Latar belakang
Fraktur basis kranii adalah fraktur yang melibatkan struktur dari Fossa kranii
anterior, media, dan posterior. Insidensi terjadinya fraktur basis kranii terjadi pada
4% kejadian pada cedera kepala, dan 7-16% pada cedera kepala tertutup.1 Fossa
kranii anterior menjadi lokasi paling sering yaitu sekitar 50% dan selanjutnya yaitu
pada fossa kranii media (30%), dan terakhir fossa kranii posterior sebanyak
20%.1,2,3
Fraktur basis Cranii/Basilar Skull Fracture (BSF) merupakan fraktur akibat
benturan langsung di sekitar dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid,
supraorbita), transmisi energy yang berasal dari benturan pada wajah atau
mandibula, atau efek “remote” dari benturan pada kepala (“tekanan gelombang”
yang dipropagasi dari titik benturan atau perubahan bentuk tengkorak).1,2
Pasien dengan fraktur basis Cranii (fraktur pertrous os temporal) dijumpai
dengan otorrhea dan memar pada mastoids (battle sign). Penampakan fraktur basis
Cranii fossa anterior ditandai dengan adanya Rhinorrhea dan memar di sekitar
palpebra (raccoon eyes).Kehilangan kesadaran dan Glasgow Coma Scale dapat
bervariasi, tergantung pada kondisi patologis intrakranial. Untuk penegakan
diagnosis fraktur basis Cranii, diawali dengan pemeriksaan neurologis lengkap,
1
analisis laboratorium dasar, diagnostic untuk fraktur dengan pemeriksaan
radiologis.1,2,3
Penanganan korban dengan cedera kepala diawali dengan memastikan
bahwa airway, breathing, circulation bebas dan aman. Banyak korban cedera
kepala disertai dengan multiple trauma dan penanganan pada pasien tersebut tidak
menempatkan penanganan kepala menjadi prioritas, resusisati awal dilakukan
secara menyeluruh.1,2
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Gambar 1
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis Craniii. Tulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang. Fosaa kranii ini dibentuk oleh 6
tulang yaitu, sepasang frontal, ethmoid, sphenoid.3,4
Basis cranii memiliki bentuk yang tidak rata sehingga dapat melukai
bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.
Rogga tengkorak dasar dibagi atas 3 fossa yaitu : fossa cranii anterior, Fossa
cranii media, fossa cranii posterior. 3,4
3
Gambar 2
Sekitar 70% fraktur basis Cranii berada pada daerah anterior, meskipun
kalvaria tengah adalah bagian terlemah dari basis Cranii namun hanya 20%
fraktur yang ditemukan dan sekitar 5% fraktur pada daerah posterior. 3,4
Fossa crania anterior : Melindungi lobus frontal cerebri, dibatasi di
anterior oleh permukaan dalam os frontale, batas superior adalah ala minor
ossis spenoidalis. Dasar fossa dibentuk oleh pars orbitalis ossis frontale di
lateral dan oleh lamina cribiformis os etmoidalis di media. Permukaan atas
lamina cribiformis menyokong bulbus olfaktorius, dan lubang-lubang halus
pada lamini cribrosa dilalui oleh nervus olfaktorius. 3,4
Pada fraktur fossa Cranii anterior, lamina cribrosa os etmoidalis dapat
cedera. Keadaan ini dapat menyebabkan robeknya meningeal yang menutupi
mukoperiostium. Pasien dapat mengalami epistaksis dan terjadi rhinnore
atau kebocoran CSF yang merembes ke dalam hidung. Fraktur yang
mengenai pars orbita os frontal mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva
(raccoon eyes atau periorbital ekimosis) yang merupakan salah satu tanda
klinis dari fraktur basis cranii fossa anterior. 3,4
Fossa Cranii media :Terdiri dari bagian medial yang dibentuk oleh corpus
os sphenoidalis dan bagian lateral yang luas membentuk cekungan kanan
dan kiri yang menampung lobus temporalis cerebri. Di anterior dibatasi oleh
ala minor os sphenoidalis dan terdapat canalis opticus yang dilalui oleh
n.opticus dan a.oftalmica, sementara bagian posterior dibatasi oleh batas atas
pars petrosa os temporal. Dilateral terdapat pars squamous pars os temporal.
