Anda di halaman 1dari 23

Referat

GAMBARAN RADIOLOGI ABSES SEREBRI

Oleh :

Osalina Toemapa 1740312602

Majesty Anita Imran 1510311027

Preseptor :

dr. Dina Arfiani, Sp.Rad

BAGIAN RADIOLOGI RSUP DR M DJAMIL


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat

rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul

“Gambaran Radiologi Abses Serebri”. Shalawat serta salam semoga disampaikan

kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat dan umat beliau.

Penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan

klinik di bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Penulis

mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Dina Arfiani, Sp.Rad

selaku pembimbing dalam pembuatan makalah. Penulis juga mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian

makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu diharapkan saran dan kritik dalam rangka penyempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Padang, September 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
DAFTAR GAMBAR 3
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Batasan Masalah 5

1.3 Tujuan Penulisan 5

1.4 Manfaat Penulisan 5

1.5 Metode Penulisan 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kepala 6


2.2 Gambaran Radiologi pada Otak 9


2.3 Definisi Abses Serebri 11

2.4 Etiologi 11 


2.5 Epidemiologi 12 

2.6 Patofisiologi 12 

2.7 Gejala Klinis 14 

2.8 Diagnosis 14
2.9 Pemeriksaan Radiologi 15
2.10 Diagnosis Banding 19
2.11 Tatalaksana 19
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan 20
DAFTAR PUSTAKA 21

3
DAFTAR GAMBAR

2.1 Penampang Melintang Otak 7

2.2 Otak dengan Piamater 8

2.3 Posisi pasien pada pemeriksaan CT-scan kepala 10

2.4 Gambaran normal CT Scan tanpa kontras otak. 10

2.5 MRI Otak 12

2.6 CT Scan tanpa kontras abses serebri 15

2.7 CT scan abses serebri: a. Serebritis dini, b. Serebritis lanjut 16

2.8 CT scan fase kapsul dini 16

2.9 CT scan pada fase pembentukan kapsul lanjut 17

2.10 MRI abses serebri: a. Serebritis dini, b dan c. Serebritis lanjut 18

4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Abses serebri adalah suatu proses infeksi dengan pus yang terlokalisir di
antara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus
dan protozoa. Abses serebri dapat terjadi aibat trauma fisik, prosedur
neurosurgikal, penyebaran dar infeksi lokal, atau penyebaran hematogen dari
infeksi sistemik. Pasien-pasien immunocompromised dan pasien yang menerima
transplantasi organ lebih rentan terkena infeksi serebral. Infeksi piogenik
parenkim otak berawal dari serebritis, dimana peradangan yang terlokalisir akan
berkembang menjadi stadium kapsular imatur dan berakhir menjadi abses
serebri.1
Abses serebri lebih banya dijumpai pada pria daripada perempuan dengan
perbandingan 3:1. Usia produktif lebih banyak menderita penyakit ini yaitu
sekitar 20-50 tahun. Kondisi pasien saat masuk rumah sakit sangat mempengaruhi
prognosis akhir.2
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika
telah mengalami kemajuan, rasio kematian akibat abses serebri masih tetap tinggi
yaitu rata-rata 40%. Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di negara maju,
namun karena risiko kematiannya yang tinggi, abses serebri termasuk golongan
penyakit infeksi yang mengancam kehidupan (life threatening infection).3
Untuk mendiagnosis abses serebri, dapat dilakukan pemeriksaan radiologi
CT Scan dan MRI. Keduanya dapat mendeteksi abses serebri, namun pemeriksaan
MRI lebih spesifik dan sensitif dalam membedakan tumor otak, stroke, dan
abses.1,3

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas tentang anatomi, kelainan dan gambaran radiologis


pada abses serebri

5
1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang


kelainan dan gambaran radiologi pada abses serebri

1.4 Metode Penulisan

Makalah ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk pada


berbagai literatur.

