PENDAHULUAN
Vertigo adalah keluhan yang sering dijumpai pada praktek sehari-hari dan
sangat menggangu aktivitas yang digambarkan sebagai rasa berputar, atau pusing
(dizziness). Deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan
dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena di kalangan awam kedua istilah
tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian. Vertigo adalah
setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh penderita atau obyek-obyek di sekitar
penderita yang bersangkutan dengan kelainan keseimbangan. Penyebab terjadinya
vertigo adalah dikarenakan adanya gangguan pada sistem keseimbangan tubuh.
Gangguan ini dapat berupa trauma, infeksi, keganasan, metabolik, toksik, vaskuler,
atau autoimun.1,2
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan salah satu gangguan
vestibular yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar diikuti
mual, muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh peribahan posisi kepala terhadap
gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat.3,4 BPPV
termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada
sistem vestibularis perifer. BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun
1921.5 Biasanya vertigo dirasakan sangat berat, berlangsung singkat hanya beberapa
detik saja walaupun penderita merasakannya lebih lama. Keluhan dapat disertai mual
bahkan sampai muntah, sehingga penderita merasa khawatir akan timbul serangan
lagi.3,4,5,6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo) adalah didefinisikan
sebagai gangguan yang terjadi di telinga dalam dengan gejala vertigo posisional
yang terjadi secara berulang-ulang dengan tipikal nistagmus paroksimal. Vertigo
posisional adalah vertigo adalah sensasi berputar yang disebabkan oleh
perubahan posisi kepala. Benign dan paroksimal biasa digunakan sebagai
karakteristik dari vertigo posisional. Benign pada BPPV secara historikal
merupakan bentuk dari vertigo posisional yang seharusnya tidak menyebabkan
gangguan susunan saraf pusat yang serius dan secara umum memiliki prognosis
yang baik. Sedangkan paroksimal yang dimaksud adalah onset vertigo yang
terjadi secara tiba-tiba (hilang timbul) dan berlangsung cepat biasanya tidak
lebih dari satu menit. Benign Paroxysmal Positional Vertigo memiliki beberapa
istilah atau sering juga disebut dengan benign positional vertigo, vertigo
paroksimal posisional, vertigo posisional, benign paroxymal nystagmus, dan
dapat disebut juga paroxymal positional nystagmus.7,8
2.2. Epidemiologi
Prevalensi BPPV di Amerika Serikat adalah 64 orang tiap 100.000
populasi, dengan presentase 64% pada wanita. Diperkirakan hampir 20% yang
datang berobat ke dokter merupakan BPPV. Di Indonesia BPPV merupakan
vertigo perifer yang sering ditemui, yaitu sekitar 30%. BPPV sering terdapat
pada usia yang lebih tua dengan rata-rata usia 51 57.2 tahun dan jarang
ditemukan pada usia dibawah 35 tahun tanpa riwayat trauma kepala.7
2.3. Etiologi
Penyebab paling umum BPPV pada usia di bawah 50 tahun adalah cedera
kepala. Pada usia lanjut, penyebab paling umum adalah degenerasi sistem
vestibular dalam telinga. BPPV meningkat dengan semakin bertambahnya usia .
Kadang-kadang BPPV terjadi pasca operasi, dimana penyebabnya adalah
kombinasi atau salah satu diantara terlalu lama berbaring dalam keadaan
terlentang, atau trauma telinga bagian dalam ketika operasi BPPV juga sering
terjadi pada orang yang berada dalam pengobatan dengan obat ototoxic seperti
gentamisin. Setengah dari seluruh kasus BPPV disebut idiopatik yang berarti
terjadi tanpa alasan yang diketahui.9,10
2.4. Anatomi dan Fisiologi Keseimbangan
Sistem keseimbangan tubuh kita dibagi menjadi 2 yaitu vestibuler dan non
vestibuler. Sistem vestibuler terdiri dari sistem verstibuler sentral yang terletak
pada batang otak, serebelum dan serebrum dan sistem vestibuler perifer yang
terletak pada labirin dan saraf vestibuler. Sedangkan sistem non vestibuler terdiri
dari visual yang meliputi retina dan bola mata serta somatokinetik yang meliputi
kulit, sendi dan otot.2
Alat vestibuler perifer terletak di telinga dalam (Iabirin), terlindung oleh
tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah
telinga dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan.
