Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

SPONDILITIS TUBERKULOSIS

Oleh:
Dita Azzahra Maso, S.Ked
712019082

Pembimbing:
dr. Yuli Amuntiarini, Sp.A, M. Kes

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Referat berjudul
SPONDILITIS TUBERKULOSIS

Dipersiapkan dan disusun oleh


Dita Azzahra Maso, S.Ked
712019082

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
kegiatan Kepaniteraan Klinik SeniorFakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Maret 2020


Dosen Pembimbing

dr. Yuli Amuntiarini, Sp.A, M.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah swt, zat Yang Maha Kuasa dengan segala
keindahan-Nya, zat Yang Maha Pengasih dengan segala kasih sayang-Nya, yang
terlepas dari segala sifat lemah semua makhluk.
Alhamdulillah berkat kekuatan dan pertolongan-Nya penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Spondilitis Tuberkulosis”sebagai salah
satu syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik SeniorFakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang di Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
Dalam penyelesaian referat ini, penulis mendapat bantuan, bimbingan dan
arahan maka dari itu kesempatan ini penulis menyampaikanterima kasih kepada
dr. Yuli Amuntiarini, Sp.A, M.Kes selaku dosen pembimbing.
Semoga Allah swt membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Penulis
menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, karena kesempurnaan itu
hanya milik Allah. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang.

Palembang, Maret 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ..................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .........................................................................................1
1.2.Maksud dan Tujuan ..................................................................................2
1.3.Manfaat .....................................................................................................2
1.3.1 Manfaat Teoritis .............................................................................2
1.3.2Manfaat Praktis ................................................................................2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1.Definisi Spondilitis Tuberkulosis ..............................................................3
2.2 Epidemiologi Spondilitis Tuberkulosis ....................................................3
2.3.Etiologi Spondilitis Tuberkulosis..............................................................4
2.4.Klasifikasi Spondilitis Tuberkulosis .........................................................4
2.5.Patogenesis Spondilitis Tuberkulosis ........................................................5
2.6.Manifestasi Klinis Spondilitis Tuberkulosis .............................................8
2.7Diagnosis Banding Spondilitis Tuberkulosis ...........................................10
2.8.Pemeriksaan PenunjangSpondilitis Tuberkulosis ...................................12
2.9.Tatalaksana Spondilitis Tuberkulosis .....................................................14
2.10.Komplikasi Spondilitis Tuberkulosis ....................................................16
2.11.Prognosis Spondilitis Tuberkulosis .......................................................17

BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN


3.1.Kesimpulan .............................................................................................18
3.2.Saran .......................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................20

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi berdasarkan GATA .................................................................4


Tabel 2. Klasifikasi Pott’s Paraplegia ....................................................................10
Tabel 3. Deferensial Diagnosis Karena Piogenik, Spondilitis TB,
Brucellar dan Metastatic ..........................................................................11
Tabel 4. Obat Tuberkulosis, dosis dan efek samping ............................................14

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Algoritma Tatalaksana Spondilitis TB dengan Komplikasi


Neurologi ...............................................................................................16

