Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
Vertigo adalah keluhan yang sering dijumpai pada praktek sehari-hari dan
sangat menggangu aktivitas yang digambarkan sebagai rasa berputar, atau pusing
(dizziness). Deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan
dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena di kalangan awam kedua istilah
tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian. Vertigo adalah
setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh penderita atau obyek-obyek di sekitar
penderita yang bersangkutan dengan kelainan keseimbangan. Penyebab terjadinya
vertigo adalah dikarenakan adanya gangguan pada sistem keseimbangan tubuh.
Gangguan ini dapat berupa trauma, infeksi, keganasan, metabolik, toksik, vaskuler,
atau autoimun.1,2
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan salah satu gangguan
vestibular yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar diikuti
mual, muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh peribahan posisi kepala terhadap
gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat.3,4 BPPV
termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada
sistem vestibularis perifer. BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun
1921.5 Biasanya vertigo dirasakan sangat berat, berlangsung singkat hanya beberapa
detik saja walaupun penderita merasakannya lebih lama. Keluhan dapat disertai mual
bahkan sampai muntah, sehingga penderita merasa khawatir akan timbul serangan
lagi.3,4,5,6

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo) adalah didefinisikan
sebagai gangguan yang terjadi di telinga dalam dengan gejala vertigo posisional
yang terjadi secara berulang-ulang dengan tipikal nistagmus paroksimal. Vertigo
posisional adalah vertigo adalah sensasi berputar yang disebabkan oleh
perubahan posisi kepala. Benign dan paroksimal biasa digunakan sebagai
karakteristik dari vertigo posisional. Benign pada BPPV secara historikal
merupakan bentuk dari vertigo posisional yang seharusnya tidak menyebabkan
gangguan susunan saraf pusat yang serius dan secara umum memiliki prognosis
yang baik. Sedangkan paroksimal yang dimaksud adalah onset vertigo yang
terjadi secara tiba-tiba (hilang timbul) dan berlangsung cepat biasanya tidak
lebih dari satu menit. Benign Paroxysmal Positional Vertigo memiliki beberapa
istilah atau sering juga disebut dengan benign positional vertigo, vertigo
paroksimal posisional, vertigo posisional, benign paroxymal nystagmus, dan
dapat disebut juga paroxymal positional nystagmus.7,8
2.2. Epidemiologi
Prevalensi BPPV di Amerika Serikat adalah 64 orang tiap 100.000
populasi, dengan presentase 64% pada wanita. Diperkirakan hampir 20% yang
datang berobat ke dokter merupakan BPPV. Di Indonesia BPPV merupakan
vertigo perifer yang sering ditemui, yaitu sekitar 30%. BPPV sering terdapat
pada usia yang lebih tua dengan rata-rata usia 51 57.2 tahun dan jarang
ditemukan pada usia dibawah 35 tahun tanpa riwayat trauma kepala.7
2.3. Etiologi
Penyebab paling umum BPPV pada usia di bawah 50 tahun adalah cedera
kepala. Pada usia lanjut, penyebab paling umum adalah degenerasi sistem
vestibular dalam telinga. BPPV meningkat dengan semakin bertambahnya usia .
Kadang-kadang BPPV terjadi pasca operasi, dimana penyebabnya adalah
kombinasi atau salah satu diantara terlalu lama berbaring dalam keadaan
terlentang, atau trauma telinga bagian dalam ketika operasi BPPV juga sering
terjadi pada orang yang berada dalam pengobatan dengan obat ototoxic seperti

