : Atrofi otot : - -

- -

8
Gerakan involunter -
Rigiditas -
Tonus otot :N N
N N

1000 0001
Kekuatan otot :
1000 0001

Refleks Fisiologis
— BPR : +/+ - KPR : +/+
— TPR : +/+ - APR : +/+

 Refleks Patologis
— Babinsky : -/-
— Chaddock : -/-
— Oppenheim : -/-
— Gordon :-/-
— Gonda : -/-
— Schaffer : -/-
— Hoffman : -/-
— Tromner : -/-

9
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hb : 17,1 gr/dl
Leukosit : 9.8/ul
Hematokrit : 51.0%
Trombosit : 330.000 /ul
SGOT : 13
SGPT : 33
Ureum : 37 mg/dL
Kreatinin : 0,84 mg/dL

Elektrolit
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Natrium 142 135-155
Kalium 1,9 3,6-5,5
Chlorida 109 98-106

EKG

Kesan : Irama sinus, axis normal + av blok derajat 1 + U wave

10
II. RESUME
Seorang Pria berusia 33 Tahun datang ke IGD RSU. dr. Koesnadi pada
hari jumat (11/10/19) dengan keluhan kedua kaki dan kedua tangan tidak bisa
digerakkan sejak 3 jam SMRS. Pasien mengatakan awalnya paha terasa berat sejak
kemarin setelah pulang bekerja kemudian pasien beristirahat dengan harapan
keluhannya dapat membaik. Setelah istriahat, keluhan pasien tidak membaik
melainkan kedua tangan dan kaki menjadi lemah sampai tidak bisa digerakkan
sehingga pasien tidak bisa bangun dan berdiri. Sejak seminggu sebelum kejadian
pasien mengaku memiliki aktivitas tambahan yaitu membantu saudaranya yang
sedang membangun rumah, sehingga pasien merasa kelelahan. Pasien mengaku 7
bulan yang lalu pasien pernah dirawat dengan keluhan yang sama.
Pada pemeriksaan fisik, tampak sakit sedang GCS E4V5M6, tekanan darah
128/82 mmhg, nadi 81x per menit, suhu 36,7°C. Status generalis selain ekstremitas
dalam batas normal, pada ekstremitas kedua kaki dan tangan tidak bisa
digerakkan. Pada status neurologis, tanda rangsang meningeal (-) Kuduk kaku (+),
nervus cranialis dalam batas normal. Pada pemeriksaan motorik: kekuatan
ekstremitas atas 1000 | 0001, ekstremitas bawah 1000 | 0001. Refleks fisiologi:
ekstremitas atas dan bawah menurun. Pada pemeriksaan penunjang terdapat
penurunan Kalium.
III. DIAGNOSIS
Periodik Paralisis ec. Hipokalemi

IV. DIAGNOSIS BANDING


Guillain Barre Syndrome
Myasthenia Gravis
V. PENATALAKSANAAN
O2 nasal 2 lpm
Drip KCL 25meq dalam 500cc NS jalan 20tpm (3 Siklus)
Inj. Omeprazol 40mg 1x1
Inj. Ondansetron 3x1
Inj. Santagesik 3x1
P/O
KSR 1x1
Paracetamol 3x1
VI. PROGNOSIS
Dubia ad malam

11
Follow up Tgl 11-10-19

S) Kedua kaki dan tangan tidak bisa Extremitas


digerakkan, leher teras nyeri. Mual Akral hangat + +
(+) pusing (+) + +
Edema - -
O) KU : Tampak sakit sedang - -
Kes : compos mentis Motorik
v/s TD : 127/86mmHg
RR : 20x/mnt
N : 81x/mnt
Tax : 36,6˚C A) Periodic Paralisis ec. Hipokalemi
K/L : a/i/c/d = -/-/-/- P)
Thorax : Simetris, retraksi (-)  O2 Nasal 2lpm
Cor : BJ I-II Reguler, mumur (-),  Drip KCL 25meq dalam
500cc NS jalan 20tpm (3
gallop (-) Siklus)
Pulmo:  Inj. Omeprazol 40mg 1x1
 Inj. Ondansetron 3x1
I: Simetris statis/dinamis (+/+)  Inj. Santagesik 3x1
P: Sf ka = Sf ki P/O
 KSR 1x1
P: sonor/sonor  Paracetamol 3x1
A: Ves (+/+), Rh (-/-),
Wh (-/-)
Abdomen : Soepel, BU (+), nyeri
tekan (-)

12
Follow up Tgl 12-10-19

S) Kedua tangan dan kaki serta leher Extremitas


bisa digerakan namun masih lemas. Akral hangat + +
Nyeri pada leher berkurang. Leher + +
masih terasa kaku. Mual (-) Edema - -
- -
O) KU : cukup Motorik
Kes : compos mentis
v/s TD : 120/78 mmHg
RR : 18x/mnt
N : 80x/mnt A) Periodic paralisis hipokalemi
T : 36,6 ˚ C
P)
K/L : a/i/c/d = -/-/-/-
 O2 Nasal 2lpm
Thorax : Simetris, retraksi (-)  Drip KCL 25meq dalam 500cc
Cor : BJ I-II Reguler, mumur (-), NS jalan 20tpm (Siklus ke 2)
 Inj. Omeprazol 40mg 1x1
gallop (-)  Inj. Santagesik 3x1
Pulmo: P/O
 KSR 1x1
I: Simetris statis/dinamis (+/+)  Cek elektrolit besok
P: Sf ka = Sf ki
P: sonor/sonor
A: Ves (+/+), Rh (-/-),
Wh (-/-)
Abdomen : Soepel, BU (+), nyeri
tekan (-)

