Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

SUMBATAN JALAN NAPAS ATAS

Disusun oleh:
Abdul Aziz Hafid Amrullah 6120018030
Hessty Rochendah Onjiah 6120018021
Anydhia Fitriana Afiuddin 6120018025

Pembimbing:
dr. Rudi Artono, Sp. THT-KL

Departemen / SMF Telinga Hidung Tenggorokan dan Kepala Leher


Fakultas Kedokteran
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
2019
REFERAT
SUMBATAN JALAN NAPAS ATAS

Diajukan untuk memenuhi sebagian tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah
satu syarat menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokan dan Kepala Leher

Disusun oleh:
Abdul Aziz Hafid Amrullah 6120018030
Hessty Rochendah Onjiah 6120018021
Anydhia Fitriana Afiuddin 6120018025

Pembimbing:
dr. Rudi Artono, Sp. THT-KL

Departemen / SMF Telinga Hidung Tenggorokan dan Kepala Leher


Fakultas Kedokteran
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
2019

ii
LEMBAR PENGESAHAN
Referat
SUMBATAN JALAN NAPAS ATAS

Oleh :
Abdul Aziz Hafid Amrullah 6120018030
Hessty Rochendah Onjiah 6120018021
Anydhia Fitriana Afiuddin 6120018025

Referat “Sumbatan Jalan Napas Atas” ini telah diperiksa, disetujui, dan diterima
sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepanitraan klinik di Bagian
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Kepala Leher RS Islam Jemursari
Surabaya, Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.

Surabaya, 17 November 2019


Mengesahkan,
Dokter Pembimbing

dr. Rudi Artono, Sp. THT-KL

iii
DAFTAR ISI

Lembar Judul....................................................................................................... ii
Lembar Pengesahan............................................................................................ iii
Daftar Isi..............................................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 2
2.1 Definisi.................................................................................................... 2
2.2 Penyebab dan Gejala Klinis.................................................................... 2
2.3 Diagnosis................................................................................................. 7
2.4 Stadium................................................................................................... 8
2.5 Tindakan................................................................................................. 9
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 20

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Obstruksi jalan napas menyebabkan gejala sesak napas. Sesak napas adalah
kesukaran bernapas yang dirasakan oleh pasien sebagai suatu gejala subjektif.
Kelainan sesak napas dapat disebabkan oleh kelainan rongga dada, kelainan
paru, sumbatan saluran napas, kelainan vaskuler paru dan lain-lain. Sesak napas di
bidang THT terutama disebabkan oleh sumbatan saluran napas atas, sumbatan bronkus
secara mekanik disebabkan oleh gangguan ventilasi, dan drainase sekret bronkus.
Secara fisiologis, bronkus yang sangat erat hubungannya dengan ventilasi dan drainase
paru, daya pertahanan paru, tekanan intrapulmonal, keseimbangan sirkulasi dan tekanan
karbondioksida. Drainase paru secara normal, bila terdapat infeksi traktus
trakheobronkhial dilakukan dengan gerak silia, batuk sehingga sekret yang terkumpul
dapat dikeluarkan sebelum terjadi penyempitan saluran napas.
Apapun yang mempengaruhi mekanisme fisiologis tersebut menyebabkan
terjadinya sumbatan bronkus. Faktor lain adalah silia yang tertutup oleh edema mukosa
dan sekret kental yang disebabkan oleh peradangan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Obstruksi Saluran Napas Atas


Obstruksi saluran napas atas adalah sumbatan pada saluran napas atas (laring)
yang disebabkan oleh adanya radang, benda asing, trauma, tumor dan kelumpuhan
nervus rekuren bilateral sehingga ventilasi pada saluran pernapasan terganggu.1

2.2 Penyebab dan Gejala Klinis Obstruksi Saluran Napas Atas


Obstruksi saluran napas bagian atas disebabkan oleh trauma, tumor, infeksi akut,
kelainan kongenital hidung atau laring, difteri, paralysis satu atau kedua plika vokalis,
pangkal lidah jatuh ke belakang pada penderita yang tidak sadar karena penyakit,
cedera, atau narkose maupun karena benda asing.
Obstruksi saluran napas bagian atas ditandai dengan sesak napas, stridor
inspiratore, ortopne, pernapasan cuping hidung, dan cekung di daerah jugularis-
supraklavikula-interkostal. Selanjutnya penderita akan sianotik dan gelisah.

