Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

PERDARAHAN EPIDURAL

Muhamad Ghifari Azhar 1102016127

Muhammmad Afif Ramdisa Putra 1102016129

Pembimbing:

dr. Ryan Indra, Sp, RAD

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI

RSUD KABUPATEN BEKASI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS YARSI


PERIODE 13 JULI – 8 AGUSTUS 2020
BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan epidural adalah kumpulan darah ekstra aksial dalam ruang

potensial antara lapisan luar dura mater dan tabula interna tengkorak. Perdarahan

epidural adalah kondisi yang dapat mengancam jiwa, yang mungkin memerlukan

intervensi segera dan dapat dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang

signifikan jika tidak ditangani. Diagnosis dan evakuasi cepat penting untuk hasil yang

baik.

Perdarahan epidural terjadi pada 2% dari semua cedera kepala dan hingga

15% dari semua trauma kepala fatal. Laki-laki lebih sering terkena daripada

perempuan. Selain itu, insidensinya lebih tinggi di kalangan remaja dan dewasa

muda. Usia rata-rata pasien yang terkena adalah 20 hingga 30 tahun, dan jarang

terjadi setelah 50 hingga 60 tahun. Seiring bertambahnya usia seseorang, dura mater

menjadi lebih melekat pada tulang di atasnya. Ini mengurangi kemungkinan bahwa

hematoma dapat berkembang di ruang antara cranium dan duramater

CT scan segera yang tidak ditingkatkan adalah prosedur pilihan untuk

diagnosis. CT scan kepala menunjukkan lokasi, volume, efek, dan cedera intrakranial

potensial lainnya. Perdarahan Epidural membentuk kepadatan homogen ekstraaxial,


marginal halus, lenticular, atau bikonveks. Evaluasi tulang belakang leher biasanya

diperlukan karena risiko cedera leher yang terkait dengan perdarahan epidural.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Epidural Hematom adalah perdarahan intrakranial yang terjadi karena

fraktur tulang tengkorak dalam ruang antara tabula interna kranii dengan duramater.

Hematoma epidural paling sering terjadi di daerah perietotemporal akibat robekan

arteria meningea media.

2.2 Epidemiologi

Perdarahan epidural terjadi pada 2% dari semua cedera kepala dan hingga

15% dari semua trauma kepala fatal. Laki-laki lebih sering terkena daripada

perempuan. Selain itu, insidensinya lebih tinggi di kalangan remaja dan dewasa

muda. Usia rata-rata pasien yang terkena adalah 20 hingga 30 tahun, dan jarang

terjadi setelah 50 hingga 60 tahun. Seiring bertambahnya usia seseorang, dura mater

menjadi lebih melekat pada tulang di atasnya. Ini mengurangi kemungkinan bahwa

hematoma dapat berkembang di ruang antara cranium dan duramater.

2.3 Anatomi
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang

membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah sekali

terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, begitu rusak, neuron tidak dapat

diperbaiki lagi. Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, yaitu jaringan

fibrosa padat, dapat digerakkan dengan bebas, yang membantu menyerap kekuatan

trauma eksternal.

Di antara kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan

membrane dalam yang mengandung pembuluh-pembuluh besar. Bila robek,

pembuluh-pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat menyebabkan

kehilangan darah bermakna pada penderita laserasi kulit kepala.

Gambar 1 : Lapisan – lapisan pelindung otak.


Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah
pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi
arachnoidea dan piamater.

2.3.1 Duramater

Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat
dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan
dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana
keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar
sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan
dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian otak.

2.3.2 Arachnoidea

Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya
terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi
spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum
subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang
membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang saling
berhubungan.