13
Follow up Tgl 13-10-19

S) Kedua tangan dan kaki masih Extremitas


sedikit lemas, nyeri pada leher Akral hangat + +
berkurang. + +
Edema - -
O) KU : cukup - -
Kes : composmentis Motorik
v/s TD : 127/86 mmHg
RR : 20x/mnt
N : 80x/mnt
T : 36,1˚C A) Periodic paralisis hipokalemi
K/L : a/i/c/d = -/-/-/- P)
Thorax : Simetris, retraksi (-)  Inf. NaCl 0,9 % 20tpm
Cor : BJ I-II Reguler, mumur (-),  O2 Nasal 2lpm
 P/O
gallop (-)  KSR 1x1 (Stop)
Pulmo:  Paracetamol 3x1
I: Simetris statis/dinamis (+/+)
P: Sf ka = Sf ki
Hasil Lab
P: sonor/sonor
Na/K/Cl : 152/3,5/118 mmol/L
A: Ves (+/+), Rh (-/-),
Wh (-/-)
Abdomen : Soepel, BU (+), nyeri
tekan (-)

14
Follow up Tgl 14-10-19

S) Keluhan (-) Extremitas


Akral hangat + +
O) KU : cukup + +
Kes : composmentis Edema - -
v/s TD : 128/81 mmHg - -
RR : 20x/mnt Motorik
N : 72x/mnt
T : 36,6˚C
K/L : a/i/c/d = -/-/-/-
Thorax : Simetris, retraksi (-) A) Periodic paralisis hipokalemi
Cor : BJ I-II Reguler, mumur (-), P)
gallop (-) Pasien diperbolehkan pulang
Pulmo:
I: Simetris statis/dinamis (+/+) Obat Pulang
 Mecobalamin 2x1
P: Sf ka = Sf ki  Paracetamol 500mg 3x1
P: sonor/sonor
A: Ves (+/+), Rh (-/-),
Wh (-/-)
Abdomen : Soepel, BU (+), nyeri
tekan (-)
P: Soepel, nyeri tekan (-), hepar tak
teraba, ren tak teraba

15
I. PENDAHULUAN

Paralisis periodik merupakan sindroma klinis dimana terdapat kelemahan /


paralisis otot yang sifatnya akut, herediter dan diturunkan secara autosomal
dominan. Mekanisme yang mendasari paralisis periodik ini yaitu gangguan ion
channel pada membran otot skelet / channelopathy. Klinis didapatkan adanya
kelemahan flaksid yang hilang timbul, bersifat setempat maupun menyeluruh.
Penderita mengalami kelemahan pada ekstremitas bagian proksimal yang cepat dan
progresif tetapi otot-otot kranial dan pernafasan biasanya terhindar dari kelemahan.
Kasus yang berat, dimulai pada masa anak-anak sedangkan kasus yang ringan
seringkali dimulai pada dekade ketiga. Serangan dapat menyebabkan kelemahan
yang asimetris dengan derajat kelemahan yang berbeda pada beberapa golongan
otot, sampai kepada suatu kelumpuhan umum. Kelemahan pada paralisis periodik
ini biasanya menghilang dalam beberapa jam, namun defisit yang permanen bisa
terjadi pada penderita yang sering mendapatkan serangan. 1,2
Di luar serangan tidak ditemukan kelainan neurologi maupun kelainan
elektromiografi. Kelompok penyakit otot yang dikenal dengan paralisis periodik
(PP) dibedakan menjadi paralisis periodik primer dan sekunder. Paralisis periodik
primer memiliki karakteristik : bersifat herediter, sebagian besar berhubungan
dengan perubahan kadar kalium dalam darah, kadang disertai miotonia, dan adanya
gangguan pada ion channels. Paralisis periodik primer meliputi paralisis periodik
hipokalemia, hiperkalemia dan normokalemia. Paralisis periodik tirotoksikosis
adalah paralisis periodik sekunder. Pada periodik paralisis primer atau familial,
kekuatan otot normal di antara serangan. Setelah bertahun-tahun serangan ini,
kelemahan dapat berkembang dan mungkin progresif. 1,2

16
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Paralisis periodik (PP) adalah sekelompok gangguan otot dengan etiologi
yang berbeda, bersifat episodik, pendek, hiporeflek, dapat terjadi kelemahan otot
skeletal, dengan atau tanpa myotonia, tanpa defisit sensorik dan penurunan
kesadaran. Kelompok penyakit otot yang dikenal dengan paralisis periodik (PP)
cirinya adalah adanya episode kelemahan otot yang bersifat flaksid yang terjadi
pada interval yang tidak teratur. Dibedakan menjadi paralisis periodik primer dan
sekunder. Pada periodik paralisis primer atau familial, kekuatan otot normal di
antara serangan. Setelah bertahun-tahun serangan ini, kelemahan berkembang dan
mungkin progresif. Paralisis periodik primer memiliki karakteristik : bersifat
herediter, sebagian besar berhubungan dengan perubahan kadar kalium dalam
darah, kadang disertai miotonia, adanya gangguan pada ion channels.1,2
Paralisis periodik hipokalemi merupakan salah satu jenis pembagian paralisis
periodik berdasarkan kadar kalium dalam darah (kurang dari 3.5 mmol/L), dengan
karakteristik adanya serangan paralisis flaksid yang periodik dengan derajat dan
frekuensi yang bervariasi. Karakteristik umum periodik paralisis hipokalemia
merupakan keturunan, umumnya dihubungkan dengan perubahan kadar kalium
serum dan terkadang disertai myotonia yang merupakan akibat defek ion channel.1,2

2.2 EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian berkisar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari
wanita dan biasanya lebih berat. Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari
usia 1–20 tahun, dengan frekuensi serangan terbanyak di usia 15–35 tahun dan
kemudian menurun dengan peningkatan usia.1,3

2.3 ETIOLOGI1,4,5
Periodik paralisis hipokalemik terjadi karena adanya retribusi kalium
ekstraselular ke dalam cairan intraselular secara akut tanpa defisit kalium tubuh
total. Kelemahan otot terjadi karena kegagalan otot rangka dalam menjaga potensial

