FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
Oleh :
Nanda Nofrima
09401711001
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala yang bukan bersifat kongenital
ataupun degenerative, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar. 1
Dari semua jenis cedera, cedera kepala adalah yang paling mungkin mengakibatkan
kematian atau cacat. Pasien dengan cedera kepala memiliki satu jenis perdarahan
intrakranial. Perdarahan intrakrnial diklasifikasikan menurut lokasi perdarahannya
menjadi Epidural Haemorrhage (EDH),Subdural Haemorrhage (SDH), dan
Subarachnoid Haemorrhage (SAH).1 Secara global insiden cedera kepala meningkat
dengan tajam terutama karena peningkatan penggunaan kendaraan bermotor.
Indonesia sendiri angka kecelakaan lalu lintas masih cukup tinggi. Pada tahun 2003
kasus cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas sebanyak 13.399.2
TINJAUAN PUSTAKA
a.Duramater
b. Arachnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus
pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam
dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini
dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium
subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi
oleh liquor serebrospinalis Perdarahan sub arakhnoid umumnya
disebabkan akibat cedera kepala.
c.Piamater
Piamater melekat erat pada permukaan korteks
serebri.Piamater adalah membrana vaskular yang dengan erat
membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang
paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan
menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam
substansi otak juga diliputi oleh piamater.
a. Definsi EDH
b. Etiologi EDH
Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa
saja, beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom
adalah misalnya benturan pada kepala pada kecelakaan motor.
Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya
berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh
darah.6
alkoholisme kronis
epilepsi
koagulopati
kista arachnoid
Diabetes Melitus7
d. Patofisiologi EDH
Cedera disebabkan oleh laserasi arteri meningea media atau sinus dura,
dengan atau tanpa disertai fraktur tengkorak. Perdarahan dari EDH dapat
menyebabkan kompresi, pergeseran, dan peningkatan tekanan intrakranial
(TIK).Pada EDH, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan duramater.
Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang
arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang
tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah
frontal atau oksipital. Arteri meningea media masuk di dalam tengkorak
melalui foramen spinosum melalui durameter dan tulang di permukaan dan os
temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan EDH, desakan oleh
hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga
hematom bertambah besar Hematoma yang membesar di daerah temporal
menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam.
Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah
pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda
neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.7
Tekanan dari herniasi pada sirkulasi arteria yang mengatur formation
retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat
ini terdapat nuklei saraf cranial ketiga (oculomotorius). Tekanan pada saraf ini
mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan
respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda
Babinsky positif.7
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan
terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intrakranial yang
besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intrakranial antara lain
gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur
mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu
beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri kepala yang progresif
memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua
penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan
disebut lucid interval. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer
yang ringan pada EDH. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya
hampir selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak
terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak
pernah mengalami fase sadar.
Sumber perdarahan :
Sinus duramatis
Penurunan kesadaran
Bingung
Penglihatan kabur
Susah bicara
Nyeri kepala
Keluar cairan dari hidung dan telinga
Mual muntah
Pusing
Berkeringat
Pucat
Pupil anisokor,pupil ipsilateral menjadi lebar.
Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese
atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan mencapai
maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif.
Inilah tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan
darah dan bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma
dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua
pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian.
Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya
disfungsi rostrocaudal batang otak. Jika Epidural hematom di sertai dengan
cedera otak seperti memar otak, interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan
gejala dan tanda lainnya menjadi kabur.7
f. Diagnosis EDH
1. Anamnesis
Keluhan Utama
Mekanisme Trauma
Waktu dan Perjalanan trauma
Pernah pingsan atau sadar setelah trauma
Keluhan lain seperti: Nyeri kepala,penurunan
kesadaran,kejang,vertigo
Riwayat mabuk,alkohol,narkotika,pasca operasi kepala
Penyakit Penyerta seperti: epilepsi,jantung,asma,riwayat operasi
kepala,hipertensi dan diabetes mellitus,serta gangguan faal
pembekuan darah.8
2. Pemeriksaan Fisik
a. Primary Survey
Airway
Breathing
Circulation
Disability
Exposure
b. Pemeriksaan Kepala
Jejas di kepala meliputi : hematoma sub kutan, sub galeal, luka terbuka,
luka tembus dan benda asing.
Tanda patah dasar tengkorak, meliputi : ekimosis periorbita (brill
hematoma), ekimosis post auricular (battle sign), rhinorhoe, dan otorhoe
serta perdarahan di membrane timpani atau leserasi kanalis auditorius.