2.3.3 Piamater

Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi


permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh darah
di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure transversalis di abwah
corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius
dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah
choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan
ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea
di tempat itu.
2.4 Etiologi

Epidural hematom utamanya disebabkan oleh gangguan struktur duramater dan


pembuluh darah kepala biasanya karena fraktur.Akibat trauma kapitis,tengkorak
retak.Fraktur yang paling ringan, ialah fraktur linear.Jika gaya destruktifnya lebih
kuat, bisa timbul fraktur yang berupa bintang (stelatum), atau fraktur impresi yang
dengan kepingan tulangnya menusuk ke dalam ataupun fraktur yang merobek dura
dan sekaligus melukai jaringan otak (laserasio). Pada pendarahan epidural yang
terjadi ketika pecahnya pembuluh darah, biasanya arteri, yang kemudian mengalir ke
dalam ruang antara duramater dan tengkorak.

Gambar 2 : Coup and Countercoup Lession.

Ini terjadi pada sekitar 10% dari cedera otak traumatis yang membutuhkan

rawat inap. Mekanisme traumatis dan non-traumatik dapat menyebabkan hematoma

epidural.

Sebagian besar kasus yang terkait dengan mekanisme traumatis adalah

akibat dari cedera kepala akibat tabrakan kendaraan bermotor, serangan fisik, atau

jatuh secara tidak sengaja.


Mekanisme non-traumatis meliputi:

• Infeksi / Abses

• Koagulopati

• Tumor Hemoragik

• Malformasi Vaskular

2.5 Patofisiologi

Pada hematoma epidural, perdarahan terjadi diantara tulang tengkorak dan

duramater. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu

cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi di daerah yang

bersangkutan. Hematom pun dapat terjadi di daerah frontal dan oksipital.

2.5.1 Cedera Arteri

Sebagian besar hematoma epidural dihasilkan dari perdarahan arteri dari

cabang arteri meningeal media. Arteri meningeal anterior atau fistula dural

arteriovenous (AV) pada verteks mungkin terlibat.

2.5.2 Cedera Vena

Sekitar 10% perdarahan epidural disebabkan oleh perdarahan vena setelah

laserasi sinus vena dural. Pada orang dewasa, sekitar 75% perdarahan epidural terjadi
di wilayah temporal. Namun, pada anak-anak, mereka terjadi dengan frekuensi yang

sama di daerah fossa temporal, oksipital, frontal, dan posterior.

Fraktur tengkorak terjadi pada sebagian besar pasien dengan perdarahan

epidural. Hematoma ini sering hadir di bawah fraktur bagian skuamosa tulang

temporal. Jika kondisi ini terjadi dalam tulang belakang, entitas ini digambarkan

sebagai hematoma epidural tulang belakang.

Berdasarkan perkembangan radiografi, dapat diklasifikasikan menjadi salah satu dari

berikut ini

• Tipe I: Akut: terjadi pada hari 1 dan berhubungan dengan "pusaran" darah

yang tidak menggumpal

• Tipe II: Subakut: Terjadi antara hari 2 hingga 4 dan biasanya padat.

• Tipe III: Kronis: Terjadi antara hari 7 hingga 20; penampilan campuran atau

lucent dengan peningkatan kontras.

2.6 Diagnosis

2.6.1 Gejala Klinis

Gejala yang sangat menonjol pada epidural hematom adalah kesadaran

menurun secara progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar
disekitar mata dan dibelakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada

saluran hidung dan telingah. Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-

macam akibat dari cedera kepala. Banyak gejala yang timbul akibat dari cedera

kepala. Gejala yang sering tampak :

• Lucid Interval (+)

• Penurunan kesadaran.

• Late hemiparese kontralateral lesi.

• Pupil anisokor

• Reflex Babinski (+) kontralteral lesi.

• Kadang fraktur daerah temporal.

Gejala klinis yang khas adalah hilangnya kesadaran awal setelah trauma,

pemulihan sementara lengkap ("sering disebut sebagai lucid interval"), yang

berpuncak pada perkembangan cepat dari kerusakan neurologis. Ini terjadi pada 14%

hingga 21% pasien dengan perdarahan epidural. Namun, pasien-pasien ini mungkin

tidak sadar sejak awal atau mungkin sadar kembali setelah koma singkat atau

mungkin tidak kehilangan kesadaran. Oleh karena itu, gejala klinis berkisar dari

kehilangan kesadaran sementara hingga koma. Berhati-hatilah bahwa lucid interval

tidak patognomonik untuk perdarahan epidural dan dapat terjadi pada pasien yang

mempertahankan lesi massa lain yang berkembang.