17
istirahat (resting potensial) akibat adanya mutasi gen CACNL1A3, SCN4A, dan
KCNE3, yakni gen yang mengontrol gerbang kanal ion (voltage gated ion channel)
natrium, kalsium, dan kalium pada membran sel otot. Kadar insulin juga dapat
mempengaruhi kelainan ini pada banyak penderita, karena insulin akan
meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. Pada saat serangan, terjadi pergerakan
kalium dari cairan ekstra selular masuk ke dalam sel, sehingga pada pemeriksaan
kalium darah terjadi hipokalemia.1,4
Kadar kalium biasanya dalam batas normal diluar serangan. Pencetus untuk
setiap individu berbeda, terkadang didapatkan tidak adanya korelasi antara
besarnya penurunan kadar kalium serum dengan beratnya paralisis (kelemahan)
otot skeletal. Hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya hipokalemia periodik
paralisis adalah tirotoksikosis. Mekanisme terjadinya memang belum jelas, namun
pada penderita dengan tirotoksikosis dapat terjadi paralisis periodik.
Dipandang dari berat ringannya hipokalemia dibagi menjadi :
 Hipokalemia ringan
Kadar serum antara 3 – 3,5 mEq/L
 Hipokalemia moderat
Kadar serum antara 2,5 – 3 mEq/L.
 Hipokalemia berat
Kadar serum < 2,5 mEq/L. Hipokalemia yang < 2 mEq/L biasanya sudah disertai
kelainan jantung dan mengancam jiwa.
Berikut ini merupakan beberapa gambaran etiologi periodik paralisis :
Periodik paralisis familial (FPP)4,5
Merupakan kelainan yang bersifat autosomal dominan dimana 2/3 kasus
paralisis periodik merupakan jenis ini. Gejala terutama dialami saat pasien berusia
muda, lebih banyak pada ras non kaukasia, serta pria lebih banyak daripada wanita.
Patofisiologi dari Paralisis periodik tipe familial belum diketahui dengan pasti.
Kelemahan yang muncul dapat bersifat hipokalemi, normokalemi, atau
hiperkalemia. Namun tipe yang terbanyak dijumpai adalah tipe hipokalemia.
Periodik paralisis familial tipe hipokalemia banyak dijumpai terutama pada
usia muda, sedangkan pada tipe hiperkalemia lebih banyak dijumpai pada usia

18
pubertas. Studi elektrofisiologi menunjukan periodik paralisis hiperkalemia
diakibatkan oleh meningkatnya permeabilitas membran otot terhadap natrium.
Sedangkan pada tipe hipokalemia disebabkan oleh gangguan pada kanal kalium.
Pemeriksaan genetik menunjukan gangguan pada paralisis periodik familial tipe
hipokalemia terdapat pada ikatan dihidropteridin, sesitivitas voltase otot, dan kanal
kalsium pada otot lurik.
Periodik paralisis tirotoksikosis (TPP)5,6
Merupakan jenis periodik paralisis acquired yang terbanyak, sebagian besar
dialami oleh ras oriental. Rasio laki-laki dibanding wanita sebanyak 20:1 dengan
usia rata-rata sekitar 20-40 tahun, hal ini sesuai dengan usia terjadinya
tirotoksitosis. Gejala yang dialami pasien dengan TPP serupa dengan pasien FPP,
perbedaan hanya terletak pada adanya gangguan pada hormon tiroid. Pada saat
terjadinya tiroid, status tiroid dapat sangat bervariasi dari yang nyata sampai yang
non simptomatik.5.6
Patogenesis dari TPP belum diketahui secara pasti. Studi menunjukan adanya
penurunan pada aktivitas pompa kalium dan aktivitas pompa natrium yang yang
meningkat. Pasien dengan TPP memiliki aktivitas Na+/K+-ATPase yang lebih
tinggi. Hal ini disebabkan baik karena pengaruh langsung dari tirotoksikosis,
maupun secara tidak langsung melalui stimulasi adrenergik, insulin, maupun
aktivitas fisik.5,6

19
Gambar 1. Mekanisme paralisis pada tirotoksikosis.5

Hiperinsulinemia juga berpengaruh terhadap terjadinya paralisis pada TPP.


Insulin akan menstimulai aktivitas gen Na+/K+-ATPase. Diet tinggi karbohidrat
akan memicu aktivasi simpatis yang akan menyebabkan sel β pankreas melepaskan
insulin. Hal ini menjelaskan β-blocker dapat digunakan pada pasien TPP yang
mengalami serangan akut. Androgen juga dilaporkan dapat meningkatkan aktivitas
Na+/K+-ATPase. Testosteron akan merangsang terjadinya hipertrofi mioblas
sehingga terjadi peningkatan index massa otot dan jumlah total Na+/K+-ATPase
juga akan meningkat pada laki-laki. Katekolamin merupakan aktivator kuat untuk
aktivitas Na+/K+-ATPase. Katekolamin pada pria akan dilepaskan lebih banyak
pada saat terjadinya stress. Kecenderungan serangan TPP yang terjadi pada pagi
hari dianggap berhubungan dengan tingginya kadar katekolamin plasma dan
meningkatnya aktivitas simpatis di pagi hari. Aktivitas fisik akan menyebabkan
pelepasan kalium dari otot rangka sedangkan pada saat istirahat akan terjadi influks
dari kalium. Hal ini menjelaskan serangan paralisis sering terjadi pada saat istirahat
setelah aktivitas fisik.5,6

20
Gangguan endokrin
Sindrom Conn atau hiperaldosteron primer juga memiliki gejala hipokalemia.
Sindrom ini lebih banyak dijumpai pada ras oriental. Terapi dari penyakit ini adalah
dengan operasi mengangkat tumor atau pemberian spironolakton. Periodik paralisis
juga dapat disebabkan oleh pseudohiperaldosteronism akibat intoksikasi licorice.
Efek paralisis periodik hipokalemia dapat terlihat pada penggunaan dosis kecil 100
gram/hari dalam jangka waktu lama. Berbeda dengan sindrom Conn, terapi dari
hipokalemia akibat intoksikasi licorice adalah dengan koreksi kalium. 1,5
Intoksikasi barium
Intoksikasi barium merupakan salah satu penyebab periodik paralisis, dimana
disebabkan oleh keracunan barium karbonat yang sering terdapat pada kentang atau
kontaminasi dari racun tikus. Dosis fatal dari barium karbonat adalah 0.8 gram,
namun dosis 0.2-0.5 mg/kgBB sudah dapat menyebabkan gejala intoksikasi pada
orang dewasa. Mekanisme pasti hipokalemia belum diketahui dengan pasti, namun
diduga hipokalemia disebabkan oleh aktivasi Na-K-ATPase pada membran sel otot
yang menyebabkan kalium masuk ke dalam sel dan kadar kalium serum akan
berkurang. Barium juga diketahui dapat memblok kanal kalium yang menyebabkan
berkurangnya eksfluk kalium dari otot. Selai itu, barium juga mennurunkan
permeabilitas dari membran sel otot tehadap kalium. 1,5