gentamisin. Setengah dari seluruh kasus BPPV disebut idiopatik yang berarti
terjadi tanpa alasan yang diketahui.9,10
2.4. Anatomi dan Fisiologi Keseimbangan
Sistem keseimbangan tubuh kita dibagi menjadi 2 yaitu vestibuler dan non
vestibuler. Sistem vestibuler terdiri dari sistem verstibuler sentral yang terletak
pada batang otak, serebelum dan serebrum dan sistem vestibuler perifer yang
terletak pada labirin dan saraf vestibuler. Sedangkan sistem non vestibuler terdiri
dari visual yang meliputi retina dan bola mata serta somatokinetik yang meliputi
kulit, sendi dan otot.2
Alat vestibuler perifer terletak di telinga dalam (Iabirin), terlindung oleh
tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah
telinga dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan.
Labirin terletak dalam pars petrosa ostemporalis dan dibagi atas koklea (alat
pendengaran) dan aparatus vestibularis (alat keseimbangan). Labirin terdiri atas
labirin tulang dan labirin membran. Labirin membran terletak dalam labirin
tulang dan bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin
membran dan labirin tulang terdapat perilimfa, sedang endolimfa terdapat di
dalam labirin membran. Berat jenis cairan endolimfa lebih tinggi dari pada
cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang
terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap labirin terdiri
dari 3 kanalis semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss anterior
(superior) dan kss posterior (inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat pula utrikulus
dan sakulus.
Aparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ otolith dan tiga
pasang kanalis semisirkularis. Otolith terbagi atas sepasang kantong yang
disebut sakulus dan utrikulus. Sakulus dan utrikulus masing-masing mempunyai
suatu penebalan atau makula sebagai mekano reseptor khusus. Makula terdiri
dari sel-sel rambut dan sel penyokong. Kanalis semisirkularis adalah saluran
labirin tulang yang berisi perilimfe, sedang duktus semisirkularis adalah saluran
labirin selaput berisi endolimfe. Ketiga duktus semisirkularisterletak saling
tegak lurus.
Sistem vestibular terdiri dari labirin, bagian vestibular nervus kranialis
kedelapan (yaitu, nervus vestibularis, bagian nervus vestibulokokhlearis), dan nuklei

vestibularis dibagian otak, dengan koneksi sentralnya. Labirin terletak di dalam


bagian petrosus ostempolaris dan terdiri dari utrikulus, sakulus, dan tiga kanalis
semisirkularis. Labirin membranosa terpisah dari labirin tulang oleh rongga
kecil yang terisi dengan perilimfe organ membranosa itu sendiri berisi
endolimfe. Urtikulus, sakulus, dan bagian kanalis semisirkularisyang melebar
(ampula) mengandung organ reseptor yang berfungsi untuk mempertahankan
keseimbangan.

Gambar 1 dan 2. Organ pendengaran dan keseimbangan


Tiga kanalis semisirkularis terletak di bidang yang berbeda. Kanalis
semisirkularis lateral terletak di bidang horizontal, dan dua kanalis semisirkularis
lainnya tegak lurus dengannya dan satu sama lain. Kanalis semisirkularis posterior

sejajar dengan aksis ospetrosus, sedangkan kanalis semisirkularis anterior tegak lurus
dengannya. Karena aksis ospetrosus terletak pada sudut 45 derajat terhadap garis
tengah, kanalis semisirkularis anterior satu telinga pararel dengan kanalis
semisirkularis posterior telinga sisi lainnya, dan kebalikannya. Kedua kanalis
semisirkularis lateralis terletak di bidang yang sama (bidang horizontal).
Masing-masing dari ketiga kanalis semisirkularis berhubungan dengan
utrikulus. Setiap kanalis semisirkularis melebar pada salah satu ujungnya untuk
membentuk ampula, yang berisi organ reseptor sistem vestibular, krista ampularis.
Rambut-rambut sensorik krista tertanam pada salah satu ujung massa gelatinosa yang
memanjang yang disebut kupula, yang tidak mengandung otolit. Pergerakan
endolimfe di kanalis semisirkularis menstimulasi rambut-rambut sensorik krista, yang
dengan demikian, merupakan reseptor kinetik (reseptor pergerakan).

Gambar 3. Krista ampularis


Utrikulus dan sakulus mengandung organ resptor lainnya, makula utrikularis
dan makula sakularis. Makula utrikulus terletak di dasar utrikulus paralel dengan
dasar tengkorak, dan makula sakularis terletak secara vertikal di dinding medial
sakulus. Sel-sel rambut makula tertanam di membrana gelatinosa yang mengandung
kristal kalsium karbonat, disebut statolit. Kristal tersebut ditopang oleh sel-sel
penunjang.
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan
cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan
silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan

masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolarisasi dan akan
merangsang pelepasan neurotransmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan
impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas
silia terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik
akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis
menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan
posisi tubuh akibat percepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat
memberi informasi mengenai semua gerak tubuh yang sedang berlangsung
Reseptor ini menghantarkan implus statik, yang menunjukkan posisi kepala
terhadap ruangan, ke batang otak. Struktur ini juga memberikan pengaruh pada tonus
otot. Implus yang berasal dari reseptor labirin membentuk bagian aferen lengkung
refleks yang berfungsi untuk mengkoordinasikan otot ekstraokular, leher, dan tubuh
sehingga keseimbangan tetapterjaga pada setiap posisi dan setiap jenis pergerakan
kepala.
Stasiun berikutnya untuk transmisi implus di sistem vestibular adalah nervus
vestibulokokhlearis. Ganglion vestibulare terletak di kanalis auditorius internus;
mengandung sel-sel bipolar yang prosesus perifernya menerima input dari sel resptor
di organ vestibular,dan yang proseus sentral membentuk nervus vestibularis. Nervus
ini bergabung dengan nervus kokhlearis, yang kemudian melintasi kanalis auditorius
internus, menembus ruang subarakhnoid di cerebellopontine angle, dan masuk ke batang
otak di taut pontomedularis. Serabut-serabutnya kemudian melanjutkan ke nukleus
vestibularis, yang terletak di dasar ventrikel keempat. 9,11

Gambar 4. Krista Ampularis dan Makula Statika


2.5. Patofisiologi
Benign paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika otolith,
kalsium karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus, lepas dan bergerak dalam
lumen dari salah psatu kanal semisirkularis ataupun melekat pada kupula. Ketika
kristal kalsium karbonat bergerak dalam kanal semisirkularis, mereka menyebabkan
pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula. Di dalam ampula, bagian yang
melebar pada pangkal setiap kanalis semisirkularis, terdapat kupula, alat untuk
mendeteksi gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis akibat gerakan kepala.
Adanya partikel atau debris dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi atau
bahkan menimbulkan defleksi kupula kearah sebaliknya dari arah gerakan kepala
yang sebenarnya. Hal ini menimbulkan sinyal yang tidak sesuai dengan arah gerakan
kepala, sehingga timbul sensasi berupa vertigo pada kanal yang terkena.
Kupula adalah sensor gerak untuk kanal semisirkular dan ini teraktivasi oleh
defleksi yang disebabkan oleh aliran endolimfe. Pergerakan kupula oleh karena
endolimfe dapat menyebabkan respon, baik berupa rangsangan atau hambatan,
tergantung pada arah dari gerakan dan kanal semisirkular ynag terkena. Kupula

membentuk barrier yang impermeable yang melintasi lumen dari ampula, sehingga
partikel dalam kanal semisirkular hanya dapat masuk atau keluar melalui ujung yang
tidak mengandung ampula.
Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yaitu teori kupulolithiasis
dan kanalolithiasis.

Teori Kupulolithiasis
Pada tahun 1962, Horald Schuknecht mengajukan teori kupulolithiasis
untuk menjelaskan patofisiologi BPPV. Kupulolithiasis adalah adanya partikel
yang melekat pada kupula krista ampularis. Schuknecht menemukan partikel
basofilik yang melekat pada kupula melalui pemeriksaan fotomikrografi.
Partikel ini berisi kalsium karbonat dari fragmen otolith yang terlepas dari
macula utrikulus yang sudah berdegenerasi. Dengan adanya partikel ini maka
kanalis semisirkularis menjadi lebih sensitif terhadap gravitasi. Hal ini
dianalogikan sebagai adanya suatu benda berat yang melekat pada puncak
sebuah tiang, dan akibat berat benda tersebut, maka posisi tiang sulit untuk

tetap dipertahankan pada posisi netral.


Teori Kanalithiasis
Teori ini dikemukakan oleh Epley pada tahun 1980. Menurut gejala
BPPV disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak di dalam kanalis
semisirkularis. Dalam hal ini, bila kepala dalam posisi duduk tegak, maka
kanalit terletak pada posisi terendah yang sesuai dengan gaya gravitasi. Ketika
kepala direbahkan ke belakang, partikel ini berotasi ke atas di sepanjang
lengkung kanalis semisirkularis. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe
mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected),
hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing.
Alasan terlepasnya kristal kalsium dari macula belum dipahami dengan pasti.