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Otak


Otak merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh.Otak merupakan
bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak yang dibungkus
oleh suatu lapisan yang kuat.4
a. Otak Besar (Cerebrum)
Otak mempunyai dua permukaan yaitu permukaan atas dan permukaan
bawah. Kedua permukaan ini dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada
bagian korteks cerebral dan zat putih terdapat pada bagian dalam yang
mengandung serabut saraf.4

Keterangan
1. Medulla Oblongata
2. Pons
3. Otak Tengah
4. Meningens
5. Otak Depan
6. Serebrum
7. Konvolusi
8. Dienchepalon
9. Serebellum
10. Hind Brain
11. Medulla Spinalis

Gambar 2.1. Penampang Melintang Otak4

b. Batang Otak (Truncus Enchepali)4

Batang otak terdiri dari:

- Disenchepalon, bagian batang otakpaling atas terdapat diantara


cerebellum dengan mesenchepalon.
- Mesensepalon, atap dari mesensepalon terdiri dari empat bagian yang
menonjol keatas, dua dsebelah atas disebut korpus kuadrigeminus
superior dan dua sebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus
inferior.

7
- Pons Varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesenhepalon
dengan pons varoli dan cerebellum terletak di depan cerebellum
diantara otak tengah dan medulla oblongata, di sini terdapat
premotoksid yang mengatur gerakan pernafasan dan refleks.
- Medulla oblongata, bagian batang otak paling bawah yang
menghubungkan pons varoli dengan medulla spinalis.
-
c. Otak Kecil (cerebellum)4

Cerebellum terletak pada bagian paling bawah dan belakang tengkorak,


dipisahkan dengan cerebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons varoli
dan diatas medulla oblongata. Otak kecil terdiri dari:

- Arkhiocerebellum (vestibulocerebellum).
- Paleacerebellum (spinocerebellum).
- Neocerebellum (ponto cerebellum).

Keterangan
1. Vena-vena serebri superior.
2. Lobus frontalis.
3. Vena serebri media.
4. Vena-vena serebri inferior.
5. Rolandi.
6. Serebelum
7. Medula oblongata.
8. Lobus temporalis

Gambar 2.2. Otak dengan piamater.4

d. Meningen (selaput otak)4

Selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang, melindungi


struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan
serebrospinal). Lapisan ini memperkecil benturan atau gerakan yang terdiri dari 3
lapisan.

- Durameter (lapisan sebelah luar)


- Arakhnoid (lapisan tengah)
- Piameter (lapisan sebelah dalam)
e. Cairan Serebrospinal4

8
Cairan serebrospinal adalah hasil sekresi plexus choroideus ke dalam
ventrikel – ventrikel yang ada dalam otak, cairan tersebut masuk ke dalam kanalis
sentralis sumsum tulang belakang dan juga ke dalam ruang subarachnoid.

2.2 Gambaran Radiologi pada Otak


2.2.1 Computed Tomography
CT-Scan merupakan perpaduan antara teknologi sinar-x, computer dan
televisi sehingga mampu menmpilkan gambar anatomis tubuh dalam manusia
dalam bentuk irisan atau slice. Pada CT-Scan prinsip kerjanya hanya dapat men-
scanning tubuh dengan irisan melintang tubuh (potongan axial). Namun dengan
memanfaatkan teknologi computer maka gambaran axial yang telah didapatkan
dapat diformat kembali sehingga didapatkan gambaran coronal, sagital, oblique,
diagonal bahkan bentuk tiga dimensi dari objek tersebut.

Gambar 2.3. Posisi pasien pada pemeriksaan CT-scan kepala

9
Gambar 2.4. Gambaran normal CT Scan tanpa kontras otak.5

2.2.2 Magnetic Resonance Imaging


MRI merupakan pemeriksaan yang memiliki spesifisitas dan sesnitifitas
yang lebih tinggi dibandingkan pemeriksaan CT Scan karena dapat membedakan
apakah lesi tersebut adalah abses otak, tumor otak dan stroke. MRI menggunakan
magnetic field bertenaga untuk menentukan nuclearmagnetic spin dan resonansi
yang tepat pada sebuah jaringan bervolume kecil. Jaringan yang berbeda memiliki
nuclear magnetic spin dan resonansi yang berbeda pula.

