Anda di halaman 1dari 23

RESPONSI KASUS

URTIKARIA KRONIS

DISUSUN OLEH:
Steven Irving
G991903056

PEMBIMBING:
dr. Ammarilis Murastami, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH DR. MOEWARDI
2019
LEMBAR PENGESAHAN RESPONSI

Kasus responsi yang berjudul: Urtikaria Kronis


Steven Irving, NIM G991903056 Periode: 16 Desember 2019 – 12 Januari
2020

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing dari Bagian Ilmu Kesehatan Kulit
Kelamin
RSUD Dr Moewardi – Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Surakarta, Januari 2020

Residen Pemeriksa Chief Residen

dr. Annisa dr. Adni

Staff Pembimbing

dr. Ammarilis Murastami, Sp.KK

1
STATUS RESPONSI
ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing : dr. Ammarilis Murastami, Sp.KK


Nama Mahasiswa : Steven Irving
NIM : G991903056

URTIKARIA KRONIS

A. DEFINISI
Urtikaria adalah suatu penyakit kulit yang ditandai dengan adanya urtika
berbatas tegas, dikelilingi oleh daerah berwarna kemerahan, dan terasa gatal. 1
Urtikaria dapat terjadi dengan atau tanpa angioedema.2
Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab,
biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang
perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit,
sekitarnya dapat dikelilingi halo. Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa tersengat
atau tertusuk.3

Gambar 1. Urtikaria (Hives)


Berdasarkan European Academy of Allergy and Clinical Immunology
(EAACI), The Global Allergy and Asthma European Network (GA2LEN), The
European Dermatology Forum (EDF), dan The World Allergy Organization
(WAO) pada tahun 2014, urtikaria diklasifikasian menjadi 3 grup (Tabel 1). 2,4

Tabel 1. Klasifikasi Urtikaria


Grup Sub grup Keterangan
Urtikaria Spontan Urtikaria Akut Wheal spontan <6 minggu
Urtikaria Kronik Wheal spontan >6 minggu
Urtikaria fisik Urtikaria kontak dingin Faktor pencetus :
udara/air/angina dingin
Delayed pressure urticarial Faktor pencetus : tekanan
vertikal
Urtikaria kontak panas Faktor pencetus: panas yang
terlokalisir
Urtikaria solaris Faktor pencetus: UV dan atau
sinar tampak
Urtikaria factitial / Urtikaria Faktor pencetus: kekuatan
dermografik mekanis
Urtikaria / angioedema Faktor pencetus: misal
fibratori pneumatic hammer
Kelainan urtikaria lain Urtikaria angiogenik Faktor pencetus: air
Urtikaria kolinergik Dicetuskan oleh naiknya
temperatur tubuh
Urtikaria kontak Dicetuskan oleh kontak
dengan bahan yang bersifat
urtikariogenik
Urtikaria yang diinduksi oleh Faktor pencetus: latihan fisik
latihan fisik