Fissura orbitalis superior, yang merupakan celah antara ala mayor dan minor
os sphenoidalis dilalui oleh n.lacrimalis, n.frontale, n.trochlearis,
n.occulomotorius dan n.abducens. Fraktur pada basis cranii fossa media
sering terjadi, karena daerah ini merupakan tempat yang paling lemah dari
basis Cranii. Secara anatomi kelemahan ini disebabkan oleh banyaknya
foramen dan canalis di daerah ini. Cavum timpani dan sinus sphenoidalis
merupakan daerah yang paling sering terkena cedera. Bocornya CSF dan
keluarnya darah dari canalis acusticus externus sering terjadi (otorrhea). N.
craniais VII dan VIII dapat cedera pada saat terjadi cedera pada pars
perrosus os temporal. N. cranialis III, IV dan VI dapat cedera bila dinding
2.2. Definisi
Tengkorak adalah kerangka tulang kepala. Tengkorak terdiri dari dua
bagian yang terpisah: tengkorak dan rahang bawah. Mandibula adalah rahang
bawah atau rahang, dan tempurung kepala adalah sisa tengkorak. Mandibula
adalah satu-satunya bagian dari tengkorak yang tidak bergabung dengan
sutura.1,3
Tengkorak bertanggung jawab untuk berbagai macam fungsi penting
termasuk: mendukung struktur wajah (seperti hidung dan mata), membentuk
jarak antara mata, membentuk posisi telinga untuk membantu otak
menentukan arah dan jarak suara dan menjaga serta membentuk
rongga/cavitas otak. 1,3,6
Fraktur berarti bahwa telah ada kerusakan baik satu atau lebih tulang
pada tengkorak. Meskipun dalam hal ini sangat menyakitkan, ancaman yang
lebih besar adalah bahwa membran, pembuluh darah, dan bahkan otak, yang
berada di dalam tengkorak dapat terlindungi.Fragmen kecil dari tengkorak
juga bisa pecah dan menyebabkan kerusakan tambahan pada otak. Selain itu,
energi yang dipakai dalam benturan tengkorak bisa melukai jaringan otak. 7
Fraktur tulang tengkorak dapat diklasifikasikan dalam salah satu dari
dua cara, baik dengan jenis cedera yang diderita atau lokasi dari cederanya.
Sebuah fraktur tengkorak basilar terjadi di dasar tengkorak. Ini adalah cedera
yang sangat jarang terjadi hanya dalam 4% dari semua kasus fraktur. Fraktur
ini pada dasarnya adalah fraktur linear, atau retak garis lurus di dasar
tengkorak. Patah tulang tengkorak basilar bisa sangat berbahaya karena
batang otak dapat terluka, yang antara lain mengirimkan pesan dari otak ke
sumsum tulang belakang. Jika otak atau batang otak terluka maka kematian
seringkali sangat mungkin terjadi.8,9
Fraktur basis Cranii terjadi karena adanya trauma tumpul yang
menyebabkan kerusakan pada tulang dasar tengkorak. Ini sering dikaitkan
dengan perdarahan di sekitar mata (raccoon eyes) atau di belakang telinga
(Battle sign). Garis fraktur dapat meluas ke sinus wajah yang
memungkinkan bakteri dari hidung dan mulut untuk masuk keadalam dan
kontak dengan otak, menyebabkan infeksi yang potensial. 8,9
2.3. Epidemiologi
Fraktur basis Cranii merupakan salah satu fraktur pada area kepala dan
leher yang sulit untuk dievaluasi dan diobatai. Fraktur ini didefinisikan
sebagai fraktur linear dasar tengkorak, dan biasanya frakturnya banyak pada
wajah dan meluas kedasar tengkorak. Sinus sphenoid, foramen magnum, os
temporal dan sphenoidal adalah daerah yang paling umum terjadi patahan.
Sekitar 2 juta cedera kepala yang terjadi di Amerika Serikat. Kasus ini
adalah salah satu penyebeb utama kecacatan dan kematian pada anak.
Kecelakaan kendaraan bermotor adalah penyebab utama dari trauma ini
yang ada dinegara-negara industri. Persentase cedera kepala dan leher yang
terjadi adalah 1/3 dari kecelakaan kendaraan bermotor, dengan 28% kasus
fraktur ada pada kepala dan leher. 1,8,9
Fraktur basis Cranii terjadi sekitar 20-24% dari semua kasus cedera
kepala. Pada studi retrospective yang dilakukan oleh Behbahani dkk pada
tahun 2013, mengatakan bahwa dalam hal ini kejadian fraktur basis Cranii
hanya terdapat 2% dari seluruh kasus kejadian trauma. Dalam sebuah studi
dari Behbahani et al in 2013, sebuah studi retrospektif tentang trauma
kepala. Mereka menemukan bahwa dari 1060 pasien dengan trauma kepala.
