Anda di halaman 1dari 18

JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI

VOLUME 3 NOMOR 3, AGUSTUS 2016

TINJAUAN PUSTAKA

ANESTESI PADA DIABETES MELLITUS

Calcarina Fitriani Retno Wisudarti, Yunita Widyastuti, Nova Krisdiyantoro*


Konsultan Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UGM / RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
*Peserta PPDS I Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UGM / RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

ABSTRAK
Di Indonesia diperkirakan sekitar 25% penderita DM akan menjalani anestesi dan pembedahan, sehingga
ahli anestesi akan banyak berhadapan dengan penderita DM yang membutuhkan operasi, baik elektif
maupun emergency. Angka mortalitas penderita DM yang mengalami pembedahan kurang lebih 5 kali lebih
tinggi dari penderita non DM. Kunci untuk mengelola kadar glukosa darah pra bedah pada pasien diabetik
adalah menetapkan sasaran yang jelas dan kemudian memantau kadar glukosa darah cukup sering untuk
menyesuaikan terapi guna mencapai sasaran tersebut. Pengelolaan glukosa darah selama dan setelah operasi
juga menentukan keberhasilan tatalaksana anestesi pada pasien DM

ABSTRACT
In Indonesia it is estimated that 25% of patients with DM will undergo anesthesia and surgery, so the
anesthesiologist will be faced with many DM patients who require surgery, both elective and emergency. The
mortality rate of DM patients who had surgery was approximately 5 times higher than non-DM patients. The
key to managing blood glucose levels in diabetic patients is to set clear goals and then monitor blood glucose
levels frequently enough to adjust the therapy to achieve those goals. Blood glucose management during and
after surgery also determines the success of anesthesia management in DM patients

I. PENDAHULUAN WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4


Diabetes mellitus (DM) merupakan masalah juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada
kesehatan di seluruh dunia. Dilaporkan dari Badan tahun 2030 (Basuni Radi, 2005).
Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan Data dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa
penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sekitar 50% penderita DM memerlukan pembedahan
adalah sebesar 133 juta jiwa (Askandar T, 2000). besar selama hidupnya dan lebih dari 75%
Dengan prevalensi DM sebesar 21,9%, maka diantaranya berumur diatas 50 tahun, sedangkan
diperkirakan pada tahun 2003 terdapat penyandang di Indonesia diperkirakan sekitar 25% penderita
diabetes sejumlah 13,7 juta. Selanjutnya, DM akan menjalani anestesi dan pembedahan,
berdasarkan pola pertambahan penduduk, sehingga ahli anestesi akan banyak berhadapan
diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada dengan penderita DM yang membutuhkan operasi,
194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun baik elektif maupun emergency (Siti Chasnak,2000).
dan dengan asumsi prevalensi DM 21,9% maka Angka mortalitas penderita DM yang mengalami
diperkirakan terdapat 20,1 juta penderita diabetes. pembedahan kurang lebih 5 kali lebih tinggi dari
Suatu jumlah yang sangat besar dan merupakan penderita non DM. Penyebab utama mortalitas dan
suatu masalah kesehatan yang perlu mendapatkan morbilitas penderita DM adalah penyakit jantung
perhatian yang serius dari seluruh tenaga kesehatan. dan pembuluh darah, infeksi serta gangguan

85
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 3 Nomor 3, Agustus 2016

ginjal(Siti Chasnak ,2000;Roizen,M.F,1989). Infeksi S,1996;Siti Chasnak S,2000;Askandar T ,2000).


merupakan penyulit pada pasca bedah tersering dan Hiperglikemia tak terkontrol merupakan faktor
menyebabkan 20% kasus kematian pada penderita risiko untuk disfungsi endotel, sepsis paska bedah,
DM(Sunatrio S,1996). penyembuhan luka yang lambat dan iskemia otak.
Fokus utama ahli anestesi adalah evaluasi Untuk memahami patosiologi DM dalam
prabedah dan terapi penyakit ini untuk memastikan anestesi, fisiologi insulin dan homeostasis glukosa
kondisi pasien yang optimal. Kunci untuk mengelola perlu dipahami. Pada keadaan tanpa DM, pengaturan
kadar glukosa darah pra bedah pada pasien kadar glukosa darah dalam tubuh dipengaruhi
diabetik adalah menetapkan sasaran yang jelas dan keseimbangan antara glukagon dan insulin dibawah
kemudian memantau kadar glukosa darah cukup kontrol susunan saraf pusat. Glukagon mempunyai
sering untuk menyesuaikan terapi guna mencapai efek umpan balik positif terhadap sekresi insulin,
sasaran tersebut (Sunatrio S,1996). sebaliknya insulin memberikan efek berlawanan
Dari uraian diatas maka penderita DM yang terhadap sekresi glukagon.
akan menjalani anestesi-operasi harus disiapkan Glukagon melalui hepar mempunyai fungsi
secara optimal, begitu juga pilihan tindakan anestesi produksi glukosa melalui berbagai jalur metabolisme
yang akan dilakukan harus dipertimbangkan (karbohidrat, asam amino, dan asam lemak) dan insulin
secara matang untuk mendapatkan outcome merangsang ambilan (transport aktif) glukosa oleh sel
yang maksimal. Para ahli anestesi dan ahli bedah (terutama hepar, otot dan jaringan adiposa). Apabila
dituntut untuk mengetahui patofisiologi perubahan makanan mengandung karbohidrat diberikan, insulin
sistem endokrin dan metabolik penderita diabetes akan disekresi dan secara bersamaan akan menekan
mellitus yang akan menjalani tindakan anestesi- sekresi glukagon sehingga tidak menimbulkan
pembedahan, dengan demikian diharapkan dapat hiperglikemia. Sebaliknya pada saat olahraga, ambilan
menurunkan angka morbiditas dan mortalitasnya. glukosa meningkat, tubuh memerlukan energi lebih
banyak, lalu terjadi peningkatan sekresi glukagon
II. PATHOFISISOLOGI agar hepar memproduksi glukosa lebih banyak, secara
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang bersamaan katekolamin akan menekan sekresi insulin
ditandai dengan adanya metabolisme karbohidrat sehingga hipoglikemia dapat dihindarkan. Pankreas
yang tidak seimbang yang disebabkan defisiensi merupakan organ yang kaya akan persarafan, dimana
insulin (absolut dan relatif) atau respon tubuh peningkatan sekresi insulin dipengaruhi oleh stimulasi
terhadap insulin (resistensi insulin) sehingga terjadi reseptor b adrenergik dan dihambat oleh stimulasi
hiperglikemia dan glukosuria (Morgan, 2006). DM reseptor a adrenergik (Stoelting, et.al.,2006).
bukan penyakit tunggal tetapi merupakan kumpulan Secara fisiologik, insulin mempunyai efek
penyakit / gejala dimana terjadi hiperglikemia anabolik dan anti katabolik pada semua sel tubuh,
menetap atau kumpulan heterogen kelainan- sebaliknya penurunan insulin berhubungan dengan
kelainan yang bercirikan kekurangan insulin mutlak katabolisme dan balans nitrogen negatif . Pengaruh
atau nisbi. Hal ini ditandai dengan sejumlah besar insulin yang penting adalah pada hati, otot dan
kelainan-kelainan metabolik yang disebabkan jaringan adiposa sbb :
hormon, lesi vaskuler dan komplikasi-komplikasi
pada end-organ yang berjangka panjang(Sunatrio Pada hepar :
S,1996). Penyakit ini sering disebut sebagai the great Anabolik
imitator karena dapat mengenai semua organ tubuh Merangsang glikogenesis
dan menimbulkan berbagai macam keluhan dan Meningkatkan sintesis trigliserida, kolesterol dan
gejala yang sangat bervariasi. DM dapat timbul secara VLDL (Very Low Density Lipid)
perlahan-lahan, sehingga penderita tidak menyadari Meningkatkan sintesis protein
adanya perubahan. Dapat pula gejala DM lebih nyata Merangsang glikolisis Anti katabolik
dan timbul secara mendadak dan dramatis (Sunatrio Menghambat glikogenolisis