Gambar 2. Patogenesis periodik paralisis hipokalemia. 6

21
Gangguan ginjal
Ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan kalium. Kelebihan kalium
akan diekskresikan melalui ginjal (90%) dan saluran cerna (10%). Lokasi regulasi
terpenting berada pada duktus koledokus, di mana terdapat aldosteron. Ekskresi
kalium ditingkatkan oleh aldosteron, peningkatan hantaran natrium ke duktus
koledokus (seperti pada penggunaan diuretik), aliran urin (diuresis osmotik) dan
kadar kalium darah tinggi serta juga hantaran ion-ion negatif ke dalam duktus
koledokus (misal bikarbonat). Sedangkan ekskresi diturunkan oleh ketiadaan relatif
atau absolut aldosteron, hantaran natrium ke duktus koledokus, aliran urin dan
kadar kalium darah rendah serta juga gagal ginjal.
Ginjal dapat beradaptasi terhadap perubahan asupan kalium akut dan kronik.
Pada saat asupan kalium tinggi secara kronik, ekskresi kalium ditingkatkan, namun
bila tidak ada asupan kalium tetap ada kehilangan wajib sebesar 10-15 mEq/hari.
Oleh karena itu, kehilangan kronik timbul pada keadaan kekurangan asupan kalium
tipe apapun. Ginjal mempertahankan peranan penting dalam keseimbangan
homeostasis kalium, bahkan pada keadaan gagal ginjal kronik. Mekanisme adaptasi
ginjal membuat ginjal dapat mempertahankan homeostasis ginjal sampai laju
filtrasi ginjal di bawah 15-20 ml/menit. Kemudian, pada keadaan gagal ginjal,
terjadi peningkatan proporsi kalium yang diekskresikan lewat saluran cerna. Usus
besar merupakan tempat utama regulasi ekskresi kalium di saluran cerna. Faktor-
faktor di atas membuat kadar kalium tetap normal pada keadaan-keadaan stabil,
bahkan dengan adanya insufisiensi ginjal lanjut. Meskipun demikian, dengan
adanya perburukan keadaan ginjal, asupan kalium dalam jumlah besar mungkin
tidak dapat ditangani dengan baik.10

22
Gambar 3. Regulasi kalium dalam nefron.5

Hipokalemia merupakan kondisi yang dapat disebabkan oleh gangguan renal


maupun ekstrarenal. Berbagai kelainan pada ginjal dapat menyebabkan
hipokalemia, namun penyebab yang paling sering dijumpai adalah renal tubular
asidosis (baik tipe 1 maupun tipe 2). Distal renal tubular asidosis (tipe 2) disebabkan
oleh berbagai penyakit seperti sindroma Sjorgren dan sindroma Fanconi. Kelainan
pada ginjal lainnya yang dapat menyebabkan PP antara lain sindroma nefrotik,
acute tubular necrosis, sindrom Barter, dan post ureterosigmoidostomy.

2.4. GEJALA KLINIS1,3,5


Gejala umum berupa kelemahan atau berkurangnya kekuatan otot yang
hilang timbul, dimana diantara serangan terdapat kekuatan otot yang normal.
Penderita biasanya usia lanjut. walaupun demikian pernah dilaporkan pasien
dengan usia dibawah 10 tahun. Serangan pada pasien usia muda biasanya
disebabkan penyakit lain. Frekuensi serangan sangat bervariasi. Beberapa pasien
mengalami serangan hampir tiap hari dan pada pasien lain bisa terjadi hanya

23
setahun sekali. Dan lamanya serangan biasanya hanya beberapa jam atau paling
lama sehari. Gejala biasanya muncul pada kadar kalium <2,5 mEq/L.
Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai :
 Mual dan muntah
 Diare, poliuria, fatigue
 Nyeri otot/kram dan kelemahan otot-otot skeletal
 Lokasi disekitar bahu dan pangkal paha
 Menjalar ke lengan atas dan ekstremitas bawah, atau ke otot mata dan otot
yang membantu pernafasan dan otot menelan
 Sifatnya berulang/intermiten
 Saat serangan pasien sadar, sering serangan terjadi saat pasien istirahat atau
bangun tidur
 Jarang terjadi pada pasien yang sedang olahraga, namun serangan bisa
datang justru
saat pasien istirahat sehabis berolahraga
 Faktor pencetus lain dengan diet tinggi karbohidrat, tinggi garam atau
konsumsi alkohol.
 Lama serangan biasanya tidak lebih dari 24 jam.
 Tidak ada gangguan dari sensoris ataupun kognitif yang berhubungan
dengan kadar kalium yang rendah di dalam darah
 Jantung berdebar-debar

2.5 PATOFISIOLOGI7,8
Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik dalam
tubuh, menghantarkan aliran saraf di otot, mempunyai peranan yang dominan
dalam hal eksitabilitas sel, terutama sel otot jantung, saraf, dan otot lurik. Kalium
mempunyai peran vital di tingkat sel dan merupakan ion utama intrasel. Ion ini akan
masuk ke dalam sel melalui transport aktif, yang memerlukan energi. Eksitabilitas
sel sebanding dengan rasio kadar kalium di dalam dan di luar sel. Berarti bahwa
setiap perubahan dari rasio ini akan mempengaruhi fungsi dari sel – sel yaitu tidak