Tanda patah tulang wajah meliputi :fraktur maxilla (Lefort), fraktur rima
orbita dan fraktur mandibula.
Tanda trauma pada mata meliputi :perdarahan konjungtiva, perdarahan
bilik mata depan, kerusakan pupil dan jejas lain di mata.
Auskultasi pada arteri karotis untuk menentukan adanya bruit yang
berhubungan dengan diseksi karotis.8
c. Pemeriksaan Neurologi
h. Tatalaksana EDH
1. Penanganan Darurat
Dekompresi dengan trepanasi sederhana
Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom8
2. Terapi Medikamentosa
Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan
tidak ada cedera spinal atau gunakan posisi trendelenburg
terbalik untuk mengurang tekanan intracranial dan
meningkakan drainase vena.9
Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala
adalah golongan dexametason (dengan dosis awal 10 mg
kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam), mannitol 20%
(dosis 1-3 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi
edema cerebri yang terjadi. Akan tetapi,hal ini masih
kontroversi dalam memilih mana yang terbaik.Dianjurkan
untuk meberikan terapi profilaksis dengan fenitoin sedini
mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya
focus epileptogenic dan untuk penggunaan jangka panjang
dapat dilanjutkan dengan karbamazepin Tri
hidroksimetilmino-metana (THAM) yang merupakan suatu
buffer yang dapat masuk ke susunan saraf pusat dan secara
teoritis lebih superior dari natrium bikarbonat,dalam hal ini
untuk mengurangi tekanan intrakranial.Barbiturat dapat
dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi
dan mempunyai efek protektif terhadap otak dari anoksia
dan iskemik dosis yang biasa diterapkan adalah diawali
dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian
dilanjutkan dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1
mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar
serum 3-4mg%.10
3. Terapi Operatif
Operasi di lakukan bila terdapat :
Volume hematom > 30 ml ( kepustakaan lain >
44 ml)
Keadaan pasien memburuk
Pendorongan garis tengah > 3 mm11
i. Komplikasi EDH
Kelainan neurologik (deficit neurologis) berupa sindrom geger otak
dapat terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa bulan
Kondisi yang kacau baik fisik maupun mental
Kematian12
j. Prognosis EDH
a. Definisi SDH
alkoholisme kronis
epilepsi
koagulopati
kista arachnoid
Trombositopenia
Diabetes Melitus14
e.
Patofisiologi
SDH
f. Diagnosis
SDH
1. Anamnesis
Keluhan Utama
Mekanisme Trauma
Waktu dan Perjalanan trauma
Pernah pingsan atau sadar setelah trauma
Keluhan lain seperti: Nyeri kepala,penurunan kesadaran,kejang,vertigo
Riwayat mabuk,alkohol,narkotika,pasca operasi kepala
Penyakit Penyerta seperti: epilepsi,jantung,asma,riwayat operasi
kepala,hipertensi dan diabetes mellitus,serta gangguan faal pembekuan
darah.8
2. Pemeriksaan Fisik
a. Primary Survey
Airway
Breathing
Circulation
Disability
Exposure
b. Pemeriksaan Kepala
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium minimal meliputi pemeriksaan
darah rutin, elektrolit, profil hemostasis/koagulasi.
Foto Tengkorak
Pemeriksaan foto tengkorak tidak dapat dipakai untuk
memperkirakan adanya SDH. Fraktur tengkorak sering
dipakai untuk meramalkan kemungkinan adanya
perdarahan intrakranial tetapi tidak ada hubungan yang
konsisten antara fraktur tengkorak dan SDH. Bahkan
fraktur sering didapatkan kontralateral terhadap SDH.