86
Meningkatkan tranpor glukosa ke dalam sel lemak, sehingga kadar  gliserol
fosfat meningkat
Anestesi pada Diabetes Mellitus...
Menghambat lipolisis intraseluler
Menghambat ketogenesis Penurunan kadar insulin ditambah dengan
Menghambat glukoneogenesis
Respon Metabolik Penderita DM Perioperatifpeningkatan glukoneogenesis dan peningkatan
resistensi insulin menyebabkan hiperglikemia dan
Pada ototPembedahan
rangka: dan anestesi memicu respon intoleransi stres
glukosa.neuro-endokrin dan
pelepasan
Proses sintesishormon-hormon
protein kontra-regulasi, akibatnya terjadi katekolamine
Efek katabolik resistensi insulin lainnya meliputi
Meningkatkan transport asam amino stimulasi lipolisis dan ketogenesis melalui mekanisme:
jaringan perifer, peningkatan produksi glukosa hepar, gangguan sekresi insulin
Merangsang sintesis protein di ribosom a. Peningkatkan kadar cAMP di jaringan
dan degradasi
Proses sintesis glikogen lipid dan protein (Jennifer B. Marks, 2003).
adiposa Respondan
 fosforilasi pertama
aktifasi hormone-
Meningkatkan
terhadap traumatansport
pembedahan glukosa adalah meningkatnya kadar sensitive
hormon lipase  meningkatkan
katabolik dalam lipolisis
Memperkuat aktifitas enzim glycogen synthase dan pelepasan asam lemak bebas (FFA) ke
sirkulasi ( katekolamin, glukagon Pada dan kortisol
jaringan ) dalam sirkulasi, disertai dengan
adiposa:
Menghambat aktifitas enzim glycogen dalam sirkulasi.
Pada jaringan adiposa: Meningkatkan penyimpanan trigliserida
menurunnya
phosphorylase kadar hormon anabolik dalam plasma b. ( insulin dan testosteron
Peningkatan ).
kadar glukagon hingga
Meningkatkan penyimpanan trigliserida
Menginduksi enzim lipoprotein 50% dari lipase,
nilai sehingga
dasar (baselineasam lemak
value) dapat diserap ole
(Sunatrio S,1996) Pada jaringan adiposa:
Menginduksi enzim lipoprotein
Pada jaringan adiposa: lipase, sehingga asam lemak dapat diserap oleh
sehingga memperkuat efek katabolik dari
Pada jaringan Meningkatkan
adiposa: jaringanpenyimpanan
adiposa. trigliserida
Pelepasan katekolamin sistemik (epinefrin dan norepinefrin) merangsang
jaringan adiposa.Meningkatkan penyimpanan trigliserida
Meningkatkan penyimpanan trigliserida
katekolamin melalui mekanisme :
Menginduksi enzim lipoprotein Meningkatkan
glikogenolisis dan glukoneogenesis hepar, juga menghambat ambilan asam
Menginduksi
lipase, enzim
sehingga tranpor
lipoprotein glukosa
• lipase, ke
Stimulasi dalam
sehingga
produksi sel lemak,
(uptake)
glukosa lemak sehingga
hepar, dapat kadar oleh
dan diserap gliser
Meningkatkan tranpor glukosa ke dalamenzim
Menginduksi sel lemak,lipoproteinsehingga lipase,kadar  gliserol
sehingga
asam lemak dapat diserap oleh jaringan
jaringan adiposa.
fosfat meningkat
adiposa. • asamAktifasi lemak
growth dapat diserap
hormone / GH oleh
dan
Pada glukosa
jaringan oleh
adiposa: jaringan insulin-dependent. Efek epinefrin terhadap reseptor
fosfat meningkatMeningkatkan tranporadiposa.
jaringan glukosa ke dalam sel lemak, glukokortikoid
Meningkatkan
adrenergik penyimpanan
 dan  Menghambat
trigliserida
Meningkatkan
juga mempengaruhi lipolisis
tranpor intraseluler
glukosa
metabolismeke dalamglukosasel lemak, sehingga kadar  gliserol
seperti
sehingga kadar gliserol fosfat meningkat
Menghambat lipolisis intraseluler
Meningkatkan tranpor glukosa ke dalam sel lemak, sehingga kadar gliserol
 meningkat
Menginduksi
Menghambat
meningkatkan enzim lipoprotein
lipolisis
laju intraseluler
metabolik lipase,
fosfat sehingga
meningkat
dan fungsi-fungsi asampankreas.
lemak dapat
Kadar glukagon diserap
plasma akan
Perangsangan oleh tetap
reseptor
jaringan adiposa. fosfat meningkat Respon Metabolik Penderita sesudah pembedahan,
DM Perioperatif akan meningkat-kan
 akan menghambat Menghambat
pelepasan lipolisis
insulin danintraseluler
 merangsang sekresi glukagon
Respon Metabolik Respon
Penderita DM Penderita
Metabolik
Menghambat Perioperatif DM Perioperatif
lipolisis intraseluler
ambilan asam amino hepatik, glukoneogenesis dan
Meningkatkan
Pembedahan tranpor glukosa
dan anestesi ke
memicu dalam Pembedahan
respon sel lemak,
stres periode dan
sehingga anestesi
glikogenolisis. kadar memicu
 gliserol respon stres neuro-endokrin da
bersamaan dengan insulin.
Pembedahan dan anestesi memicu respon stres neuro-endokrin dan Bahkan pada intraoperatif dan paska bedah
neuro-endokrin
fosfat meningkat dan pelepasan Respon pelepasan
hormon-hormon
Metabolik hormon-hormon
Penderita DMkontra-regulasi,
Peningkatan ACTH menyebabkan
Perioperatif akibatnya terjadi kadar resistensi insul
awal,
elepasan hormon-hormon efek reseptor
kontra-regulasi,
kontra-regulasi,
 menjadi
akibatnya terjadi akibatnyalebih
resistensi DM
dominan
terjadi
insulin
dan menyebabkan
resistensi
glukokortikoidinsulin penekanan sekresi
(kortisol) darah meningkat dan
Menghambat Respon lipolisisMetabolik
intraselulerPenderitajaringan
Pembedahan perifer, Perioperatif
peningkatan
dan anestesi produksi
memicu glukosa hepar,
respon moderat. gangguan sekresidan
stres neuro-endokrin insul
insulinperifer,
jaringan
aringan perifer, peningkatan yangproduksi
berlebihan.
peningkatan produksihepar,
glukosa glukosa gangguan
hepar, menghasilkan
sekresi insulin respon glikemik yang
Pembedahan dan degradasi
anestesi memicu respon stres neuro-endokrin dan
gangguan sekresi insulin dan
Penurunan kadar pelepasan
insulin
dan
degradasi
ditambah
lipid dan lipid
hormon-hormon
dengan
dan proteinefek
kontra-regulasi,
mempotensiasi
peningkatan
(Jennifer akibatnya
katabolik
glukoneogenesis terjadi2003).
B.katekolamin
Marks,
dan
Respon
resistensi
dan pertam
insulin
an degradasi lipid dan
protein
protein
pelepasan
(Jennifer
(Jennifer
hormon-hormon
B. Marks, 2003).
B. Marks,
Respon
2003).
kontra-regulasi,
pertama
Respon
glukagon.
pertama
akibatnya
Kortisol terjadi resistensi insulin
Respon Metabolik Penderita DM terhadap
jaringan Perioperatif
perifer,trauma pembedahan
peningkatan adalahmeningkatkan
produksi meningkatnya
glukosa
produksi
kadar
hepar, gangguan
glukosa
hormon katabolik
sekresi insulindala
peningkatan
erhadap trauma pembedahan
terhadap trauma adalah resistensi
meningkatnya
pembedahan insulin menyebabkan
kadar
adalah meningkatnya hormon hiperglikemia
katabolik
oleh hepar,dalam dan intoleransi
menginduksi lipolisis dan stimulasi
jaringan dan perifer, peningkatan
sirkulasi (produksi
katekolamin, glukosa hepar, dan
glukagon gangguan
kortisol sekresi
) dalam insulin
sirkulasi,
Pembedahan
kadar hormon katabolik
glukosa.
anestesi
dalam dansirkulasi memicu
degradasi
(katekolamin, respon
lipid stres
danproteolisis
protein neuro-endokrin
à(Jennifer
balans nitrogen dan
B. Marks, negatif.2003).
Produk Respondisertai denga
pertama
irkulasi ( katekolamin, glukagon
dan dan kortisol ) dalam sirkulasi, disertai dengan 2003).
pelepasan
glukagon dan degradasi
hormon-hormon kortisol) dalam lipidsirkulasi,
dan protein
menurunnya
kontra-regulasi,
terhadap trauma
(Jennifer
kadar
akibatnya
disertai
pembedahan hormon B. dan
terjadi
lipolisis Marks,
anabolik
adalah resistensi dalam
proteolisis
meningkatnya
Responasam
plasma
insulin
(seperti
kadar
pertama
( insulin
hormonlemakdan testosteron
katabolik dalam).
Efek
menurunnya kadar dengan katabolik
hormonmenurunnya
anaboliktraumakatekolamine
dalam plasma lainnya
( insulin meliputi stimulasi
dan meningkatnya
testosteron lipolisis
). kadar dan ketogenesis
terhadap kadar hormon
pembedahan anabolik dalam
adalah bebas, gliserol, alaninhormon
dan glutamin) menyediakan
katabolik dalam
jaringan perifer, peningkatansirkulasi (Sunatrio
produksi ( S,1996)
glukosa
katekolamin, hepar, gangguan
glukagon dan sekresi
kortisol insulin
) dalam sirkulasi, disertai dengan
Sunatrio S,1996) melalui
plasma ( mekanisme:
insulin dan testosteron ). (Sunatrio S,1996) substrat glukoneogenesis untuk hepar. Semua ini
sirkulasi ( katekolamin, glukagon
Pelepasan dan kortisol
katekolamin ) dalam sirkulasi,
sistemik disertai
(epinefrin dengan
dan degradasi lipid dan
Pelepasan katekolamin protein
menurunnya (Jennifer
sistemik (epinefrin B.
kadar hormonMarks, 2003).
anabolik dalam
meningkatkan Respon pertama ( insulin dan testosteron merangsan
dan
plasma(hiperkatabolisme)
katabolisme norepinefrin) ).
Pelepasan katekolamin sistemik
menurunnya (epinefrin
kadar hormon dan norepinefrin)
anabolik dalam merangsang
plasma ( insulin dan testosteron ).
dan trauma
terhadap norepinefrin) merangsang
pembedahan adalah
(Sunatrio glikogenolisis
glikogenolisis
meningkatnya
S,1996) dan dan glukoneogenesis
(Jennifer
kadar B. Marks,
hormon hepar,
2003)
katabolik . dalamjuga menghambat ambilan (uptak
likogenolisis dan glukoneogenesis
glukoneogenesis hepar,
(Sunatrio S,1996) hepar,
juga juga
menghambat menghambat
ambilan ambilan Efek (uptake)
metabolik dari hormon pertumbuhan
sirkulasi ( katekolamin, glukagonglukosa dan olehkatekolamin
kortisol
Pelepasan ) jaringan insulin-dependent.
dalam sirkulasi, sistemik disertai dengan
(epinefrin Efeknorepinefrin)
dan epinefrin terhadapmerangsangresept
lukosa oleh jaringan(uptake)insulin-dependent.
glukosa oleh jaringan insulin-dependent.
Efek epinefrin (growth reseptor
terhadap hormone / GH) adalah mening-katkan 4
Pelepasan katekolamin
adrenergik sistemik dan (epinefrin danmempengaruhi
jugatestosteronnorepinefrin) merangsang
metabolisme glukosa seper
menurunnya kadar hormon
Efek epinefrin terhadap anabolik
glikogenolisis
reseptor dalam plasma
adrenergik dan glukoneogenesis
( insulin  dan
kecepatan hepar,protein
sintesis ). menghambat
juga (efek anabolik), ambilan (uptake)
drenergik  dan 
dan juga juga mempengaruhi
glikogenolisis
mempengaruhidan metabolisme
glukoneogenesis
metabolisme glukosa hepar, glukosa seperti
juga menghambat ambilan (uptake)
(Sunatrio S,1996) glukosa meningkatkan
oleh jaringan laju meningkatnya
metabolik danmobilisasi
insulin-dependent. fungsi-fungsi asam lemak
pankreas.
Efek epinefrin
bebas /
Perangsangan
terhadap resepto
reseptor
seperti
meningkatkan laju metabolik meningkatkan
dan laju
fungsi-fungsimetabolik dan
pankreas. fungsi- free
Perangsangan fatty acid
reseptor (efek ketogenik), dan penurunun
Pelepasanglukosa oleh jaringan
katekolamin sistemik insulin-dependent.
(epinefrin Efek epinefrin terhadap reseptor sekresi glukago
fungsi pankreas. Perangsangan adrenergik akan
reseptor dan dan
menghambat
akan norepinefrin)
pelepasan
juga
kecepatan mempengaruhi
utilisasi merangsang
insulin
glukosa dan merangsang
di jaringan
metabolisme glukosa seperti
(efek
 akan menghambat pelepasan
adrenergik insulin  dan
dan   merangsang
juga sekresi
mempengaruhi glukagon
metabolisme glukosa seperti
glikogenolisis
menghambat danpelepasan
glukoneogenesis
insulin dan hepar,
bersamaan
meningkatkan merangsang juga
dengan
laju menghambat
diabetogenik).
insulin.
metabolik ambilan
danBahkan Kondisi
fungsi-fungsi (uptake)
pada stres perioperatif
periode
pankreas. dan dan paska beda
intraoperatif
Perangsangan reseptor
ersamaan dengansekresiinsulin. Bahkan
glukagon pada
bersamaan periode
dengan intraoperatif
insulin. Bahkan dan paska
anxietas
meningkatkan laju metabolik dan fungsi-fungsi pankreas. Perangsangan reseptor bedah
menyebabkan peningkatan pelepasan GH
glukosa oleh jaringan insulin-dependent. awal,
akan efek
menghambatEfek pelepasan
reseptor epinefrin
 menjaditerhadap
insulin reseptor
lebih dominan
dan  dan menyebabkan
merangsang penekanan
sekresi glukagonsekre
pada periode intraoperatif danpaska bedah awal, efek (Stoelting, et.al.,2006).
wal, efek reseptor  menjadi lebih
akan
menjadi dominan
menghambat dan menyebabkan
pelepasan penekanan
insulin dan sekresi
 merangsang sekresi glukagon
adrenergik
reseptor  dan lebih juga
 dominan mempengaruhi
insulin
dan
bersamaan menyebabkan
dengan metabolisme
yang berlebihan.
insulin. Sekresi glukosa
Bahkaninsulin
padayang seperti
tidak
periode adekuat ditambah
intraoperatif dan paska bedah
nsulin yang berlebihan.
penekananbersamaan dengan
sekresi insulin insulin.
yang berlebihan. Bahkan pada periode
dengan intraoperatif
kondisi dan paska
stres perioperatif danbedah
puasa
meningkatkan laju metabolikawal, dan Penurunan
fungsi-fungsi
efek reseptor pankreas.
kadar
 insulinPerangsangan
menjadi ditambah
lebih dominan reseptor
dengan peningkatan penekanan
dan menyebabkan glukoneogenesis
sekresi da
Penurunan kadar insulin awal,ditambah dengan peningkatan
efekpelepasan
reseptor menjadidanlebihglukoneogenesis
dominan dan dan
menyebabkan penekanan sekresi
 akan menghambat insulin
peningkatan
insulin yang berlebihan. merangsang
resistensi sekresi
insulin glukagon
menyebabkan hiperglikemia dan intoleran
eningkatan resistensi insulin menyebabkan hiperglikemia dan intoleransi 87
insulininsulin.
bersamaan dengan yang berlebihan.
Bahkan glukosa.
padakadar
periode intraoperatif
Penurunan insulin ditambahdandenganpaska peningkatan
bedah glukoneogenesis dan
lukosa. Penurunan kadar insulin ditambah dengan peningkatan glukoneogenesis dan
lebihEfek
awal, efek reseptor  menjadipeningkatan katabolik
dominan katekolamine
dan menyebabkan
resistensi lainnya meliputi
penekanan
insulin menyebabkan sekresi stimulasi lipolisis
hiperglikemia dan dan ketogenes
intoleransi
Efek katabolik katekolamine lainnya meliputi stimulasi lipolisis dan ketogenesis
peningkatan resistensi insulin menyebabkan hiperglikemia dan intoleransi
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 3 Nomor 3, Agustus 2016