Tabel 2.1 Obstruksi Jalan Napas Atas


Kongenital atresia koane
stenosis supraglotis,glottis dan infraglotis
kista duktus tireoglosus
kista bronkiegen yang besar
laringokel yang besar
Radang laringotrakeitis
epiglotitis
hipertrofi adenotonsiler
angina ludwig
abses parafaring atau retrofaring

2
3

Traumatik ingesti kaustik


patah tulang wajah atau mandibula
cedera laringotrakeal
intubasi lama: udem/stenosis
dislokasi krikoaritenoid
paralysis n. laringeus rekurens bilateral
Tumor hemangioma
higroma kistik
papiloma laring rekuren
limfoma
tumor ganas tiroid
karsinoma sel skuamosa laring, faring atau oesofagus
Lain-lain benda asing
udem angioneurotik

A. Kelainan Kongenital
1. Atresia koane
Koane dapat menyumbat total atau sebagian, di satu atau dua sisi, akibat
kegagalan absorpsi membran bukofaringeal. Obstruksi mungkin berupa membran atau
tulang. Gejalanya ialah kesulitan bernapas dan keluar sekret hidung terus menerus.
Diagnosis mudah dibuat dengan timbulnya sianosis pada waktu diam yang menghilang
pada waktu menangis, dan melihat sumbatan di belakang rongga hidung. Pengobatan
dengan pembedahan.
2. Sindrom Piere Robin
Sindrom ini terdiri dari trias gejala yaitu mikrognasia, celah langit-langit, dan
oleh karena mikrognasia, lidah jatuh ke belakang mengakibatkan obstruksi jalan napas
atas. Kadang sindroma ini disertai defek pada mata.

3. Selaput (web) glotis dan stenosis glotis


4

Pita suara terbentuk dari membran horizontal primordial yang terbelah pada
garis tengah. Kegagalan pemisahan mengakibatkan berbagai derajat stenosis glotis,
mulai dari selaput pada komisura anterior sampai atresia total glotis. Biasanya ditandai
suara parau sedangkan pada bayi menifestasinya berupa suara serak dan menangis tidak
keras. Derajat sesak dan disfonia tergantung dari luasnya kelainan.
Pengobatan sementara pada bayi atau anak dengan businasi. Diperlukan
tindakan bedah untuk memisahkan pita suara melalui tirotomi.
Obstruksi di subglotis jarang ditemukan, yaitu berupa penyempitan jalan napas
setinggi rawan krikoid.

B. Radang
1. Angina Ludwig
Angina Ludwig ialah selulitis di dasar mulut dan leher akut yang invasif,
menyebabkan udem hebat di leher bagian atas yang dapat menyumbat jalan napas.
Kuman penyebab biasanya streptokokus atau stafilokokus. Infeksi biasanya berasal dari
lesi di mulut seperti abses alveolar gigi atau infeksi sekunder pada karsinoma dasar
mulut. Kelainan ini cepat meluas melalui ruang fasia tertutup dan dapat menyebabkan
udem glotis yang dapat mengancam jiwa karena obstruksi jalan napas. Karena radang
dasar mulut ini lidah terdorong ke palatum dan ke dorsal, ke arah dinding dorsal faring
sehingga menutup jalan napas.
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis dan dibantu dengan pemeriksaan
biakan dan uji kepekaan kuman dari nanah.
Bila dapat dibuat diagnosis dini maka pemberian antibiotik kadang-kadang
memberikan hasil yang memuaskan. Bila pembengkakan leher dan dasar mulut tidak
segera berkurang maka dilakukan dekompresi terhadap ruang fasia yang tertutup di
dasar mulut dan leher, selanjutnya dipasang pipa penyalir.