965 pasien mengalami fraktur tulang kepala dengan 220 diantaranya
frakturnya berada pada dasar tengkorak. Dari 220 fraktur ini diantaranya 78
fraktur os temporal, 47 orbital superior, 44 sphenoid, 30 os occipitalis, 21
ethmoidal, dan 2 clivus. 8,9
2.4. Patofisiologi
Fraktur basis cranii merupakan fraktur akibat benturan langsung pada
daerah- daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita);
transmisi energy yang berasal dari benturan pada wajah atau mandibula, atau
efek “remote” dari benturan pada kepala (“gelombang tekanan” yang
dipropagasi dari titik benturan atau perubahan bentuk tengkorak). 8,9,10
Tipe dari fraktur basis cranii yang parah adalah jenis ring fracture,
karena area ini mengelilingi foramen magnum, apertura di dasar tengkorak
di mana spinal cord lewat. Ring fracture komplit biasanya segera berakibat
fatal akibat cedera batang otak. Ring fracture in komplit lebih sering
dijumpai (Hooper et al. 1994). Kematian biasanya terjadi seketika karena
cedera batang otak disertai dengan avulsi dan laserasi dari pembuluh darah
besar pada dasar tengkorak. 10
Fraktur basis Cranii telah dikaitkan dengan berbagai mekanisme
termasuk benturan dari arah mandibula atau wajah dan kubah tengkorak,
atau akibat beban inersia pada kepala (sering disebut cedera tipe whiplash).
Terjadinya beban inersia, misalnya, ketika dada pengendara sepeda motor
berhenti secara mendadak akibat mengalami benturan dengan sebuah objek
misalnya pagar. Kepala kemudian secara tiba tiba mengalami percepatan
gerakan namun pada area medulla oblongata mengalami tahanan oleh
foramen magnum, beban inersia tersebut kemudian meyebabkan ring
fracture.Ring fracture juga dapat terjadi akibat ruda paksa pada benturan
tipe vertikal, arah benturan dari inferior diteruskan ke superior (daya
kompresi) atau ruda paksa dari arah superior kemudian diteruskan ke arah
occiput atau mandibula.10,11
Huelke et al. (1988) menyelidiki sebuah pandangan umum bahwa
fraktur basis Cranii akibat hasil dari benturan area kubah kranial. Kasus
benturan pada area kubah non-kranial, yang terjadi dalam berbagai jenis
kecelakaan kendaraan bermotor, telah didokumentasikan.Para peneliti
menemukan fraktur basis Cranii juga bisa disebabkan oleh benturan pada
area wajah saja. 10,11
Pada studi eksperimen berdasarkan pengujian mayat, Gott et al.(1983)
meneliti secara rinci tengkorak dari 146 subjek yang telah mengalami
benturan/ruda paksa pada area kepala. Dari 45 kasus fraktur tengkorak
diamati secara rinci, terdapat 22 BSF pada grup ini. Penyebab dari kasus
tersebut disebabkan oleh ruda paksa pada area frontal (5 kasus), daerah
Temporo-parietal tengkorak (1 kasus), seluruh wajah (2 kasus) dan berbagai
jenis ruda paksa kepala lainnya (14 kasus). 2,10,11
Saat memeriksa respon leher akibat beban daya regang aksia, Sances
et al. (1981) mengamati BSF tanpa kerusakan ligamen melalui analisa quo-
statistic didapatkan 1780N sementara dan 3780N tampak utuh pada area
leher, kepala dan tulang belakang. Beberapa peneliti mengamati complex
kepala-leher terhadap ruda paksa dari arah superior-inferior. Secara umum,
menunjukkan bahwa lokasi fraktur tengkorak hasil dari ruda paksa langsung.