24
berfungsinya membrane sel yang tidak eksitabel, dimana menyebabkan timbulnya
keluhan dan gejala yang berhubungan dengan tidak seimbangnya kadar kalium.
Periodik paralisis hipokalemi merupakan bentuk umum dari periodik paralisis yang
diturunkan secara autosomal dominan. Periodik paralisis hipokalemik terjadi
karena adanya retribusi kalium ekstraselular ke dalam cairan intraselular secara
akut tanpa defisit kalium tubuh total. Kelemahan otot terjadi karena kegagalan otot
rangka dalam menjaga potensial istirahat (resting potensial) akibat adanya mutasi
gen CACNL1A3, SCN4A, dan KCNE3, yakni gen yang mengontrol gerbang kanal
ion (voltage gated ion channel) natrium, kalsium, dan kalium pada membran sel
otot. Secara fisiologis kadar kalium intrasel dipertahankan dalam rentang nilai 120-
140 mEq/L melalui kerja enzim Na+-K+-ATPase.7,8
Kanal ion di membran sel otot berfungsi sebagai pori tempat keluar-
masuknya ion dari/ke sel otot. Dalam keadaan depolarisasi, gerbang kanal ion akan
menutup dan bersifat impermeabel terhadap ion Na+ dan K+, sedangkan dalam
keadaan polarisasi (istirahat), gerbang kanal ion akan membuka, memungkinkan
keluar-masuknya ion natrium dan kalium serta menjaga dalam keadaan seimbang.
Mutasi gen yang mengontrol kanal ion ini akan menyebabkan influks K+ berlebihan
ke dalam sel otot rangka dan turunnya influks kalsium ke dalam sel otot rangka
sehingga sel otot tidak dapat tereksitasi secara elektrik, menimbulkan kelemahan
sampai paralisis. Mekanisme peningkatan influks kalium ke dalam sel pada mutasi
gen ini belum jelas dipahami.7,8
Sampai saat ini, 30 mutasi telah teridentifikasi pada gen yang mengontrol
kanal ion. Tes DNA dapat mendeteksi beberapa mutasi; laboratorium komersial
hanya dapat mendeteksi 2 atau 3 mutasi tersering pada PPHF sehingga tes DNA
negatif tidak dapat menyingkirkan diagnosis. 7,8

2.6 KLASIFIKASI
Berdasarkan kadar kalium dalam darah6,7,8
1. Periodik paralisis hipokalemia
Merupakan suatu kelemahan dimana sering muncul pada waktu bangun pagi,
setelah beristirahat sehabis bekerja, setelah makan makanan tinggi

25
karbohidrat, atau pada iklim dingin. Paralisis dapat berlangsung beberapa jam
sampai adakalanya 2-3 hari. Kadar kalium di dalam serum dibawah 3 mEq/L.
Pada beberapa pasien yang berusia tua gejala berkembang secara progresif,
kelemahan yang muncul berupa miopati proksimal. Serangan paralisis
dimulai dengan pindahnya kalium dari ekstraseluler kedalam sel otot skelet,
sehingga kalium serum berkurang sampai 1.5 mEq/l.
Perbedaan fenotipik antara periodik paralisis hipokalemia tipe 1 (kanal
kalsium) dan periodik paralisis hipokalemia tipe 2 (kanal natrium) meliputi:
 Onset PP hipokalemia tipe 1 lebih awal ketimbang tipe 2
 Mialgia lebih banyak dijumpai pada PP hipokalemia tipe 2
 Pada biopsi otot didapatkan dominasi tubular agregat di PP hipokalemia
tipe 2 dan vakuola pada PP hipokalemia tipe 1
 PP hipokalemia 2 dapat dicetuskan oleh acetazolamid
2. Periodik paralisis hiperkalemia
PP hiperkalemia ditandai dengan kelemahan yang selalu muncul setelah
bekerja, sebagian disertai serangan miotonia dan sebagian tidak. Paralisis
tidak berlangsung lama dan kadar kalium serum lebih dari 4.2 mEq/L. Mutasi
T704M dan M1592V pada gen SCN4A merupakan penyebab dari sebagian
besar kasus.
Periodik paralisis hyperkalemia (pemeriksaan elektrofisiologi) dapat
dibedakan menjadi
 Paralisis periodik tanpa miotonia
 Paralisis periodik dengan miotonia
 Miotonia paradoksikal dengan paralisis periodik
 Miotonia paradoksikal tanpa paralisis periodik.
3. Periodik paralisis normokalemia
Periodik paralisis normokalemia merupakan varian yang paling jarang
dijumpai. Patofisiologinya belum diketahui. Serangan paralisis lebih lama
dan berat dibandingkan tipe yang lain. Kadar kalium dalam serum normal
atau sedikit menurun. Serangan tidak dipicu oleh pemberian insulin, glukose
ataupun kalium. Studi menunjukan pasien dengan PP normokalemia,

26
sebagian besar memiliki riwayat keluarga yang menderita PP hiperkalemia.
Lebih kurang 50% kasus PP normokalemia juga memiliki mutasi pada
T704AM seperti pada PP hiperkalemia.
Periodic paralisis hiperkalemi Periodic paralisis
hipokalemi
Onset Dekade pertama Decade kedua

Pemicu Istirahat sehabis latihan, dingin, Istirahat sehabis latihan,


puasa, makanan kaya kalium kelebihan karbohidrat
Waktu Kapan pun Pada saat bangun tidur pagi
serangan hari
Durasi Beberapa menit sampai beberapa Beberapa jam sampai
serangan jam beberapa hari
Keparahan Ringan sampai sedang, fokal Sedang sampai berat
serangan
Gejala Miotonia atau paramiotonia -
tambahan
Kalium Biasanya tinggi, bisa normal Rendah
serum
Gen/ ion SCN4A: Nav1.4 (sodium CACNA1S: Cav1.1 (calcium
channel channel subunit channel subunit)
KCNJ2: Kir2.1 (pottasium SCN4A: Nav1.4 (sodium
channel subunit) channel subunit)
KCNJ2: Kir2.1 (pottasium
channel subunit)