3
B. ETIOLOGI
1. Tipe Fisik
a. Urtikaria kontak dingin
Terdapat bentuk didapat (acquired) dan diturunkan (hereditery) dari
cold urticaria/angioedema. Bentuk yang didapat lebih sering dijumpai.
Idiopathic atau primary acquired cold urticaria mungkin berhubungan
dengan sakit kepala, hipotensi, sinkop, wheezing, sesak nafas, palpitasi,
mual, muntah, dan diare. Serangan terjadi dalam hitungan menit setelah
paparan yang meliputi perubahan dalam temperatur lingkungan dan
kontak langsung dengan objek dingin. Biduran dapat timbul setelah
dilakukan kontak kulit dengan es yang disebut dengan diagnostic cold
contact test. Jika seluruh tubuh dingin, seperti dalam keadaan berenang,
hipotensi dan sinkop, yang berpotensi mematikan dapat terjadi. Bentuk
yang jarang dari acquired cold urticaria yang telah dilaporkan pada
beberapa kasus di antaranya systemic cold urticaria, localized cold
urticaria, cold-induced cholinergic urticaria, cold-dependent
dermographism, dan localized cold reflex urticaria. Dua bentuk dominan
dari inherited cold urticaria telah dideskripsikan. Familial cold urticaria,
yang juga disebut dengan familial cold autoinflammatory syndrome
merupakan kelainan autosomal dominan dengan genetic linkage terhadap
kromosom 1q44. Erupsi muncul sebagai makula eritematous disertai rasa
panas seperti terbakar dan pruritus dan jarang dengan biduran. Demam,
nyeri kepala, konjungtivitis, nyeri sendi, dan neutrophilic leukocytosis
merupakan gambaran dari serangan. Jarak antara paparan dingin dan onset
munculnya gejala adalah kurang lebih 2,5 jam, dan rata-rata durasi
episode adalah 12 jam. Biopsi kulit specimen menunjukkan degranulasi
sel mast dan infiltrasi neutrofil. Delayed cold urticaria terjadi sebagai lesi
eritematous, oedematous, dan pembengkakan lebih dalam yang muncul 9-
18 jam setelah paparan dingin. Biopsi kulit spesimen menunjukkan adanya
4
oedem dengan sedikit jumlah sel mononuklear; sel-sel mast tidak
mengalami degranulasi; dan protein komplemen, immunoglobulin, dan
fibrin tidak ditemukan.3

3
Gambar 2. Ice Cube Test (+) pada urtikaria kontak dingin

b. Delayed pressure urticaria


Delayed pressure urticaria tampak sebagai lesi eritematous, oedem
lokal, sering disertai nyeri, yang timbul dalam 0,5-6 jam setelah terjadi
tekanan terhadap kulit. Episode spontan terjadi setelah duduk pada kursi
yang keras, di bawah sabuk pengaman, pada kaki setelah berlari, dan pada
tangan setelah mengerjakan pekerjaan dengan tangan. Delayed pressure
urticaria dapat berhubungan dengan demam, menggigil, arthralgia, dan
myalgia, juga dengan peningkatan LED dan leukositosis. Immediate
pressure urticaria adalah kelainan idiopatik yang jarang. Ini telah
diketahui berhubungan dengan pasien sindroma hipereosinofilik. 3
c. Urtikaria solar
Solar urtikaria timbul sebagai biduran eritema dengan pruritus, dan
kadang-kadang angioedema dapat terjadi dalam beberapa menit setelah
paparan dengan sinar matahari atau sumber cahaya buatan. Nyeri kepala,

