Anda di halaman 1dari 22

Epidural Hematoma

Oleh:
Fariz Eka Setiawan

Pembimbing:
Dr. Erie B.P.S. Andar Sp. BS (K), PAK

ILMU BEDAH SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RSUP DR. KARIADI SEMARANG
2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

Cedera kepala tertutup (Closed Head Injury) mempunyai insidensi yang

sangat tinggi, di Amerika pada tahun 2003 didapatkan 570.000 kasus cedera

kepala per tahun dan merupakan 40% dari seluruh kematian akibat cedera akut.1

Kasus terbanyak cedera kepala adalah kecelakaan mobil dan motor. Di Amerika

Serikat pada tahun 1990 dilaporkan kejadian cedera kepala 200/100.000 penduduk

pertahun. Pada penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang hanya 3% - 5%

yang memerlukan tindakan operasi kurang lebih 40% dan sisanya dirawat secara

konservatif.2

Di Eropa 91 dari 100.000 penduduk per tahun dirawat di Rumah Sakit

(RS) dengan cedera kepala. Di negara berkembang berkisar antara 200-

300/100.000 populasi per tahun.2 Data dari Traumatic Coma Data Bank (TCDB)

didapatkan bahwa kematian akibat cedera kepala lebih kurang 17 per 100.000

orang pada pasien yang tidak dirawat di rumah sakit, dan lebih kurang 6 per

100.000 orang pada pasien yang dirawat di rumah sakit. 3 Cedera primer otak

berupa Intracranial Space Occupying Lession yaitu hematoma, baik hematoma

epidural (EDH) maupun hematoma subdural sekitar 20-40%.2,3

2
BAB II

PEMBAHASAN

Terminologi

Hematoma epidural (EDH) merupakan kumpulan darah di antara lapisan

periosteal duramater dan tabula interna calvaria. Pada penderita traumatic hematoma

epidural, 85-96% disertai fraktur pada lokasi yang sama. Perdarahan berasal dari

pembuluh darah di dekat lokasi fraktur.4

Etiologi

Sebagian besar EDH diakibatkan oleh trauma langsung ke kepala yang

mengakibatkan robeknya pembuluh darah disekitar area impact. Mayoritas EDH (90%)

disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah arteri, utamanya arteri meningea media.

Sekitar 10% kasus EDH disebabkan oleh robekan vena, yang merupakan akibat

sekunder dari patah tulang yang menyilang sinus venosus duramater. 4

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma

epidural dan sekitar 10% mengakibatkan koma. 60 % penderita hematoma epidural

adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan

di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5

tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan

dengan perbandingan 4:1. 5

Meskipun EDH menunjukkan 10% kasus fatal dari hasil autopsi, tetapi kasus

EDH hanya didapatkan sekitar 1-4% kasus pasien cidera otak traumatik. Sebagian besar

hematoma epidural (EDH) (70-80%) berlokasi di daerah temporoparietal, di mana bila

3
biasanya terjadi fraktur calvaria yang berakibat robeknya arteri meningea media atau

cabang-cabangnya, sedangkan 10% EDH berlokasi di frontal maupun oksipital. Volume

EDH biasanya stabil, mencapai volume maksimum hanya beberapa menit setelah

trauma, tetapi pada 9% penderita ditemukan progresifitas perdarahan sampai 24 jam

pertama. Lokasi EDH 90% terjadi secara unilateral dan disupratentorial. Sekitar 90-95%

kasus ditemukan EDH tepat di bawah dari lokasi fraktur. 4,5

Secara makroskopis EDH berbentuk bikonvek. Pada EDH, ekspansi EDH akan

menyebabkan duramater terdorong menjauh dari tabula interna calvaria, mengakibatkan

bentuk khas menyerupai lensa. Duramater secara erat melekat di setiap sutura

mengakibatkan EDH pada dewasa jarang menyebrang melintasi sutura (10% kasus pada

pediatri EDH dapat menyebrang sutura, terutama bila didapatkan diastasis fraktur). 4

Gambaran Klinis

Secara klasik terdapat gambaran klinis khas pada EDH yaitu :