Lucid interval klasik terjadi pada perdarahan epidural murni yang sangat

besar dan menunjukkan temuan CT scan perdarahan aktif. Presentasi gejala

tergantung pada seberapa cepat perdarahan epidural berkembang dalam ruang

tengkorak. Seorang pasien dengan perdarahan epidural yang kecil mungkin tidak

menunjukkan gejala, tetapi ini jarang terjadi. Selain itu, perdarahan epidural juga

dapat berkembang secara tertunda.

2.6.2 Pemeriksaan Radiologi

2.6.2.1 Foto Polos Kepala

Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai

epidural hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral pada sisi

yang mengalami trauma untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong

sulcus arteria meningea media.

Gambar 3 : Fraktur temporoparietal (panah) yangberakibat perdarahan epidural.


2.6.2.2 CTscan

Kasus 1. Hematoma epidural progresif pada pria berusia 32 tahun setelah tabrakan kendaraan
bermotor. (a), (b), dan (c): Gambar CT awal diperoleh 2 jam setelah cedera, menunjukkan hematoma
epidural kecil di frontal kiri. (c), (d), dan (e): CT scan kedua diperoleh 6 jam setelah cedera
menunjukkan peningkatan ukuran hematoma yang jelas.

CT scan adalah modalitas pencitraan yang paling umum untuk menilai


perdarahan intrakranial. Popularitasnya terkait dengan ketersediaannya yang luas di
unit gawat darurat. Mayoritas epidural hematoma (EDH) dapat diidentifikasi pada CT
scan. Presentasi klasik adalah massa bikonveks atau lensa-berbentuk pada CT scan
otak, karena kemampuan darah yang terbatas untuk memperluas dalam lampiran tetap
dura ke jahitan kranial. EDH tidak melewati garis.

2.6.2.3 MRI

Pada MRI kepala akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang


menggeser posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI
kepala juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah
satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis. Pada perdarahan
epidural spinal MRI penting untuk memastikan lokasi segmen yang mengalami
perdarahan.

Gambar 5 : T1 MRI kepala potongan koronal, didapatkan gambaran perdarahan epidural di daerah
vertex

Gambar 6 : T2 MRI kepala potongan sagittal, nampak perdarahan epidural pada region parietoccipital
dekstra (kanan)

MRI otak lebih sensitif daripada CT scan, terutama ketika menilai EDH di
verteks. Ini harus diperoleh ketika ada kecurigaan klinis yang tinggi untuk EDH, yang
menyertai CT scan kepala negatif awal. Dalam situasi yang diduga EDH tulang
belakang, MRI tulang belakang adalah modalitas pencitraan yang disukai, karena
memberikan resolusi yang lebih tinggi dibandingkan CT tulang belakang

D. Angiography

(a) Angiografi arteri karotis eksternal superselektif menunjukkan pseudoaneurisma MMA (panah)
sebelum embolisasi. (B) angiografi arteri karotis eksternal setelah pengobatan pseudoaneurysm
menunjukkan embolisasi lengkap.

Ini dapat digunakan untuk mengevaluasi penyebab nontraumatic (mis.