5
sinkop, pusing, wheezing, dan mual merupakan gambaran sistemik. Empat
puluh delapan persen pasien mempunyai riwayat atopi. Meskipun solar
urtikaria dapat berhubungan dengan systemic lupus erythematosus (SLE)
dan polymorphous light eruption, tetapi biasanya idiopatik. Perkembangan
lesi kulit di bawah lingkungan experiment dalam respon terhadap panjang
gelombang spesifik diklasifikasikan ke dalam enam subtipe; akan tetapi,
seseorang dapat merespon lebih dari satu bagian dari spektrum cahaya.
Pada tipe I, didapatkan dengan panjang gelombang 285-320 nm, dan pada
tipe II, panjang gelombang 400-500 nm. Tipe VI, terjadi pada
erythropoietic protoporphyria dilaporkan pada satu pasien. 3
Histamin dan faktor kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil dapat
ditemukan dalam darah setelah paparan dengan sinar ultraviolet A (UVA),
UVB, dan sinar/cahaya yang terlihat.3
d. Urtikaria demografik
Dermographism merupakan bentuk paling sering dari physical
urtikaria. Ia tampak sebagai garis biduran (linear wheal). Transient wheal
atau biduran yang sementara muncul secara cepat dan biasanya memudar
dalam 30 menit; akan tetapi, kulit biasanya mengalami pruritus sehingga
bekas garukan dapat muncul. Ia tidak berhubungan dengan atopi. Respon
dermografik secara pasif ditransfer ke kulit normal dengan serum atau
IgE.3
e. Urtikaria/ angioedema getaran
Vibratory angioedema dapat terjadi sebagai kelainan idiopatik didapat,
dapat berhubungan dengan cholinergic urticaria, atau setelah beberapa
tahun karena paparan vibrasi okupasional. Ia dapat sebagai kelainan
autosomal dominan yang diturunkan dalam keluarga. Bentuk keturunan
sering disertai dengan flushing pada wajah. Peningkatan kadar plasma
histamin ditemukan dalam serangan pada pasien dengan bentuk keturunan
atau herediter dan pada pasien dengan penyakit yang didapat. 3
6
2. Tipe Lain
a. Urtikaria akuagenik
Kontak kulit dengan air pada temperatur berapapun dapat
menghasilkan pruritus sendirian atau, lebih. Erupsi terdiri dari biduran-
biduran kecil yang mirip dengan cholinergic urticaria. Pruritus akuagenik
tanpa urtikaria biasanya idiopatik tetapi juga terjadi pada orang-orang tua
dengan kulit yang kering dan pada pasien dengan polycythemia vera,
Hodgkin's disease, sindroma myelodysplastic, dan sindrom
hipereosinofilik. Pasien-pasien dengan pruritus akuagenik sebaiknya
dievaluasi untuk menyingkirkan kelainan hematologik. Setelah tes
experimental challenge, kadar histamin darah akan meningkat pada pasien
dengan pruritus akuagenik dan dengan urtikaria akuagenik. Degranulasi
sel mast tampak pada lesi jaringan.
b. Urtikaria kolinergik
Terjadi setelah peningkatan suhu inti tubuh, seperti selama mandi
dengan air hangat, olahraga, atau episode demam. Prevalensi tertinggi
adalah pada usia 23-28 tahun. Erupsi tampak dengan biduran bentuk
papular, bulat, ukuran kecil kira-kira 2-4 mm yang dikelilingi oleh flare
eritema sedikit atau luas merupakan gambaran yang khas dari urtikaria
jenis ini; kadang-kadang, lesi dapat menjadi konfluen, atau angioedema
dapat terjadi. Gambaran sistemik termasuk pusing, nyeri kepala, sinkop,
flushing, wheezing, sesak nafas, mual, muntah, dan diare. Peningkatan
prevalensi pada pasien atopi telah dilaporkan. Injeksi intrakutaneus agen
kolinergik, seperti methacholine chloride, menghasilkan biduran secara
lokal pada kira-kira 1/3 pasien. Perubahan dalam fungsi pulmonal telah
didokumentasikan selama percobaan exercise challenge atau setelah
inhalasi asetilkolin. Kasus-kasus familial telah dilaporkan hanya pada
laki-laki dalam empat keluarga. Pengamatan ini menunjukkan
kecenderungan adanya kelainan autosomal dominan inheritance. Setelah
7
exercise challenge, histamin dan faktor kemotaktik untuk eosinofil dan
neutrofil dilepaskan ke dalam sirkulasi.3

Gambar 3. Urtikaria Kolinergik setelah


3
latihan 15 menit di ruang yang hangat

c. Exercuse-induced anaphylaxis
Exercise-induced anaphylaxis adalah gejala klinis yang kompleks
terdiri dari pruritus, urtikaria, angioedema (kutaneus, laringeal, dan
intestinal), dan sinkop yang berbeda dari cholinergic urticaria. Pada
kebanyakan pasien, biduran tidak mempunyai punctate tetapi dengan
ukuran yang normal. Variasi tipe dari sindroma ini telah dideskripsikan,
termasuk diantaranya exercise-induced anaphylaxis memerlukan olahraga
sendirian sebagai stimulusnya, food-dependent exercise-induced
anaphylaxis memerlukan baik exercise dan makanan sebagai stimulus,
dan bentuk varian dimana biduran punctata timbul setelah exercise.
Pemberian aspirin sebelum makan makanan alergen menginduksi urtikaria
pada beberapa pasien dengan food-dependent exercise-induced
anaphylaxis. Pada exercise-induced anaphylaxis, tes fungsi paru normal,
biopsi spesimen menunjukkan degranulasi sel mast, dan pelepasan
histamin dan triptase ke dalam sirkulasi.3