prabedah menempatkan penderita diabetes I. Diabetes tipe 1 ( destruksi sel beta, umumnya
mellitus cenderung mengalami hiperglikemia, menjurus ke defisiensi insulin absolut )
hipovolemia, diuresis osmotik, ketosis dan gangguan dibedakan menjadi : Autoimun dan idiopatik
keseimbangan asam basa. Diuresis osmotik terjadi II. Diabetes tipe 2
karena tekanan osmotik glukosa yang tinggi dan Penyebab terjadinya DM tipe 2 sangat bervariasi,
melampaui nilai ambang glukosa pada ginjal pada umumnya ditandai dengan berbagai tingkatan
penderita dengan hiperglikemia. Dehidrasi, asidosis resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif. Tipe ini
dan gangguan keseimbangan elektrolit (deplesi mempunyai predisposisi genetik yang lebih kuat dan
natrium dan kalium) adalah akibat dari diuresis kompleks daripada tipe I. Faktor risiko munculnya DM
osmotik (Stoelting, et.al.,2006). tipe 2 meningkat dengan pertambahan usia, obesitas,
Gangguan utilisasi glukosa akan meningkatkan kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipdemia,
lipolisis sebagai sumber energi sekunder. Benda dan diabetes gestasional. Seringkali tidak terdeteksi
keton merupakan end product dari lipolisis dan selama beberapa tahun dan terdiagnosis setelah
bersifat asidik. Gangguan keseimbangan asam basa munculnya komplikasi DM (mikroangiopati
merupakan konsekuensi logis pada ketoasidosis . merupakan yang tersering).
III. Diabetes tipe spesifik
III. DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI A. Defek genetik pada sel beta
PENDERITA DM - Maturity-onset diabetes of the young
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan ( MODY)
bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsi, (Sunatrio,1996;Sarodja,1999)
polifagi, lemah dan penurunan BB yang tidak - DNA mitokondria
jelas penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin B. Defek genetik pada reseptor insulin
dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal dan C. Penyakit eksokrin pankreas
mata kabur. - Pankreatitis
American Diabetes Association (ADA) - Tumor/pankreatektomy
mendefinisikan diabetes berdasarkan hasil uji - Pankreotopati fibrokalkulus
glukosa yang abnormal (hiperglikemia) setelah D. Endokrinopati
dikonfirmasi dengan hasil uji abnormal sesudahnya - Acromegali
pada hari yang berbeda. Ada 3 kriteria dasar dalam - Sindroma Cushing
mendefinisikan DM: - Pheokromositoma
 KGD puasa lebih besar dari 126 mg/dL (~7,0 - Hipertiroidisme
mmol/L) atau, E. Karena obat/zat kimia
 KGD sewaktu lebih besar dari 200 mg/dL Glukokortikoid,diuretic tiazid, vacor,
(~11,1 mmol/L)atau, pentamidin, asam nikotinat
 KGD 2 jam sesudah uji toleransi glukosa F. Infeksi
oral lebih besar dari 200 mg/dL. Rubella dan Sitomegalovirus
 Uji toleransi glukosa oral dikatakan G. Neoplasia
terganggu (Oral Glucose Tolerance Tests / - Fibrosis kistik,Hemokromatosis
OGTT Terganggu) bila kadar glukosa darah - Pankreatopati fibrokalkulus
puasa antara 110 – 126 mg/dL atau glukosa H. Penyakit Genetik lain yang berhubungan
darah 2 jam post prandial antara 140 – 200 dengan DM
mg/dL (Jacober, et.al., 1999).
Klasifikasi DM yang dianjurkan saat ini adalah IV GESTASIONAL DM
yang sesuai dengan American Diabetes Association Adapula yang membagi DM menjadi 2 tipe saja
( ADA ) 2005 (PERKENI,2007). Klasifikasi etiologis yang banyak digunakan saat ini dan mempunyai
DM tersebut sebagai berikut : andil dalam abnormalitas end organ(Sunatrio,1996)

88
Anestesi pada Diabetes Mellitus...

Dimana pembagian tersebut sebagai berikut : Komplikasi Keterangan


1. Tipe I / IDDM dimana tipe ini berhubungan Neurologik
dengan kelainan/penyakit autoimun. Pada Neuropati Ulkus diabetik, infeksi, dan
sensorik perifer peningkatan insidensi henti
tipe ini, pasien mengalami defisiensi insulin
Disfungsi otonom kardio-respirasi perioperatif.
karena keadaan basal dan stimulasi sekresi Gangguan Gastroparesis ditemukan
insulin yang tidak adekuat serta cenderung pengosongan pada 50 % diabetes yang
lambung disertai hipertensi lama.
menjadi ketoasidosis. Penderita biasanya muda (gastroparesis
/ juvenile onset diabetes, membutuhkan insulin atau early
untuk mencegah terjadinya ketoasidosis. satiety)
Hipotensi
2. Tipe II / NIDDM, pasien ini tidak cenderung ortostatik
menjadi ketoasidosis dengan tidak adanya Takikardi
insulin dan memiliki resistensi perifer. Biasanya istirahat (resting
tachycardia)
penderitanya tua, berat badan berlebih ( over Penurunan
weight ), relatif resisten menjadi ketoasidosis variabilitas irama
jantung
dan cenderung untuk menjadi hiperglikemia,
Anhidrosis
hiperosmolar, non ketotik. Konsentrasi insulin
Renal
plasma normal atau meningkat tetapi relatif lebih Nefropati Insufisiensi renal kronis;
rendah terhadap konsentrasi glukosa darah. diabetika merupakan nefropati yang
Hipertensi didapatkan pada 30-40 %
penderita DMT I dan 10 %
IV. KOMPLIKASI DMT II. Mikroproteinuria
Tabel 1. Komplikasi Kronis pada Diabetes Mellitus ditemukan pada stadium
(Gary R. Stier, et.al., 2004) awal nefropati dengan
hipertensi sebagai akibat dari
Komplikasi Keterangan kelainan ginjal tersebut.
Metabolik Mikroangiopati
Hiperglikemia Poliuria, hipokalemia, Retinopati Mikroaneurisma ditemukan
hipofosfatemia, pada 90 % penderita diabetes
hipomagnesemia, faal lekosit yang memerlukan insulin
yang menurun dengan dalam 20 tahun perjalanan
peningkatan risiko infeksi. penyakitnya. Retinopati
Aterosklerosis proliferativa pada lebih dari
Penyakit Risiko penyakit jantung 60 % populasi dalam 40
makrovaskuler meningkat 5 kali lipat tahun. Adanya peningkatan
Penyakit jantung pada DMT II. Risiko akan insidensi katarak.
koroner bertambah seiring dengan Penyakit kolagen
Penyakit adanya obesitas, hipertensi, (pada persendian) Berhubungan dengan DMT
pembuluh darah hiperlipidemia dan Stiff-joint I dengan ditandai oleh
perifer hiperglikemia. Pada DMT I syndrome immobilitas persendian
Penyakit dan II kecen-derungan untuk (termasuk sendi atlanta-
serebrovaskuler risiko kardiovaskuler dan oksipital) dan “waxy skin”.
Penyakit serebrovaskuler meningkat
mikrovaskuler 2-3 kali lipat. Risiko penyakit
Disfungsi pembuluh darah perifer 1. Penyakit Kardiovaskuler dan Diabetes
endotelial mencapai 8-12 kali lipat. Diabetes meningkatkan risiko terjadinya
Penderita diabetes juga
penyakit kardiovaskuler dan secara statistik insiden
cenderung menderita ”silent
myocardial infarction” dan penyakit kardiovaskuler merupakan komplikasi
menjadi penyebab terjadinya terbanyak pada penderita diabetes. Infark miokard
”sudden death” perioperatif.
dan penyakit jantung koroner menempati urutan