 Hilangnya kesadaran secara cepat sejak terjadinya trauma

 Diikuti fase sadar dalam beberapa waktu (lucid interval)

 Kemudian menjadi tidak sadar, hemiparesis kontralateral, dilatasi pupil

ipsilateral akibat adanya efek massa akibat hematoma

Gambaran klinis lain yang dapat muncul adalah adanya nyeri kepala, muntah, kejang

(dapat unilateral), hemihiperrefleksia. Pergeseran brainstem menjauhi massa akan

mengakibatkan kompresi dari pedunkulus cerebri kontralateral pada incisura tentorii dan

akan mengakibatkan hemiparesis ipsilateral (Kernohan Notch’s fenomena), false

localizing sign. Pada 60% pasien dengan EDH didapatkan dilatasi pupil dan 85% adalah

ipsilateral.5

Patofisiologi

Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura

4
meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang

arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di

daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.6

Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen

spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale.

Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan

melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah

besar.5

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus

temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial

lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan

timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.6

Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation

retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini

terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini

mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan

kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons

motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif.6

Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong

kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-

tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan

gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.6

Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar

hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin

penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam ,

5
penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran

berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar

setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid.6

Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural

hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hampir selalu berat atau

epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien

langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar. 6 Sumber

perdarahan antara lain artery meningea media, sinus duramatis dan diploe yang berisi a.

diploica dan vena diploica

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf

karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga

langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infra

tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala

yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa

dengan teliti.

Diagnosis

Meskipun foto radiologi skull atau tengkorak sering dilakukan untuk

mengevaluasi sebuah fraktur tengkorak, dewasa ini CT scan merupakan pilihan

primer dalam hal mengevaluasi trauma kepala. Emergensi CT scan adalah modalitas

utama yang digunakan untuk mengevaluasi trauma kepala akut setelah penilaian

neurologis dilakukan. Diagnosis yang tepat dari hasil CT scan sangat krusial untuk

menentukan metode penanganan yang tepat. Epidural hematoma terjadi dibawah

calvarium, diluar dari dura periosteal. Sangat jarang melebihi batas dari sutura

dikarenakan perlekatan yang kuat dari dura periosteal dengan batas dari sutura. Karena

perlekatan yang kuat ini, sebuah epidural hematoma memiliki batas yang kasar dan

6
penampakan yang bikonveks pada CT scan dan MRI.6

CT-Scan adalah pemeriksaan akurat untuk pemeriksaan hematoma epidural. CT-

Scan dapat menentukan lokasi dan adanya lesi lain, mengukur volume dan efek desak

massa. Gambaran klasik EDH pada CT adalah lesi hiperdens bentuk lentikuler

bikonveks. Pada 11% kasus didapatkan bentuk konvek pada sisi yang menghadap tulang

dan bentuk lurus pada sisi yang menghadap otak, pada 5% EDH berbentuk cressent

menyerupai SDH. EDH umumnya memiliki densitas yang homogen, dengan tepi yang

berbatas tegas dan dengan densitas yang tinggi. Pada beberapa kasus EDH dengan

gambaran yang iosdens menrupakan suatu EDH hiperakut.5

Gambar 1. Tampak lesi EDH berbentuk bikonvek dengan gambaran hiperdens

(gambar kiri). Pada bone window tampak fraktur tulang tepat di atas EDH (gambar

kanan).5

Akibat hematoma epidural terhadap TIK

Iskemia serebral adalah penurunan aliran darah ke otak (CBF= Cerebral Blood

Flow). Autopsi pada pasien cedera kepala berat yang akhirnya meninggal didapatkan 80

% mengalami iskemia otak. Penyebab iskemia bisa oklusi vaskuler, hipotensi dan

pengaruh tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial (TIK) adalah tekanan yang timbul