8
C. PATOGENESIS
Sel mast adalah sel efektor utama pada kebanyakan bentuk urtikaria,
meskipun tipe-tipe sel lainnya juga dapat terlibat. Sel mast kutaneus
melepaskan histamin dalam respon terhadap C5a, morfin, dan kodein.
Neuropeptida substansi P (SP), vasoactive intestinal peptide (VIP), dan
somatostatin, neurokinin A dan B, bradikinin, dan calcitonin gene–related
peptide (CGRP), kesemuanya dapat mengaktivasi sel-sel mast untuk
mensekresi histamin. Tidak semua produk biologik potensial tersebut
diproduksi ketika sel mast kutaneus terstimulasi. Permeabilitas vaskuler di
kulit diakibatkan secara predominan oleh reseptor histamin H-1, meskipun
reseptor histamin H-2 juga dapat berperan. Urtikaria disebabkan karena
pelepasan histamin, bradikinin, leuketrien C4, prostaglandin D2, dan substansi
vasoaktif lainnya lainnya dari sel mast dan basofil di kulit. Substansi-
substansi tersebut menyebabkan ekstravasasi cairan ke kulit, mengakibatkan
timbulnya lesi urtikaria. Intensitas pruritus dari urtikaria adalah hasil dari
pelepasan histamin ke kulit. Aktivasi reseptor histamin H-1 pada sel-sel
endotel dan otot polos menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler.
Sedangkan aktivasi reseptor histamin H-2 menyebabkan vasodilatasi arteriol
dan venula.3
Proses ini disebabkan oleh beberapa mekanisme. Respon alergi tipe I
IgE diinisiasi oleh kompleks imun antigen-mediated IgE yang mengikat dan
cross-link reseptor Fc pada permukaan sel-sel mast dan basofil, hal tersebut
menyebabkan pelepasan histamin. Respon alergi tipe II dimediasi oleh sel-sel
T sitotoksik, menyebabkan deposit Ig, komplemen, dan fibrin di sekitar
pembuluh darah. Hal ini menyebabkan vaskulitis urtikaria. Penyakit
kompleks imun tipe III berhubungan dengan SLE dan penyakit autoimun
lainnya yang dapat menyebabkan urtikaria.3

9
Komplemen yang dimediasi urtikaria disebabkan oleh infeksi bakteri
dan virus, serum sickness, dan reaksi transfusi. Reaksi transfusi urtikaria
terjadi ketika substansi alergenik dalam plasma dari produk darah donor
bereaksi dengan antibodi Ig E resipien. Beberapa obat-obatan (opioids,
vecuronium, succinylcholine, vancomycin, dan lain-lain) juga agen-agen
radiokontras menyebabkan urtikaria karena degranulasi sel mast melalui
mekanisme mediasi non-Ig E. Urtikaria fisik pada beberapa stimulus fisik
yang menyebabkan urtikaria meliputi immediate pressure urticaria, delayed
pressure urticaria, cold urticaria, dan cholinergic urtikaria. Terakhir, urtikaria
kronik dimana penyebabnya tidak dapat ditemukan secara signifikan,
merupakan idiopatik.3

Gambar 4. Patogenesis Urtikaria 3

10
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis urtikaria yaitu berupa munculnya ruam atau lesi kulit
berupa biduran yaitu kulit kemerahan dengan penonjolan atau elevasi berbatas
tegas dengan batas tepi yang pucat disertai dengan rasa gatal (pruritus) sedang
sampai berat, pedih, dan atau sensasi panas seperti terbakar. Lesi dari urtikaria
dapat tampak pada bagian tubuh manapun, termasuk wajah, bibir, lidah,
tenggorokan, dan telinga. Diameter lesi dapat bervariasi dari sekitar 5 mm (0,2
inchi) sampai dapat sebesar satu piring makan. Ketika proses oedematous meluas
sampai ke dalam dermis dan atau subkutaneus dan lapisan submukosa, maka ia
disebut angioedema. Urtikaria dan angioedema dapat terjadi pada lokasi manapun
secara bersamaan atau sendirian. Angioedema umumnya mengenai wajah atau
bagian dari ekstremitas, dapat disertai nyeri tetapi jarang pruritus, dan dapat
berlangsung sampai beberapa hari. Keterlibatan bibir, pipi, dan daerah periorbita
sering dijumpai, tetapi angioedema juga dapat mengenai lidah dan faring. Lesi
individual urtikaria timbul mendadak, jarang persisten melebihi 24-48 jam, dan
dapat berulang untuk periode yang tidak tentu.3