C. Trauma
5

1. Menelan bahan kaustik


Larutan asam kuat seperti asam sulfat, nitrat dan hidroklorit, atau basa kuat
seperti soda kaustik, potasium kaustik dan ammonium bila tertelan dapa mengakibatkan
terbakarnya mukosa saluran cerna. Pada penderita yang tak sengaja minum bahan
tersebut, kemungkinan besar luka bakar hanya pada mulut dan faring karena bahan
tersebut tidak ditelan dan hanya sedikit saja masuk ke dalam lambung. Tetapi pada
mereka yang coba bunuh diri akan terjadi luka bakar yang luas pada esofagus bagian
tengah dan distal karena larutan tersebut berdiam di sini agak lama sebelum memasuki
kardia lambung.
Diagnosis didasarkan riwayat menelan zat kaustik dan adanya luka bakar di
sekitar dan di dalam mulut. Kasus kecelakaan biasanya terjadi pada anak usia dibawah
enam tahun, sedangkan kasus bunuh diri pada dewasa.
2. Trauma trakea
Trauma tajam atau tumpul pada leher dapat mengenai trakea. Trauma tumpul
tidak menimbulkan gejala atau tanda tetapi dapat juga mengakibatkan kelainan hebat
berupa sesak napas, karena penekanan jalan napas atau aspirasi darah atau emfisema
kutis bila trakea robek.
Dari pemeriksaan photo roentgen dapat dilihat benda asing, trauma penyerta
seperti fraktur vertebra servikal atau emfisema di jaringan lunak di mediastinum, leher
dan subkutis.
Trauma tumpul trakea jarang memerlukan tindakan bedah. Penderita diobservasi
bila terjadi obstreksi jalan napas dikerjakan trakeotomi. Pada trauma tajam yang
menyebabkan robekan trakea segera dilakukan trakeotomi di distal robekan. Kemudian
robekan trakea dijahit kembali.
3. Trauma intubasi
Pemasangan pipa endotrakea yang lama dapat menimbulkan udem laring dan
trakea. Keadaan ini baru diketahui bila pipa dicabut karena suara penderita terdengar
parau dan ada kesulitan menelan, gangguan aktivitas laring, dan beberapa derajat
obstruksi pernapasan. Pengobatan dilakukan dengan pemberian kortikosteroid. Bila
obstruksi napas terlalu hebat maka dilakukan trakeotomi.
6

Stenosis trakea adalah komplikasi pemasangan pipa endotrakea berbalon dalam


waktu lama. Tekanan balon menyebabkan nekrosis mukosa trakea disertai
penyembuhan dengan jaringan fibrosis yang mengakibatkan stenosis.
Pengobatan stenosis ini berupa peregangan bagian yang stenosis dalam waktu
lama, tetapi seringkali perlu dilakukan reseksi segmental trakea dan anstomosis ujung
ke ujung.
4. Dislokasi krikoaritenoid
Trauma pada laring dapat menyebabkan dislokasi persendian krikoaritenoid
yang mengakibatkan suara parau disertai obstruksi jalan napas bagian atas. Pada
pemeriksaan roentgen leher tampak dislokasi struktur laring, penyempitan jalan napas,
dan udem jaringan lunak.
Penanganannya berupa trakeotomi, kemudian dislokasi direposisi secara terbuka
dan dipasang bidai dalam. Kelambatan penanganan dislokasi krikoaritenoid dapat
mengakibatkan stenosis laring.
5. Paralisis korda vokalis bilateral
Kedua pita suara tidak dapat bergerak sedangkan posisinya paramedian dan
cenderung bertaut satu sama lain waktu inspirasi. Penderita mengalami sesak napas
hebat yang mungkin memerlukan intubasi dan atau trakeotomi.