Tabel 1. Perbandingan PP hipokalemia dan hiperkalemia

27
Berdasarkan etiologi6,7,8
1. Periodik paralisis primer
Disebabkan oleh mutasi gen yang mengkode kanal klorida, kanal natrium
atau kanal kalsium pada membran serabut otot, dikelompokkan kedalam
gangguan saluran ion atau lebih sering disebut kanalopati. Perubahan kadar
kalium serum bukan defek utama pada periodik paralisis primer, hal ini
dibuktikan dengan kadar kalium yang tetap normal selama inter-iktal. Semua
bentuk periodik paralisis primer kecuali Becker myotonia kongenital (MC)
juga terkait autosomal dominan atau sporadik (paling sering muncul dari
point mutation).
Sodium channel Hiperkalemi PP
Paramyotonia kongenital
Potassium-aggravated
myotonia
Calcium channel Hipokalemik PP
Chloride channel Becker myotonia kongenital
Thomson myotonia kongenital

Tabel 2. Klasifikasi periodik paralisis primer berdasar defek kanal ion 7

2. Paralisis periodik sekunder


PP sekunder adalah berbagai kelompok periodik paralisis yang disebabkan
oleh berbagai penyakit, bukan karena faktor genetik. Keadaan yang dapat
menyebabkan periodik paralisis sekunder antara lain :
I. Paralisis periodik hipokalemik.
a. Tirotoksikosis
b. Thiazide atau loop-diuretik induced
c. Kehilangan kalium nefropati
d. Drug induced : gentamisin, karbenisilin, amfoterisin-B, tetrasiklin
terdegradasi, vitamin B12, alkohol, carbenoxolone

28
e. Hiperaldosteronisme primer atau sekunder
f. Toksisitas akut akibat konsumsi barium karbonat sebagai
rodentisida
g. Kehilangan kalium gastro-intestinal
II. Paralisis periodik hiperkalemik:
a. Gagal ginjal kronis
b. Dosis tinggi dari terapi ACE-inhibitor, gagal ginjal kronik atau
nefropati diabetik
c. Suplemen kalium jika digunakan dengan potassium sparing diuretik
(spironolactone, triamterene, amilorid) dan / atau ACE inhibitor
d. Sindrom Andersen’s cardiodysrhythmic
- Biasanya dengan hiperkalemia, tapi kadang-kadang
dengan hipokalemia atau normokalaemia.
- Terkait dengan disaritmia kardiak dan gambaran
dismorfik (hypertelorism, low set ears, hidung lebar)
e. Paralisis periodik Paramyotonia Kongenital terjadi spontan atau
dipicu oleh paparan dingin

2.7 DIAGNOSIS8,9,10
Untuk menegakkan diagnosis periodik paralisis kita harus memperhatikan
riwayat pasien, pemeriksaan klinis lengkap, pemeriksaan laboratorium sederhana,
EKG, dan EMG. Beberapa pasien juga mungkin memerlukan biopsi otot.
Anamnesis8,10
Anamnesis meliputi usia saat onset, riwayat paralisis yang berulang, riwayat
keluarga, intensitas, dan riwayat penggunaan obat sebelumnya. Pasien pada
umumnya datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak yang sifatnya
mendadak, tanpa disertai gejala lain. Kelemahan ini dialami lebih dari satu kali dan
berlangsung dalam hitungan jam sampai dengan hari. Kelemahan terutama
dirasakan lebih berat pada bagian proksimal. Pada sebagian kecil kasus, kelemahan

29
dapat melibatkan otot pernafasan sehingga menimbulkan gagal nafas yang
berakibat fatal. Kelemahan terutama muncul pada saat istirahat setelah melakukan
aktivitas fisik atau mengkonsumsi obat/makanan tertentu, hal ini membedakan PP
dengan miasthenia gravis.
Onset awal periodik paralisis hiperkalemia dan paramyotonia congenital
terutama pada usia anak-anak. Sedangkan pada periodik paralisis hipokalemia onset
serangan dijumpai pada usia 25-30 tahun. Onset awal yang muncul di atas 25 tahun
biasanya dijumpai pada periodik paralisis sekunder. Riwayat keluarga dengan
penyakit yang sama dijumpai pada 33% kasus PP primer. Riwayat keluarga dengan
penyakit yang sama harus ditanyakan setidaknya sampai 3 generasi. Riwayat
penggunaan obat sebelumnya juga harus ditanyakan, terutama penggunaan diuretik,
ACE-i, angiotensin receptor blockers, carbenoxolone, gentamicin, carbenicilin, dll.
Selain itu, riwayat penyakit sebelumnya seperti tirotoksikosis, intoksikasi alkohol,
gastroenteritis, oliguria, perdarahan post partum, dan septic abortion.
Pemeriksaan fisik8,9,10
Paralisis periodik hipokalemia (PPHi) dapat menjadi kondisi primer atau gejala dari
sindrom menyeluruh atau penyakit. Konsensus kriteria diagnostik untuk paralisis
periodik primer hipokalemia telah diterbitkan dalam Cochrane review.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
a. Refleks tendon menurun atau menghilang
b. Kelemahan anggota gerak
c. Kekuatan otot menurun
d. Rasa sensoris masih baik
e. Aritmia jantung
f. Reflek Babinski terkadang positif
g.Terjadinya spasme alis mata diantara serangan
Kriteria:
 Dua atau lebih serangan dengan kelemahan otot (serum K <3,5 mEq/L)
 Salah satu serangan kelemahan otot pada probandus dan satu serangan dari
kelemahan relatif satu dengan didokumentasikan serum K <3,5 mEq / L
 Tiga dari enam gambaran klinis / laboratorium berikut:

30
- Onset pada pertama atau kedua dekade
- Lamanya serangan (kelemahan otot yang melibatkan satu atau
lebih anggota badan) lebih dari dua jam
- Adanya pemicu (makan kaya karbohidrat sebelumnya, onset
gejala selama istirahat setelah latihan, stres)
- Perbaikan gejala dengan asupan kalium
- Riwayat keluarga kondisi genetik atau dikonfirmasi mutasi
skeletal kalsium atau kanal natrium
 Pengecualian dari penyebab lain dari hipokalemia (ginjal, adrenal, disfungsi
tiroid; asidosis tubulus ginjal, penyalahgunaan diuretik dan pencahar).
Bagi individu yang tidak memenuhi kriteria diagnostik di atas, diagnosis PPHi
primer dapat diduga jika seorang individu memiliki gejala dan tanda-tanda
berikut:
 Tonus otot menurun (keadaan normal)
 Bilateral, simetris, naik (tungkai bawah yang terkena sebelum tungkai atas)
kelumpuhan yang lebih jelas pada proksimal dibandingkan otot distal
dengan pengecualian otot kranial
 Tendon refleks yang normal atau menurun dan refleks plantar yang normal
(gerakan ke bawah dari jari kaki)
 Hipokalemia bersamaan yang biasanya dinyatakan (0,9-3,0 mmol / L)
Gejala cenderung terjadi dalam situasi berikut:
 Pada saat istirahat atau setelah aktivitas fisik yang kuat
 Pada saat bangun setelah makan tinggi karbohidrat sebelumnya
 Setelah immobilitas berkepanjangan (misalnya, dengan perjalanan jarak
jauh)
Primer paralisis periodik hipokalemik familial juga dapat dipertimbangkan
pada individu yang memiliki:
 Riwayat keluarga serangan lumpuh pada generasi sebelumnya (ayah atau
ibu, kakek atau nenek) dan pada saudara kandung
 Riwayat personal sebelumnya episode kelumpuhan spontan regresif atau
kelemahan otot akut dengan karakteristik yang disebutkan di atas.

31
Tidak ada temuan fisik yang positif pada paralisis periodik primer. Dalam
paralisis periodik sekunder, gambaran dari penyebab gangguan seperti
tirotoksikosis, kronis gagal ginjal, nefropati diabetik, akut glomerulonefritis, atau
mungkin terdapat nekrosis tubular akut. Pada paralisis periodik tirotoksik, serangan
awal paralisis periodik mungkin terjadi sebelum, selama, atau segera setelah
diagnosis tirotoksikosis. Pada beberapa pasien, yang dibawa ke dokter selama
serangan, didapatkan kelemahan otot flaksid, refleks tendon menurun, tanda
Babinski negatif, tidak terdapat defisit sensorik. Myotonia dapat ditimbulkan dari
beberapa kasus paramyotonia congenital dengan paralisis periodik hiperkalemik.
Myotonia mungkin ditandai dengan kelopak mata pada tipe hiperkalemik.

Investigasi Laboratorium2,9,10
Kadar Kalium Serum
Diantara pemeriksaan laboratorium yang penting, salah satunya yaitu kadar
kalium serum. Pada tipe periodik paralisis sekunder biasanya didapatkan kalium
serum abnormal, sedangkan paralisis periodik primer biasanya kalium serum
normal. Selama serangan, level serum kalium dapat tinggi, rendah, atau di atas atau
kisaran yang lebih rendah dari normal. Pengujian random untuk level kalium serum
dapat menunjukkan fluktuasi periodik pada paralisis periodik normokalemik.
Urinalisis, Gula darah, dll
Urinalisis, gula darah, urea darah, serum kreatinin, free T3, free T4 dan
TSH (IRMA) harus diperiksa terutama nefropati diabetik, gagal ginjal akut atau
kronis, dan tirotoksikosis. Pada paralisis periodik tirotoksik, Level TSH mungkin
sangat rendah dan hanya sesekali T3 dan T4 yang tinggi. Begitu juga fosfor
anorganik dan magnesium yang rendah pada paralisis hipokalemik periodik
sekunder.
Level CPK dan serum mioglobin
Serum CPK meningkat pada paralisis periodik primer selama atau setelah
serangan. Serum mioglobin mungkin tinggi. EKG harus selalu dilakukan untuk
menguatkan kadar serum kalium. Pada paralisis periodik Andersen’s cardio-

32
dysrhythmic, EKG dan monitor Holter mengungkapkan detak jantung tak
beraturan.
Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG pada periodik paralisis tipe hipokalemia (kadar kalium
serum <3.0 mEq/L) menunjukan adanya bradikadia, gelombang T yang mendatar,
P-R interval yang memanjang, Q-T interval yang memanjang serta tampak adanya
gelombang U.

Gambar 4. Gambaran EKG pada keadaan hipokalemia. 10

Gambaran EKG pada PP hiperkalemia dapat menunjukan adanya gambaran


gelombang T yang tinggi, gelombang P yang mendatar, kompleks QRS yang
memanjang, dan elevasi segmen S-T. Pada tahap lanjut dapat didapatkan blok
sampai dengan asistol.

33
Gambar 5. Gambaran EKG pada hiperkalemia. 10

Electromiografi (EMG)
Di antara serangan, mungkin ada fibrilasi dan compleks repetitive
discharges, meningkat pada suhu dingin dan menurun karena latihan (pada paralisis
periodik hipokalemik). Selama serangan, EMG akan menunjukkan elektrikal silent,
baik pada paralisis periodik hiperkalemik dan hipokalemik.

2.8 DIAGNOSIS BANDING6,8,10


Guillain-Barre Motor Neuron Disease Poliomielitis
Sindrom
Demielinasi Penyakit ini dapat disebabkan oleh
polineuropati akut terjadi akibat adanya virus . Agen
inflamasi (AIDP), Suatu degenerasi progresif pembawa penyakit
gangguan autoimun yang khas dari medulla ini, sebuah virus
Definisi

yang mempengaruhi spinalis, batang otak dan yang dinamakan


sistem saraf perifer, korteks serebri. sukarela poliovirus (PV),
biasanya dipicu oleh termasuk berbicara, masuk ke tubuh
proses infeksi akut. berjalan, bernapas, melalui mulut,
menelan dan gerakan menginfeksi saluran
umum tubuh. usus.

34
terjadi terjadi Merupakan
kelemahan/kelumpuhan kelemahan/kelumpuhan kelemahan tipe
Persamaan

tipe flaccid pada otot otot yang semakin lama flaccid.


akibat gangguan semakin memburuk dan
transmisi listrik pada tanpa disertai gangguan
saraf (biasanya terjadi sensoris
simetris).
-gangguan motorik -kelemahan/klumpuhan -dapat terjadi,
dapat disertai gangguan dapat berupa tipe UMN didahului oleh
sensorik, dan fungsi (spastik) dan tipe infeksi GIT lalu
otonom LMN(flaccid), menyebar ke
-terjadi didahului oleh sedangkan paralisis pmbuluh darah limfe
Perbedaan

infeksi (biasanya akibat periodic hanya tipe regional dan ke


ISPA dan infeksi GIT) LMN susunan saraf pusat.
-terdapat degenerasi -
korteks serebri, batang Kelemahan/kelumpu
otak, atau medulla han extremitas
spinalis. biasanya asimetris.