Debris kalsium dapat pecah karena trauma, infeksi virus, tapi pada banyak keadaan
dapat terjadi tanpa trauma atau penyakit yang diketahui. Kemungkinan terdapat
kaitannya dengan perubahan protein dan matriks gelatin dari membrane otolith yang
berkaitan dengan usia. Pasien dengan BPPV diketahui lebih banyak yang mengalami
osteopenia dan osteoporosis dan pasien dengan BPPV berulang cenderung memiliki
skor densitas []tulang yang rendah. Pengamatan ini menujukkan bahwa lepasnya
otokonia dapat sejalan dengan demineralisasi tulang pada umumnya.6,12

Gambar 5. Canalithiasis dan Cupulolithiasis

2.6. Tipe-tipe BPPV


Benign Paroxysmal Positional Vertigo secara teori dapat mengenai ketiga
kanalis semisirkularis, walaupun terkenanya kanal superior sangatlah jarang.
Bentuk yang paling sering adalah bentuk kanal posterior, diikuti bentuk lateral.
a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Tipe Kanal Posterior
Tipe kanal posterior (inferior) adalah tipe BPPV yang paling sering
terjadi, mencakup 85-90% dari kasus BPPV. Penyebab paling sering
terjadinya BPPV kanal posterior adalah kanalithiasis. Debris endolimfe
yang terapung bebas cenderung jatuh ke kanal posterior, karena kanal ini
merupakan bagian vestibulum yang berada pada posisi yang paling
bawah saat kepala pada posisi berdiri dan berbaring.
b. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Tipe Kanal Lateral
BPPV tipe kanal lateral (horizontal) adalah tipe BPPV yang paling
banyak kedua. BPPV tipe kanal lateral sembuh jauh lebih cepat
dibandingkan dengan BPPV tipe kanal posterior. Hal ini dikarenakan
kanal posterior tergantung di bagian inferior dan barrier kupulanya
terdapat pada ujung yang lebih pendek dan lebih rendah. Debris yang
masuk dalam kanal posterior akan terperangkap di dalamnya. Sedangkan
kanal lateral memiliki barrier kupula yang terletak di ujung atas, karena
itu, debris bebas yang terapung di kanal lateral akan cenderung untuk
mengapung kembali ke utrikulus sebagai akibat dari pergerakan kepala.

Karakteristik vertigo posisional yang diikuti nistagmus horizontal


berubah arah. Arah nistagmus horizontal yang terjadi dapat berupa
geotropik (arah gerakan fase cepat kearah telinga di posisi bawah) atau
apogeotropik (arah gerakan fase cepat kearah telinga posisi atas) selama
kepala dipalingkan ke salah satu sisi dalam posisi telentang.
Kupulolithiasis memilki peranan yang lebih besar pada BPPV tipe
kanal lateral di bandingkan tipe kanal posterior. Ketika kepala pasien
dimiringkan kearah sisi yang terkena, kupula akan mengalami defleksi
ampulofugal (inhibitory) yang menyebabkan nistagmus apogeotrofik.
Ketika kepala dimiringkan kea rah yang berlawanan akan menimbulkan
defleksi ampulopetal (stimulatory), menghasilkan nistagmus apogeotrik
yang lebih kuat.
Dalam kanalithiasis pada kanal lateral, partikel paling sering terdapat
di lengan panjang dari kanal yang relatif jauh dari ampula. Jika pasien
melakukan pergerakan kepala menuju ke sisi telinga yang terkena,
partikel akan membuat aliran endolimfe ampulopetal yang bersifat
stimulasi pada kanal lateral. Nistagmus geotropic (fase cepat menuju
tanah) akan terlihat. Jika pasien berpaling dari sisi yang terkena, partikel
akan menciptakan arus hambatan ampulofugal. Meskipun nistagmus
akan berada pada arah yang berlawanan, itu akan tetap menjadi
nistagmus geotropic, karena pasien sekarang menghadap kearah
berlawanan. Stimulasi kanal mencipakan respon yang lebih besar
daripada respon hambatan, sehingga arah dari gerakan kepala yang
menciptakan respon terkuat (respon stimulasi) merupakan sisi yang
terkena pada geotropic nistagmus.6,12,13