D. Tumor
1. Papiloma laring rekuren (papilomatosis laring infantil)
Tumor epithelial papiler yang multipel pada laring ini disebabkan oleh papova
virus yang banyak didapatkan di lembah sungai Missisipi (AS). Penderitanya sering
mempunyai veruka kulit yang mengandung virus. Biasanya kelainan sudah mulai pada
usia dua tahun. Jika si ibu mempunyai veruka vagina maka kelainan ini dapat terjadi
pada bayi usia enam bulan.
Gejala khas berupa disfonia dan sesak napas yang bertambah hebat sampai
terjadi sumbatan total jalan napas. Terapi terdiri dari pembedahan dengan
mikrolaringoskopi. Eksisi papiloma dilakukan tanpa mengikutsertakan jaringan sehat.
7

Kadang digunakan laser CO2, pembedahan dingin atau radiasi ultrasonik. Angka
kekambuhan tinggi sehingga perlu dilakukan pembedahan berulang kali.
Papiloma pada orang dewasa merupakan lanjutan dari papilomatosis infantile
atau tumbuh pada usia pertengahan dan tetap sebagai satu lesi tunggal terbatas pada satu
korda. Kedua keadaan ini dapat berubah jadi karsinoma sel skuamosa. Perubahan ke
keganasan terjadi khusus pada penderita yang sebelumnya pernah mendapat radioterapi.
Penanganannya sama seperti pada anak-anak, hanya tidak memerlukan trakeotomi.
2. Neoplasma tiroid
Karsinoma tiroid dapat berinvasi ke laring dan mempengaruhi jalan napas.
Adanya invasi ini harus dicurigai bila tumor tiroid tidak dapat digerakkan dari dasarnya,
disertai suara parau dan gangguan napas. Pada pemeriksaan photo roentgen leher
terlihat distorsi laring atau bayangan suatu massa yang menonjol ke lumen laring dan
trakea.
Kadang tumor tiroid berada pada saluran napas atas secara primer. Diduga tumor
primer di laring atau trakea bagian atas berasal dari sisa tiroid yang terletak dalam
submukosa yang melapisi krikoid dan cincin trakea atas yang ditemukan pada 1-2 %
populasi. Tumor ini harus dieksisi dengan laringektomi.
3. Udem angioneurotik
Udem angiopneurotik mukosa laring adalah salah satu penyebab obstruksi laring
yang disebabkan oleh alergi. Gejala berupa suara parau yang progresif setelah kontak
dengan menghirup atau menelan alergen tanpa tanda infeksi. Kadang diperlukan
trakeotomi untuk menyelamatkan jiwa.2

2.3 Diagnosis Obstruksi Saluran Napas Atas3,4


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang.
Gejala dan tanda sumbatan yang tampak adalah :
· Serak (disfoni) sampai afoni
· Sesak napas (dispnea)
· Stridor (nafas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi.
8

· Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium,


supraklavikula dan interkostal. Cekungan itu terjadi sebagai upaya dari otot-otot
pernapasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.
· Gelisah karena pasien haus udara (air hunger)
· Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui letak
sumbatan, diantaranya adalah :
· Laringoskop. Dilakukan bila terdapat sumbatan pada laring. Laringoskop dapat
dilakukan secara direk dan indirek.
· Nasoendoskopi
· X-ray. Dilakukan pada foto torak yang mencakup saluran nafas bagian atas. Apabila
sumbatan berupa benda logam maka akan tampak gambaran radiolusen. Pada
epiglotitis didapatkan gambaran thumb like.
· Foto polos sinus paranasal
· CT-Scan kepala dan leher
· Biopsi

