Epidural Hematoma
PEMBIMBING:
dr. Wiwin Sundawiyani, Sp.S
Disusun Oleh:
Yudha Daud Pratama
2011730168
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus mengenai “Epidural Hematoma” ini tepat pada waktunya.
Tidak lupa penulis mengucapkan terimah kasih kepada dr. Wiwin, Sp.S yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Terima kasih juga kepada
seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini.
i
DAFTAR ISI
STATUS PASIEN................................................................................................................ 1
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 29
ii
BAB I
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN:
Nama Pasien : Tn. S
No. Rekam Medik : 010116**
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pekerja bangunan
Agama : Islam
Alamat : Blora, Jawa tengah
Tanggal masuk RS : 31 Desember 2018
II. ANAMNESIS :
Anamnesis dilakukan dengan metode alloanamnesis dan autoanamnesis
Keluhan Utama:
Penurunan kesadaran
1
peristiwa kejadian sebelum terbentur, maupun sesudah terbentur serta tidak ingat
pekerjaanya, nama – nama keluarganya. Bicara pelo (-), kepala OS terbentur lantai di
ketinggian 1 meter tanpa helm, Kejang (-), demam (-), Mual (-), muntah (-) .
Kesadaran : Delirium,
GCS : 11, E = 3, M = 4, V =4
Tanda Vital
Suhu : 36,80C
Status Generalis
2
Kepala : Normochepal, deformitas (-), oedema (temporal kanan) rambut hitam
dan sedikit memutih lurus, tidak mudah rontok, Nyeri tekan perikranial (+/-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva
hiperemis (+/+), racoon eyes phenomenon (-/-)
Thoraks
Paru
Palpasi : Simetris (+/+), krepitasi (-/-), Vocal fremitus sama kanan kiri,
krepitasi (-/-)
Jantung
Abdomen
3
Auskultasi : BU (+) Normal
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Bawah : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
NERVUS KRANIALIS
N.I (Olfaktorius) :
Dextra Sinistra
Daya Pembauan sulit untuk dinilai sulit untuk dinilai
N.II (Optikus)
Dextra Sinistra
Visus sulit untuk dinilai sulit untuk dinilai
Lapang Pandang sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Optic disc Tidak diperiksa Tidak diperiksa
N.III (Okulomotoris), N. IV (Throklearis), dan N. VI (Abdusens)
4
Dextra Sinistra
Ptosis (-) (-)
Pupil
a. Bentuk Isokor,Bulat Isokor,Bulat
b. Diameter
3 mm 3 mm
c. Reflex Cahaya
Direk
Indirek
(+) (+)
(+) (+)
Gerak bola mata sulit untuk dinilai sulit untuk dinilai
N.V (Trigeminus)
Dextra Sinistra
Motorik
Membuka mulut (+) (+)
Mengunyah (+) (+)
Menggigit (+) (+)
Sensibilitas
a. Oftalmikus sulit untuk dinilai sulit untuk dinilai
b. Maksila
sulit untuk dinilai sulit untuk dinilai
c. Mandibula
sulit untuk dinilai sulit untuk dinilai
Reflex
Kornea (+) (+)
N.VII (Facial)
Dextra Sinistra
Motorik
a. Mengangkat alis (+) bila dirangsang nyeri (+) bila dirangsang nyeri
b. Menutup mata
(+) bila dirangsang nyeri (+) bila dirangsang nyeri
c. Menyeringai
(+) bila dirangsang nyeri (+) bila dirangsang nyeri
Sensorik
a. Daya kecap lidah sulit untuk dinilai sulit untuk dinilai
2/3 depan
N.VIII (Vestibulokoklearis)
5
Dextra Sinistra
Pendengaran
a. Test bisik Tidak merespon merespon
b. Test Rinne
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. Test Weber
d. Test Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
e. Berdiri dengan
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
mata terbuka
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
f. Berdiri dengan
mata tertutup
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Dextra Sinistra
Bentuk Tidak ada deformitas
Kontur Otot Eutrofi Eutrofi
Kekuatan 5 5 5 5 3 3 5 5
Reflex Bisep + +
Reflex Trisep + +
6
Kesan: Hemiparesis ekstremitas sinistra
Sistem Ekstrapiramidal
1. Tremor : -
2. Chorea : -
3. Balismus : -
Sistem Koordinasi :
Sistem Kortikal :
1. Atensi : Terganggu
2. Konsentrasi : Terganggu
6. Memori : Amnesia
7. Gnosis : Agnosia
FUNGSI SENSORIK
7
FUNGSI VEGETATIF
BAK : Normal, tidak terpasang kateter
BAB : Belum BAB sejak masuk rumah sakit
REFLEK FISIOLOGIS
Reflek bisep : (+/+)
Reflek trisep : ( +/±)
Reflek brachioradialis : ( +/±)
Reflek patella : (+/+)