Ketika area kepala terlindungi, leher menjadi wilayah yang paling rentan
terhadap cedera pada tingkat kekuatan di atas 4 kN (Alem et al 1984). Para
peneliti menguji 19 cadaver dalam posisi supine dan hanya mampu
menghasilkan BSF tunggal. Fraktur basis Cranii membutuhkan durasi yang
rendah (3 ms), energi tinggi (33 J) ruda paksa dengan kekuatan benturan dari
17 kN pada kecepatan ruda paksa 9 m /s. 3,10,11
Hopper et al. (1994) melakukan dua studi eksperimental pada mayat
bertujuan untuk memahami mekanisme biomekanik yang mengakibatkan
fraktur basis Cranii ketika kepala mandibula yang dikarenakan ruda paksa
Pada studi awal, cedera yang dapat ditoleransi oleh mandibula ketika
mengalami ruda paksa adalah pada area pertengahan simfisis atau area
mentalis (dagu). Enam dampak yang dinamis dengan jalur vertikal pada satu
tes dilakukan dengan menggunakan uji quasi-static. Suatu ruda paksa yang
bervariasi diberikan untuk menilai pengaruh yang terjadi. Ditemukan bahwa
toleransi energi ruda paksa untuk fraktur mandibula pada ke enam tes
tersebut adalah 5270 + 930N. Pada setiap tes, dijumpai fraktur mandibula
secara klinis namun tidak menghasilkan fraktur basis Cranii.1,2,3,11
Studi kedua menilai toleransi fraktur basis Cranii ketika beban
langsung diberikan kearah Temporo-mandibula joint yang secara tidak
langsung menghasilkan pembebanan secara lokal sekitar foramen magnum.
Kekuatan puncak dan energi untuk setiap kegagalan ditentukan dalam setiap
pengujian. Beban rata rata pada setiap fraktur ditemukan dengan kekuatan
energi 4300 +350. 11,12
Peneliti menyimpulkan bahwa hasil penelitian ini mendukung
hipotesis bahwa ruda paksa pada mandibula saja biasanya hanya
menyebabkan fraktur mandubula. Selanjutnya, complete dan parsial ring tipe
BSF membutuhkan ruda paksa temporo-,amdibular yang secara tidak
langsung menghasilkan pembebanan pada daerah sekitar foramen magnum.
11,12
Pada jurnal lain disebutkan oleh Narasinga et al, Kerman et al. bahwa
terjadinya fraktur basis kranii ini akibat adanya “highvelociy impact” atau
kecelakaan dengan energi yang besar, seperti pada kecelakaan kendaraan
bermotor. Atau penyebab lain paling sering adalah trauma penetrasi
langsung ke dalam intracranial. 2
Fraktur Basis Kranii anterior
Fraktur ini memiliki beberapa jenis dari masing masing sumber, ada 2 tipe yang
mengelompokkan jenis fraktur ini. Yang pertama adalah modifikasi dari tipe lefort
yaitu type 1,2 dan 3. Kemudian Picirrili juga membagi lagi menjadi tipe A,B, dan
C.
Fraktur basis kranii anterior type I : adalah fraktur yang melibatkan dinding
anterior dan posterior dari sinus frontal, lamina cribrosa, dan menerus hingga
planum sphenoidale.1,2,3
Fraktur Basis Kranii Anterior Tipe II : Fraktur ini hamper sama dengan tipe I namun
sedikit lebih ke lateral, yaitu berbentuk linear dari frontal calvaria, berlanjut ke fossa
kranii anterior, dan meluas hingga 2/3 lateral dari rima supraorbital, pars squamosa
os tempora;, atap orbita, dinding lateral orbita, dan apeks orbita.1,2,3
Fraktur basis kranii fossa anterior tipe III : adalah kombinasi dari Tipe I dan II, yaitu
fraktur frontobasilar sentral dan lateral, sseringkali dengan kondisi kominutif dari os
frontal dan defek pada bagian lateral. 2
Fraktur Basis kranii tipe II dan III lebih sering terjadi bersamaan dengan adanya
trauma pada wajah 1/3 tengah. Dan tipe III adalah tipe yang paling sering terjadinya
manifestasi kebocoran LCS dilaporkan pada 25% kasus, selain LCS leakage, apabila
sudah terjadi hal tersebut maka akan dapat mendukung terbentuknya mucocele yang
berhubungan dengan adanya entrapment dari mukosa diantara patahan tulang. 1,2
Bila berdasarkan klasifikasi dari Picirrili, dibagi menjadi tipe A,B dan C. Tipe A
sendiri bila frantur hanya terbatas pada dinding anterior dari sinus frontal. Tipe B
bila melibatkan dinding posterior sinus frontal, dan Tipe C adalah segala fraktur
yang tidak melibatkan dinding sinus frontal. 1,2
Gejala pada Fraktur basis kranii anterior ini yaitu, : LCS rhnorrea, Rhinorraghia,
Periorbital ekimosis atau racoon eyes, disfungsi Nervus olfactory, Ganguan visus
atau lapang pandang secara tiba tiba setalah trauma. 1,2
Biasanya terjadi akibat adanya trauma pada lateral aspek os frontal, zygoma,
temporal ataupun parietal.