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam dekade terakhir ini terjadi peningkatan prevalensi TB yang cukup
signifikan. Indonesia merupakan negara dengan prevalensi TB terbesar nomor
dua setelah India. Peningkatan ini termasuk meningkatnya prevalensi
manifestasi TB ekstra paru di seluruh dunia termasuk dinegara-negara Eropa.1
Salah satu contoh TB ekstra paru adalah spondilitis tuberkulosis. Insiden
spondilitis TB masih sulit ditetapkan, sekitar 10% dari kasus TB
ekstrapulmonar merupakan spondilitis TB dan 1,8% dari total kasus TB.2
Spondilitis tuberkulosis adalah infeksi pada tulang belakang yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Indonesia adalah
penyumbang terbesar ketiga setelah India dan China yaitu dengan
penemuankasus baru 583.000 orang pertahun, kasus TB menular 262.000
orang dan angka kematian 140.000 orang pertahun.Kejadian TB
ekstrapulmonal sekitar 4000 kasus setiap tahun di Amerika, tempat yang
paling sering terkena adalah tulang belakang yaitu terjadi hampir setengah dari
kejadian TB ekstrapulmonal yang mengenai tulang dan sendi.Tuberkulosis
ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25%-30% anak yang terinfeksi TB. TB
tulang dan sendi terjadi pada 5%-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak
terjadi dalam 1 tahun, namun dapat juga 2-3 tahun kemudian.2 Gejala yang
ditimbulkan antara lain demam, keringat terutama malam hari, penurunan
berat badan dan nafsu makan, terdapat masa di tulang belakang, kifosis,
kadang-kadang berhubungan dengan kelemahan dari tungkai dan paraplegi.
Komplikasi spondilitis TB dapat mengakibatkan morbiditas yang cukup
tinggi yang dapat timbul secara cepat ataupun lambat. Paralisis dapat timbul
secara cepat disebabkan oleh abses, sedangkan secara lambat oleh karena
perkembangan dari kifosis, kolap vertebra dengan retropulsi dari tulang dan
debris. Pengobatan medikamentosa atau kombinasi antara medis dan bedah
dapat mengendalikan penyakit spondilitis tuberkulosis pada beberapa pasien.2

1
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan referat ini adalah sebagai berikut.
1. Diharapkan dokter muda dapat memahami setiap kasus spondilitis
tuberkulosis.
2. Diharapkan adanya pola berpikir kritis setelah dilakukan diskusi mengenai
materi spondilitis tuberkulosis.
3. Diharapkan dokter muda dapat mengaplikasikan pemahaman yang didapat
mengenai kasus spondilitis tuberkulosis selama menjalani kepaniteraan
klinik dan seterusnya.

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
1) Bagi Institusi
Diharapkan referat ini dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan dan
sebagai tambahan referensi dalam bidang ilmu kesehatan anak
terutama mengenaispondilitis tuberkulosis.
2) Bagi Akademik
Diharapkan referat ini dapat dijadikan landasan untuk penulisan
karya ilmiah selanjutnya.

1.3.2 Manfaat Praktis


Diharapkan agar dokter muda dapat mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh dari referat ini dalam kegiatan kepaniteraan klinik senior
(KKS) dan diterapkan di kemudian hari dalam praktik klinik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Spondilitis Tuberkulosis


Spondilitis Tuberkulosis merupakan suatu infeksi yang kronis
danprogresif dan selalu bersifat sekunder dari infeksi primer tuberkulosis
padabagian tubuh yang lain. Infeksi ini mendestruksi tulang vertebra pada
bagiananterior yang kemudian disertai dengan osteoporosis regional.
Denganmeluasnya infeksi, regenerasi dari tulang baru tidak dapat terjadi dan
padasaat yang bersamaan menyebabkan avaskularisasi dari tulang,
sehinggamembentuk tuberculous sequestrae khususnya pada segmen vertebra
yangsering terkena, yaitu segmen torakal.3Spondilitis tuberkulosa dikenal
juga sebagai penyakit Pott. Nama Pott merupakan penghargaan bagi Pervical
Pott seorang ahli bedah berkebangsaan Inggris yang pada tahun 1879 yang
mendeskripsikan mengenai penyakit tersebut. Penyakit ini merupakan
penyebab paraplegia (kelumpuhan) terbanyak setelah trauma, dan banyak
dijumpai di Negara berkembang. Spondilitis paling sering ditemukan pada
vertebra T8 – L3 dan paling jarang pada vertebra C1 – 2.4

2.2 Epidemiologi Spondilosis Tuberkulosis


Dalam laporan WHO tahun 2013 diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus
TB pada tahun 2012 di mana 1,1 juta (13%) diantaranya adalah merupakan
TB dengan HIV positif. Data dari WHO di tahun 2015 menyatakan
diperkirakan di Indonesia prevalensi tuberkulosis mencapai 647 per 100.000
penduduk, dan sekitar 10 persennya merupakan tuberkulosis ekstra paru. Satu
hingga lima persen penderita tuberkulosis mengalami TB osteoartikuler, dan
separuhnya adalah spondilitis tuberkulosis.
Data yang tercatat di RSUD Dr. Soetomo pada tahun 2015 didapatkan
penderita tuberkulosis berjumlah 1047 dengan kasus spondilitis tuberkulosis
tercatat 74 kasus dengan 39 penderita laki-laki dan 35 orang wanita. Pada
spondilitis tuberkulosis umumnya melibatkan vertebra torakal dan