2.4 Stadium Obstruksi Saluran Napas Atas


Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium:
Stadium I : Adanya retraksi di suprasternal dan stridor. Pasien tampak tenang
Stadium II : Retraksi pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam,
ditambah lagi dengan timbulnya retraksi di daerah epigastrium.
Pasien sudah mulai gelisah.
Stadium III : Retraksi selain di daerah suprastrenal, epigastrium juga terdapat di
infraklavikula dan di sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan
dispnea.
Stadium IV: Retraksi bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak sangat
ketakutan dan sianosis, jika keadaan ini berlangsung terus maka
penderita akan kehabisan tenaga, pusat pernapasan paralitik karena
9

hiperkapnea. Pada keadaan ini penderita tampaknya tenang dan


tertidur, akhirnya penderita meninggal karena asfiksia.1

2.5 Tindakan pada Obstruksi Saluran Napas Atas7


Pada prinsipnya penanggulangan pada obstruksi atau obstruksi saluran napas
atas diusahakan supaya jalan napas lancar kembali.
Tindakan konservatif : Pemberian antiinflamasi, antialergi, antibiotika serta
pemberian oksigen intermiten, yang dilakukan pada
obstruksi laring stadium I yang disebabkan oleh
peradangan.
Tindakan operatif/resusitasi : Memasukkan pipa endotrakeal melalui mulut (intubasi
orotrakea) atau melalui hidung (intubasi nasotrakea),
membuat trakeostoma yang dilakukan pada obstruksi
laring stadium II dan III, atau melakukan krikotirotomi
yang dilakukan pada obstruksi laring stadium IV.1,5,6

Untuk mengatasi gangguan pernapasan bagian atas ada tiga cara, yaitu :
1. Intubasi
Intubasi dilakukan dengan memasukkan pipa endotrakeal lewat mulut atau hidung.
Intubasi endotrakea merupakan tindakan penyelamat (lifesaving procedure) dan
dapat dilakukan tanpa atau dengan analgesia topikal dengan xylocain 10%.
Indikasi intubasi endotrakea adalah :
- Untuk mengatasi obstruksi saluran napas bagian atas.
- Membantu ventilasi.
- Memudahkan mengisap sekret dari traktus trakeobronkial.
- Mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut atau berasal dari lambung.
Keuntungan intubasi, yaitu:
- Tidak cacat karena tidak ada jaringan parut.
- Mudah dikerjakan.
Kerugian intubasi, yaitu:
10

- Dapat terjadi kerusakan lapisan mukosa saluran napas atas.


- Tidak dapat digunakan dalam waktu lama.
Orang dewasa 1 minggu, anak-anak 7-10 hari.
- Tidak enak dirasakan penderita.
- Tidak bisa makan melalui mulut.
- Tidak bisa bicara.
Komplikasi yang dapat timbul yaitu stenosis laring atau trakea.
Teknik intubasi endotrakea:
- Posisi pasien tidur telentang, leher fleksi sedikit dan kepala ekstensi
- Laringoskop dengan spatel bengkok dipegang dengan tangan kiri, dimasukkan
melalui mulut sebelah kanan, sehingga lidah terdorong ke kiri. Spatel
diarahkan menelusuri pangkal lidah ke valekula, lalu laringoskop diangkat
keatas, sehingga pita suara dapat terlihat.
- Dengan tangan kanan, pipa endotrakea dimasukkan melalui mulut terus melalui
celah antara kedua pita suara kedalam trakea.
- Kemudian balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan baik.
- Jika menggunakan spatel laringoskop yang lurus maka pasien yang tidur
telentang itu pundaknya harus diganjal dengan bantal pasir, sehingga kepala
mudah diekstensikan maksimal.
- Laringoskop dengan spatel yang lurus dipegang dengan tangan kiri dan
dimasukkan mengikuti dinding faring posterior dan epiglotis diangkat
horizontal ketas bersama-sama sehingga laring jelas terlihat.
- Pipa endotrakea dipegang dengan tangan kanan dan dimasukkan melalui celah
pita suara sampai di trakea. Kemudian balon diisi udara dan pipa endotrakea
difiksasi dengan plester.
11