Labirin terletak dalam pars petrosa ostemporalis dan dibagi atas koklea (alat
pendengaran) dan aparatus vestibularis (alat keseimbangan). Labirin terdiri atas
labirin tulang dan labirin membran. Labirin membran terletak dalam labirin
tulang dan bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin
membran dan labirin tulang terdapat perilimfa, sedang endolimfa terdapat di
dalam labirin membran. Berat jenis cairan endolimfa lebih tinggi dari pada
cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang
terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap labirin terdiri
dari 3 kanalis semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss anterior
(superior) dan kss posterior (inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat pula utrikulus
dan sakulus.
Aparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ otolith dan tiga
pasang kanalis semisirkularis. Otolith terbagi atas sepasang kantong yang
disebut sakulus dan utrikulus. Sakulus dan utrikulus masing-masing mempunyai
suatu penebalan atau makula sebagai mekano reseptor khusus. Makula terdiri
dari sel-sel rambut dan sel penyokong. Kanalis semisirkularis adalah saluran
labirin tulang yang berisi perilimfe, sedang duktus semisirkularis adalah saluran
labirin selaput berisi endolimfe. Ketiga duktus semisirkularisterletak saling
tegak lurus.
Sistem vestibular terdiri dari labirin, bagian vestibular nervus kranialis
kedelapan (yaitu, nervus vestibularis, bagian nervus vestibulokokhlearis), dan nuklei
sejajar dengan aksis ospetrosus, sedangkan kanalis semisirkularis anterior tegak lurus
dengannya. Karena aksis ospetrosus terletak pada sudut 45 derajat terhadap garis
tengah, kanalis semisirkularis anterior satu telinga pararel dengan kanalis
semisirkularis posterior telinga sisi lainnya, dan kebalikannya. Kedua kanalis
semisirkularis lateralis terletak di bidang yang sama (bidang horizontal).
Masing-masing dari ketiga kanalis semisirkularis berhubungan dengan
utrikulus. Setiap kanalis semisirkularis melebar pada salah satu ujungnya untuk
membentuk ampula, yang berisi organ reseptor sistem vestibular, krista ampularis.
Rambut-rambut sensorik krista tertanam pada salah satu ujung massa gelatinosa yang
memanjang yang disebut kupula, yang tidak mengandung otolit. Pergerakan
endolimfe di kanalis semisirkularis menstimulasi rambut-rambut sensorik krista, yang
dengan demikian, merupakan reseptor kinetik (reseptor pergerakan).
masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolarisasi dan akan
merangsang pelepasan neurotransmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan
impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas
silia terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik
akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis
menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan
posisi tubuh akibat percepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat
memberi informasi mengenai semua gerak tubuh yang sedang berlangsung
Reseptor ini menghantarkan implus statik, yang menunjukkan posisi kepala
terhadap ruangan, ke batang otak. Struktur ini juga memberikan pengaruh pada tonus
otot. Implus yang berasal dari reseptor labirin membentuk bagian aferen lengkung
refleks yang berfungsi untuk mengkoordinasikan otot ekstraokular, leher, dan tubuh
sehingga keseimbangan tetapterjaga pada setiap posisi dan setiap jenis pergerakan
kepala.
Stasiun berikutnya untuk transmisi implus di sistem vestibular adalah nervus
vestibulokokhlearis. Ganglion vestibulare terletak di kanalis auditorius internus;
mengandung sel-sel bipolar yang prosesus perifernya menerima input dari sel resptor
di organ vestibular,dan yang proseus sentral membentuk nervus vestibularis. Nervus
ini bergabung dengan nervus kokhlearis, yang kemudian melintasi kanalis auditorius
internus, menembus ruang subarakhnoid di cerebellopontine angle, dan masuk ke batang
otak di taut pontomedularis. Serabut-serabutnya kemudian melanjutkan ke nukleus
vestibularis, yang terletak di dasar ventrikel keempat. 9,11
membentuk barrier yang impermeable yang melintasi lumen dari ampula, sehingga
partikel dalam kanal semisirkular hanya dapat masuk atau keluar melalui ujung yang
tidak mengandung ampula.
Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yaitu teori kupulolithiasis
dan kanalolithiasis.