Reflek achilles : ( +/±)
REFLEK PATOLOGIS
Babinski : (-/-)
Chaddock : (-/-)
Oppenheim : (-/-)
Scaeffer : (-/-)
Gordon : (-/-)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tgl 31/12/2018
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN HASIL
HEMATOLOGI
Hemoglobin 15.1 12 – 15 g/dL
Leukosit 13.8 4.0 – 11.0 ribu/mm3
Trombosit 190 150 - 450 ribu/mm3
Hematokrit 43 31 - 55 %
Eritrosit 4.65 4.76 – 6.45 juta/uL
MCV 88 85 - 123 fl
MCH 28 28 - 40 pq
MCHC 32 29-37 %
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah
Glukosa Darah Sewaktu 96 < 160 mg/dL
Fungsi Ginjal
Kreatinin 0.9 0.8 – 1.5 mg/dl
8
VI. RESUME
Tn.S, 50 tahun datang dengan keluhan penurunan kesadaran sebanyak dua kali
dikarenakan kepala pasien terbentur aspal 6 jam SMRS . Pada saat kepala pasien terbentur,
OS mengeluarkan darah dari telinga kanannya sebanyak ± 3 potong kassa. pasien sempat
pingsan dua kali, yang pertama 1 menit, yang kedua 3 menit.. OS mengatakan nyeri kepala
kanan menjalar sampai kebagian alis mata kanan saat tiba di RS dengan mata berkunang –
kunang. Selebihnya OS hanya dapat mengerang dan sesekali melantur. OS masih ingat nama,
usia, dan tempat tinggal namun tidak mengetahui keberadaanya dan tidak ingat peristiwa
kejadian sebelum terbentur, maupun sesudah terbentur serta tidak ingat pekerjaanya, nama –
nama keluarganya.
Pada Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
delirium kontak tidak adekuat, fungsi luhur: afasia sensorik, amnesia, dan agnosia.
tekanan darah: 110/70 mmHg, nadi: 93 x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat,
pernapasan: 20 x/menit reguler, suhu: 36,80C. Pemeriksaan neurologis hemiparese
ekstremitas dektra.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan: Laboratorium: Leukosit = 13,8.
9
Hasil CT-Scan Kepala Schaedel : tampak gambaran hiperidens pada epidural region
temporal hemisphere dekstra.
VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Cephalgia, Hemiparese Sinistra, Afasia sensorik, Amnesia
anterograde dan retrograde, Agnosia, Interval Lucid, oedema
temporal kanan
Diagnosis Topis : epidural space hemisfer dextra
Diagnosis Etiologi : Traumatic head injury
Diagnosis Patologi : Edema, Inflamasi
IX. TATALAKSANA
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TRAUMA KEPALA / CEDERA KEPALA
A. Definisi
B. Epidemiologi
C. Etiologi
D. Patofisiologi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu
cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada
kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan
benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses
akselarasi deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera kepala dapat
terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh
adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi
coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi
yang disebut contrecoup.
1. Pukulan langsung
Dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup injury) atau
pada sisi yang berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam
tengkorak dan mengenai dinding yang berlawanan (contrecoup injury).3
2. Rotasi/deselerasi
Fleksi, ekstensi, atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak yang
menyerang titik-titik tulang dalam tengkorak (misalnya pada sayap dari
tulang sfenoid). Rotasi yang hebat juga menyebabkan trauma robekan di
dalam substansi putih otak dan batang otak, menyebabkan cedera aksonal
dan bitnik-bintik perdarahan intraserebral.3
3. Tabrakan
Otak seringkali terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat (terutama
pada anak-anak dengan tengkorak yang elastis).3
4. Peluru
Cenderung menyebabkan hilangnya jaringan seiring dengan trauma.
Pembengkakan otak merupakan masalah akibat disrupsi tengkorak yang
secara otomatis menekan otak.3
E. Klasifikasi
1. Mekanisme
Cedera kepala dibagi atas cedera tumpul/ cedera kepala tertutup dan
cedera tembus/cedera kepala terbuka. Cedera tumpul biasanya berkaitan
dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan benda tumpul.
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan.
masih utuh pada kontusio dan robek padalaserasio serebri.
Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai
adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Sebagai kelanjutan dari
akibat kerusakan B.B.B. (blood brain barrier). Disini dinding kapiler mengalami
kerusakan ataupun peregangan pada selsel endotelnya. Cairan akan keluar dari
pembuluh darah ke dalam jaringan otak karena beda tekanan intra vaskuler dan
interstisial yang disebut tekanan perfusi. Bila tekanan arterial meningkat akan
mempercepat terjadinya edema dan sebaliknya bila turun akan memperlambat.
Edema jaringan menyebabkan penekanan pada pembuluhpembuluh darah yang
mengakibatkan aliran darah berkurang. Akibatnya terjadi iskemia dan hipoksia.
Asidosis yang terjadi akibat hipoksia ini selanjutnya menimbulkan vasodilatasi
dan hilangnya auto regulasi aliran darah, sehingga edema semakin hebat.
Hipoksia karena sebabsebab lain juga memberikan akibat yang sama. Jika
Perdarahan intracranial
Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau diantara
otak dengan tulang tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi
karena cedera atau stroke. Perdarahan karena cedera biasanya
terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar (hematoma
subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar dengan
tulang tengkorak (hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan
diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian
besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejala
dalam beberapa menit. Perdarahan menahun (hematoma kronis)
lebih sering terjadi pada usia lanjut dan membesar secara perlahan
serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari.
Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan
pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan otak.
Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas atau
batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa
terjadi penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah
satu atau kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan
jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan
hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.
Hematoma epidural
Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang
terletak diantara meningens dan tulang tengkorak. Hal ini terjadi
karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di dalam
arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat
memancar. Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul
tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam kemudian. Sakit kepala
kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi
dan lebih parah dari sebelumnya. Selanjutnya bisa terjadi
peningkatan kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan
koma. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung
kepada CT scan darurat. Hematoma epidural diatasi sesegera
mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk
mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan
penyumbatan sumber perdarahan.
Hematoma subdural
Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di
sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya
cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya
cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural yang
bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia
lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua
keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu
gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI
bisa menunjukkan adanya genangan darah. Hematoma subdural
pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang
tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang
kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma
subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis
biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.
2. Beratnya cedera
Klasifikasi Penjelasan
3. Morfologi
a. Fraktur cranium
Klasifikasi fraktur tulang sebagai berikut:
Gambaran fraktur : linear, diastase, comminuted dan depressed
F. Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
1. Primary Survey
a. Airway, dengan kontrol servikal:
Yang pertama harus dinilai adalah jalan nafas, meliputi pemeriksaan
adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing,
fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring
atau trakea.
Bila penderita dapat berbicara atau terlihat dapat berbicara – jalan
nafas bebas.
Bila penderita terdengar mengeluarkan suara seperti tersedak atau
berkumur - ada obstruksi parsial.
Bila penderita terlihat tidak dapat bernafas - obstruksi total.
- Jika penderita mengalami penurunan kesadaran atau GCS < 8
keadaan tersebut definitif memerlukan pemasangan selang
udara.
- Selama pemeriksaan jalan nafas, tidak boleh dilakukan ekstensi,
fleksi atau rotasi pada leher.
- Dalam keadaan curiga adanya fraktur servikal atau penderita
datang dengan multiple trauma, maka harus dipasangkan alat
immobilisasi pada leher, sampai kemungkinan adanya fraktur
servikal dapat disingkirkan.
d. Disability
Evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai adalah
tingkat kesadaran, ukuran pupil dan reaksi pupil terhadap cahaya dan
adanya parese.
Suatu cara sederhana menilai tingkat kesadaran dengan AVPU
A : sadar (Alert)
V : respon terhadap suara (Verbal)
P : respon terhadap nyeri (Pain)
U : tidak berespon (Unresponsive)
Glasgow Coma Scale adalah sistem skoring sederhana dan dapat
memperkirakan keadaan penderita selanjutnya. Jika belum dapat
dilakukan pada primary survey, GCS dapat diiakukan pada secondary
survey.
Menilai tingkat keparahan cedera kepala melalui GCS :
1) Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)
Skor GCS 13-15 (sadar penuh, atentif; orientatif)
Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya : konklusi)
Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
Pasien dapat tnengeluh nyeri kepala dan pusing
Pasien dapat menderita abrasi, Iaserasi, atau hematoma kulit
kepala
Tidak ada kriteria cedera sedang-berat.
e. Exposure
Penderita trauma yang datang harus dibuka pakaiannya dan dilakukan
evaluasi terhadap jejas dan luka.