Gambar 2.1 Teknik pelaksanaan intubasi endotrakea

2. Laringotomi (Krikotirotomi)
Laringotomi dilakukan dengan membuat lubang pada membran tirokrikoid
(krikotirotomi).
Krikotiromi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dalam keadaan gawat
napas. Bahayanya besar tetapi mudah dikerjakan, dan harus dikerjakan cepat
walaupun persiapannya darurat.
Krikotirotomi merupakan kontraindikasi pada anak di bawah usia 12 tahun,
demikian juga pada tumor laring yang sudah meluas ke subglotik dan terdapat
laringitis.
Bila kanul dibiarkan terlalu lama maka akan timbul stenosis subglotik karena
kanul yang letaknya tinggi akan mengiritasi jaringan-jaringan di sekitar subglotis,
12

sehingga terbentuk jaringan granulasi dan sebaiknya diganti dengan trakeostomi


dalam waktu 48 jam.
Teknik krikotirotomi:
- Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasi atlantooksipitalis.
- Puncak tulang rawan tiroid mudah diidentifikasi difiksasi dengan jari tangan
kiri.
- Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan tiroid diraba ke bawah sampai
ditemukan kartilago krikoid. Membran krikotiroid terletak di antara kedua
tulang rawan ini. Daerah ini diinfiltrasi dengan anestetikum kemudian dibuat
sayatan horizontal pada kulit.
- Jaringan di bawah sayatan dipisahkan tepat pada garis tengah.
- Setelah tepi bawah kartilago terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke bawah.
- Kemudian masukkan kanul bila tersedia. Jika tidak, dapat dipakai pipa plastik
untuk sementara.

Gambar 2.2 Krikotirotomi yang dilakukan pada obstruksi laring stadium IV

3. Trakeostomi
13

Trakeostomi adalah suatu tindakan bedah dengan mengiris atau membuat lubang
sehingga terjadi hubungan langsung lumen trakea dengan dunia luar untuk
mengatasi gangguan pernapasan bagian atas.
Indikasi trakeostomi adalah:
1. Mengatasi obstruksi laring.
2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran pernapasan atas.
3. Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus.
4. Untuk memasang alat bantu pernapasan (respirator).
5. Untuk mengambil benda asing di subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas
bronkoskopi.
a. Keuntungan trakeostomi yaitu:
- Dapat dipakai dalam waktu lama.
- Trauma saluran napas tidak ada.
- Penderita masih dapat berbicara sehingga kelumpuhan otot laring dapat
dihindari.
- Penderita merasa enak dan perawatan lebih mudah
- Penderita dapat makan seperti biasa.
- Menghindari aspirasi, menghisap sekret bronkus.
- Jalan napas lancar, meringankan kerja paru.
Kerugian trakeostomi, yaitu:
- Tindakan lama.
- Cacat dengan adanya jaringan sikatrik.
Jenis irisan trakeostomi ada dua macam:
- Irisan vertikal di garis median leher.
- Irisan horizontal.
Berdasarkan jenis trakeostomi:
- Trakeostomi letak tinggi, yaitu di cincin trakea 2-3.
- Trakeostomi letak tengah, yaitu setinggi trakea 3-4.
- Trakeostomi letak rendah, yaitu setinggi cincin trakea 4-5.
Untuk perawatan trakeostomi, yang harus diperhatikan adalah:
14

1. Kelembaban udara masuk.


- Dapat dilakukan dengan uap air basah hangat.
- Nebulizer.
- Kassa steril yang dibasahi diletakkan di permukaan stoma.
2. Kebersihan dalam kanul.
- Jangan tersumbat oleh sekret, dianjurkan disuksion ½-1 jam pada 24 jam
pertama dan tidak boleh terlalu lama setiap suksion, biasanya 10-15 detik.
Bila lama penderita bisa sesak atau hipoksia atau cardiac arrest.
- Lakukanlah berkali-kali sampai bersih.
3. Anak: kanul dibersihkan setiap hari kemudian pasang kembali.