3
lumbosakral. Vertebra torakal bawahmerupakan daerah paling banyak terlibat
(40–50%), vertebralumbal merupakan tempat kedua terbanyak (35–45%),
dansekitar 10% kasus melibatkan vertebra servikal.1

2.3 Etiologi Spondilitis Tuberkulosis


Mikroorganisme penyebab tuberkulosis pada manusia adalah
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri Mycobacterium tuberculosis merupakan
bakteri pleomorfik, batang gram positif lemah dengan panjang 2-4 μm.
Mikobakteria bersifat tahan asam, yaitu mampu membentuk kompleks
mikolat stabil dengan pewarna arylmethane.6 Sebagian besar dinding kuman
terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomannan.
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol)
sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering
maupun dalam keadaan dingin. Hal ini terjadi karena kuman berada dalam
sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi.7

2.4 Klasifikasi Spondilitis Tuberkulosis1,8


Spondilitis tuberkulosis diklasifikasikan oleh Gulhane Askeri Tip
Akademisi (GATA) berdasarkankriteria klinis dan radiologis antara lain:
formasi abses,degenerasi diskus, kolaps vertebra, kifosis, angulasi
sagital,instabilitas vertebra, dan defisit neurologis.

4
Tabel 1.Klasifikasi berdasarkan GATA1,8
Tipe Lesi Tatalaksana
IA Lesi vertebra dengan degenerasi Biopsi perkutan, kemoterapi
diskus 1 segmen, tanpa kolaps, abses
maupun defisit neurologis
IB Cold abses, degenerasi diskus 1 atau Drainase abses, debridement
lebih, tanpa kolaps ataupun defisit anterior/posterior
neurologis
II Kolaps vertebra, cold abses, kifosis, Debridement dan fusi anterior
deformitas stabil, dengan atau tanpa Dekompresi jika terdapat defisit
defisit neurologis, angulasi sagital neurologis, Tandur strut kortikal
<20o untuk fusi
III Kolaps vertebra berat, cold abses , Sesuai no II dengan ditambah
kifosis berat, deformitas tidak stabil, intrumentasi anterior atau
dengan atau tanpa defisit neurologis, posterior
angulasi sagital 20o

2.5 Patogenesis Spondilitis Tuberkulosis


Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB, karena
ukuran bakteri sangat kecil 1-5 μ, kuman TB yang terhirup mencapai alveolus
dan segera diatasi oleh mekanisme imunologis nonspesifik. Makrofag
alveolus akan memfagosit kuman TB dan sanggup menghancurkan sebagian
besar kuman TB. Pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu
menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang-biak, akhirnya akan
menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni
di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut
fokus primer Ghon.2
Diawali dari fokus primer kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju ke kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai
saluran limfeke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya
inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis)
yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar
limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus
primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal.
Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe

5
regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang
(limfangitis).2
Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan
rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman
tumbuh hingga mencapai jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas selular. Pada saat terbentuk kompleks primer, infeksi TB primer
dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuk hipersensitivitas
terhadap protein tuberkulosis, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji
tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah
kompleks primer terbentuk, imunitas selular tubuh terhadap TB telah
terbentuk.2
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat
terjadi penyebaran limfogendan hematogen. Pada penyebaran limfogen,
kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer
sedangkan pada penyebaran hematogen kuman TB masuk ke dalam sirkulasi
darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah
yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.2
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread), kuman TB
menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai
organ di seluruh tubuh. Organ yang dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama
apeks paru atau lobus atas paru.2
Infeksi tuberkulosis pada tulang vertebra terjadi akibat infeksi sekunder
dari infeksi primer di bagian tubuh lainnya. Cara penyebaran utama bakteri
kebagian tulang vertebra adalah melalui aliran darah pada arteri maupun
vena.Oleh sebab itu spondilitis TB disebut sebagai blood-borne disease
dimanapenyebaran terjadi secara hematogen.
Pada awal infeksi, akan terjadi destruksi tulang vertebra bagian anterior
atau korpus vertebra yang disebut dengan proses osteolysis lokal dan disertai
dengan osteoporosis regional. Kemudian infeksi akan menyebar dan terjadi