CT- Scan
Perdarahan subdural akut pada CT-scan kepala (non
kontras) tampak sebagai suatu massa hiperdens (putih)
ekstra-aksial berbentuk bulan sabit sepanjang bagian
dalam (inner table) tengkorak dan paling banyak terdapat
pada konveksitas otak di daerah parietal. Terdapat dalam
jumlah yang lebih sedikit di daerah bagian atas tentorium
serebelli. Subdural hematom berbentuk cekung dan
terbatasi oleh garis sutura. Jarang sekali, subdural
hematom berbentuk lensa seperti epidural hematom dan
biasanya unilateral.15
a. Definisi SAH
b. Etiologi SAH
Aneurisma Fusiformis
Aneurisma mikotik
c. Faktor Resiko
Faktor resiko SAH dibagi menjadi dua, yaitu faktor yang dapat
dimodifikasi dan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor
resiko yang dapat dimodifikasi antara lain hipertensi, kebiasaan merokok,
konsumsi alkohol, diabetes melitus berkaitan dengan SAH tipe
perimesensefalik, dan penggunaan obat simpatomimetik.Faktor risiko
SAH yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia (terbanyak pada usia
40-60 tahun), jenis kelamin (wanita>pria), riwayat aneurisma sebelumnya,
riwayat keluarga pada kerabat tingkat pertama (meningkatkan risiko 3-4
kali lipat), penyakit genetik (autosomal dominant polycystic kidney
diasease, type IV Ehlers-Danlos syndrome).20
d. Patofisiologi SAH
Gejala awal yang umum dan merupakan ciri khas gejala SAH aneurisma,
yaitu “the worst headache of my life”. Nyeri kepala parah yang biasanya
muncul mendadak dan mencapai intensitas maksimum dalam hitungan
detik atau menit (thunderclap headache).5,78 Sekitar 10-40% pasien,
didahului oleh nyeri kepala “sentinel” 2-8 minggu sebelum perdarahan
subaraknoid yang nyata.Perdarahan biasanya terjadi selama masa stress
fisik atau psikologis, namun lebih sering terjadi selama aktivitas sehari-
hari.
Gejala lain yang mungkin muncul, yaitu penurunan kesadaran, mual
dan/ atau muntah, fotofobia, defisit neurologis fokal atau kejang, retinal
hemorrhage.22
f. Diagnosis SDH
1. Anamnesis
Keluhan Utama
Mekanisme Trauma
Waktu dan Perjalanan trauma
Pernah pingsan atau sadar setelah trauma
Keluhan lain seperti: Nyeri kepala,penurunan
kesadaran,kejang,vertigo
Riwayat mabuk,alkohol,narkotika,pasca operasi kepala
Penyakit Penyerta seperti: epilepsi,jantung,asma,riwayat operasi
kepala,hipertensi dan diabetes mellitus,serta gangguan faal
pembekuan darah.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Primary Survey
Airway
Breathing
Circulation
Disability
Exposure
b. Pemeriksaan Kepala
c. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran : berdasarkan skala Glasgow Coma Scale (GCS).
Cedera kepala berdasar GCS, yang dinilai setelah stabilisasi ABC.
GCS diklasifikasikan sebagai berikut :
GCS 14 – 15 : Cedera Otak Ringan (COR)
GCS 9 – 13 : Cedera Otak Sedang (COS)
GCS 3 – 8 : Cedera Otak Berat (COB)8
1. Pemeriksaan CT-Scan
h.Tatalaksana
i. Komplikasi SAH
Komplikasi SAH dibagi menjadi tiga, yaitu fase akut, fase sub-akut, dan fase
lanjut.
9.Prognosis SAH
Prognosis SAH bervariasi secara signifikan, dari sembuh sempurna hingga
kecacatan berat atau kematian yang tergantung pada tingkat keparahan
perdarahan awal dan potensi komplikasi yang terjadi dalam 2 minggu
pertama setelah perdarahan. Pasien dengan tingkat kesadaran normal
memiliki risiko kematian yang rendah sedangkan penurunan tingkat
kesadaran memiliki risiko kematian dan kecacatan yang lebih tinggi. Angka
kematian SAH yang tidak ditatalaksana mencapai 65% sedangkan berkurang
hingga 18% pada SAH yang didiagnosis dan ditatalaksana dengan tepat.24
BAB III
KESIMPULAN
Epidural Hematoma adalah perdarahan intrakranial yang terjadi karena fraktur tulang
tengkorak dalam ruang antara tabula interna kranii dengan duramater.Biasanya
sumber perdarahannya adalah arteri meningica media (paling sering), vena diploica
(oleh karena adanya fraktur calvaria), vena emmisaria, dan sinus venosus duralis.
Subdural Hematoma adalah perdarahan yang terjadi antara duramater dan arachnoid,
biasanya sering di daerah frontal, parietal, dan temporal. Pada subdural hematoma
yang menjadi sumber perdarahan berasal dari vena jembatan atau bridging vein
(paling sering), sedangkan Subarachnoid hematoma (SAH) merupakan pendarahan
yang terjadi pada selaput otak di bagian ruang subarachnoid. Perdarahan terjadi
akibat trauma kepala. Sumber perdarahannya akibat dari non-traumatik paling sering
terjadi pada aneurisma atau malformasi arteri vena di otak yang pecah. Penanganan
yang tepat dan adekuat dapat menentukan besarnya hematom dibantu dengan
pemeriksaan penunjang, dan kemudian dilakukan tindakan berupa evakuasi hematom.
Tindakan yang bisa dilakukan dapat beruapkonservatif (medikamentosa) atau berupa
tindakan operatif.
DAFTAR PUSTAKA