2.9 PENATALAKSANAAN8,10,11,12
Pengobatan akan bervariasi sesuai dengan tipe paralisis periodik
1. Hipokalemi
- Hindari kegiatan fisik berlebih
- Diet rendah karbohidrat dan rendah natrium
- Pemberian K melalui oral atau iv untuk penderita berat
Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral karena lebih mudah.
Pemberian 40-60 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5
mEq/L, sedangkan pemberian 135-160 mEq dapat menaikkan kadar kalium
sebesar 2,5-3,5 mEq/L.
- Monitoring

35
kadar kalium tiap 2-4 jam untuk menghindari hiperkalemia terutama
pada pemberian secara intravena.
- Pemberian K intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui vena
yang besar dengan kecepatan 10-20 mEq/jam, kecuali disertai aritmia atau
kelumpuhan otot pernafasan, diberikan dengan kecepatan 40-100
mEq/jam. KCl dilarutkan sebanyak 20 mEq dalam 100 cc NaCl isotonik.
- Acetazolamide untuk mencegah serangan.

2. Hiperkalemia
- Mengatasi hiperkalemia dengan cara pemberian kalsium (IV)
- Untuk serangan akut : kalsium glukonate (1-2 g)-à IV. Jika tidak berhasil
setelah beberapa menit berikan glukosa (IV) atau glukosa dan insulin dan
hydrochlorothiazide (untuk menurunkan kadar kalium dalam darah).
- Memacu masuknya kembalikalium dari ekstrasel ke interasel:
i. Pemberian insulin 10 unit dalam glkosa 40%, 50 ml (IV), lalu diikuti
peberian dextrose 5 % untuk cegah hipoglikemia
ii. Pemberian natrium bikarbonat (50 meq/ IV) yang akan meningkatkan
PH sistemik merangsang ion H ke luar dar intrasel, yang selanjutnya
aka digantkkan oleh ion K
iii. Pemberan alpha 2 agonis yang akan merangsang pompa Na-K-ATPase,
kalium masuk ke dalam sel (albuterol, 10-20 mg)
- Mengeluarkan kelebihan kalium tubuh:
a. Diuretic: hydrochlorothiazide (about 0.5g daily), untuk menjaga agar
kalium serum K di bawah 5 meq/L (tapi hati-hati penggunaannya,
jangan sampai menyebabkan hipokalemia)
b. Hemodialisa

2.10 PROGNOSIS.1,11
Prognosis pada periodik paralisis bervariasi dimana pada pasien yang tidak
mendapatkan terapi kuat maka akan didapatkan kelemahan anggota badan bagian
proksimal yang menetap, dimana aktivitas dapat dibatasi. Kebanyakan kasus akan

36
membaik dengan terapi, sementara pada kasus yang lain mengalami kelemahan
yang progresif. Serangan yang sering berulang akan mengakibatkan kelemahan
yang progresif dan menetap walaupun diluar serangan. Meskipun jarang terjadi
kematian akibat kelumpuhan otot-otot napas atau gangguan konduksi jantung. Pada
kasus hiperkalemik periodik paralisis dan paramyotonia kongenital dimana tidak
didapatkan adanya kelemahan, maka kelainan ini biasanya tidak mengganggu
pekerjaan sedangkan pada hipokalemik periodik paralisis, pasien yang tidak diobati
bisa mengalami kelemahan proksimal menetap, yang bisa mengganggu aktivitas.
Beberapa kematian sudah dilaporkan, dimana paling banyak diakibatkan aspirasi
pneumonia atau ketidakmampuan membersihkan sekresi.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Sripati N. Periodic Paralyses.2016. [Updated : March 24,2016; Cited :


May,01,2017]. Available from : http / Emedicine. Medscape. Com / article /
1171678. overview
2. Amato AA, Russel JA. Neuromuscular Disorders. New York: The McGraw-
Hill Companies; 2008.
3. Anonym. Hypokalemic Periodic Paralysis : A Rare Presenting
Manifestation. 2015. [Updated : April 2015; Cited : May 02,2017]. Available
from : www.jofem.org/index.php/jofem/article/view/272/334 vol 5, number
1-2.pages 196-198
4. Baehr M, Frotscher M. Duus” Topical Diagnostic in Neurology”. New York
: Thieme Stutgart; 2005
5. Gilroy J. Muscle disease. Basic neurology. New York: McGraw-Hill
Companies; 2000. p. 638-41.
6. Suresh B. Thyrotoxoc Periodic Paralysis. 2011. British Jurnal of Medical
Practitioners, September 2011. Vol 4, Number 03. Http :
www.bjmp.org/files/2011-4-3/bjmp-2011-4-3-a430.pdf
7. Pardede SO, Fahriani R. Paralisis Periodik Hipokalemik Familial. CDK.
2012;39(10):727-30.
8. Venance SL, Cannon SC, Fialho D, Fontaine B, Hanna MG, Ptacek LJ, et al.
The primary periodic paralyses: diagnosis, pathogenesis and treatment. Brain.
2006;129:8-17.
9. Vijayakumar A, Ashwath G, Thimmappa D. Thyrotoxic Periodic Paralysis:
Clinical Challenges. Journal of Tyroid Research. 2014;3:1-5.
10. Sumantri S. Pendekatan diagnostik hipokalemia. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia2009.
11. Ahlawat SK, Sachdev A. Hypokalaemic paralysis. Postgrad Med J.
1999;75:103-7.
12. Soule BR, Simone NL. Hypokalemic Periodic Paralysis: a case report and
review of the literature. Cases Journal. 2008;1:256-61.

38
39

Anda mungkin juga menyukai