6
avaskularisasi sehingga pada saat yang bersamaan produksi tulang baru
terhambat. Tuberculous sequestra akhirnya terbentuk pada segmen tulang
vertebra yang terinfeksi. Secara perlahan jaringan tuberculous sequestra ini
akan mulai mempenetrasi dinding tipis dari bagian tulang vertebra sehingga
terbentuk yang disebut dengan abses paravertebra. Abses paravetebra akan
menyebar ke arah muskulus psoas. Akan tetapi, abses ini akan menunjukkan
tanda-tanda inflamasi yang minimal, oleh sebab itu abses ini sering dikenal
sebagai “cold abcess”.Infeksi tersebut kemudian akan menjalar ke tulang
vertebra lainnya secara anterior maupun posterior melalui ligamen
longitudinal. Diskus intervertebralis tidak dapat terinfeksi sebab tidak ada
aliran vaskular yang melaluinya. Akan tetapi diskus intervertebralis secara
perlahan akan terdesak oleh jaringan granulasi tuberkulosis dan menjadi
hancur.
Pada anak-anak, diskus intervertebralis dapat terinfeksi oleh sebab masih
adanya aliran vaskular yang melalui diskus intervertebralis. Ketika infeksi
menyerang tulang vertebra beserta dengan diskus intervertebralis, maka
penyakit tersebut bukan disebut sebagai spondilitis, akan tetapi disebut
sebagai spondylodiscitis. Oleh karena destruksi tulang terjadi pada bagian
anterior tulang vertebra, maka secara progresif terjadi kolaps dari tulang
vertebra pada regio anterior sehingga membuat postur tidak normal pada
penderitanya, dimana wedging pada tulang vertebra sisi anterior terjadi dan
membentuk angulasi dan gibbus. Maka secara klinis, pasien akan datang
dengan postur bungkuk atau yangdikenal sebagai postur kifosis.
Ketika terjadi kolaps pada tulang vertebra dan penjepitan diskus
intervertebralis, maka struktur yang berada di dalam foramen vertebralis,
yaitu medulla spinalis akan tertekan sehingga akan tampak keluhan
neurologis. Keluhan neurologis oleh karena penekanan mekanik
terhadapmedulla spinalis yang paling sering ditemukan pada penderita
spondilitis TB adalah paraplegia.3

7
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra, dikenal beberapa
bentuk spondilitis:9
1. Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di
bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral).
Banyakditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi,
iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal.
2. Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga
disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini
sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe
lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat
terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di
temukan di regio torakal.
3. Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di
atas dan di bawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya
scalloped karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk
baji). Pola ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang
ditransmisikan melalui abses prevertebral di bawah ligamentum
longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai darah
vertebral.
4. Bentuk atipikal
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak
dapat diidentifikasikan. Termasuk di dalamnya adalah tuberkulosa spinal
dengan keterlibatan lengkung saraf saja dan granuloma yang terjadi di
canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel,
lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada
di sendiintervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan
elemen posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2% -
10%.