Arteriovenous malformations) dari EDH. Jarang angiografi dapat menunjukkan
laserasi arteri meningeal tengah dan ekstravasasi kontras dari arteri meningeal tengah
ke dalam vena meningeal tengah berpasangan yang dikenal sebagai "tram track sign".
2.7 Pemeriksaan lab

a. Complete blood count (CBC) dengan trombosit - Untuk memantau infeksi dan
menilai hematokrit dan trombosit untuk risiko hemoragik lebih lanjut.
b. Prothrombin time (PT) / waktu tromboplastin parsial teraktivasi (aPTT) -
Untuk mengidentifikasi perdarahan diatesis.
c. Serum chemistries, including electrolytes, blood urea nitrogen (BUN),
kreatinin, dan glukosa - Untuk mengkarakterisasi gangguan metabolisme yang
dapat mempersulit perjalanan klinis.
d. Pemeriksaan toksikologi dan kadar alkohol dalam serum - Untuk
mengidentifikasi penyebab trauma kepala yang terkait dan menetapkan
kebutuhan untuk pengawasan sehubungan dengan gejala penarikan.
e. Persipakan transfusi yang diperlukan karena kehilangan darah atau anemia.5

2.8 Diagnosis Banding

Dengan hematoma besar, jarang ada kebingungan yang signifikan mengenai


diagnosis yang benar. Pada lesi yang lebih kecil, terutama ketika ada cedera
parenchymal injury (mis. Kontusio serebral, darah subaraknoid traumatis, hematoma
subdural bersamaan) diagnosis bisa lebih meragukan.
a. Perdarahan Subdural (SDH)
- Bisa melewati jahitan
- Biasanya berbentuk sabit
- Dibatasi oleh refleksi dural
- Biasanya pada pasien yang lebih tua atau pada pasien muda dengan cedera
kepala tertutup signifikan lainnya
b. Meningioma
- mungkin hyperdense
- meningkatkan kontras
- biasanya jauh dari fraktur (mis. Parafalcine)
2.9 Tatalaksana

Epidural Hematoma (EDH) adalah darurat bedah saraf. Karena itu, diperlukan
evakuasi bedah segera untuk mencegah cedera neurologis yang ireversibel dan
kematian akibat ekspansi hematoma dan herniasi. Konsultasi bedah saraf harus segera
dilakukan karena penting untuk melakukan intervensi dalam 1 hingga 2 jam
presentasi.

Prioritasnya adalah menstabilkan pasien, termasuk ABC (jalan napas, pernapasan,


sirkulasi), dan ini harus segera diatasi.

Intervensi bedah direkomendasikan pada pasien dengan:

• EDH akut
• Volume hematoma lebih besar dari 30 ml terlepas dari skor skala koma
Glasgow (GCS)
• GCS kurang dari 9 dengan kelainan pupil seperti anisocoria

A . Operative Management

Pada pasien dengan EDH akut dan simtomatik, pengobatannya adalah


evakuasi kraniotomi dan hematoma. Berdasarkan literatur yang tersedia,
"trephination" (atau evakuasi lubang duri) sering merupakan bentuk intervensi yang
penting jika keahlian bedah yang lebih maju tidak tersedia; bahkan dapat menurunkan
angka kematian. Namun, kinerja kraniotomi, jika memungkinkan, dapat memberikan
evakuasi hematoma yang lebih menyeluruh.

B . Non-Operative Management

Ada kelangkaan literatur yang membandingkan manajemen konservatif dengan


intervensi bedah pada pasien dengan EDH. Namun, pendekatan non-bedah dapat
dipertimbangkan pada pasien dengan EDH akut yang memiliki gejala ringan dan
memenuhi semua kriteria yang tercantum di bawah ini:
• Volume EDH kurang dari 30 ml
• Diameter gumpalan kurang dari 15 mm
• Pergeseran garis tengah kurang dari 5 mm
• GCS lebih besar dari 8 dan pada pemeriksaan fisik, tidak menunjukkan gejala
neurologis fokal.

Jika keputusan dibuat untuk mengelola EDH akut non-pembedahan, observasi


ketat dengan pemeriksaan neurologis berulang dan pengawasan terus-menerus
dengan pencitraan otak diperlukan, karena risiko untuk ekspansi hematoma dan
kerusakan klinis ada. Rekomendasi tersebut adalah untuk mendapatkan CT scan
kepala tindak lanjut dalam waktu 6 hingga 8 jam setelah cedera otak.