Gambar 6. Geotropik dan Apogeotropik


2.7. Manifestasi Klinis
Pasien BPPV akan mengeluh jika kepala berubah pada suatu keadaan
tertentu dan secara tiba-tiba. Pasien akan merasa berputar atau merasa
sekelilingnya berputar jika akan ke tempat tidur, berguling dari satu sisi ke sisi
lainnya, bangkit dari tempat tidur, mencapai sesuatu yang tinggi, menggerakan
kepala ke belakang atau membungkuk. Pasien merasakan pusing berputar
(vertigo) yang lama-kelamaan berkurang dan hilang. Terdapat jeda waktu antara
perubahan posisi kepala dengan timbulnya perasaan pusing berputar. Pada
umumnya perasaan pusing berputar timbul sangat kuat pada awalnya dan
menghilang setelah 30 detik sedangkan serangan berulang sifatnya menjadi
lebih ringan. Gejala ini dirasakan berhari-hari hingga berbulan-bulan.
Biasanya vertigo hanya berlangsung 10-20 detik. Kadang-kadang disertai
rasa mual dan seringkali pasien merasa cemas. Penderita biasanya dapat
mengenali keadaan ini dan berusaha menghindarinya dengan tidak melakukan
gerakan yang dapat menimbulkan vertigo. Sensasi ini dapat timbul lagi bila
kepala dikembalikan ke posisi semula, namun arah nistagmus yang timbul

adalah sebaliknya Vertigo tidak akan terjadi jika kepala tegak lurus atau berputar
secara aksial tanpa ekstensi, pada hampir sebagian besar pasien, vertigo akan
berkurang dan akhirnya berhenti secara spontan dalam beberapa hari atau
beberapa bulan, tetapi kadang-kadang dapat juga sampai beberapa tahun. Pasien
dengan BPPV memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan,
dan pemeriksaan neurologis dalam batas normal.9,10
2.8. Diagnosis BPPV
a. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik
akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat
tidur pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang,
dan membungkuk. Vertigo bisa diikuti dengan mual.6
b. Pemeriksaan Fisik
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan
pada evaluasi neurologis normal.7 Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV
adalah Dix-Hallpike, Tes Kalori, Maneuver side lying dan Supine Roll .14
1. Tes Dix-Hallpike
Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan
leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan
vertigo dan untuk melihat adanya nistagmus. Cara melakukannya adalah;
o Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur
pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang
setelah beberapa detik.
o Pasien didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika
posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o 40o, penderita
diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
o Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau kanalis semisirkularis
posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi
otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di kanalis
semisirkularis posterior.
o Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala pasien, pasien
direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
o Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik.
o Komponen cepat nistagmus harusnya up-bet (ke arah dahi) dan
ipsilateral.

o Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang


yang berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah
berlawanan.
o Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi
kiri 45o dan seterusnya.
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi
nistagmus. Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus
yang timbulnya lambat, 40 detik, kemudian nistagmus menghilang
kurang dari satu menit bila sebabnya kanalithiasis, pada kupulolithiasis
nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo
berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.14

Gambar 7. Dix-Hallpike test

2. Tes Kalori
Tes kalori ini dianjurkan oleh Dix dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2
macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30 oC, sedangkan
suhu air panas adalah 44oC. volume air yang dialirkan kedalam liang
telinga masing-masing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air
dialirkan, dicatat lama nistagmus yang timbul. Setelah telinga kiri
diperiksa dengan air dingin, diperiksa telinga kanan dengan air dingin
juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas, lalu telinga kanan. Pada
tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau air dingin atau
air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit (untuk menghilangkan
pusingnya).

3. Maneuver Side Lying


o Pertama-tama jelaskan

pada

penderita

mengenai

prosedur

pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang


setelah beberapa detik
o Pasien duduk dengan kepala menoleh ke kiri pada meja pemeriksan
dengan kaki yang menggantung di tepi meja, untuk melakukan
maneuver side lying kanan
o Pasien dengan cepat dijatuhkan ke sisi kanan dengan kepala tetap
menoleh ke kiri 450 tunggu hingga respon abnormal muncul
o Pasien kembali ke posisi duduk untuk kemudian dilakukan maneuver
side lying kiri.
o Tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal.
4. Tes Supine Roll
Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes DixHallpike negatif, dokter harus melakukan Supine Roll Test untuk
memeriksa ada tidaknya BPPV kanal lateral. BPPV kanal lateral atau
disebut juga BPPV kanal horizontal adalah BPPV terbanyak kedua. Pasien
yang memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV, yakni adanya vertigo
yang diakibatkan perubahan posisi kepala, tetapi tidak memenuhi kriteria
diagnosis BPPV kanal posterior harus diperiksa ada tidaknya BPPV kanal
lateral. Dokter harus menginformasikan pada pasien bahwa maneuver ini
bersifat provokatif dan dapat menyebabkan pasien mengalami pusing yang

berat selama beberapa saat. Tes ini dilakukan dengan memposisikan


pasien dalam posisi supinasi atau berbaring terlentang dengan kepala pada
posisi netral diikuti dengan rotasi kepala 90 o dengan cepat ke satu sisi dan
dokter mengamati mata pasien untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus.
Setelah nistagmus mereda, kepala kembali menghadap ke atas dalam
posisi supinasi. Setelah nistagmus lain mereda, kepala kemudian
diputar/dimiringkan 90o ke sisi yang berlawanan, dan mata pasien diamati
lagi untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus.13