E. DIAGNOSIS 1, 2, 4
Diagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis meliputi:
 Waktu mulai munculnya urtikaria
 Frekuensi dan durasi wheals
 Variasi diurnal
 Bentuk, ukuran, dan distribusi wheals
 Apakah disertai angioedema
 Gejala subyektif yang dirasakan pada lesi, misal gatal dan nyeri
 Riwayat keluarga terkait urtikaria dan atopi

11
 Alergi di masa lampau atau saat ini, infeksi, penyakit internal, atau
penyebab lain yang mungkin
 Induksi oleh bahan fisik atau latihan fisik
 Penggunaan obat (NSAID, injeksi, imunisasi, hormone, obat
pencahar, suppositoria, dan tetes mata atau telinga)
 Makanan
 Kebiasaan merokok
 Jenis pekerjaan
 Hobi
 Kejadian berkaitan dengan akhir pecan, liburan, dan perjalanan ke
daerah lain
 Implantasi bedah
 Reaksi terhadap sengatan serangga
 Hubungan dengan siklus menstruasi
 Respon terhadap terapi
 Stres
 Kualitas hidup urtikaria
2. Pemeriksaan fisik:
Urtikaria ditandai secara khas oleh timbulnya urtika dana tau
angioedema secara cepat. Urtika terdiri atas tiga gambaran linis khas,
yaitu: (i) edema di bagian sentral dengan ukuran bervariasi, hampir
selalu dikelilingi eritema, (ii) disertai oleh gatal aau kadang sensasi
terbakar, dan (iii) berakhir cepat, kulit kembali ke kondisi normal
biasanya dalam waktu 1-24 jam.
3. Tes dermografisme
Terapi antihistamin harus dihentikan setidaknya 2-3 hari dan terapi
immunosupresi untuk 1 minggu. Langkah diagnostic selanjutnya
bergantung pada subtipe urtikaria, seperti dirangkum pada Tabel 2.

12
Gambar 5. Tes Dermografisme (+) pada
urtikaria 3

Tabel 2. Tes Diagnostik Urtikaria. 2


Grup Sub Grup Tes Diagnostik
Urtikaria Spontan Urtikaria Akut Tidak ada (kecuali sangat
dicurigai pada riwayat pasien
alergi)
Urtikaria Kronik DL, ESR (Erythrocyte
sedimentation rate) / CRP,
HRA, ASST
Urtikaria Fisik Urtikaria kontak dingin Tes provokasi (dan threshold
test) dingin (balok es, air dingin,
angina dingin)
Delayed pressure urticaria Tes tekan (0.2 – 1.5 kg/cm2)
selama 10 – 20 menit.
Urtikaria kontak panas Tes provokasi panas dan
threshold test (air hangat)

13
F. DIAGNOSIS BANDING 4, 5
Penyakit kulit yang dapat bermanifestasi sebagai lesi urtikaria akan dipaparkan
pada tabel 3.

Tabel 3. Diagnosis banding Urtikaria


Biasa dijumpai Dermatitis Urticarial
Dermatitis kontak (iritan atau alergik)
Reaksi gigitan arthropoda
Erupsi obat eksentematosa
Mastositosis (anak-anak)
Penyakit bulosa autoimun
 Subepidermal: pemfigoid bulosa,
pemfigoid gestational, dermatosis IgA
linear, EB akuisita, dermatitis
herpetiformis
 Intraepidermal: pemphigus herpetiformis
PUPPP (pruritic urticarial papules and plaques
of pregnancy)
Small-vessel vasculitis
Jarang Dermatitis progesterone
Dermatitis granulamatosa interstisial
Selulitis eosinofilik
Hidradenitis ekrin neutrofilik

14
G. TATALAKSANA
Prinsip penatalaksanaan urtikaria adalah atasi keadaan akut terutama pada
angioedema karena dapat terjadi obstruksi saluran napas. Tatalaksana urtikaria
dibagi menjadi non medikamentosa dan medikamentosa.