Pengangkatan kanul dilakukan secepatnya, atau dengan indikasi berikut:


- Tutup lubang trakeostomi selama 3 menit, penderita tidak sesak.
- Dalam 25 jam tidak ada keluhan sesak bila lubang trakeostomi ditutup waktu
tidur, makan dan bekerja.
- Penderita sudah dapat bersuara.
Komplikasi trakeostomi:
- Waktu operasi:
Perdarahan, lesi organ sekitarnya, apnea dan shock.
- Pasca operasi:
Infeksi, sumbatan, kanul lepas, erosi ujung kanul atau desakan cuff pada
pembuluh darah, fistel trakeokutan, sumbatan subglotis dan trakea, disfagia,
granulasi.
Teknik trakeostomi:
- Penderita tidur telentang dengan kaki lebih rendah 30˚ untuk menurunkan
tekanan vena di daerah leher. Punggung diberi ganjalan sehingga terjadi
ekstensi. Leher harus lurus, tidak boleh laterofleksi atau rotasi.
- Dilakukan desinfektan daerah operasi dengan betadin atau alkohol.
15

- Anestesi lokal subkutan, prokain 2% atau silokain dicampur dengan epinefrin


atau adrenalin 1/100.000. Anestesi lokal atau infiltrasi ini tetap diberikan
meskipun trakeostomi dilakukan secara anestesi umum.
- Dilakukan insisi.
- Insisi vertikal: dimulai dari batas bawah krikoid sampai fossa suprasternum,
insisi ini lebih mudah dan alir sekret lebih mudah
- Insisi horizontal: dilakukan setinggi pertengahan krikoid dan fossa sternum,
membentang antara kedua tepi depan dan medial m.sternokleidomastoid,
panjang irisan 4-5 cm.
Irisan mulai dari kulit, subkutis, platisma sampai fasia colli superfisial secara
tumpul. Bila tampak ismus, maka ismus disisikan ke atas atau ke bawah. Bila
mengalami kesukaran dan tidak memungkinkan, potong saja.
- Bila sudah tampak trakea maka difiksasi dengan kain tajam. Kemudian
suntikkan anestesi lokal kedalam trakea sehingga tidak timbul batuk pada
waktu memasang kanul.
- Stoma dibuat pada cincin trakea 2-3 bagian depan, setelah dipastikan trakea
yaitu dengan menusukkan jarum suntik dan letakkan benang kapas tersebut.
Kemudian kanul dimasukkan dengan bantuan dilator.
- Kanul difksasi dengan pita melingkar leher, jahitan kulit sebaiknya jahitan
longgar agar udara ekspirasi tidak masuk ke jaringan dibawah kulit.
16

Gambar 2.3. Trakeostomi yang dilakukan pada obstruksi laring


stadium II dan III

4. Perasat Heimlich (Heimlich Maneuver)


Perasat heimlich adalah suatu cara mengeluarkan benda asing yang menyumbat
laring secara total atau benda asing ukuran besar yang terletak di hipofaring.
Prinsip mekanisme perasat heimlich adalah dengan memberi tekanan pada paru.
Diibaratkan paru sebagai sebuah botol plastik berisi udara yang tertutup oleh
sumbatan. Dengan memencet botol plastik itu sumbatan akan terlempar keluar.
Perasat heimlich ini dapat dilakukan pada orang dewasa dan juga pada anak.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah ruptur lambung, ruptur hati dan fraktur iga.
17

Teknik perasat heimlich:


- Penolong berdiri di belakang pasien sambil memeluk badannya.
- Tangan kanan dikepalkan dan dengqan bantuan tangan kiri, kedua tangan
diletakkan pada perut bagian atas.
- Kemudian dilakukan penekanan pada rongga perut kearah dalam dan kearah atas
dengan hentakan beberapa kali. Diharapkan dengan hentakan 4-5 kali benda
asing akan terlempar keluar. Pada anak, penekanan cukup dengan memakai
jari telunjuk dan jari tengah kedua tangan.
- Pada pasien yang tidak sadar atau terbaring, dapat dilakukan dengan cara
penolong berlutut dengan kedua kaki pada kedua sisi pasien. Kepalan tangan
diletakkan di bawah tangan kiri di daerah epigastrium.
- Dengan hentakan tangan kiri ke bawah dan ke atas beberapa kali udara dalam
paru akan mendorong benda asing keluar.