7
karena adanya volume massa otak, cairan cerebrospinal (LCS), dan darah yang

mensuplai otak dalam suatu ruang intrakranial yang tertutup. Kenaikan TIK ini bisa

disebabkan oleh perdarahan intrakranial (hematoma epidural, hematoma subdural,

kontusio otak, perdarahan sub araknoid, hematoma intraserebral, hematoma

intraventrikel), edema otak, tumor otak, dan hidrosefalus yang bisa diperiksa dengan

pemeriksaan.6

TIK dapat diukur dengan satuan cmH2O atau mmHg, dan memiliki nilai normal

kurang dari 20mmHg pada dewasa dan 5- 20 mmHg pada anak-anak. Cedera yang

terjadi pada otak dapat merupakan cedera primer yang diikuti oleh iskemia otak yang

merupakan cedera sekunder. Sesuai Doktrin 'Monroe-Kelly', kompartemen intrakranial

pada orang dewasa adalah incompressible sehingga volume intrakranialnya tetap. Hal

ini mengakibatkan suatu keadaan ekuilibrium, di mana bila terjadi kenaikan

tekanan/volume salah satu komponen (seperti darah, LCS, dan jaringan otak), akan

terjadi kompensasi penurunan volume komponen lain. Seperti diketahui bahwa

parenkim otak merupakan sub komponen terbesar dengan berat 1100-1200 gram,

kemudian vaskuler dengan volume 150 ml dan LCS yang memiliki volume 150 ml.

Parenkim otak bisa menyebabkan tekanan intrakranial meningkat karena mengalami

edema . Edema serebri dibagi 3 type yaitu type 1, vasogenik pada kasus trauma,tumor

dan abses, type 2, sitotoksik akibat hipoksia yang mengakibatkan gangguan Na-K ATP

ase terganggu, type 3,interstitial karena transudasi cairan LCS ke ruang interstitial.

Pemeriksaan CT Scan pada edema serebri didapatkan sulcus dan gyrus yang

menghilang.6,7

Dengan adanya komponen darah dan LCS yang meskipun jumlah volume

keduanya hanya sekitar 200-300 ml, namun karena memiliki kemampuan fluktuasi yang

cukup besar dibandingkan parenkim otak, maka peranan kedua komponen tersebut

8
dalam menjaga tekanan intra kranial sangat penting. Compliance adalah ukuran yang

dikaitkan kemampuan ruang intrakranial untuk mengembang dan diterjemahkan sebagai

perubahan volume intrakranial(dV) dibagi tekanan intra kranial (dP). Bila tekanan intra

kranial atau volume salah satu komponen bertambah, maka berarti compliance menurun.

Sistem compliance dibagi menjadi 2,yaitu physical compliance dan physiological

compliance. Physical compliance digambarkan sebagai perluasan dari duramater spinal

dan pembesaran tulang tengkorak. Physiological compliance berhubungan dengan

perubahan serebrovaskuler khususnya resistensi sistem vena. Salah satu aspek yang

berhubungan langsung dengan outcome yang jelek dan keadaan yang paling merugikan

pada cedera otak atau keadaan lain adalah kenaikan TIK. Terhadap perfusi otak Tekanan

perfusi otak sangat berhubungan erat dengan iskemia otak. Tekanan perfusi otak

(CPP=Cerebral Perfusion Pressure) minimal pada keadaan normal tidak boleh kurang

dari 50 mmHg ,ada juga yang menyebutkan tidak boleh kurang dari 60 mmHg.7

Penatalaksanaan

Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal atau

gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan intracranial dan

meningkatkan drainase vena.8

Indikasi Operasi

Operasi di lakukan bila terdapat :