A. Non Medikamentosa
Berikan edukasi kepada pasien untuk:
- Hindari alergen yang diketahui. Termasuk beberapa makanan dan
penyedap makanan, obat-obatan dan beberapa situasi seperti panas, dingin
atau stress emosional
- Membuat catatan. Mencatat kapan dan dimana urtikaria terjadi dan apa
yang sudah dimakan. Hal ini akan membantu untuk mencari penyebab
urtikaria.
- Hindari pengobatan yang dapat mencetuskan urtikaria seperti antibiotik
golongan penisilin, aspirin dan lainnya.

B. Terapi Medikamentosa
Pengobatan dengan antihistamin H1 blockers sebagai lini pertama
pada urtikaria. 6-8 Pada urtikaria akut diberikan atihistamin (H-1) generasi dua.
Bila dengan AH1 nonsedatif tidak berhasil maka diberikan AH-1 generasi
satu. Pada urtikaria kronis diberikan antihistamin (H-1) generasi kedua. Jika
gejala menetap setelah 2 minggu, antihistamin H1 generasi kedua dapat
dinaikkan dosisnya 2-4 kali. Bila gejala masih menetap sampai 1-4 minggu,
ditambahkan Antagonis leukotriene (montelukast) atau siklosporin atau
omalizumab. Jika terjadi eksaserbasi gejala dapat diberikan kortikosteroid
sistemik dengan dosis 0.5 – 1 mg/kg/hari, tidak boleh lebih dari 10 hari. 9-11

15
Gambar 6. Guideline tatalaksana urtikaria

H. PROGNOSIS
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat
diatasi. Urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari. Pada
angioedema kematian hampir 30 % terjadi disebabkan karena obstruksi saluran
napas.3

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Powell RJ, Leech SC, Till S, Huber PAJ, Nasser SM, Clark AT. BSACI
guideline for the management of chronic urticarial and angioedema. Clin. Exp.
Allergy. 2015;45:547-65
2. Zuberbier T, Asero R, Jensen BC, Canonica GW, Church MK, et al.
EAACI/GA2LEN/EDF/WAO Guideline: Definition, classification and
diagnosis of urticarial. Allergy. 2014;64:1417-26
3. Kaplan AP. Urticaria and angioedema. Dalam: Wolff K, Goldsmith L, Katz S,
Gilchrest B, Paller A, Leffel D, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in general
medicine. Edisi ke 8. New York: McGraw-Hill 2012;414-430
4. Chow S. Management of chronic urticarial in Asia: 2010 AADV consensus
guidelines. Asia Pac Allergy 2012;2:149-160
5. Peroni A, Colato C, Schena D, Girolomoni G, Urticarial lesions: If not
urticarial, what else? The differential diagnosis of urticaria. Part I. Cutaneous
diseases. J Am Acad Dermatol 2010;62:541-55
6. Monroe E, Finn A, Patel P, Guerrero R, Ratner P, Berstein D, et al. Efficacy
and safety of desloratadine 5 mg once in the treatment of chronic idiopathic
urticarial: A double-blind, randomized, placebocontrolled trial. J Am Acad
Dermatol. 2003;48:535-41
7. Weller K, Ardelean E, Scholz E, Martus P, Zuberbier T, Maurer M. Can On-
demand Non-sedating Antihistamines Improve Urticaria Symptoms? A
Double-blind, Randomized, Single-dose Study. Acta Derm Venerol.
2013;48:535-41
8. Zuberbier T, Munzberger C, Haustein U, Trippas E, Burtin B, Mariz SD, et al.
Double-blind crossover study of high-dose cetirizine in cholinergic urticarial.
Dermatology. 1996;193:324-7
9. Mitchell S, Balp MM, Samuel M, McBride D, Maurer M. Systematic review
of treatments for chronic spontaneous urticarial with inadequate response to
licensed first-line treatments. International Journal of Demartology. 2014;1-
17.
10. Di Lorenzo G, Pacor ML, Mansueto P, Pelliteri ME, Lo Bianco C, Ditta V, et
al. Randomized placebo-controlled trial comparing desloratadine and
montelkast in monotherapy and desloratadine plus montelukast in combined
therapy for chronic idiopathic urticarial. J Allergy Immunol. 2004;114(3):619-
25
11. PERDOSKI. Panduan Layanan Klinis Dokter Spesialis Dermatologi dan
Venerologi. PP Perdoski. Salemba. 2012;241-244