2. Secondary Survey
Pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe, examination), termasuk
reevaluasi tanda vital.Cari adanya tanda-tanda:
Racoon eyes sign (echimosis periorbital)
Battle’s Sign (echimosis retroaorikuler)
Rhinorrhea, Otorhea (tanda kebocoran LCS)
Segera setelah status kardiovaskular penderita stabil, dilakukan
pemeriksaan naeurologis lengkap.
Tingkat kesadaran dengan GCS
Pupil : dinilai isokor atau anisokor, diameter pupil, reaksi cahaya.
Motorik : dicari apakah ada parese atau tidak
Dilatasi bilateral Lambat atau (-) Perfusi otak tidak cukup, parese N III
bilateral
a) PTA 1 hari atau kurang : Perbaikan yang cepat dan sepenuhnya dengan
terapi yang sesuai. Pada beberapa kasus ditemukan disabilitas yang
menetap , biasanya post-ok syndrome.
b) PTA > 1 hari, tapi < 1 minggu : masa penyembuhan lebih panjang,
biasanya beberapa minggu sampai bulan. Penyembuhan sepenuhnya
sangat mungkin dengan perawatan yang baik.
c) PTA 1-2 minggu : Penyembuhan membutuhkan waktu beberapa bulan,
pada beberapa pasien masih terdapat gejala sisa. Pada umumnya dapat
kembali bekerja, pasien dapat melakukan aktivitas sosial dengan
perawatan yang baik.
d) PTA 2-4 minggu : proses penyembuhan berlangsung lama, biasanya 1
tahun atau lebih. Didapatkan defisit permanen, sebagian tidak dapat
melakukan aktivitas fungsional (bekerja atau melakukan aktivitas sosial).
e) PTA >4 minggu: terdapat defisit dan disabilitas yang permanen,
dibutuhkan pelatihan dan perawatan jangka panjang.
Pemeriksaan penunjang
2. Pemeriksaan CT-Scan
CT scan merupakan metode standar terpilih untuk cedera kepala baik
ringan sampai berat terutama dikerjakan pada pasien – pasien yang
mengalami penurunan kesadaran dan terdapat tanda – tanda peningkatan
tekanan intrakranial. Selain untuk melihat adanya fraktur tulang tengkorak,
CT scan juga dapat melihat adanya perdarahan otak, efek desakan pada
otak dan bisa digunakan sebagai pemantau terhadap perkembangan
perdarahan pada otak.3
Subdural Hematoma
Secara klinis, ditandai dengan penurunan kesadaran disertai laserasi
berupa hemiparese/plegia dan pada CT-Scan menunjukkan gambaran
hiperdens berupa bulan sabit.2
Epidural Hematoma
Secara klinis ditandai dengan penurunan kesadaran disertai lateralisasi
berupa hemiparesis/plegia, papil anisokor, adanya refleks patologis satu
sisi, jejas pada kepala.2 Pada pemeriksaan CT-scan menunjukkan lesi
hiperdens berbentuk bikonveks.
Gambar 2 Gambaran CT-Scan EDH
Subarakhnoid Hematoma
Tampak densitas yang meningkat di sulci-sulci pada CT-Scan.
Itracranial Hematoma
CT Scan kepala nonkontras merupakan modalitas terbaik untuk
diagnosis pertadarahan intraserebral. Pada gambaran CT Scan tampak
sebagai lesi hiperdens dengan edema minimal atau tanpa edema di
sekeliling lesi. Pada subakut batas perifer hematoma membentuk ring-like
enhancement pada CT Scan dan MRI akibat proliferasi kapiler pada kapsul
hematoma.5
G. Tatalaksana
Brain (Otak)
Bone (Tulang)
H. Prognosis
15 1%
8-12 5%
<8 40%
1. Rianawati, dr. Sri Budhi, dkk. 2017. Buku Ajar Neurologi. Hlm. 437. Jakarta:
Sagung Seto.
2. Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf Edisi IV hlm.216-220. Jakarta:PT
Gramedia Pustaka Utama.
3. Baehr, Mathias. Frotscher, Michael. 2017. Diagnostik Topik Neurologi DUUS.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Dewanto, dr. George, dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tatalaksana
Penyakit Saraf hlm.12-19. Jakarta: Penerbit Erlangga.
5. Justin M, 2006, Subdural Hematoma, Vol 171.
6. Wilkins, Williams L, 2008, ContralateralbAcute Epidural Hematoma After
Decompressive Surgery of Acute Subdural Hematoma, Vol.65.
7. Lumbantobing, S.M.2016. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta : Penerbit Buku FK UI.
8. Estiasari, Riwanti, dkk. 2018. Pemeriksaan Klinis Neurologi Praktis. Jakarta :
Kolegium Neurologi Indonesia PERDOSSI.