2.9. Diagnosis Banding


1. Vestibular Neuritis
Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya
merupakan suatu kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan pusing berat
dengan mual, muntah yang hebat, serta tidak mampu berdiri atau berjalan.
Gejala-gejala ini menghilang dalam tiga hingga empat hari. Sebagian pasien
perlu dirawat di Rumah Sakit untuk mengatasi gejala dan dehidrasi.
Serangan

menyebabkan

pasien

mengalami

ketidakstabilan

dan

ketidakseimbangan selama beberapa bulan, serangan episodik dapat


berulang. Pada fenomena ini biasanya tidak ada perubahan pendengaran.
2. Labirinitis
Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme
telinga dalam. Proses dapat akut atau kronik, serta toksik atau supuratif.
Labirintitis toksik akut disebabkan suatu infeksi pada struktur didekatnya,
dapat pada telinga tengah atau meningen tidak banyak bedanya. Labirintitis
toksik biasanya sembuh dengan gangguan pendengaran dan fungsi
vestibular. Hal ini diduga disebabkan oleh produk-produk toksik dari suatu
infeksi dan bukan disebabkan oleh organisme hidup. Labirintitis supuratif
akut terjadi pada infeksi bakteri akut yang meluas ke dalam strukturstruktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan pendengaran dan fungsi
vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis kronik dapat timbul dari
berbagai sumber dan dapat menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau
perubahan-perubahan patologik yang akhirnya menyebabkan sklerosi
labirin.
3. Penyakit Meniere

Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum


diketahui, dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan
pendengaran, tinitus, dan serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita
dewasa. Meniere terjadi akibat pembengkakan endolimfe akibat penyerapan
endolimfe dalam skala media oleh stria vaskularis terhambat. Vertigo pada
Meniere disertai muntah yang berlangsung antara 15 menit sampai beberapa
jam dan berangsur membaik. Disertai pengurangan pendengaran, tinitus
yang kadang menetap, dan rasa penuh di dalam telinga. Serangan pertama
hebat sekali, dapat disertai gejala vegetatif Serangan lanjutan lebih ringan
meskipun frekuensinya bertambah.

2.10. Tatalaksana
a. Non-Farmakologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah suatu penyakit yang
ringan dan dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah
banyak penelitian yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan
maneuver reposisi partikel (Particle Repositioning Maneuver) dapat secara
efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan
mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari maneuver-manuver
yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%. Beberapa efek samping dari
melakukan maneuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat
terjadi. Setelah melakukan maneuver, hendaknya pasien tetap berada pada
posis duduk mnimal 10 menit untuk menghindari risiko jatuh.
Tujuan dari maneuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel
ke posisi awalnya yaitu pada macula utrikulus. Ada lima maneuver yang
dapat dilakukan tergantung dari varian BPPV.
1. Latihan Brandt Daroff
Latihan Brand Daroff merupakan suatu metode untuk mengobati
BPPV, biasanya digunakan jika penanganan di praktek dokter gagal.
Latihan ini 95% lebih berhasil dari pada penatalaksanaan di tempat
praktek. Latihan ini dilakukan dalam 3 set perhari selama 2 minggu. Pada
tiap-tiap set, sekali melakukan manuver dibuat dalam 5 kali. Satu
pengulangan yaitu manuver dilakukan pada masing-masing sisi berbeda
(membutuhkan waktu 2 menit).

Jadwal latihan Brandt Daroff yang disarankan :


Waktu
Latihan
Durasi
Pagi
5 kali pengulangan
10 menit
Sore
5 kali pengulangan
10 menit
Malam
5 kali pengulangan
10 menit
Mulai dengan posisi duduk kemudian berubah menjadi posisi
baring miring pada satu sisi, dengan sudut kepala maju sekitar setengah.
Tetap pada posisi baring miring selama 30 detik, atau sampai pusing di
sisi kepala, kemudian kembali ke posisi duduk. Tetap pada keadaan ini
selama 30 detik, dan kemudian dilanjutkan ke posisi berlawanan dan
ikuti rute yang sama. Latihan ini harus dilakukan selama 2 minggu, tiga
kali sehari atau selama tiga minggu, dua kali sehari. Sekitar 30% pasien,
BPPV dapat muncul kembali dalam 1 tahun.