- Volume hematom > 30 ml tanpa memandang GCS

- Ketebalan > 15 mm

- Midlineshift > 5 mm

- Pasien dengan GCS > 8 (volume < 30 cc, ketebalan <15 mm, Midline shift < 5

mm dan tanpa ada defisit neurologis dilakukan untuk mengulang CT scan 6-8 jam

kemudian8

9
Tujuan operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk

fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi

operasi emergensi. Pada EDH fossa posterior indikasi operasi adalah adanya efek

massa yang mengakibatkan distorsi, dislokasi atau obliterasi dari ventrikel 4,

kompresi atau hilangnya cisterna basalis dan munculkan hidrosefalus obstruktif.5

Prosedur Operasi

Pada kasus EDH yang akan dilakukan operasi, pasien harus segera di siapkan

untuk direncanakan untuk flap kraniotomi yang luas. Rencana insisi perlu direncanakan

dengan tepat mempertimbangkan dimensi dan batasan hematoma dari hasil CT Scan

dengan telinga dijadikan sebagai landmark. Incisi harus dilakukan secukupnya hingga

seluruh hematoma dan sebagian kecil dura yang normal terkespose. Rencana insisi juga

sebaiknya memfasilitasi eksplorasi yang adekuat terhadap lobus frontal dan temporal,

arteri meningea media dan cabang nya hingga foramen spinosum tanpa harus meretraksi

otak secara signifikan. Cidera nervus fascialis haru dihindari dengan cara mengawali

insisi diatas dari zygoma.7

Gambar 2. Pasien dalam posisi supine dan kepala bersandar pada alas donat.

Incisi bentuk question mark (trauma flap) dilakukan untuk mengekspose duramater diluar
10
dari batas hematom. Pada gambar tampak incisi meluas ke atas dan ke posterior, batas

hematoma pada helix auricula di CT scan dijadikan batas posterior dari incisi. Pada pasien

dengan kecurigaan cidera cervical, cervical collar tetap di pasang untuk menjaga

imobiliasai leher ketika bahu di ganjal.7

Gambar 3. Burr hole dan flap tulang dari evakuasi EDH di gambarkan dengan

garis putus-putus. Pada kasus EDH dengan herniasi transtentorial, direkomendasikan

untuk melakukann insisi dekat telinga dan dilanjutkan burr hole yang besar pada pars

squama os temporal sehingga hematom dapat di drainase secara cepat. Setelah sebagian

hematom terdekompresi dilanjutkan incisi pada sisa rencana incisi. 7

Setelah melakukan eksplorasi tulang, tahap berikutnya adalah dekompresi yang

secara cepat dari ruang intrakranial. Tiindakan tersebut dilakukan dengan kraniektomi

temporal dengan melakukan burr hole. Burr hole diupayakan untuk dapat menjadi tempat

evakuasi hematoma yang sebanyak mungkin melalui burr hole pertama sebelum

dilanjutkan dengan kraniotomi. 7

11
Gambar 4. Burr hole yang besar dilakukan di posterior dari segmen fraktur dan di

inferior dari superior temporal line untuk mencapai tujuan rapid decompression. Garis

merah menunjukkan batasan dari bone flap.7

Gambar 5. Setelah tulang di angkat, hematoma akan terekspose dan secara

manual dievakuasi dengan irigasi dan suction. Hematom mungkin lebih banyak

dibandingkan dari gamabran CT scan seiring waktu. Perdarahan aktif dari pembuluh

darah, termasuk dari cabang arteri meningea media harus di koagulasi dengan bipolar

elektrocauter. 7

12
Gambar 6. Clot di angkat. Perdarahan dari a. Meningea media di koagulasi. Pada

perdarahan yang tidak diketahui sumbernya sebaiknya ikuti alur a. Meningea media ke

proksimal hingga ke foramen spinosum dan lakukan koagulasi pada tempat masuk ke

intrakranial. 7

EDH kontralateral, SDH dan contusio cerebri dapat membesar segera setelah

terjadi dekompresi dari hematoma di ipsilateral dan memicu otak menjadi tegang. Pada

proses penutupan, beberapa gantung duramater harus ditempatkan ditepi dari kraniotomi.

Gantung duramater juga dilakukan ditengah tulang untuk menghilangkan ruang potensial

untuk terbentuknya hematom. 7,9

13
Gambar 7. Gantung duramater ditengah tulang dilakukan untuk mencegah

terjadinya perdarahan dari pembuluh darah yang tidak aktif selama proses penutupan.

Gantung duramater dilakukan di tengah tulang seperti gambar.