89
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 3 Nomor 3, Agustus 2016

pertama penyebab kematian pada penderita 2. Neuropati diabetik


diabetes (John, A.D, MD, et.al., 2008). Komplikasi pada susunan saraf tepi terjadi pada
Komplikasi vaskular karena diabetes dibagi 75%-90% penderita diabetes terutama usia tua.
menjadi komplikasi makrovaskular seperti penyakit ADA mengelompokkan kelainan neuropati diabetik
jantung koroner, penyakit pembuluh darah perifer menjadi 3 yaitu:
dan stroke, serta komplikasi mikrovaskular seperti  neuropati sensorik, yang dibedakan menjadi
retinopati, nefropati dan neuropati. Penyakit neuropati sensorik akut dan polineuropati
pembuluh darah perifer juga merupakan komplikasi sensorik kronik distal simetrik,
yang biasa terjadi menyertai DM. Berbeda dengan  neuropati fokal dan multifokal,
mereka yang tanpa DM, penyakit pembuluh darah  neuropati otonom (John, A.D, MD, et.al.,
perifer pada penderita DM lebih ganas karena 2008)
keterlibatannya pada pembuluh yang lebih distal
dan biasanya disertai neuropati sehingga seolah- Vinik dan Mehrabyan membedakan neuropati
olah asimptomatik sehingga terlambat didiagnosis berdasarkan jenis serabut syaraf yang dipengaruhi
dan banyak yang harus menjalani amputasi (John, yaitu
A.D, MD, et.al., 2008).  neuropati small-fiber, berhubungan dengan
Prevalensi hipertensi juga meningkat pada penurunan sensasi nyeri, termal, gang-guan
penderita diabetes dan sebagian besar tidak vasomotor dan aliran darah. Manifestasi
terkontrol. Pengendalian kadar glukosa darah yang klinis meliputi kulit kering, menurunnya
agresif sepertinya mempunyai peranan penting produksi keringat, peningkatan risiko
dalam penatalaksanaan hipertensi pada diabetes terjadinya ulserasi dan gangren pada daerah
(Basuni Radi, 2005). distal ekstremitas (paling sering di kaki).
Dislipidemia sering kali ditemukan pada  neuropati large-fiber, berhubungan dengan
diabetes. Keadaan ini meningkatkan risiko penyakit penurunan tonus motorik, proprioseptif,
kardiovaskuler dan serebrovaskuler. Beberapa refleks dan atrofi otot.
penelitian menemukan bahwa pengelolaan  neuropati autonomic-fiber. (John, A.D, MD,
dislipidemia yang ketat akan menurunkan mortalitas et.al., 2008)
karena infark miokard pada penderita diabetes. Neuropati otonom memiliki implikasi klinis dan
Derivat statin merupakan obat yang paling sering melibatkan faal organ-organ penting
digunakan dalam penelitian tentang hubungan
dislipidemia dan diabetes. Rekomendasi ADA 3. Nefropati diabetik dan traktus urinarius bawah
dalam penatalaksanaan dislipidemia adalah kadar (John, A.D, MD, et.al., 2008)
LDL < 100 mg/dL. Sedangkan NCEP (The National Nefropati diabetik ditemukan pada 40%
Cholesterol Education Program) menetapkan penderita DMT I dan lebih dari 20 % DMT II. National
standar yang lebih agresif yaitu Kidney Foundation menyebutkan bahwa DM
 LDL < 70 mg/dL merupakan faktor risiko untuk penyakit ginjal kronik
 Trigliserida < 150 mg/dL (Chronic Kidney Disease) dan merekomendasikan
 HDL > 40 mg/dL (John, A.D, MD, et.al., untuk pemeriksaan penyaring dan menekan
2008). faktor risiko tersebut. Pengendalian faktor risiko
secara agresif pada kelompok ini sepertinya dapat
Trombosis meningkatkan risiko mortalitas menekan progresifitas penyakit dan komplikasi
kardiovaskuler pada diabetes. Berdasarkan penelitian renal pada diabetes. Penanganan hiperglikemia,
ditemukan bahwa pemberian aspirin menurunkan penegakan diagnosis dini nefropati dan pengobatan
insiden infark miokard pada penderita diabetes mikroalbuminuria direkomendasikan ADA untuk
dengan konsekuensi peningkatan risiko terjadinya mencegah albuminuria, hipertensi dan penurunan
perdarahan perioperatif (John, A.D, MD, et.al., 2008). Glomerular Filtration Rate (GFR).

90
Anestesi pada Diabetes Mellitus...

Sistopati diabetik menimpa hampir 50% penderita 4. Komplikasi akut diabetes


DM dan makin tinggi dengan pertambahan usia. Komplikasi akut pada diabetes merupakan
Tanda-tanda sistopati adalah menumpulnya sensasi proses metabolik dengan melibatkan multi-sistim
rasa penuh, peningkatan kapasitas dan penurunan organ. Pada penderita DMT 1 komplikasi akut yang
kontraktilitas dari kandung kemih dan meningkatnya paling sering adalah keto-asidosis, sedangkan
volume residual urin. Hal ini meningkatkan risiko DMT 2 yang terpapar infeksi, pembedahan dan
infeksi, refluks ureter, hidronefrosis, pyelonefritis dehidrasi akan mudah jatuh dalam kondisi sindroma
dan urosepsis. Beberapa pemeriksaan penunjang hiperosmolar non-ketosis. (Spechtrie et.al., 2005)
urologik yang perlu dilakukan adalah sistometri, Keto-Asidosis Diabetika (KAD) ditandai dengan
elektromiografi sfingter, uroflowmetri dan adanya hiperglikemia yang tidak terkontrol,
pengukuran tekanan intravesikal. Komplikasi urologik asidosis metabolik dan peningkatan kadar keton
diatas disebabkan oleh polineuropati dan perubahan total dalam tubuh. Ketoasidosis merupakan akibat
mikrovaskuler karena hiperglikemia kronik. dari kurangnya atau inefektivitas insulin dalam
mengimbangi peningkatan hormon lain seperti
Tabel 2. Manifestasi Klinis Neuropati Otonom glukagon, katekolamin, kortisol dan growth
Diabetik (Johns A.D et.al.,2008) hormone. Penimbunan benda keton menyebabkan
Organ Manifestasi asidosis dengan anion gap yang lebar. (Spechtrie,
/ Sistim
et.al., 2005). Penundaan pembedahan darurat
Organ
bertujuan untuk menelusuri penyebab dan
Kardio- Resting tachycardia
vaskuler Intoleransi terhadap aktifitas fisik optimalisasi keadaan metabolik akibat KAD.
Hipotensi orthostatik Kondisi lain yang juga dapat menyebabkan
Degenerasi kardiak
Silent myocardial infarction timbulnya KAD adalah cerebrovascular accident
Gangguan aliran darah pada kulit dan (stroke), penyalahgunaan alkohol, pankreatitis,
ekstremitas emboli paru, infark miokard dan trauma. Obat-
Intoleransi terhadap perubahan suhu
obat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat
Gastroin- Dismotilitas esophagus
testinal Diare seperti kortikosteorid, thiazid, obat-obat
Konstipasi simpatomimetik (dobutamin dan terbutalin) dan
Inkontinensia
pentamidine juga dapat menimbulkan KAD (Gary
Gastropharesis
R Stier et.al., 2004).
Genito- Sistopati
urinarius Infeksi Manifestasi klinis pada KAD meliputi
Neurogenic bladder menurunnya turgor kulit akibat dehidrasi, membran
Disfungsi seksual pada wanita
Disfungsi ereksi pada pria mukosa yang kering, takikardi hipotensi dan
Nefropati diabetika perubahan status mental (bervariasi antara kompos
Eksokrin Abnormalitas kelenjar keringat mentis sampai koma). Bau aseton pada nafas dan
Hiperhidrosis tubuh bagian atas pernafasan Kussmaul biasa dijumpai pada KAD
Gangguan respon salivas terhadap
makanan tertentu seperti keju dan terutama pada pasien dengan asidosis metabolik
pedas berat. Walau umumnya faktor pencetus KAD adalah
Hipohidrosis pada tubuh bagian
infeksi, kebanyakan pasien tetap normotermik.
bawah dan timbul kekeringan kulit
dan terpecah. Penemuan laboratorik pada KAD (John, A.D, MD,
Respon Penurunan kemampuan mendeteksi et.al., 2008) meliputi :
metabolic dan respon terhadap hipoglikemia  KGD (kadar darah) > 250 mg/dL
 Kadar bikarbonat serum < 15 mEq/L
Okular Pupil Argyll-Robertson
Penurunan adaptasi gelap pada pupil  Ketonemia sedang (β-hydroxybutyrate dan
acetoacetic acid > 3 mmol/L) dan pH < 7.3