10
Gambar 2.5 MRI otak.5

2.3 Definisi Abses Serebri


Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pus yang terlokalisir
diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam bakteri, fungus dan
protozoa. Abses serebri diawali dengan serebritis yang berlanjut menjadi
terkumpulnya pus di dalam kapsul yang tervaskularisasi baik.3

2.4 Etiologi

Abses serebri dapat terjadi akibat penyebaran yang berdekatan dari sumber
lokal infeksi, penyebaran secara hematogen dari infeksi sistemik, maupun trauma.
Abses serebri akibat penyebaran langsung yaitu penyebaran bakteri dari otitis dan
infeksi sinus paranasalis. Penyebaran secara hematogen seperti pada infeksi
pulmonar, sepsis, penyalahgunaan obat-obatan, dan penyakit jantung. Abses
serebri juga dapat terjadi akibat trauma misalnya pada luka tusuk dan luka post
operasi.6

11
Bakteri yang sering ditemukan pada abses serebrimeliputi Streptococcus,
Pneumococcus, Proteus, dan E. coli.Abses serebri akibat Staphylococcus biasanya
berkembang dari penjalaran otitis media atau fraktur kranii. Abses serebri akibat
Streptococcus dan Pneumococcus seringkali merupakan komplikasi dari infeksi
paru-paru, otitis media, atau trauma kapitis. Abses serebri akibat Proteus dan E.
coli berkembang dari penjalaran otitis media atau mastoiditis. Sekitar 15% dari
abses serebri mengandung dua atau lebih kuman patogenik dan 20% dari abses
serebri mengandung kuman steril. Pada penderita penyakit jantung bawaan
(tetralogy of fallot), umumnya abses serebri yang terjadi disebabkan oleh infeksi
Streptococcus.7

Selain bakteri, abses serebri dapat pula disebabkan oleh jamur dan parasit.
Jamur yang menyebabkan abses serebri meliputi Candida, Aspergillus,
Actinomycetes, sementara parasit meliputi E. histolytica, Cystisercosis, dan
Schistosoma.8

2.5 Epidemiologi

Abses serebri merupakan masalah kesehatan universal yang memiliki


angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, walaupun mortalitasnya menurun
pada beberapa dekade terakhir. Penurunan mortalitas dari 50% ke 20% didukung
oleh dikenalkannya CT Scan dan MRI sebagai pemeriksaan penunjang sehingga
mampu mendiagnosis abses serebri lebih dini.
Angka kejadiannya lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita yaitu 3:1,
dan meningkat pada usia produktif yaitu usia 20-40 tahun.

2.6 Patofisiologi

Kebanyakan abses serebri terjadi di substansia alba, karena perdarahan di


substansia alba kurang intensif dibanding dengan substansia kelabu. Reaksi dini
dari jaringan otak terhadap bakteri yang menginfeksi jaringan otak adalah
terjadinya reaksi radang yang difus pada jaringan otak berupa edema, perlunakan,
dan kongesti yang kadang disertai bintik perdarahan. Pada beberapa hari sampai
beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga
membentuk rongga abses. Astroglia, fibroblas, makrofag mengelilingi jaringan

12
yang nekrotik sehingga terbentuk abses yang tidak berbatas tegas. Pada tahap
lanjut terjadi fibrosis yang progresif sehingga terbentuk kapsul yang konsentris.
Apabila kapsul tersebut pecah, maka nanah akan sampai ke ventrikel, sehingga
hal ini dapat menimbulkan kematian.7

Berdasarkan kriteria histologinya, perkembangan abses serebri dibagi


menjadi 4 fase, yaitu:

a. Serebritis dini (hari 1-3)

Pada fase ini, terjadi reaksi inflamasi lokal dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear, limfosit, dan sel plasma dengan pergeseran aliran darah tepi,
yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ketiga. Pada tunika
adventisia, terdapat sel-sel radang yang berasal dari pembuluh darah dan
mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut dengan
serebritis. Pada saat ini terjadi edema di sekitar otak dan peningkatan efek massa
karena pembesaran abses.9

b. Serebritis lanjut (hari 4-9)

Daerah pusat nekrosis membesar karena peningkatan debris aselular dan


pembentukan nanah akibat pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Pada tepi pusat
nekrosis terdapat daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran
fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi retikulum yang akan
membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini, edema otak menyebar maksimal
sehingga lesi menjadi sangat besar.9

c. Serebritis kapsul dini (hari 10-13)

Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag-makrofag menelan debrin


aselular dan terjadi peningkatan fibroblast dalam pembentukan kapsul. Lapisan
fibroblast membentuk anyaman retikulum yang mengelilingi pusat nekrosis. Pada
daerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat disebabkan kurangnya
vaskularisasi di daerah substania alba dibandingkan substansia kelabu.
Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah memungkinkan abses
membesar ke dalam substansia alba. Apabila abses cukup besar, abses dapat robek
ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman

13
retikulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen. Reaksi astrosit di sekitar otak
juga mulai meningkat.9

d. Serebritis kapsul lanjut (hari > 14)