14
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Tn. Heru
Umur :19 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jepara
Agama : Islam
Masuk RS : 26-11-2020
Keluar RS : 30-11-2020
No. CM : C798113
II. ANAMNESIS
Primary Survey :
A : sianosis (-), snorring (-), gargling (-) Bicara jelas (+), jejas di leher (-), gerak seluruh
ekstremitas (+)  Airway clear
B : RR 17x/mnt, simetris statis dan dinamis, SpO2 100%, kedalaman cukup, reguler (+) 
breathing adekuat
C : TD : 123 / 78 mmHg HR : 87x/mnt, reguler, isi dan tegangan cukup, CRT kurang dari 2
detik, perdarahan aktif (-)  circulation stabil
D : GCS E4M6V5 15, pupil 3 mm/3 mm, RC +/+
E : hematoma pada daerah frontal kanan
Secondary Survey :
A : allergy (-)
M : tidak ada
P : Riwayat DM disangkal, HT disangkal
L : last meal 5 jam SMRS
E : KLL sepeda motor 5 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang (Autoanamnesis)
Keluhan Utama : Nyeri kepala
5 hari SMRS pasien mengalami kecelakaan sepeda motor Ketika membonceng, pasien
tidak menggunakan helm (+), setelah kejadian pasien pingsan (+), pasien kemudian terbangun
dan muntah 2 kali, pasien mengeluhkan nyeri kepala (+), tidak ada perdarahan dari hidung
dan teling, kemudian pasien di bawa ke IGD RSUD Kelet dan diobservasi dan diberi obat,
tetapi keluarga tidak mengetahui obatnya, keluhan membaik, pasien dilakukan rawat jalan.

15
1 hari SMRS pasien mengeluhkan nyeri kepala belumembaik, nyeri kepala terutama pada
daerah belakang kepala (+), muntah (-), kejang (-), bicara pelo (-), mulut perot (-), kemdian
pasien dibawa ke IGD RSUD Kelet dan dilakukan CT scan kepala dan dikatakan terdapat
perdarahan, kemudian keluarga pasien dirujuk ke IGD RSDK.
Hari ini pasien dibawa keluarga ke IGD RSDK, dengan keluhan nyeri kepala, kejang (-),
muntah (-), kelemahan anggota gerak (-), bicara pelo (-), mulut perot (-)
Riwayat batuk (-), pilek (-), demam (-), kontak dengan pasien covid (-)
III. DATA OBYEKTIF
Keadaan Umum :Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis GCS : E4M6V5 = 15


Tanda Vital : TD = 120/70 mmhg; N = 94x/menit;
RR =18x/mnt; T = 36.8ºC; VAS : 3-4
BB : 50 kg TB : 160 cm
BMI : 19,5 kg/m2 Normoweight
Kepala : teraba hematoma pada daerah frontal kanan (+), occipital kiri (+),
krepitasi (-)
Mata : Pupil isokor 3mm/3mm, RC +/+, hematoma periorbita -/-
Telinga : Otoragi -/- batlle sign -/-, otorea -/-, hemotympanum -/-
Hidung : Rhinorea -/- rinoragia -/-
Leher : jejas (-), Stepoff deformity (-), nyeri gerak -, nyeri tekan -
Motorik
Kekuatan : 55555/55555 55555/55555
Reflex fisiologis : ++/++ ++/++
Reflex patologis : -/- -/-
Klonus : -/-
Sensorik : dalam batas normal
Autonom : dalam batas normal
Thoraks : jejas -
Pulmo :
I : hemithotaks desktra et sinistra simetris saat statis dan dinamis
Pa : Stem fremitus dalam batas normal
Pe : Sonor seluruh lapang paru
Au : SDV kanan = kiri, wheezing -/-, Rhonki -/-
Cor :
I : IC tak tampak
Pa : IC teraba di linea Midclav sinistra ICS IV
Pe : konfigurasi jantung dbn
16
Au : Bunyi jantung I > II, gallop (-), murmur (-)