longitudinal. Dimana injury biasanya tepat berada pada level canalis auditorius
interna atau segemen labirintine dari N.VII. Namun bila terjadi paresis pada
jenis longitudinal biasanya pada level ganglion geniculatum
Fraktur Temporal
Dijumpai pada 75% dari semua fraktur basis Cranii. Terdapat 3 suptipe dari
fraktur temporal berupa longitudinal, transversal dan mixed. Tipe transversal
dari fraktur temporal dan type longitudinal fraktur temporal ditunjukkan di
bawah ini.
A B
Adalah hasil dari trauma tumpul energi tinggi dengan kompresi aksial,
lateral bending, atau cedera rotational pada pada ligamentum Alar. Fraktur
tipe ini dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan morfologi dan mekanisme cedera.
Klasifikasi alternative membagi fraktur ini menjadi displaced dan stable,
yaitu, dengan dan tanpa cedera ligamen. Tipe I fraktur sekunder akibat
kompresi aksial yang mengakibatkan kombinasi dari kondilus oksipital. Ini
merupakan jenis cedera stabil. Tipe II fraktur yang dihasilkan dari pukulan
langsung meskipun fraktur basioccipital lebih luas, fraktur tipe II
diklasifikasikan sebagai fraktur yang stabil karena ligament alar dan
membrane tectorial tidak mengalami kerusakan. Tipe III adalah cedera
avulsi sebagai akibat rotasi paksa dan lateral bending. Hal ini berpotensi
menjadi fraktur tidak stabil. 1,2
2.5. Manifestasi
2.6. Penananganan
A. Penananganan Khusus
Namun bila kondisi LCS leakage ini bertahan hingga 7 hari maka
harus dilakukan diversi LCS yaitu dengan cara pemasangan Lumbar drain
atau EVD. Terapi medikamentosa juga dapat diberikan untuk mengurangi
produksi LCS agar meninges yang robek dapat diberikan waktu untuk
menyatu, yaitu menggunakan agen karbonik anhydrase seperti
asetazolamide. Pemberian antibiotic masih kontroversial, dari penelitian
Villalobis et al mengatakan bahwa dari 1241 pasien tidak menunjukkan
angka statistic yang signifikan untuk mencegah terjadinya meningitis pada
pasien yang diberikan terapi antibiotic. 1,2
Rinore
6. Meningoencephalocele
2. Kranialisasi
3. duraplasti
Otore
Infeksi
Pnemocephalus
trauma.
2.8. Prognosis
Pada frakur basis Cranii fossa anterior dan media, prognosis baik
selama tanda tanda vital dan status neurologis dievaluasi secara teratur dan
dilakukan tindakan sedini mungkin apabila ditemukan deficit neurologis serta
diberikan profilaksis antibiotik untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder, sedangkan pada fraktur basis Cranii
posterior, prognosis buruk dikarenakan fraktur pada fossa posterior dapat
mengakibatkan kompresi batang otak.
BAB III
KESIMPULAN
Usia : 13 th
PRIMARY SURVEY
A + C-Spine: Nafas spontan (+), snoring (-), gargling (+), jejas dileher (-),
gerak seluruh ekstremitas (+) Pasang ET Airway clear, terpasang cervical
collar (+)
B : RR 26x/mnt, Hemitoraks kanan dan kiri simetris saat statis dan dinamis,
trachea di tengah, Retraksi (-), SpO2 100% Adekuat on jackson reese 8 lpm
C : TD 130/80 HR : 110x/mnt, reguler, isi dan tegangan cukup, CRT < 2 detik,
akral hangat +/+, perdarahan eksternal (-) Circulation stabil
D : GCS E2M5Vet, pupil anisokor 4 mm/2 mm, RC (-/+), lateralisasi (+) sisi
kanan
SECONDARY SURVEY
A: Alergi disangkal
RPS :
Batuk (-), pilek (-), kontak dengan keluarga dengan covid-19 tidak
diketahui.