Perkembangan lengkap abses terjadi pada fase ini dengan gambaran


histologis sebagai berikut:
- Bentuk pusat nekrosis diisi oleh debris aselular dan sel-sel radang
- Daerah tepi dari sel radang berupa makrofag dan fibroblast
- Kapsul kolagen tebal
- Lapisan neovaskular yang berhubungan dengan serebritis berlanjut
- Terjadi reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul9

2.7 Gejala Klinis


Sakit kepala merupakan gejala awal yang paling sering terjadi pada
penderita abses serebri. Gejala lainnya meliputi rasa mengantuk dan kebingungan,
kejang fokal atau umum, serta gangguan bicara, sensorik, maupun motorik.
Demam dan leukositosis terjadi tergantung pada fase perkembangan abses. Pada
penderita abses serebri yang mengalami infeksi telinga, sinus, atau paru kronik,
gejala dari infeksi tersebut akan mendahului gejala serebral.
Sementara pada penderita abses serebri tanpa fokus infeksi yang jelas,
sakit kepala maupun gejala serebral lainnya dapat muncul secara tiba-tiba dengan
latar belakang kesehatan umum ringan atau penyakit jantung bawaan. Pada
beberapa penderita, invasi bakteri ke otak dapat bersifat asimptomatik atau hanya
timbul kelainan neurologis fokal sementara.10

2.8 Diagnosis
Diagnosis abses serebri ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, maupun pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, gambaran klinis abses
serebri tidak khas. Terdapat gejala infeksi seperti demam, tanda peningkatan
tekanan intrakranial yaitu sakit kepala yang semakin memberat, muntah proyektil,
penurunan kesadaran, dan tanda neurologis fokal.
Pada pemeriksaan fisik, digunakan Glasgow Coma Scale untuk menilai
derajat kesadaran pasien. Dapat juga dilakukan angiografi untuk menentukan

14
lokalisasi abses. Rontgen foto kepala, sinus atau mastoid serta toraks untuk
mencari sumber infeksi. Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan dan
MRI.Pada pemeriksaan darah rutin, sekitar 50-60% pada kasus abses serebri
didapatkan terjadinya leukositosis. Pada 70-95% kasus abses serebri ditemukan
peningkatan LED.8,9

2.9 Pemeriksaan Penunjang


2.9.1 CT Scan
Pemeriksaan CT scan pada kasus abses serebri dilakukan dengan tujuan
untuk menemukan lokalisasi abses. Abses serebri dapat terjadi di berbagai bagian
otak, namun memiliki kecenderungan untuk terjadi di bagian supratentoral
substansia kelabu maupun alba pada lobus frontal dan parietal. Abses biasanya
muncul sebagai daerah subkortikal dengan edema vasogenik hipodens yang
menonjol dengan efek massa dan lesi membulat sentral dari atenuasi yang lebih
rendah, dengan pinggiran isodens tipis yang menunjukkan peningkatan pada
gambar post kontras. Pada CT scan, didapatkan adanya area hipodens peningkatan
kapsul pada abses dan pusat abses dan dikelilingi oleh edema pada substansia
alba. Pada CT scan dengan kontras penderita abses serebri, ditemukan ditemukan
massa hipodens dengan cincin pada tepi massa.6,7

Gambar 2.6. CT Scan tanpa kontras abses

Pada gambar 2.6 menunjukkan gambaran cincin komplit pada thalamus


kanan, yang mengindikasikan adanya keabnormalan struktur otak (abses).
Gambaran cincin dikelilingi oleh daerah hipodens. Daerah hipodens tersebut
adalah edema.6

15
Gambaran CT scan berdasarkan fase perkembangan abses, yaitu:

- Serebritis dini

Pada hari pertama, tampak daerah dengan gambaran yang hipodens dengan
dengan sebagian gambaran berbentuk cincin. Pada hari ketiga, gambaran cincin
lebih jelas sesuai dengan diameter serebritisnya dan didapati mengelilingi pusat
nekrosis.7

- Serebritis lanjut
Gambaran cincin sempurna 10 menit setelah pemberian kontras perinfus.
Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi homogen yang
menunjukkan bahwa terjadinya serebritis.7

Gambar 2.7 CT scan abses serebri: a. Serebritis dini, b. Serebritis lanjut

- Pembentukan kapsul dini


Gambaran CT scan pada fase ini hampir sama dengan fase serebritis, tetapi
pusat nekrosis lebih kecil dan kapsul terlihat tebal.7