17
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. BP
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jebres
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Status : Sudah Menikah
Tanggal Periksa : 20 Desember 2019
No. RM : 0148xxxx

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Bentol dan gatal kemerahan di seluruh tubuh sejak 1 tahun yang lalu
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Dr. Moewardi
dengan keluhan bentol dan gatal kemerahan di seluruh tubuh yang dirasakan
sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu. Awalnya frekuensi keluhan ini jarang. 1
bulan SPRS, pasien menjalani operasi pengambilan ganglioma. Sejak saat itu,
pasien mengaku sering mengalami biduran (gatal dan bentol kemerahan).
Biduran dirasakan pasien di seluruh tubuh. Keluhan dirasakan sampai saat ini
hilang timbul. Keluhan seringkali timbul terutama saat sore hari dan ketika
berkeringat. Pasien mengonsumsi setirizin setiap keluhan kambuh. Pasien
merasa keluhan membaik setelah mengonsumsi setirizin. Kulit kering (-).
Demam (-).

18
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa sebelumnya : (+) sejak 1 tahun yang lalu, namun
frekuensi jarang.
Riwayat alergi obat/makanan : (-)
Riwayat asma : (-)
Riwayat hipertensi : (-)
Riwayat diabetes mellitus : (-)
D. Riwayat Penyakit Keluarga dan lingkungan
Riwayat sakit serupa pada keluarga : (-)
Riwayat alergi obat/makanan : (-)
Riwayat asma : (-)
Riwayat hipertensi : (-)
Riwayat diabetes mellitus : (-)
E. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang pegawai swasta dan tinggal bersama istri
dan kedua orang anaknya.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit ringan, GCS E4V5M6, gizi kesan
overweight
Vital Sign : TD : 130/80 mmhg
Frekuensi nadi : 80 x/menit
Frekuensi napas : 20 x / menit
Suhu : 36,8oC
VAS :0
Antropometri : Berat badan : 69 kg
Tinggi badan : 160 cm
Kepala : mesocephal
19
Wajah : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
Mata : dalam batas normal
Telinga : dalam batas normal
Thorax : lihat status dermatovenereologis
Abdomen : lihat status dermatovenereologis
Ekstremitas Atas : dalam batas normal
Ekstremitas Bawah : dalam batas normal

B. Status Dermatologis
Regio Trunkus Anterior
Tampak patch eritema multipel diskret

Gambar 7. Trunkus Anterior Pasien

20
Gambar 8. Tampak patch eritema pada trunkus anterior pasien.

IV. DIAGNOSIS BANDING


 Urtikaria Kronis
 Dermatitis Kontak Iritan
 Dermatitis Kontak Alergi

V. DIAGNOSIS KERJA
Urtikaria Kronis

VI. TERAPI
 Non Medikamentosa
- Edukasi pasien:
1. Edukasi mengenai penyakit, tatalaksana dan komplikasi
2. Edukasi untuk menghindari hal-hal yang diduga merupakan
pencetus keluhan

21
3. Edukasi jika gejala dapat diperberat oleh karena stress sehingga
pasien jangan terlalu khawatir

 Medikametosa
- Setirizin 1 x 10 mg selama 2 minggu

VII. PLANNING
1. Skin Prick Test

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad sanam : Ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad kosmetikum : Ad bonam

22

Anda mungkin juga menyukai