Gambar 8 : Manuever Brandt-Daroff

2. Manuver Epley / Canalith Reposisi Prosedur (CRT)


Maneuver Epley adalah maneuver yang paling digunakan pada
kanal vertikel. Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang
sakit sebesar 45o, lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan
dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 90o ke sisi sebaliknya,
dan posisi supinasi berubah menjadi lateral decubitus dan dipertahankan
30-60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya
dan kembali ke posisi duduk secara perlahan.
Prosedur ini lebih efektif dari prosedur di ruangan, karena diulang
setiap malam selama seminggu. Pada dasarnya 3 siklus hanya
mengutamakan untuk beranjak tidur, sangat baik dilakukan pada malam

hari daripada pagi atau siang hari, karena jika seseorang merasa pusing
setelah latihan ini, dapat teratasi sendiri dengan tidur. Ada beberapa
masalah yang timbul dengan metode lakukan sendiri.

Gambar 9 : Maneuver Epley


Jika diagnosis BPPV belum dikonfirmasi, seseorang dapat
melakukan latihan ini untuk mengobati keadaan lain (seperti tumor otak
atau stroke) dengan latihan posisi. Ini tidak berhasil dapat menunda
penanganan yang tepat. Komplikasi seperti perubahan ke kanal lain
dapat terjadi selama maneuver Epley, yang lebih baik ditangani oleh
dokter daripada dirumah. Sering terjadi selama maneuver Epley, gejala
neurologis dipicu oleh kompresi pada arteri vertebralis.
Indikasi Canalith Reposisi Prosedur (CRT)/Epley manuver:

Episode berulang pusing dipicu BPPV.


Positif menemukan gejala dan nistagmus dengan pengujian
posisi (misalnya, uji Dix-Hallpike).

Keterbatasan Canalith Reposisi Prosedur (CRT)/Epley manuver :

Penggunaan CRP pada pasien tidak memiliki BBPV (diagnosis

yang salah).
Salah kinerja masing-masing komponen CRP. Prosedur
manuver Epley

3. Manuver Semont
Maneuver ini diindikasikan untuk pengobatan kupulolithiasis kanan
posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak ,

lalu kepala dimiringkan 45o ke sisi yang sehat, lalu secara cepat
bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada
nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke
posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali keposisi duduk
lagi.

Gambar 10. Manuver Semont


4. Maneuver Lempert
Maneuver ini dapat digunakan pada posisi BPPV tipe kanal lateral.
Pasien berguling 360o, yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien
menolehkan kepala 90o ke sisi yang sehat, diikuti dengan
memebalikkan tubuh ke posisi lateral decubitus. Lalu kepala menoleh
ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral decubitus. Pasien
kemudian menoleh lagi 90o dan tubuh kembali ke posisi lateral
decubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan
dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikelpartikel sebagai respon terhadap gravitasi.

Gambar 11. Lampert Manuver

5. Forced Prolonged Position


Maneuver ini dugunakan ada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya
adalah untuk mempertahankan kekuatan dari posisi lateral decubitus
pada sisi telinga yang sakit dan dipertahankan selama 12 jam.15
b. Farmakologi
Sebagai terapi tambahan dapat diberikan medikamentosa yang dapat
membantu mengatasi gejala BPPV, berupa antihistamin (Meclizine,
Dimenhydrinate),
Benzodiazepine
mengganggu

antiemetic,
dapat

dan

mengurangi

kompensasi

sentral

benzodiazepine
sensasi

pada

berputar

kondisi

(diazepam).
namun

vestibular

dapat
perifer.

Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat


mengurangi mual dan muntah karena motion sickness. Tetapi terapi
medikamentosa ini tidak terlalu banyak membantu. Terapi utama dan paling
disarankan dalam mengatasi BPPV adalah dengan beberapa maneuver yang
telah dijelaskan diatas.16
c. Operasi
Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat.
Pasien ini gagal berespon dengan manuver yang diberikan dan tidak terdapat
kelainan patologi intrakranial pada pemeriksaan radiologi. Gangguan BPPV
disebabkan oleh respon stimulasi kanalis semisirkuler posterior, nervus
ampullaris, nervus vestibuler superior, atau cabang utama nervus vestibuler.
Oleh karena itu, terapi bedah tradisional dilakukan dengan transeksi
langsung nervus vestibuler dari fossa posterior atau fossa medialis dengan
menjaga fungsi pendengaran.17
Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk mereposisi debris
yang terdapat pada utrikulus. Yang paling banyak digunakan adalah manuver
seperti yang diperlihatkan pada gambar di atas. Manuver mungkin diulangi jika
pasien masih menunjukkan gejala-gejala. Bone vibrator bisa ditempatkan pada
tulang mastoid selama manuver dilakukan untuk menghilangkan debris.
2.11. Prognosis
Perjalanan BPPV meliputi adanya onset akut dan remisi setelah beberapa
bulan. Walaupun lebih dari 30% pasien mungkin masih memiliki gejala lebih

dari 1 tahun. Sebagian besar pasien mengalami perbaikan dengan maneuver


reposisi.
Pada beberapa kasus dapat terjadi adanya remisi dan rekurensi yang tidak
dapat diprediksi dan rata-rata rekurensi 10-15% per tahun. Jika terdapat
rekurensi, maka dilakukan maneuver reposisi ulang.16

BAB III
PENUTUP
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer
yang sering dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tibatiba pada perubahan posisi kepala. Vertigo merupakan keluhan yang sering
dijumpai, yang sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil
(giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness). Patofisiologi BPPV dapat
dibagi menjadi dua, antara lain teori cupulolithiasis dan teori canalolithiasis.
Penderita dengan BPPV memiliki pendengaran yang normal dan tidak
ditemukan kelainan pada pemeriksaan naurologis. Diagnosis dapat ditegakan
melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik yang berupa maneuver Dix-hallpike
ataupun maneuver side lying, untuk menemukan adanya respon abnormal
berupa nistagmus lambat yang berlangsung 40 detik.
Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah non-farmakologis yaitu terapi
manuver reposisi partikel dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada
BPPV, meningaktkan kualitas hidup , dan mengurangi risko jatuh pada pasien.
Tujuan dari maneuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke
posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wreksoatmojo BR. Vertigo-Aspek Neurologi. [online] 2009 [cited 2016 January
6th].

Available

from

URL:http://www.google.com/vertigo/cermin

dunia

kedokteran .html
2. Anonim. Si Penyebab Kepala Berputar. [online] 2009 [cited 2016 January 6th].
Available from : http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/category_news.asp?
IDCategory=23
3. Lumbantobing SM. Vertigo Tujuh Keliling. Edisi pertama. Jakarta:Balai Penerbit
FK-UI.1996
4. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2010 [cited 2016 January
7th]. Available from : http://www.dizziness-andbalance.com/disorders/bppv/bppv.html
5. Gananca FF, Gananca CF, Caovilla HH, Gananca MM, Albemaz PLM. Active head
rotation in Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Braz J Otorhinolaryngol
2009;75(4): 586-92
6. Parnes LS, Agrawal SK, Atlas J. Diagnosis and Management of benign paroxysmal
vertigo (BPPV). CMAL. 2003;169(7): 681-93
7. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2010 [cited 2016
January 6th]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/884261overview
8. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar N,
Editor. Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. 2008. Hal. 104-9
9. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam : Arsyad
E, Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 94-101
10. Johnson J & Lalwani AK. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. In : Lalwani AK,
editor. Current Diagnosis & treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery.
New York : Mc Graw Hill Companies. 2006.
11. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 11th ed. China: Elsevier
Saunders; 2005. 692-7
12. Fife D.T. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Semin Neuro Journal.
2009;29:500-508
13. Bhattacharyya N, Baugh FR, Orvidas L. Clinical Practice Guideline: Benign
Paroxysmal Positional Vertigo. Otolaryngology-Head and Neck Surgery.
2008;139:S47-S81

14. Teixeira L.J., Pollonio J.N., Machado. Maneuvers for the treatment of Benign
Positional Paroxysmal Vertigo: a systemic review. Brazilian Journal of
Otorhinolaryngology. 2006;72(1): 130-8.
15. Bittar et al. Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Diagnosis and Treatment.
International Tinnitus Journal. 2011;16(2): 135-45.
16. Johnson J & Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK, editor. Current
Diagnosis & treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery. New York : Mc
Graw Hill Companies. 2007.

Anda mungkin juga menyukai