16
Gambar 2.8. CT scan fase kapsul dini
- Pembentukan kapsul lanjut
Gambaran kapsul dari abses terlihat jelas, sedangkan daerah nekrosis tidak
diisi oleh kontras.7

Gambar 2.9.CT scan pada fase pembentukan kapsul lanjut

2.9.2 Magnetic Resonance Imaging


Pada fase serebritis, salah satu gambaran yang tampak pada MRI adalah
hipointens pada T1WI dan hiperintens pada T2WI/FLAIR, dengan pusat di
kortikomedular junction dan peningkatan bercak. Sementara, pada serebritis fase
lanjut terdapat gambaran cincin. Namun gambaran cincin yang tampak tidak
selalu menandakan adanya pembentukan kapsul abses. Gambaran tipis dengan
sinyal rendah pada T1WI merupakan karakteristik dari dinding abses. Pada fase
ini, hasil pemindaian pada DWI mungkin hiperintens, namun pada beberapa kasus
serebritis dapat menunjukkan adanya edema sitotoksik. ADC ditemukan rendah,
kemungkinan terkait dengan tinggi protein, tinggi viskositas, dan selularitas
(nanah) dalam rongga abses.6

Setelah kapsul terbentuk selama fase terakhir, kapsul muncul dengan


gambaran homogen hiperintens di T1 dan hipointens di T2, heterogen di inti
nekrotik dengan peningkatan gambaran kapsul. Diffusion-weighted imaging

17
(DWI) berfungsi untuk menunjukkan restriksi difus dengan is useful for
demonstrat-

ing diffusion restriction within the cystic collection due to its

purulent contenSetelah 2 sampai 3 minggu, abses matang muncul pada T1WI


dalam bentuk lingkaran, yaitu area hipointens yang dibatasi dengan mass effect
dengan periferal hipointens di luar batas lesi. Selain itu, terdapat gambaran pita
yang konsentris dengan ketebalan yang bervariasi pada T2WI/FLAIR pada abses.
DWI biasanya positif.6

Gambar 2.10. MRI abses serebri: a. Serebritis dini, b dan c. Serebritis lanjut

Pada gambar 5 a yang merupakan fase serebritis dini tampak gambaran


T2WI/FLAIR dengan hiperintens pada regio parietal kanan dan tidak terdapat
batasan tertentu. Pada gambar 5 b (T1WI) dan c (T2WI/FALIR) merupakan fase
serebritis lanjut (10 hari setelah munculnya gejala) menunjukkan pembentukan
abses.6Bagian tengah dari abses hipointens pada T1 dan hiperintens pada T2 (sedikit lebih terang dari CSF).

Karakteristik kapsul adalah T1 hiperintens dan T2 hipointens dengan ditandai peningkatan kontras. Peningkatan pinggiran

abses biasanya tipis, khususnya pada sisi luar. Abses cenderung berkembang secara medial menjadi bentuk oval dan

kapsul menjadi lebih tipis ke arah ventrikel dan lebih tebal ke arah korteks. MRI adalah teknik pencitraan yang paling

akurat untuk membedakan abses serebri yang disebabkan bakteri dengan massa kistik atau nekrotik di intrakranial. Selain

hiperintensitas pada FLAIR dan T1WI, pusat abses sangat cerah pada DWI dan gelap pada ADC, menggambarkan

berkurangnya difusivitas dalam bahan purulen. Abses jamur mungkin lebih heterogen, menunjukkan nilai yang lebih tinggi

pada ADC, dan melibatkan bagian substansia kelabu yang lebih dalam.

18
Pada gambar , T1WI axial menunjukkan gambaran hiperintens pada berbagai daerah dengan edema vasogenik prominent

(ditunjukkan oleh tanda panah) dan efek massa pada lobus frontal kiri. Terdapat pula gambaran seperti cincin yang

hipointens.

Lesi tersebut

menunjukkan

peningkatan

gambaran cincin pada

post kontras T1WI.

Post kontras T1WI koronal menunjukkan gambaran cincin dengan nodul eksentrik (tanda panah). Terdapat pula edema

vasogenik bilateral.