RPD :
Tanda Vital:
Pemeriksaan Fisik
Telinga : Otorrhagia -/+, otorrhea -/+ (Halo sign +),(gd stick serum
147mg/dl, gd stick otthorea 75mg/dl) , batlle sign -/-
Hidung : rhinorrhea , rhinorrhagia +
Klonus : -/-
KLINIS :
Wajah:
1/3 atas:
• Pa : Krepitasi (-)
1/3 tengah:
1/3 bawah
• Intraoral: tampak avulsi gigi 1.1, 1.2, 1.3 , 2.1, 3.1, 4.1 serta prosesus
dentoalveolar maxilla
• Thoraks
• Pulmo :
• I : Jejas (-), gerak dinding dada simetris saat statis dan dinamis
• Pa : krepitasi (-), nyeri tekan (-), stem femitus tidak dapat dinilai
• I : IC tak tampak
• Abdomen
• I : datar, jejas –
• Au : BU (+) Normal
• Pa : Supel, nyeri tekan (-), undulasi (-), Hepar lien tak teraba
• Inspeksi : Jejas –
Diagnosis kerja:
Ip. Dx : S: -
O: Cek DR, GDS, elektrolit, ur, cr, PPT, PTTK, diff count, screening
covid, X-foto thorax AP, x-foto cervical AP/ Lat crosstable, MSCT kepala
polos
Tx :
• Head up 30 derajat
• Parasetamol 500mg/8jam iv
• Diffuse injury grade III (SAH traumatika hemisfer kiri sinistra ( SAH
mengisi sisterna silvii, sisterna basalis, sisterna prepontine) + Contusio
serebri frontal kanan)
• Fraktur Basis kranii anterior Tipe II modifikasi lefort, Tipe III Piccirilli
(Fraktur dinding medial orbita kanan,fraktur planum sphenoid, fraktur
prosessus clinoid anterior kanan dan kiri)
• Fraktur basis cranii fossa media sinistra (dinding posterior sinus sphenoid
ke petrosus kiri)
Ip. Dx : S: -
O: -
Tx :
• Head up 30 derajat
• Parasetamol 500mg/8jam IV
• Loading Manitol 200 cc bolus cepat, maintenance 100 cc/ 6 jam intravena
• Rawat PICCU
(22/9/2020)
O:
GCS : E1M5Vet
ICP 12 mmhg
BB: 40 kg
Lab 21/9/2020
Hemoglobin 7.2
BGA pCO2 34.8, PO2 134.6, PF Ratio : 223 (Kesan ARDS sedang)
CKB GCS E2M5Vet
SAH traumatika hemisfer kiri sinistra ( SAH mengisi sisterna silvii, sisterna
basalis, sisterna, sisterna prepontine)
Fraktur Basis kranii anterior Tipe III (Fraktur dinding medial orbita
kanan,fraktur planum sphenoid)
Fraktur basis cranii fossa media sinistra (dinding posterior sinus sphenoid ke
petrosus kiri)
Anemia
Plan :
- Head Up 30 derajat
TS Pediatri :
24/9/2020
• O:
GCS : E2M5V1 8
Luka operasi : tertutup kassa, terpasang drain EVD terhubung dengan ICP
lab 23/9/20
A:
SAH traumatika hemisfer kiri sinistra ( SAH mengisi sisterna silvii, sisterna
basalis, sisterna, sisterna prepontine)
Fraktur Basis kranii anterior Tipe III (Fraktur dinding medial orbita
kanan,fraktur planum sphenoid)
Fraktur basis cranii fossa media sinistra (dinding posterior sinus sphenoid ke
petrosus kiri)
ARDS Sedang
Plan :
- Head Up 30 derajat
- Oksigenasi on NRM coba weaning dengan 6lpm
- Inf. manitol 100 ml/ 8 jam intravena tap off /12 jam
Terapi TS Pediatri :
25/9/2020
• O:
GCS : E2M5V2 9
SpO2 : 100%
Luka operasi : tertutup kassa, terpasang drain EVD terhubung dengan ICP
A:
• Fraktur Basis kranii anterior Tipe III (Fraktur dinding medial orbita
kanan,fraktur planum sphenoid)
• Fraktur basis cranii fossa media sinistra (dinding posterior sinus sphenoid