Teori Kupulolithiasis
Pada tahun 1962, Horald Schuknecht mengajukan teori kupulolithiasis
untuk menjelaskan patofisiologi BPPV. Kupulolithiasis adalah adanya partikel
yang melekat pada kupula krista ampularis. Schuknecht menemukan partikel
basofilik yang melekat pada kupula melalui pemeriksaan fotomikrografi.
Partikel ini berisi kalsium karbonat dari fragmen otolith yang terlepas dari
macula utrikulus yang sudah berdegenerasi. Dengan adanya partikel ini maka
kanalis semisirkularis menjadi lebih sensitif terhadap gravitasi. Hal ini
dianalogikan sebagai adanya suatu benda berat yang melekat pada puncak
sebuah tiang, dan akibat berat benda tersebut, maka posisi tiang sulit untuk
Debris kalsium dapat pecah karena trauma, infeksi virus, tapi pada banyak keadaan
dapat terjadi tanpa trauma atau penyakit yang diketahui. Kemungkinan terdapat
kaitannya dengan perubahan protein dan matriks gelatin dari membrane otolith yang
berkaitan dengan usia. Pasien dengan BPPV diketahui lebih banyak yang mengalami
osteopenia dan osteoporosis dan pasien dengan BPPV berulang cenderung memiliki
skor densitas []tulang yang rendah. Pengamatan ini menujukkan bahwa lepasnya
otokonia dapat sejalan dengan demineralisasi tulang pada umumnya.6,12
adalah sebaliknya Vertigo tidak akan terjadi jika kepala tegak lurus atau berputar
secara aksial tanpa ekstensi, pada hampir sebagian besar pasien, vertigo akan
berkurang dan akhirnya berhenti secara spontan dalam beberapa hari atau
beberapa bulan, tetapi kadang-kadang dapat juga sampai beberapa tahun. Pasien
dengan BPPV memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan,
dan pemeriksaan neurologis dalam batas normal.9,10
2.8. Diagnosis BPPV
a. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik
akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat
tidur pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang,
dan membungkuk. Vertigo bisa diikuti dengan mual.6
b. Pemeriksaan Fisik
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan
pada evaluasi neurologis normal.7 Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV
adalah Dix-Hallpike, Tes Kalori, Maneuver side lying dan Supine Roll .14
1. Tes Dix-Hallpike
Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan
leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan
vertigo dan untuk melihat adanya nistagmus. Cara melakukannya adalah;
o Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur
pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang
setelah beberapa detik.
o Pasien didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika
posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o 40o, penderita
diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
o Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau kanalis semisirkularis
posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi
otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di kanalis
semisirkularis posterior.
o Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala pasien, pasien
direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
o Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik.
o Komponen cepat nistagmus harusnya up-bet (ke arah dahi) dan
ipsilateral.
2. Tes Kalori
Tes kalori ini dianjurkan oleh Dix dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2
macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30 oC, sedangkan
suhu air panas adalah 44oC. volume air yang dialirkan kedalam liang
telinga masing-masing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air
dialirkan, dicatat lama nistagmus yang timbul. Setelah telinga kiri
diperiksa dengan air dingin, diperiksa telinga kanan dengan air dingin
juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas, lalu telinga kanan. Pada
tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau air dingin atau
air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit (untuk menghilangkan
pusingnya).
pada
penderita
mengenai
prosedur
menyebabkan
pasien
mengalami
ketidakstabilan
dan
2.10. Tatalaksana
a. Non-Farmakologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah suatu penyakit yang
ringan dan dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah
banyak penelitian yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan
maneuver reposisi partikel (Particle Repositioning Maneuver) dapat secara
efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan
mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari maneuver-manuver
yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%. Beberapa efek samping dari
melakukan maneuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat
terjadi. Setelah melakukan maneuver, hendaknya pasien tetap berada pada
posis duduk mnimal 10 menit untuk menghindari risiko jatuh.
Tujuan dari maneuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel
ke posisi awalnya yaitu pada macula utrikulus. Ada lima maneuver yang
dapat dilakukan tergantung dari varian BPPV.
1. Latihan Brandt Daroff
Latihan Brand Daroff merupakan suatu metode untuk mengobati
BPPV, biasanya digunakan jika penanganan di praktek dokter gagal.