91
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 3 Nomor 3, Agustus 2016

Sindroma HONK sudah dikenali sejak 100 Pada dasarnya prinsip penanganan KAD dan
tahun yang lalu oleh Dreschfeld. Namun baru HONK hampir sama (Fleisher,2006).
mendapatkan perhatian pada tahun 1957 ketika 1. Terapi cairan,
Samen dan Schwartz melaporkan pengalaman 2. Regulasi kadar gula darah,
mereka merawat pasien dengan kesadaran yang 3. Regulasi elektrolit
menurun tanpa didapatkan ketosis. Walaupun KAD
dan HONK dibahas sebagai 2 hal yang berdiri sendiri, A. TERAPI CAIRAN
namun para ahli sependapat bahwa sebenarnya Pasien KAD / HONK mengalami defisit cairan
keduanya merupakan 2 kondisi ekstrim kedaruratan yang sangat besar, oleh karena hiperglikemi
yang disebabkan oleh pengelolaan penyakit DM menyebabkan diuresis yang hebat. Oleh karena
yang tidak terkontrol. Kriteria diagnostik HONK itu manajemen replacement cairan harus baik. Ada
(John,
pengelolaan A.D,DM
penyakit MD, et.al.,
yang tidak2008) beberapa protokol yang telah
terkontrol. Kriteria diagnostik HONK (John,
A.D, MD, et.al.,
 2008)
Kadar gula darah plasma > 600 mg / dL dibuat dengan memperkirakan defisit volume
 Kadar gula darah plasma > 600 mg / dL
 osmolaritas darah > 350 mOSM/l, dengan yang telah terjadi. Pada jam 1-2 cairan 0,9% NS
 osmolaritas darah > 350 mOSM/l,
rumus sebagai berikut: dengan rumus sebagai berikut: sebanyak 500 – 1000 ml / jam. Hal ini digunakan
untuk mengganti volume intravaskuler dan
glukosa mg % ureum mg %
OSM darah  2 ( Na  K )   memperbaiki perfusi ginjal. Sampai dengan 12 jam
18 2.8
/ 24 jam adalah 0,45 % NS sebanyak 250 – 500 cc/jam
. Bila pada pemeriksaan darah terjadi hiponatremia
Nilai normal = 275 – 295
Nilai normal = 275 – 295 bisa digunakan 0,9% NS. Bila gula darah telah
 Tidak Tidak didapatkan
 didapatkan ketoasidosis (bisaketoasidosis (bisaringan) turun menjadi < 250 mg / dL bisa mulai digunakan
didapatkan ketonemia
 Penurunan didapatkan ketonemia
kesadaran. Penurunan ringan)lebih berkorelasi dengan
kesadaran cairan Dextrose 5 % atau 10% 100 – 250 cc / jam.
kondisi Penurunan
 osmolalitas yang kesadaran.
tinggi dibanding Penurunan
dengan kondisi keasaman
(Fleisher,2006)
darah atau umur pasien.
kesadaran lebih berkorelasi dengan kondisi
osmolalitas yang tinggi dibanding dengan B. REGULASI KADAR GULA DARAH
kondisi keasaman darah atau umur pasien. Menurunkan kadar gula darah. Ada berbagai
metode untuk menurunkan kadar gula darah.
Tabel 3. Perbandingan KAD dan HONK: Diantaranya dengan metode regulasi cepat yaitu
(Teik E Oh, 2003) dengan menggunakan tehnik sliding scale (Siti
Chasnak ,2000;Askandar T,2000) Protokol lain yang
KAD HONK disarankan adalah dengan metode continuous dengan
syringe pump. Diawali dengan bolus RI 0,1 IU / kg
HARIAN MINGGUAN intra vena, dilanjutkan dengan syringe pump 0,1
GEJALA PRODOR-
MAL IU/ kg / jam sampai gula darah menacapai 250 mg /
dL. Pada saat ini cairan yang mengandung glukosa
PENURUNAN KES- ++ +++
Tabel 3. Perbandingan KAD dan HONK: (Teik E Oh, 2003) digunakan untuk infus, dan syringe pump insulin
ADARAN
KADAR GLUKOSA ++
KAD +++
HONK diturunkan menjadi 0,05 IU/kg/jam. Target gula darah
DARAH dipertahankan pada level 200 mg/dL (Fleisher,2006).
HARIAN MINGGUAN
KETONE
GEJALA PRODORMAL +++ 0/+
C. REGULASI ELEKTROLIT
PENURUNAN KESADARAN
ASIDEMIA ++
+++ 0/+ +++ Kadar Kalium yang awalnya normal langsung
akan turun seiring dengan terapi cairan dan insulin.
ANION GAP ++ 0/+
Pada kadar Kalium antara 3,3 – 5,5 dianjurkan untuk
14
OSMOLALITY ++ +++ menambahkan KCl 7,46 % sebanyak 20 – 30 mEq
untuk tiap liter cairan replacement. Bila kadar Kalium

92
Anestesi pada Diabetes Mellitus...

< 3,0 dianjurkan untuk menghentikan sementara tx Secara umum pengelolaan perioperatif pasien
insulin selama 1 atau 2 jam, dan menambahkan dengan DM dapat dilihat seperti bagan berikut ini :
KCl 10 – 20 mEq / jam, dengan monitoring ketat Tabel 4. Diagram pengelolaan perioperatif pasien
dan pemeriksaan berulang. Target tx adalah Diabetes Mellitus (Lois L Bready et al,2007)
mempertahankan kadar Kalium antara 4 – 5 mEq/L
(Teik E Oh, 2003).

93
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 3 Nomor 3, Agustus 2016

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa V. MANAJEMEN PERIOPERATIF


pasien DM yang akan menjalani pembedahan kita Menejemen perioperatif memiliki tujuan utama
bedakan menjadi emergency surgery dan elective mengurangi faktor risiko morbiditas dan mortalitas,
surgery. Pasien yang direncanakan menjalani pemeliharaan status glikemik, pencegahan
emergency surgery kita lihat kadar gulanya apakah dan pengelolaan komplikasi akut diabetes, dan
hipoglikemi,normoglikemi atau hiperglikemi. Pasien pencegahan risiko perioperatif yang berhubungan
dengan hipoglikemi atau hiperglikemi harus segera dengan komplikasi kronis diabetes. Pada penderita
kita koreksi untuk mencapai kadar gula darah normal. dengan hiperglikemia perioperatif, risiko morbiditas
Begitu juga komplikasi akut yang bisa terjadi pada dapat ditekan dengan pengendalian kadar glukosa
pasien dengan hiperglikemi seperti Ketoasidosis darah walaupun diagnosis diabetes belum dapat
diabetik dan Koma hiperosmolar non ketotik harus ditegakkan. Adanya korelasi kadar gula darah
secepatnya ditangani. Jenis pembedahan pada dengan pemulihan neurologik. Beberapa penelitian
pasien DM dibedakan menjadi tiga yaitu ; Minor membuktikan hipotesis bahwa hiperglikemia
surgery,Moderate surgery dan Mayor surgery.Minor menyebab-kan iskemia otak global sehingga
surgery adalah pembedahan yang lamanya < 30 memperlambat pulih sadar (John, A.D, MD, et.al.,
menit,Moderate surgery antara 30-120 menit dan 2008).
Mayor surgery jika lama pembedahan > 120 menit. Pada penderita yang telah mendapatkan insulin
Pada mayor surgery disamping monitoring gula intermediate acting dan long acting, penatalaksanaan
darah,durante operasi juga diberikan infus insulin. perioperatif bertujuan mencegah terjadinya
Formula pemberian infus insulin sbb: (Lois L Bready hipoglikemia. Hipoglikemia menyebabkan
et al,2007) kerusakan otak ireversibel. Pemberian larutan
glukosa baik secara terpisah atau sediaan GIK
Unit per Jam : Glukosa Plasma (mg/dl) bertujuan mencegah terjadinya hipoglikemia.
150 Kondisi hipoglikemia memberikan manifestasi klinis
pada susunan saraf pusat dan otonom.
Tetapi pada keadaan tertentu seperti panderita
DM dengan status gizi obese,pasien dalam terapi A. MANAJEMEN PRABEDAH
kortikosteroid dan pasien pada keadaan infeksi dosis Setelah penderita terdiagnosis sebagai
insulin yang diberikan bisa lebih tinggi daripada dosis penderita DM maka diperlukan penilaian dan
pada orang normal yaitu sbb: (Fleisher,2006) persiapan pra bedah agar dicapai kondisi yang
optimal untuk dilakukan suatu tindakan anestesi-
Unit per Jam : Glukosa Plasma (mg/dl) pembedahan. Salah satu yang dinilai adalah bahwa
100 pada seorang penderita DM diberlakukan penilaian
umur fungsional yaitu umur kronologis ditambah
Pemilihan teknik anestesi disesuaikan dengan dengan lamanya orang tersebut menderita
jenis operasi dan kondisi pasien dimana dapat DM (Sarodja,1999). Karena ada kemungkinan
digunakan regional anestesi, intra vena sedasi penyakit pembuluh darah yang menyeluruh,
atau anestesi umum.Yang perlu diperhatikan baik makroangiopati maupun mikroangiopati
adalah komplikasi potensial post anestesi dimana proses makroangiopati melibatkan proses
seperti ; hipoglikemi,hiperglikemi,silent miokard aterosklerosis dengan manifestasi penyakit
infark,peripheral nerve injury,infeksi& poor jantung koroner, stroke dan penyakit pembuluh
healing,vascular trombosis dan edema serebri (Lois darah perifer. Faktor lain yang mempengaruhi
L Bready et al,2007) yaitu adanya disfungsi endotel yaitu suatu