2.10 Prognosis

Secara umum, pasien dengan EDH murni memiliki prognosis yang sangat
baik dari hasil fungsional setelah evakuasi bedah, ketika itu dengan cepat terdeteksi
dan dievakuasi. Keterlambatan diagnosis dan pengobatan meningkatkan morbiditas
dan mortalitas.

EDH yang disebabkan oleh perdarahan arteri berkembang dengan cepat dan
dapat dideteksi dengan cepat. Tetapi yang disebabkan oleh robekan sinus dural
berkembang lebih lambat. Dengan demikian, manifestasi klinis dapat ditunda, dengan
keterlambatan pengakuan dan evakuasi. Umumnya, volume EDH lebih besar dari 50
cm sebelum evakuasi menghasilkan hasil neurologis yang lebih buruk dan akibat
kematian.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil adalah sebagai berikut:

• Usia pasien
• Waktu berlalu antara cedera dan perawatan
• Interval koma atau jernih segera
• Adanya kelainan pupil
• Skor GCS pada saat kedatangan

Temuan CT (volume hematoma, derajat pergeseran garis tengah, adanya tanda-tanda


perdarahan hematoma aktif, atau lesi intra-dural terkait).
DAFTAR PUSTAKA

Abelsen Nadine, Mitchell, Neurotrauma: Managing Patients with Head Injuries, A


John Wiley& Sons, Ltd., Publication, Wichester USA:2013 (6)

Babu JM, Patel SA, Palumbo MA, Daniels AH. Spinal Emergencies in Primary Care

Practice. Am.J.Med. 2019Mar;132(3):300-306.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30291829 (Diakses : 27 April 2020)

Burjorjee JE, Rooney R, Jaeger M. Epidural Hematoma Following Cessation of a

Direct Oral Anticoagulant: A Case Report. Reg Anesth Pain Med. 2018

Apr;43(3):313-316. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29369958 (Diakses : 27

April 2020).

Bonow R, et all, Global Neurotrauma Research Group. The Outcome of Severe

Traumatic Brain Injury in Latin America. World Neurosurgeon. 2018 Mar;111:e82-

e90. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29229352. (Diakses : 27 April 2020).

Chen, H., Guo, Y., Chen, S.-W., Wang, G., Cao, H.-L., Chen, J., … Tian, H.-L.
(2012). Progressive Epidural Hematoma in Patients with Head Trauma: Incidence,
Outcome, and Risk Factors. Emergency Medicine International, 2012, 1–8.
https://doi.org/10.1155/2012/134905
Chicote Álvarez E, et all, Epidemiology of traumatic brain injury in the elderly over a

25 year period. Rev Esp Anestesiol Reanim. 2018 Dec;65(10):546-551.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30054092 (Diakses : 27 April 2020).

Herring W, 2016, Learning Radiology Recognizing The Basic 3rd edition.

Philladelphia : Elsevier

Kabbani AA,’ Extradural hemorrhage’, 2018, [cited 27 April 2020]. Available from :

https://radiopaedia.org/articles/extraduralhaemorrhage#nav_radiographic-features

Khairat A, Waseem M. 2020. Epidural Hematoma. National Center for


Biotechnology Information.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK518982/#!po=3.84615. (Diakses : 27 April
2020).

Liebeskind David, Lutsep Helmi, Epidural Hematom in Emergency Medicine www.


emedicine.medscape.com/article/824029-overview : 2016 (1)

Paiva, W. S., Andrade, A. F., Amorim, R. L. O. De, Bor-Seng-Shu, E., Gattas, G.,
Neville, I. S., … Teixeira, M. J. (2014). Computed tomography angiography for
detection of middle meningeal artery lesions associated with acute epidural
hematomas. BioMed Research International, 2014.
https://doi.org/10.1155/2014/413916

Shah, M. V, Commentary Conservative Management of Epidural Hematoma: Is It


Safe and Is It Cost-Effective?, page 115–116, Indianapolis: 2011(5)

Anda mungkin juga menyukai