Abdomen
I : Jejas (-), Datar
Au : BU (+) Normal
Pa : Supel, Nyeri tekan (-), undulasi (-), Hepar lien tak teraba
Pe : Timpani seluruh abdomen, pekak sisi, pekak alih (-)
Pelvis : Kesan tes kompresi stabil (+)
Extremitas : CRT <2detik, akral hangat
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan X Foto Thorax 26 November 2020

Kesan :
- Cor tak membesar
- Pukmo taka da kelainan
CT Scan Non Kontras 26 November 2020

Pemeriksaan Laboratorium
Kesan : dalam batas normal
Laboratorium Nilai Nilai normal
Hematologi Paket
Hb 13,8 gr% 12 – 15
Ht 38.6 % 35 – 47
Eritrosit 4,36 juta/mmk 3,9 -5,6
MCH 31,7 pg 27–33
MCV 88.5fl 76–96
17
MCHC 35.8g/dl 29–36
Leukosit 12.200/mmk 4000–11000
Trombosit 374.000/mmk 150-400
RDW 14,7 % 11,60-14,80
MPV 11,6 fL 4 – 11
Kimia Klinik
GDS 90mg/dl 80–110
Ureum 19 mg/dl 15–39
Creatinin 0,8 mg/dl 0,60-1,30
Natrium 137 mmol/l 136–145
Kalium 4,4 mmol/l 3,5-5,1
Chlorida 103 mmol/l 98–107
Calcium 2,3 mmol/l 2,12 – 2,52
Magnesium 0,78 mmol/l 0,74 – 0,99

VI. DIAGNOSIS
CKR GCS E4M6V5 : 15
EDH occipital sinistra dengan Vol. 63 cc
Subgaleal hematoma frontoparietal kanan dan occipital kiri ec KLL 5 hari SMRS
VII. RENCANA AWAL
IPDx: -
IPTx:
IVFD RL 20 tpm
Head up 30 derajat
Oksigenasi 3 lpm kanul
Paracetamol 500mg/8jam PO
Pro Kraniotomi evakuasi hematoma Cito
IPMx: VAS, vital sign, defisit neurologis
IPEx: Menjelaskan tentang penyakit, rencana tindakan, komplikasi dan prognosis

VIII. CATATAN PERKEMBANGAN


Tanggal 27-11- 2020 (hari perawatan ke 2):
S: sadar baik, kontak +, kejang -, nyeri kepala paska operasi +
O:Kesadaran : GCS=E4M6V5=15
Tanda Vital : TD = 120/80 mmhg; N = 88x/menit;
RR =18x/mnt; T = 36.5ºC; VAS : 2-3
Kepala : luka tertutup kassa, rembes +, drain 40 cc serohemoragik
Mata : Pupil bulat, isokor 3 mm/3mm, Refleks cahaya +/+, gerak bola mata
bebas kesegala arah, VODS >3/60
Leher : kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar (-)
Nn.Craniales : dalam batas normal

18
Motorik : 55555/55555 55555/55555
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal
A:
CKR GCS E4M6V5 : 15
EDH occipital sinistra dengan Vol. 63 cc paska kraniotomi evakuasi hematoma H 1
Subgaleal hematoma frontoparietal kanan dan occipital kiri ec KLL 5 hari SMRS

P: IVFD RL 20 tpm
Paracetamol 500mg/8jam PO
Mobilisasi duduk
Pasang elastic bandage
Ganti balut
Tanggal 28-11- 2020 (hari perawatan ke 3):
S: sadar baik, kontak +, kejang -, nyeri kepala paska operasi +
O:Kesadaran : GCS=E4M6V5=15
Tanda Vital : TD = 120/80 mmhg; N = 88x/menit;
RR =18x/mnt; T = 36.5ºC; VAS : 2-3
Kepala : luka tertutup kassa, rembes +, drain 30 cc serohemoragik
Mata : Pupil bulat, isokor 3 mm/3mm, Refleks cahaya +/+, gerak bola mata
bebas kesegala arah, VODS >3/60
Leher : kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar (-)
Nn.Craniales : dalam batas normal
Motorik : 55555/55555 55555/55555
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal
A:
CKR GCS E4M6V5 : 15
EDH occipital sinistra dengan Vol. 63 cc paska kraniotomi evakuasi hematoma H 2
Subgaleal hematoma frontoparietal kanan dan occipital kiri ec KLL 5 hari SMRS