94
Anestesi pada Diabetes Mellitus...

ketidakseimbangan antara faktor relaksasi dan Tabel 5. Strategi klinis dalam penatalaksanaan
faktor konstraksi vaskuler, antara antikoagulasi dan perioperatif komplikasi DM
prokoagulasi, faktor proliferasi dan menghambat (Rothenberg, et.al., 2005 )
proliferasi(Sarodja,1999). Dimana hal tersebut Strategi pengelo-
Komplikasi Komplikasi
akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas laan dan pertimban-
diabetes potensial
anestesi-pembedahan. Seperti kita ketahui bahwa gan klinis

pembuluh darah penderita diabetes jauh lebih Penyakit Infark mio- • Hindari faktor
pembuluh kard presipitasi iskemia
tua dibandingkan dengan penderita non DM dari
darah (at- miokard
umur kronologis yang sama. Pemeriksaan meliputi erosklerosis) • Pemberian obat
keadaan sirkulasi/jantung, faal ginjal, keseimbangan antagonis reseptor
b adrenergik
elektrolit dan keadaan metabolik disamping • Pengendalian gula
pemeriksaan laboratorium lainnya. Pemeriksaan darah secara ketat
kemungkinan adanya infeksi, keadaan asidosis, • Pengendalian kadar
lipid darah
bagaimana regulasinya dll, sehingga pasien dalam • Aspirin (antiplatelet
keadaan stabil/optimal (Siti Chasnak S,2000). therapy)
Secara ringkas maka perlu diadakan suatu • Pengendalian teka-
nan darah (<130/80
pendekatan lebih sistematis untuk menilai keadaan mmHg) bila tidak
klinis penderita. ada kontraindikasi
1. Menentukan tipe diabetesnya Stroke • pemberian obat
antagonis reseptor
2. Penilaian beratnya penyakit ( DM ) (Siti
b adre-nergik
Chasnak S,2000;Askandar T,2000) • ACE inhibitor/ARB
* Umur dan onset DM • Pengendalian gula
darah secara ketat
* Pengobatan yang sedang dijalani/ • Pemberian obat
diperlukan ( diet, OAD, Insulin ) anti-agregasi
* Adanya kondisi yang menunjukkan trombosit sesuai
kebutuhan
ketidakstabilan DM, misalnya ketosis, • Pengendalian kadar
hipoglikemi berulang karena insulin. lipid darah
* Masalah metabolik lainnya. Neuropati Ulserasi • Hndari penekanan
perifer ekstremitas pada daerah ulkus
* Komplikasi-komplikasi target/
bawah dan daerah berpo-
end organ misalnya polineuropati, tensi ulserasi.
nefropati, penyulit jantung atau Peningka- • Pengendalian gula
penyulit pembuluh darah perifer. tan risiko darah secara ketat
infeksi • Vaksinasi (influenza,
3. Penggolongan penderita DM dalam 3 kelas pneumococcal)
(Siti Chasnak S,2000) Hambatan • Pengendalian gula
Kelas 1 : DM dengan terapi diet atau diet penyembu- darah secara ketat
dan OAD. han luka • Pemeriksaan ketat
terhadap luka
Kelas 2 : DM dengan terapi insulin sampai operasi
40 unit/hari Neuropati Penurunan • Hindari obat-obat
Kelas 3 : DM dengan terapi insulin lebih otonom tonus kand- tertentu (seperti
ung kemih antikolinergik)
dari 40 unit/hari atau juvenile DM.
Gastropa- • Kurangi pemakaian
Dalam penatalaksanaan perioperatif pasien resis analgestik opioid
• Pemberian diet ber-
dengan DM perlu beberapa hal yang harus tahap paska bedah
diantisipasi diantaranya seperti terlihat dalam tabel • Pemberian
obat prokinetik
dibawah ini :
(metooclopra-mide)

95
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 3 Nomor 3, Agustus 2016

pada macam pembedahannya apakah OAD perlu


Strategi pengelo-
Komplikasi Komplikasi diganti dengan RI. Bila setelah pembedahan
laan dan pertimban-
diabetes potensial
gan klinis penderita diharapkan dapat segera diberikan intake
Nefropati Insufisiensi • Hindari hipotensi peroral, maka OAD tidak perlu diganti dengan RI.
ginjal • Kontrol gula darah Tetapi pada pembedahan besar dimana beberapa
secara ketat
• Perlindungan terha- hari intake harus melalui per infus maka OAD harus
dap zat kontras segera diganti dengan RI. Pengantian ini perlu waktu
• ACE inhibitor / ARB untuk monitoring (Siti Chasnak ,2000).
• Hindari obat-obatan
nefrotoksik Bila didapatkan acetonuria tanpa glukosuria,
• Pembatasan intake hal ini kemungkinan menggambarkan ketosis
protein sampai 0.8
karena puasa, sehingga perlu diberi karbohidrat IV
g/kg/hari
atau peroral. Hal tersebut dapat dicegah dengan
Retinopati Limited vi- • Pencahayaan ruang
sual acuity yang cukup pemberian karbohidrat 100-150 gram/hari ( BB 70 kg
for ambula- • Kontrol gula darah ). Adapula yang mengatakan / menggunakan 50-75
tion secara optimal
• Kontrol tekanan gram/24jam pada hari pembedahan (Siti Chasnak
darah secara op- ,2000).
timal Sedangkan pada penderita DM kelas 2 atau
• Perlindungan mata
durante bedah 3 bila penderita menggunakan long acting insulin
S u s u n a n Disorientasi • Orientasi waktu dan maka dilakukan penggantian dengan RI, dimonitor
Saraf Pusat / delirium tempat beberapa hari untuk mendapatkan dosis yang
• Kurangi obat-
sesuai. Bila ada gangguan elektrolit dan asam basa
obatan yang me-
nyebabkan delirium harus dikoreksi dahulu (Siti Chasnak ,2000). P a d a
ACE: Angiotensin II converting enzyme umumnya target pengelolaan kadar glukosa darah
ARB: Angiotensin receptor blocer pada penderita non critically ill atau dengan prosedur
pembedahan minor sampai sedang berkisar antara
Untuk pembedahan terencana sebaiknya kadar 120-200 mg/dL. Sedangkan pada pembedahan
glukosa darah dapat diatur antara 150 – 200 mg/ mayor atau penderita critically ill batasannya lebih
dL, adapula penulis yang mengatakan antara 110 – ketat lagi yaitu antara 80-110 mg/dL, dan biasanya
180 mg/dL tanpa ketonuria serta kadar bikarbonat dikerjakan dalam setting instalasi rawat intensif (Siti
normal, atau antara 150 -250 mg/dL (Askandar Chasnak , 2000).
T,2000) , dan ada yang menganjurkan antara 100 –
200 mg/dL dengan kadar glukosa darah lebih tinggi Table 6. Rekomendasi American Diabetes
Association untuk Target Konsentrasi Gula Darah
dari 250 mg/dL dapat menghambat fungsi lekosit
pada Pasien Rawat Inap (Rothenberg et.al., 2005)
dan memudahkan terjadinya infeksi perioperatif
(Sunatrio,1996;Siti Chasnak S,2000;Askandar Populasi Target Alasan
Pasien kadar glu-
T,2000) kosa darah
Penderita DM yang akan menjalani pembedahan
elektif sebaiknya masuk RS minimal 2 X 24 jam Pembeda- Puasa: 90- Outcome yang lebih
han umum 126 mg/dL baik dan kejadian
sebelumnya agar persiapan lebih optimal. Data
Random: infeksi paska bedah
laboratorium terakhir yang diperlukan adalah kadar <180 mg/ yang lebih rendah
glukosa darah, elektrolit, urinalisis, BUN, creatinin, dL
EKG (Sunatrio,1996;Siti Chasnak S,2000;Askandar Pembe- <150 mg/ Penurunan mortali-
T,2000). dahan dL tas dan risiko infeksi
jantung pada luka insisi
Pada penderita DM kelas I yang diterapi / sternum
terkontrol dengan diet atau diet dan OAD tergantung

96
Anestesi pada Diabetes Mellitus...

Populasi Target Alasan tehnik sliding scale sebagai berikut (Siti Chasnak
Pasien kadar glu- ,2000;Askandar T,2000) :
kosa darah

Critically 80-110 mg/ Penurunan mortali- Glukosa darah ( mg/dL ) Insulin ( SC )


ill dL tas, morbiditas dan 200-250 2-3 unit
lamanya perawatan
250-300 3-4 unit
(length of stay)
300-400 4-8 uni
Kelainan <110 mg/ Peningkatan mor-
( cek glukosa
neurologik dL talitas apabila kadar
akut gula darah sewaktu darah/1-2 jam )
masuk >110 mg/dL > 400 10 unit
( cek glukosa
Pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) harus darah tiap jam )
dihentikan pada saat penderita dipuasakan untuk
mencegah efek hipoglikemia residual. Jenis dan Untuk monitoring terjadinya ketoasidosis
durasi aksi OHO menjadi pertimbangan mengenai dilakukan dengan pemeriksaan sederhana yaitu
saat penghentian pemberiannya. Efek hipoglikemia dengan pemeriksaan analisa gas darah dengan
residual dapat diatasi dengan pemberian infuse menilai CO2 serum ( total CO2 content ) :
dextrosa 5 % seperlunya. Sebagai pengganti OHO,
penderita mulai dikelola dengan insulin untuk CO 2 > 20 mEq/L diklasifikasikan sebagai ketonuria
menentukan dosis insulin sesuai dengan kondisi CO 2 20 - 10 mEq/L diklasifikasikan sebagai
euglikemiknya (Peterfreund et.al., 2008). ketoasidosis
Pasien sebaiknya dijadwalkan operasi pagi CO 2 < 10 mEq/L diklasifikasikan sebagai koma
hari (Sunatrio,1996). Pagi hari sebelum operasi asidosis
diambil contoh darah untuk mengetahui baseline
data glukosa darah puasa, setelah itu pasang PENANGANAN PADA PEMBEDAHAN EMERGENSI
infus dengan cairan yang mengandung glukosa, Pada pembedahan darurat, penderita DM
sebaiknya tidak menggunakan cairan yang seringkali dalam kondisi metabolik yang buruk
mengandung RL. Tentukan dosis maksimal insulin dan bahkan disertai ketoasidosis diabetik atau
pada hari pembedahan yaitu 2/3 dari dosis yang sindroma hiperglikemik hiperosmolar. Prioritas
biasa diberikan, kemudian 1/3 dosis maksimal pengelolaan adalah pengendalian kadar glukosa
tersebut diberikan subcutan pagi hari setelah infus darah, keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan
terpasang, dan 2/3 nya direncanakan diberikan pasca status cairan dan koreksi kelainan yang berhubungan
bedah dengan dua kali pemberian sampai keesokan dengan prosedur pembedahan. Ketoasidosis yang
harinya(Siti Chasnak,2000). Sebelum pemberian disertai dengan abnormalitas kalium merupakan
insulin berikutnya dilakukan pemeriksaan kadar kondisi berbahaya untuk pembedahan dan anestesi.
glukosa darah dahulu, dan pemantauan sebaiknya Penundaan pembedahan dalam stabilisasi status
setiap 3 jam pasca operasi. metabolik merupakan prioritas utama (Stier
Hasil pemeriksaan glukosa darah untuk et.al., 2004). Berikut ini menampilkan beberapa
penyesuaian dosis insulin, dalam hal ini untuk pertimbangan klinis dalam preparasi penderita DM
menghindari hipoglikemia, dengan menggunakan untuk pembedahan darurat.