Gambar 2.4 Perasat heimlich


18
BAB III
PENUTUP

Obstruksi saluran napas atas adalah sumbatan pada saluran napas atas (laring)
yang disebabkan oleh adanya radang, benda asing, trauma, tumor dan kelumpuhan
nervus rekuren bilateral sehingga ventilasi pada saluran pernapasan terganggu.
Obstruksi saluran napas atas dapat disebabkan oleh radang akut dan radang
kronis, benda asing, trauma akibat kecelakaan, perkelahian, percobaan bunuh diri
dengan senjata tajam dan trauma akibat tindakan medik yang dilakukan dengan gerakan
tangan yang kasar, tumor pada laring baik berupa tumor jinak maupun tumor ganas,
serta kelumpuhan nervus rekuren bilateral.
Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium, yaitu:
Stadium I : adanya retraksi di suprasternal dan stridor. Pasien tampak tenang.
Stadium II : retraksi pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam,
ditambah lagi dengan timbulnya retraksi di daerah epigastrium. Pasien
sudah mulai gelisah.
Stadium III : retraksi selain di daerah suprastrenal, epigastrium juga terdapat di
infraklavikula dan di sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea.
Stadium IV : retraksi bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak sangat ketakutan
dan sianosis, jika keadaan ini berlangsung terus maka penderita akan
kehabisan tenaga, pusat pernapasan paralitik karena hiperkapnea. Pada
keadaan ini penderita tampaknya tenang dan tertidur, akhirnya penderita
meninggal karena asfiksia.
Penanggulangan pada obstruksi saluran napas atas diusahakan supaya jalan
napas lancar kembali. Tindakan konservatif berupa pemberian antiinflamasi, antialergi,
antibiotika serta pemberian oksigen intermitten, yang dilakukan pada sumbatan laring
stadium I yang disebabkan oleh peradangan. Tindakan operatif atau resusitasi dengan
memasukkan pipa endotrakeal melalui mulut (intubasi orotrakea) atau melalui hidung
(intubasi nasotrakea), membuat trakeostoma yang dilakukan pada sumbatan laring

18
19

stadium II dan III, atau melakukan krikotirotomi yang dilakukan pada sumbatan laring
stadium IV.
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N. Editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga-hidung-


tenggorok. Edisi 5. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2005.
2. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Editor. Kepala dan Leher dalam: Buku ajar ilmu
bedah. Edisi revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997.
3. D Gerard,MD. Epiglotitis. Dalam: Daniel J Kelley MD, Francisco Talavera, harmD,
PhD, Gregory C Allen,MD, Christopher L Slack, MD, Arlen D Meyers,MD,MBA
(editor). http://www.emedicine.com.
4. D Gerard,MD. Croup Dalam: Daniel J Kelley MD, Francisco Talavera, PharmD,
PhD, Gregory C Allen,MD, Christopher L Slack, MD, Arlen D Meyers,MD,MBA
(editor). http://www.emedicine.com.
5. Adams GL, Boies LR, Jr. Highler PA. Boies Buku Ajar THT. Edisi 6. Effendi H.
Santoso RAK. Editor. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1993.
6. Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi 13.
Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta. 1994.
7. Hermani B, Abdurrachman. Penanggulangan sumbatan laring. Dalam: S.A.Efiaty,
I.Nurbaiti, B.Jenny, R.D.Ratna (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. Edisi VI. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta: 2003 : 243 - 253.

20

Anda mungkin juga menyukai