P: IVFD RL 20 tpm
Paracetamol 500mg/8jam PO
Mobilisasi duduk
Pasang elastic bandage
Ganti balut
Tanggal 29-11- 2020 (hari perawatan ke 5):
19
S: sadar baik, kontak +, kejang -, nyeri kepala -
O:Kesadaran : GCS=E4M6V5=15
Tanda Vital : TD = 110/70 mmhg; N = 82x/menit;
RR =21x/mnt; T = 36.6ºC; VAS : 1-2
Kepala : luka tertutup kassa, rembes minimal, drain 20 cc serohemoragik
Mata : Pupil bulat, isokor 3 mm/3mm, Refleks cahaya +/+, gerak bola mata
bebas kesegala arah, VODS >3/60
Leher : kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar (-)
Nn.Craniales : dalam batas normal
Motorik : 55555/55555 55555/55555
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal
A:
CKR GCS E4M6V5 : 15
EDH occipital sinistra dengan Vol. 63 cc paska kraniotomi evakuasi hematoma H 3
Subgaleal hematoma frontoparietal kanan dan occipital kiri ec KLL 5 hari SMRS

P: lepas infus
Lepas drain
Paracetamol 500mg/8jam PO
Mobilisasi jalan
Tanggal 29-11- 2020 (hari perawatan ke 5):
S: sadar baik, kontak +, kejang -, nyeri kepala -
O:Kesadaran : GCS=E4M6V5=15
Tanda Vital : TD = 120/70 mmhg; N = 81x/menit;
RR =22x/mnt; T = 36.7ºC
Kepala : luka tertutup kassa, rembes minimal, drain 20 cc serohemoragik
Mata : Pupil bulat, isokor 3 mm/3mm, Refleks cahaya +/+, gerak bola mata
bebas kesegala arah, VODS >3/60
Leher : kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar (-)
Nn.Craniales : dalam batas normal
Motorik : 55555/55555 55555/55555
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal
A:
CKR GCS E4M6V5 : 15
EDH occipital sinistra dengan Vol. 63 cc paska kraniotomi evakuasi hematoma H 4
20
Subgaleal hematoma frontoparietal kanan dan occipital kiri ec KLL 5 hari SMRS

P: Rawat jalan
Paracetamol 500mg/8jam PO

DAFTAR PUSTAKA

1. Agamanolis DP. Traumatic Brain Injury and Increased Intracranial Pressure.

Northeastern Ohio Universities College of Medicine. [serial online] 2003.

2. Aji YK, Apriawan T, Bajamal AH (2018) Traumatic supra- and infra-tentorial


21
extradural hematoma: case series and literature review. Asian J Neurosurg

13(2):453–457

3. Maas AI, Stocchetti N, Bullock R. Moderate and severe traumatic brain injury in

adults. Lancet Neurol 7:728-741, 2008

4. Osborn G Anne. Osborn’s Brain : Imaging, Pathology and Anatomy. Trauma.

Elsevier. 2017 : p 21-7.

5. Greenberg Mark S. Handbook of Neurosurgery 9th Ed. Traumatic Hemorrhagic

Conditions. Thieme. 2020. P ; 927-32

6. Soon WC, Marcus H, Wilson M. Traumatic acute extradural haematoma -

Indications for surgery revisited. Br J Neurosurg 30:233- 234, 2016

7. Gadol Aaron Cohen. The Neurosurgical Atlas. Epidural Hematoma. 2020

8. Nancy Carney et al. Guideline fo the Management of Severe Traumatic Brain

Injury 4th Edition. Brain Trauma Foundation. 2016.

9. Karasu A, Sabanci PA, Izgi N, Imer M, Sencer A, Cansever T, Canbolat A

(2008) Traumatic epidural hematomas of the posterior cranial fossa. Surg

Neurol 69(3):247–251

22

Anda mungkin juga menyukai