97
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 3 Nomor 3, Agustus 2016

Tabel 7. Pengurangan Risiko Perioperatif Bedah B MANAJEMEN INTRA OPERATIF


Darurat pada Penderita Diabetes. Tidak obat obat anestesi yang merupakan
(Stier et.al., 2004) kontraindikasi, sebaliknya tidak ada pula yang
Penilaian prabedah spesifik untuk penderita DM. Teknik anestesi dan
• Status metabolik: pengukuran kadar glukosa pemilihan obat anestesi sepenuhnya tergantung
plasma, pH, kadar kreatinin, BUN, elektrolit
• Status keseimbangan cairan: hipotensi ortos- pada pengetahuan dan pengalaman para ahli
tatik, peningkatan BUN dan / atau kreatinin, anestesi yang biasanya didasarkan atas jenis operasi,
volume urin keadaan penderita dan risiko yang ada. Anestesi
• Status kardiovaskuler: analisis EKG
Pengobatan / penatalaksanaan prabedah regional (blok syaraf perifer, spinal atau epidural)
• Penundaan pembedahan sampai status meta- untuk prosedur pembedahan urologik, orthopedik,
bolik dan keseimbangan cairan membaik
dan abdomen bagian bawah hanya mempengaruhi
• Koreksi kelainan metabolik (cairan, elektrolit,
status asam-basa, kadar gula darah) gangguan ringan pada status metabolik dan
 Infus insulin dan glukosa dianjurkan pada penderita DM. Obat-obat anestesi
 Infus saline bila volume deplesi, bergan-
tung pada fungsi ginjal dan status kardiak
lokal biasanya tidak berpengaruh pada metabolisme
 Infus kalium bila fungsi ginjal normal dan karbohidrat. Meskipun demikian anestesi umum
kadar kalium normal atau rendah biasanya dapat diterima pada sebagian besar
 Infus bikarbonat hanya pada asidosis berat
penderita DM (Askandar T, 2000).
Teknik anestesi terbukti mempunyai pengaruh
Pada kasus emergensi dimana keadaan
terhadap kontrol metabolik pada penderita DM. Dari
hiperglikemia harus segera diatasi, insulin segera
penelitian Barker dkk (1995) yang membandingkan
diberikan dengan 0.1 U/kg/jam menggunakan 0.45
teknik anestesi lokal dan umum pada pasien DM
Normal Salin(NS) atau D10 dalam 0.45 NS jika
yang menjalani pembedahan katarak, didapatkan
glukosa <150mg/dl (James Duke MD,2000).
hasil bahwa anestesi umum pada penderita DM dan
Berikut ini tabel dosis insulin yang dapat
kelompok kontrol menaikkan kadar gula darah dan
diberikan melalui infus :
kortisol selama pembedahan, yang normal kembali
dalam 4 jam pasca bedah. Pada penderita dengan
Tabel 8. Insulin Infusion Rate for Emergency Surgery
(James Duke MD,2000) anestesi lokal hanya didapatkan perubahan kecil
pada keduanya. Respon insulin tidak didapatkan
BLOOD INSULIN RATE (U/HR)*
RATE pada penderita DM yang mendapat anestesi umum.
GLUCOSE
(ml/hr) A B
(mg/dl) Respon endokrin terhadap pembedahan ternyata
0-50 5 0.25 0.50 tidak terjadi pada anestesi spinal. (Siti Chasnak,
50-100 10 0.50 1.00 2000)
100-150 15 0.75 1.50
150-200 20 1.00 2.00 1. ANESTESI UMUM
200-250 25 1.25 2.50 a. Premedikasi penderita DM tidak berbeda
250-300 30 1.50 3.00
dengan pada penderita umum.
300-350 35 1.75 3.50
Kombinasi obat analgesik opioid, obat
350-400 40 2.00 4.00
penenang golongan benzodiazepin, misalnya
>400 50 3.00 6.00
midazolam dengan/tanpa antikolinergik dapat
*Solution A is use for patient with an insulin
diberikan pada penderita DM. Pemberian
requirement of < 50units/day and is made with 50
antagonis reseptor H2 seperti simetidin atau
units of insulin in 1000 ml NS with potassium 20
ranitidin dapat menjadi bagian premedikasi.
mEq/L.Solution B is used for patient with an insulin
requirement > 50 units/day and is made with 100 Metoklopramid 10 mg dapat digunakan pada
units insulin in 1000 ml NS with potassium 20 mEq/L. penderita DM untuk memfasilitasi pengosongan
Pediatric patient require 0.1 units/kg/hr of insulin lambung pada kondisi gastroparesis. (Siti
ketoacidosis and 0.05 unit/kg/hr for maintenance. Chasnak, 2000)

98
Anestesi pada Diabetes Mellitus...

b. Induksi anestesi DM dengan komplikasi gastroparesis adalah


Sebagai obat induksi dapat dipilih dengan Rapid Sequence Induction dimana intubasi
thiopental, midazolam atau propofol dilakukan secara cepat dengan memberikan
dosissedasi. Sedangkan ketamin sebagai minimal positif pressure pada lambung dan
obat simpatomimetik dapat memperburuk sellick manuver untuk mengurangi kemungkinan
ketoadosis, namun dapat digunakan pada terjadinya regurgitasi isi lambung. Dekompresi
penderita DM tanpa KAD. Untuk fasilitas lambung dengan menggunakan nasogastric tube
intubasi trakea dapat digunakan obat pelumpuh juga perlu dipertimbangkan untuk dilakukan
otot depolarisasi atau non depolarisasi, yang pada pasien DM yang akan menjalani tindakan
dosisnya sama dengan penderita umum. operasi (Peterfreund et.al., 2008).
(Roizen, 1989) Silent myocardial Infark adalah salah satu
Ketika akan dilakukan tindakan intubasi komplikasi neuropati otonom yang dapat terjadi
perlu diperhatikan bahwa pada pasien DM sering pada penderita DM. Fenomena ”silent ischemia”
terjadi komplikasi kekakuan yang terjadi pada pada diabetes sering tidak terdiagnosis pada
sendi,termasuk pada sendi atlantooksipital. evaluasi prabedah. AHA (American Heart
Hal ini disebut sebagai Stiff Joint Syndrome Association) mengharuskan pemeriksaan
dimana disamping ada kekakuan pada sendi Cardiac Stress Test dalam pedoman evaluasi
atlantooksipital juga biasanya ditandai dengan prabedah selain pemeriksaan rutin (riwayat
pergelangan tangan dan siku mengalami penyakit kardiovaskuler, pemeriksaan fisik,
kesulitan untuk melakukan gerakan flexy atau analisis laboratorium dan elektrokardiografi).
extensi secara sempurna,sendi interphalang Fenomena ini cukup sering ditemukan
juga mengalami kekakuan sehingga tidak walaupun pada penderita diabetes terkendali.
mampu untuk mempertemukan kedua Pengelolaan adekuat (pengendalian gula darah,
telapak tangan pada persendian (prayer’s dislipidemia, hipertensi, penghentian merokok,
sign) (Longnecker,2007).Stiff Joint Syndrome penurunan berat badan dan olahraga, terapi
bisa menyebabkan kesulitan sewaktu ventilasi aspirin) sepertinya tidak mencegah terjadinya
maupun intubasi sehingga hal ini harus sudah fenomena ini (John, A.D, MD, et.al., 2008 dan
dapat diprediksi ketika kita melakukan visit pre Rothenberg, et.al., 2003).Tindakan intubasi
operasi. pada pasien dengan kemungkinan terjadi
Gastroparesis merupakan komplikasi kronik silent ischemia harus dilakukan secara hati-
pada saraf otonom yang terjadi pada penderita hati supaya dapat diminimalkan kemungkinan
DM.Kelainan ini terjadi berupa keterlambatan terjadinya gejolak hemodinamik.Pemberian
dari pengosongan isi lambung.Biasanya ditandai lidokain 0,5mg/kg/bb dapat dipertimbangkan
dengan adanya mual,muntah,lambung terasa untuk menumpulkan respon hemodinamik
cepat penuh ketika sedang makan,perut durante intubasi.
kembung dan rasa tidak nyaman pada perut. Hipotensi ortostatik juga sering terjadi sebagai
Gastroparesis lebih sering terjadi pada penderita komplikasi neuropati otonom pada pasien dengan
DM tipe I dibandingkan dengan penderita DM DM. Komplikasi ini ditandai dengan penurunan
tipe II.Kerusakan nervus vagus yang mengatur tensi > 30 mmHg saat pasien berdiri atau duduk
pengosongan dari lambung menyebabkan dibandingkan dengan pengukuran waktu tiduran.
gastroparesis ini terjadi.Kerusakan ini bisa terjadi Pada pasien dengan hipotensi ortostatik telah
jika terjadi kenaikan kadar glukosa darah dalam terjadi penurunan respon kompensasi terhadap
periode yang kronis dimana pada nervus vagus fluktuasi tensi darah sehinggga durante anestesi
akan terjadi perubahan kimia dan gangguan harus kita monitoring secara ketat perubahan
suplai oksigen dan nutrisi.(Jean Fox M D,2009). tensi yang terjadi.Penggunaan agen anestesi
Teknik intubasi yang dilakukan pada penderita yang dapat mendepresi sistem kardiovascular