8
2.6 Manifestasi KlinisSpondilitis Tuberkulosis
Diagnosis dini spondilitis TB sulit ditegakkan dan sering disalahartikan
sebagai neoplasma spinal atau spondilitis piogenik lainnya. Ironisnya,
diagnosis biasanya baru dapat ditegakkan pada stadium lanjut, saat sudah
terjadi deformitas tulang belakang dan defisit neurologis. Secara klinis gejala
dari tuberkulosa tulang dan sendi adalah non-spesifik dan secara klinis sering
lamban, sehingga sering menimbulkan keterlambatan yang signifikan dalam
mendiagnosis dan yang dihasilkan adalah destruksi tulang dan sendi.1
Manifestasi klinis spondilitis TB termasuk nyeri lokal, nyeri tekan lokal,
kekakuan, kejangotot, cold abcess, gibbus, dan kelainan bentuk tulang
belakang yang menonjol.10Pada fase aktif pasien menunjukkan gejala
malaise, penurunan berat badan, keringat malam, kenaikan suhu di sore hari.
Nyeri punggung belakang dan kaku saat bergerak bisa sebagai keluhan awal
penyakit, terutama apabila didapatkan deformitas kifosis yang terlokalisir dan
nyeri bila dilakukan perkusi. Didapatkan juga spasme otot di paraspinal yang
melibatkan otot di sekeliling vertebra. Nyeri ini berkurang saat istirahat atau
tidur, tetapi nyeridapat muncul karena pergerakan diantara permukaanyang
inflamasi disebut dengan typical night cries.
Apabila sudah ditemukan deformitas berupa kifosis, maka patogenesis TB
sudah berjalan selama kurang lebih tiga sampai empat bulan. Rasa nyeri dan
pembengkakan lokal merupakan gejalayang sering dikeluhkan.
Defisit neurologis terjadi pada 12–50% penderita. Defisit yang mungkin
antara lain: paraplegia, paresis,hipestesia, nyeri radikular dan atau sindrom
kauda equina. Nyeri radikuler menandakan adanya gangguan pada radiks
(radikulopati).
Spondilitis TB servikal jarang terjadi, namun manifestasinya lebih
berbahaya karena dapat menyebabkan disfagia dan stridor, tortikollis, suara
serak akibat gangguann. laringeus. Jika n. frenikus terganggu,
pernapasanterganggu dan timbul sesak napas (disebut juga Millarasthma).
Umumnya gejala awal spondilitis servikal adalah kaku leher atau nyeri leher
yang tidak spesifik. Nyeri localdan nyeri radikular disertai gangguan motorik,

9
sensorikdan sfingter distal dari lesi vertebra akan memburuk jikapenyakit
tidak segera ditangani. Pasien-pasien dengan penyakit di daerah
vertebratorakal akan menimbulkan paraparesis atau paraplegi yang sering
disebut dengan Pott’s paraplegia.
Insidenparaplegia pada spondilitis TB (Pott’s paraplegia),
sebagaikomplikasi yang paling berbahaya, hanya terjadi pada 4–38%
penderita. Pott’s paraplegia dibagi menjadi duajenis: paraplegia onset cepat
(early-onset) dan paraplegiaonset lambat (late-onset).10 Paraplegia onset
cepat terjadisaat akut, biasanya dalam dua tahun pertama. Paraplegiaonset
cepat disebabkan oleh kompresi medula spinalisoleh abses atau proses
infeksi. Sedangkan paraplegia onsetlambat terjadi saat penyakit sedang
tenang, tanpa adanyatanda-tanda reaktifasi spondilitis, umumnya
disebabkanoleh tekanan jaringan fibrosa/parut atau tonjolan-tonjolantulang
akibat destruksi tulang sebelumnya. Gejala motoricbiasanya yang lebih
dahulu muncul karena patologi terjadidari anterior, sesuai dengan posisi
motoneuron di kornuanterior medula spinalis, kecuali jika ada
keterlibatanbagian posterior medula spinalis, keluhan sensorik biaslebih
dahulu muncul.1

Tabel 2. Klasifikasi Pott’s Paraplegia


Stadium Gambaran Klinis
1. Tidak terdeteksi/ Pasien tidak sadar akan gangguan neurologis, klinisi
terabaikan menemukan adanya klonus pada estensor plantaris
(negligible) dan pergelangan kaki
2. Ringan Pasien menyadari adanya gangguan neurologis,
tetapi masih mampu berjalan dengan bantuan
3. Moderat Tidak dapat berpindah tempat (non-ambulatorik)
karena kelumpuhan (dalam posisi ekstensi) dan
defisit sensorik di bawah 50 persen
4. Berat Stadium III dengan kelumpuhan dalam posisi fleksi,
defisit sensorik diatas 50 dan gangguan sfingter

10

Anda mungkin juga menyukai