Latihan ini 95% lebih berhasil dari pada penatalaksanaan di tempat
praktek. Latihan ini dilakukan dalam 3 set perhari selama 2 minggu. Pada
tiap-tiap set, sekali melakukan manuver dibuat dalam 5 kali. Satu
pengulangan yaitu manuver dilakukan pada masing-masing sisi berbeda
(membutuhkan waktu 2 menit).
hari daripada pagi atau siang hari, karena jika seseorang merasa pusing
setelah latihan ini, dapat teratasi sendiri dengan tidur. Ada beberapa
masalah yang timbul dengan metode lakukan sendiri.
yang salah).
Salah kinerja masing-masing komponen CRP. Prosedur
manuver Epley
3. Manuver Semont
Maneuver ini diindikasikan untuk pengobatan kupulolithiasis kanan
posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak ,
lalu kepala dimiringkan 45o ke sisi yang sehat, lalu secara cepat
bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada
nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke
posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali keposisi duduk
lagi.
antiemetic,
dapat
dan
mengurangi
kompensasi
sentral
benzodiazepine
sensasi
pada
berputar
kondisi
(diazepam).
namun
vestibular
dapat
perifer.
BAB III
PENUTUP
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer
yang sering dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tibatiba pada perubahan posisi kepala. Vertigo merupakan keluhan yang sering
dijumpai, yang sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil
(giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness). Patofisiologi BPPV dapat
dibagi menjadi dua, antara lain teori cupulolithiasis dan teori canalolithiasis.
Penderita dengan BPPV memiliki pendengaran yang normal dan tidak
ditemukan kelainan pada pemeriksaan naurologis. Diagnosis dapat ditegakan
melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik yang berupa maneuver Dix-hallpike
ataupun maneuver side lying, untuk menemukan adanya respon abnormal
berupa nistagmus lambat yang berlangsung 40 detik.
Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah non-farmakologis yaitu terapi
manuver reposisi partikel dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada
BPPV, meningaktkan kualitas hidup , dan mengurangi risko jatuh pada pasien.
Tujuan dari maneuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke
posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wreksoatmojo BR. Vertigo-Aspek Neurologi. [online] 2009 [cited 2016 January
6th].
Available
from
URL:http://www.google.com/vertigo/cermin
dunia
kedokteran .html
2. Anonim. Si Penyebab Kepala Berputar. [online] 2009 [cited 2016 January 6th].
Available from : http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/category_news.asp?
IDCategory=23
3. Lumbantobing SM. Vertigo Tujuh Keliling. Edisi pertama. Jakarta:Balai Penerbit
FK-UI.1996
4. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2010 [cited 2016 January
7th]. Available from : http://www.dizziness-andbalance.com/disorders/bppv/bppv.html
5. Gananca FF, Gananca CF, Caovilla HH, Gananca MM, Albemaz PLM. Active head
rotation in Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Braz J Otorhinolaryngol
2009;75(4): 586-92
6. Parnes LS, Agrawal SK, Atlas J. Diagnosis and Management of benign paroxysmal
vertigo (BPPV). CMAL. 2003;169(7): 681-93
7. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2010 [cited 2016
January 6th]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/884261overview
8. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar N,
Editor. Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. 2008. Hal. 104-9
9. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam : Arsyad
E, Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 94-101
10. Johnson J & Lalwani AK. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. In : Lalwani AK,
editor. Current Diagnosis & treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery.
New York : Mc Graw Hill Companies. 2006.
11. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 11th ed. China: Elsevier
Saunders; 2005. 692-7
12. Fife D.T. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Semin Neuro Journal.
2009;29:500-508
13. Bhattacharyya N, Baugh FR, Orvidas L. Clinical Practice Guideline: Benign
Paroxysmal Positional Vertigo. Otolaryngology-Head and Neck Surgery.
2008;139:S47-S81
14. Teixeira L.J., Pollonio J.N., Machado. Maneuvers for the treatment of Benign
Positional Paroxysmal Vertigo: a systemic review. Brazilian Journal of
Otorhinolaryngology. 2006;72(1): 130-8.
15. Bittar et al. Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Diagnosis and Treatment.
International Tinnitus Journal. 2011;16(2): 135-45.
16. Johnson J & Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK, editor. Current
Diagnosis & treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery. New York : Mc
Graw Hill Companies. 2007.