2.10 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari abses serebri
yang didasarkan dari adanya gambaran cincin

19
pada CT scan, meliputi:6
- Multipel sklerosis
- Metastasis tumor otak
- Tumor otak primer
- Tuberkulosis
- Hematoma subakut
- Aneurisma trombosis

2.11 Tatalaksana
Terapi empirik berupa pemberian sefalosporin generasi III intravena
(seftriakson 2g/12 jam i.v atau cefotaxim 2g/8 jam i.v). Terapi empirik diberikan
hingga didapatkan antibiotik yang sesuai dengan hasil tes sensitivitas kuman yang
diisolasi dari abses atau dari sumber infeksi. Jika hasil isolasi tidak ditemukan
kuman penyebab, maka terapi empirik dapat dilanjutkan hingga 6-8 minggu.
Selain itu diberikan juga anti edema seperti deksametason atau manitol sesuai
indikasi. Bila tindakan konservatif yang dilakukan gagal atau abses berdiameter
lebih atau sama dengan 2,5 cm, dilakukan tindakan pembedahan berupa aspirasi
atau eksisi abses.8

20
BAB 3
KESIMPULAN

Abses serebri dapat terjadi akibat penyebaran yang berdekatan dari sumber
lokal infeksi, penyebaran secara hematogen dari infeksi sistemik, maupun trauma.
Abses serebri akibat penyebaran langsung yaitu penyebaran bakteri dari otitis dan
infeksi sinus paranasalis. Penyebaran secara hematogen seperti pada infeksi
pulmonar, sepsis, penyalahgunaan obat-obatan, dan penyakit jantung. Abses
serebri juga dapat terjadi akibat trauma misalnya pada luka tusuk dan luka post
operasi.

Diagnosis abses serebri ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik, maupun pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, gambaran klinis abses
serebri tidak khas. Terdapat gejala infeksi seperti demam, tanda peningkatan
tekanan intrakranial yaitu sakit kepala yang semakin memberat, muntah proyektil,
penurunan kesadaran, dan tanda neurologis fokal.

21
Pada pemeriksaan CT Scan, gambaran abses berbeda berdasarkan
perkembangannya, yaitu serebritis dini, serebritis lanjut, pembentukan kapsul dini
dan kapsul lanjut. Pada MRI fase serebritis akan tampak gambaran hipointens
pada T1W1 dan hiperintens pada T2W1/FLAIRE. Pada fase lanjut serebritis akan
tampak gambaran cincin yang tidak selalu menandakan adanya pembentukan
kapsul abses. Diagnosis banding abses serebri berdasarkan dari gambaran cincin
pada CT Scan adalah multiple sklerosis, metastasis tumor, tumor otak primer,
tuberkulosis, dan aneurisma trombosis.

Terapi empirik berupa pemberian sefalosporin generasi III intravena


(seftriakson 2g/12 jam i.v atau cefotaxim 2g/8 jam i.v). Terapi empirik diberikan
hingga didapatkan antibiotik yang sesuai dengan hasil tes sensitivitas kuman yang
diisolasi dari abses atau dari sumber infeksi

DAFTAR PUSTAKA

1. Rapalino O, Mullins ME. Intracranial infectious and inflammatory disease


presenting as neurosurgical pathologies. Neurosurgery. 2017
2. Antulov R, Dolic K, Fruehwald-Pallamar J, Miletic D, Thurner MM,.
Differentiation of pyogenic and fungal brain abcesses with susceptibility-
weighted MR Sequences. Neuroradiology. 56(11):93745 p. 2014.
3. Hernando AM, Sandra MCL, Mohammed AE, Luis RMS. Brain abcess:
current management. Neurosci Rural Pract. 4(1) 67-81 p
4. Hansen J.T, Netter H.s, Netter’s Clinical Anatomy 2nd Edition. Sauders
Elsevier 2010. Head and Neck.Page 349-377.
5. Neil MB, Scott EF, Cristian S. Imaging anatomy of human brain: a
comprehensive atlas including adjacent structures. Demos Medical. 2016\
6. Yousem DM, Grossman RI. Neuroradiology. 2010. 197-201 p
7. Mardjono M, Shidarta P. Neurologi Klinis. 2014. 320-321 p

22
8. PERDOSSI. Panduan Praktik Klinis. 2016;176-6
9. Hakim AA. Abses otak. Kedokt Nusant. 2005;38:324-7
10. Victor M, Ropper AH, Adams RD. Adam and Victor’s Principles of
Neurology. 2000. 365-367p

23

Anda mungkin juga menyukai