99
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 3 Nomor 3, Agustus 2016

juga harus kita kontrol dengan cermat.(Vincent J bahaya aspirasi paru dapat dikurangi seminimal
Collins M D,1996) mungkin, karena penderita tetap sadar, dan refleks
proteksi tubuh seperti refleks laring masih utuh
c. Pemeliharaan anestesi disamping itu anestesi regional menurunkan respon
Anestesi dapat dipertahankan dengan neuro-endokrin terhadap stress pembedahan
N2O-O2 dan dengan agen inhalasi. Pengaruh utamanya refleks adreno kortikal, sehingga relatif
ether terhadap kenaikan kadar gula darah dibagi aman untuk penderita.Pada spinal anestesi dapat
dalam 2 golongan yaitu pengaruh langsung menghindari problem efek toksik sistemik, tetapi
dan tidak langsung. Timbulnya hiperglikemia bila direncanakan akan dilakukan blok spinal tinggi,
sebagai pengaruh tidak langsung yaitu dengan status cairan harus baik. Sedangkan kekurangannya
jalan meningkatkan aktifitas simpatis yang adalah pada penderita hipovolemik dan asidosis
akan menyebabkan glikogenolisis dalam hepar. akan menurunkan volume distribusi obat lokal
Sedang pengaruh langsung ether terhadap anestesi sehingga dapat menyebabkan toksis pada
metabolisme karbohidrat kurang begitu dosis rendah.(Styttar,1991)
jelas, diduga adanya inhibisi insulin terhadap
transport glukosa melalui membran plasma, C. MANAJEMEN PASKA OPERATIF
atau inhibisi fosforilasi dalam mitokondria (Siti Monitor kadar glukosa harus dilanjutkan pada
Chasnak,2000). Sedangkan inoflurane pada periode paska bedah. Pada pembe-dahan sehari,
konsentrasi 1, 3 MAC secara signifikan dapat regimen OHO segera dilanjutkan sesudah penderita
meningkatkan growth hormon dan kadar diperbolehkan diit oral. Pengecualian adalah pada
glukosa darah tetapi tak akan merubah kadar prosedur yang berhubungan dengan pemakaian
insulin dan kortisol. (Oberoi G, 2000) radiokontras iodine, OHO golongan biguanide baru
Pemakaian enflarane tidak mempengaruhi dapat diberikan setelah 72 jam dan kreatinin serum
kadar glukosa, hanya memberi perubahan kecil normal (Morgan et.al., 2006)
pada kadar kortisol dan ACTH. Demikian pula Pada pembedahan mayor yang mengharuskan
Halothan juga tidak mempengaruhi perubahan penderita belum diperbolehkan diit oral atas
kadar gula darah berarti meski diberikan dengan indikasi tertentu, maka infus karbohidrat masih
kadar yang tinggi (2,1 MAC). (Sunatrio, 1996) dipertahankan untuk mencegah hipoglikemia dan
Bahkan pada penelitian invitro (Greene, 1974, ketosis (Dagogo-Jack et.al., 2002).
Bruner, 1974) membuktikan bahwa Halothan
dapat menghambat pelepasan insulin sebagai VI. KESIMPULAN
respon hiperglikemi tetapi tidak berpengaruh Diabetes Mellitus adalah suatu keadaan yang
pada insulin plasma selama anestesi (Siti ditandai dengan berubahnya homeostasis glukosa
Chasnak,2000) (Oberoi G, 2000). Relaksasi disebabkan definisensi insulin mutlak ataupun
selama pembedahan dapat dicapai dengan relatif. DM bermanifes sebagai kumpulan gejala yang
pemberian obat pelumpuh otot non depolarisasi. ditandai adanya hiperglikemi yang menetap dengan
Selama anestesi dikerjakan ventilasi kendali, kelainan metabolik yang bercirikan defisiensi insulin.
dijaga tetap normokapnia dan hindari hipoksia. Penanganan anestesi pada penderita DM yang
Pada akhir anestesi, paralisis otot dipulihkan akan menjalani pembedahan telah dimulai dari pra
dengan pemberian prostigmin dan atropin. operasi, berlanjut sampai durante dan pasca operasi.
Tujuan persiapan perioperatif untuk menurunkan
2. ANESTESI REGIONAL morbiditas dan mortalitas, dengan pengendalian
Anestesi regional (epidural, spinal, blok saraf metabolisme dan kadar gula darah, menghindari
perifer) mempunyai keuntungan dibandingkan hipoglikemia dan hiperglikemia yang berlebihan
dengan anestesi umum yang dilakukan pada selama pembedahan, serta menghilangkan/
pasien dengan DM. Keuntungan ini diantaranya mengurangi gangguan cairan dan elektrolit.

100
Anestesi pada Diabetes Mellitus...

Komplikasi akut pada DM adalah ketoasidosis 8. Styttar, MI., Tantra, A.H., Lami, B., 1991,
diabetik dan sindroma hiperglikemik hiperosmolar, Penatalaksanaan Anestesi Pada Bedah Akut
penundaan pembedahan yang bertujuan stabilisasi Penderita Ketoasidosis Diabetik, Makalah Kursus
status metabolik merupakan prioritas utama. Penyegar dan Penambah Anestesiologi, Jakarta,
Pertimbangan mengenai obat anestesi Hal.59-71.
dan teknik anestesi pada DM ditentukan oleh 9. Dagogo-Jack, Samuel, MD, FRCP, and K. George
kondisi metabolik, jenis pembedahan dan faktor M.M. Alberti, DPhil, PRCP; Management of
keterampilan ahli anestesi.Pada anestesi umum Diabetes Mellitus in Surgical Patients; in Diabetes
perlu diperhatikan hal-hal yang dapat menjadikan Spectrum Volume 15, Number 1, 2002. pp. 44-48
penyulit pada waktu dilakukan intubasi seperti 10. Fleiser, Anesthesia and Uncommon Diseases,
adanya Stiff Joint Syndrome dan gastroparesis. Philadelphia,2006 pp.444-451
Dengan melakukan persiapan yang komprehensif 11. Jacober, Scott J. DO; James R. Sowers, MD; An
maka diharapkan penanganan anesthesia pada Update on Perioperative Management of Diabetes;
pasien dengan DM dapat menghasilkan outcome ARCH INTERN MED/VOL 159, NOV 8, 1999;
yang maksimal. downloaded from www.archinternmed.com.
12. John, A.D, MD, et.al., Evaluation of the Patient
DAFTAR PUSTAKA eith Endocrine Disease or Diabetes Mellitus; in
1. Siti Chasnak, S, 2000, Perioperatif Penderita Anesthesiology; 1st ed.; Mc Graw-Hill Company
Diabetes Mellitus dalam Buku Naskah Lengkap Inc.; New York; 2008; pp. 185-193.
Kongres Nasional III Ikatan Dokter Spesialis 13. James Duke M.D, Anesthesia Secrets, 2nd ed
Anestesiologi Indonesia, Jakarta; hal. 219-228. ,Philadelphia 2000 ; pp273-277.
2. Perkumpulan Endoktrinologi Indonesia 14. Marks, Jennifer B., M.D; Perioperative
(Perkeni), Terapi Insulin pada penderita Diabetes Management of Diabetes; in American Family
Mellitus,PERKENI : 2007 Physician, January 1, 2003 / Vol. 67, number 1,
3. Askandar T., 2000, Diabetes Mellitus Anestesi- downloaded from www.aafp.org/afp, University
Operasi (Patofisioligo Organ) Kumpulan of Miami School of Medicine,Miami, Florida.
Makalah Kongres Nasional III IDSAI, Jakarta, 15. Morgan, G. Edward, Jr, ed. et. al. ; Clinical
Hal. 219-228 Anesthesia; 4th ed.; Lange Medical Books / Mc
4. Roizen, M.F., Steven, A., Lampe G.H., 1989, Graw-Hill Medical Publishing Division; New
Perioperatif Management of Patients With York; 2006; pp. 803-807.
Endocrine Disease, In General Anesthesia. 5th. 16. Peterfreund, Robert A, MD, Ph.D, et.al.; Endocrine
Ed. Butter World International, p. 726-730 Surgery and Intraoperative Management of
5. Sunatrio, S., 1996, Penatalaksanaan Anestesi Endocrine Conditions; in Anesthesiology; 1st
Pada Pasien Diabetes Mellitus, Makalah Kursus ed.; Mc Graw-Hill Company Inc.; New York;
Penyegaran dan Penambah Anestediologi, 2008; pp.1420-1425.
Jakarta, Hal. 1-17. 17. Stier, Gary R; Preoperative Evaluation and
6. Stoelting, Robert K., ed. et. al. ; Pharmacology Testing; in Adult Perioperative Anesthesia: the
and Physiology in Anesthetic Practice; 4th ed.; requisite in anesthesiology; 1st ed.; Elsevier-
Lippincott Williams Wilkins; Philadelphia; 2006; Mosby; Philadelphia; 2004; pp. 65-68.
pp.813-816. 18. Rothenberg, David M, MD, FCCM; Mira Loh-
7. Oberoi G and Philips G, 2000, The Peroperative Trivedi, PharmD; Benjamin Pace, MD, FACS;
Management of Diabetes Undergoing Surgery, Raymond Cheung, MD; Issac Sachmechi, MD,
Anesthesia emergency Situations a Management FACP, FACE;, Perioperative Management of
Guide, Mc Graw Hill Company, Australia, p. 309- the Diabetic Patient; downloaded from www.
314. medline.com

101
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 3 Nomor 3, Agustus 2016

19. Radi, Basuni, Dr., SpJP; Peningkatan Kejadian 22. Spechtrie, Leon K., MD, et.al., Diabetes Mellitus;
Kardiovaskuler pada Penderita Diabetes in Clinical Cases in Anesthesia; 3th ed.; Elsevier
Mellitus; 2005; downloaded from www. Inc.; Philadelphia; 2005; pp. 149-154.
harapankita.co.id. 23. Lois L Bready,MD et al,Decision Making in
20. Sarodja. Disfungsi Endotel pada Diabetes Anesthesiology : An Algorithmic Approach,Fourth
Mellitus. Dalam : Pertemuan Ilmiah Tahunan Edition,Philadelphia,2007 p.182-185
Ilmu Penyakit Dalam; 11 – 12 September 1999; 24. Vincent J Collins, MD, Physiologic and
Yogyakarta; 1999; P. 91 – 95. Pharmacologic Bases of Anesthesia,Chicago
21. Jean Fox MD and Amy F Orenstein, Illinois,1996 pp 308-314
Gastroparesis,The American College of 25. Teik E Oh, Diabetic Emergecies in Intensive Care
Gastroenterology,2009 Manual, Fifth ed,Toronto,2003 pp 551-558

102

Anda mungkin juga menyukai