ke petrosus kiri)
• ARDS Sedang
• Hematemesis
Plan :
- Head Up 30 derajat
- Oksigenasi on nasal kanul 4lpm
- Cek BGA
Terapi TS Pediatri :
• S : Kontak minimal, demam (-), NGT masih kecoklatan (+), post aff evd
icp H+2
• O
BGA 26/9/2020
PF Ratio : 514
A:
• Fraktur Basis kranii anterior Tipe III (Fraktur dinding medial orbita
kanan,fraktur planum sphenoid)
• Fraktur basis cranii fossa media sinistra (dinding posterior sinus sphenoid
ke petrosus kiri)
• Hematemesis perbaikan
Plan :
Terapi TS Pediatri :
Inf. D23% + elektrolit : terdiri dari D40% 239 ml + D10% 209 ml + NaCl
3%(2) 29 ml + KCL (2) 15 ml + ca glukonas 10 % (0.5) 8 ml dalam 500 ml
jalan 1008 ml/42 ml/jam
• O
lab 29/9/2020
DIC Score : 5
A:
• Fraktur Basis kranii anterior Tipe III (Fraktur dinding medial orbita
kanan,fraktur planum sphenoid)
• Fraktur basis cranii fossa media sinistra (dinding posterior sinus sphenoid
ke petrosus kiri)
• Suspek DIC
Plan :
Terapi TS Pediatri :
• Inf. D23% + elektrolit : terdiri dari D40% 239 ml + D10% 209 ml + NaCl
3%(2) 29 ml + KCL (2) 15 ml + ca glukonas 10 % (0.5) 8 ml dalam 500
ml jalan 1008 ml/42 ml/jam
1/10/2020
• O
lab 29/9/2020
DIC Score : 5
A:
• Fraktur Basis kranii anterior Tipe III (Fraktur dinding medial orbita
kanan,fraktur planum sphenoid)
• Fraktur basis cranii fossa media sinistra (dinding posterior sinus sphenoid
ke petrosus kiri)
Plan :
Terapi TS Pediatri :
• Inf. D23% + elektrolit : terdiri dari D40% 239 ml + D10% 209 ml + NaCl
3%(2) 29 ml + KCL (2) 15 ml + ca glukonas 10 % (0.5) 8 ml dalam 500
ml jalan 1008 ml/42 ml/jam
S : Kontak minimal, demam (-), NGT produksi (-), BAB hitam (-)
HR 99 x/mnt RR 24 x/mnt
lab 29/9/2020
• Fraktur Basis kranii anterior Tipe III (Fraktur dinding medial orbita
kanan,fraktur planum sphenoid)
• Fraktur basis cranii fossa media sinistra (dinding posterior sinus sphenoid
ke petrosus kiri)
Plan :
Terapi TS Pediatri :
• Inf. D23% + elektrolit : terdiri dari D40% 239 ml + D10% 209 ml + NaCl
3%(2) 29 ml + KCL (2) 15 ml + ca glukonas 10 % (0.5) 8 ml dalam 500
ml jalan 1008 ml/42 ml/jam
07/10/2020
S : Kontak minimal, demam (-), NGT produksi kehitaman, BAB hitam (+)
HR 99 x/mnt RR 24 x/mnt
Luka operasi : baik, pus (-), darah (-)Truncal : ulkus (-), lecet kemerahan (-)
Lab 05/10/2020
• Fraktur Basis kranii anterior Tipe III (Fraktur dinding medial orbita
kanan,fraktur planum sphenoid)
• Fraktur basis cranii fossa media sinistra (dinding posterior sinus sphenoid
ke petrosus kiri)
• Hematemesis
Plan :
Terapi TS Pediatri :
• Diet TPN
• Inf. D23% + elektrolit : terdiri dari D40% 239 ml + D10% 209 ml + NaCl
3%(2) 29 ml + KCL (2) 15 ml + ca glukonas 10 % (0.5) 8 ml dalam 500
ml jalan 1008 ml/42 ml/jam
HR 88 x/mnt
RR 20 x/mnt
Lab 05/10/2020
• Fraktur Basis kranii anterior Tipe III (Fraktur dinding medial orbita
kanan,fraktur planum sphenoid)
• Fraktur basis cranii fossa media sinistra (dinding posterior sinus sphenoid
ke petrosus kiri)
Plan :