Anda di halaman 1dari 36

PROPOSAL

TUGAS INDIVIDU KELUARGA BINAAN

Disusun Oleh :
ABD. AZIZ HAFID AMRULLAH
6120018030

Pembimbing :
Dr. dr. Wiwik Winarningsih, MARS

DEPARTEMEN / SMF IKM – KP


(ILMU KESEHATAN MASYARAKAT – KEDOKTERAN PENCEGAHAN)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2020
1
PROPOSAL
TUGAS INDIVIDU KELUARGA BINAAN

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik Dan Melengkapi


Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Di Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat – Kedokteran Pencegahan Universitas Nahdlatul Ulama
Surabaya

Disusun Oleh :
ABD. AZIZ HAFID AMRULLAH
6120018030

Pembimbing :
Dr. dr. Wiwik Winarningsih, MARS

DEPARTEMEN / SMF IKM – KP


(ILMU KESEHATAN MASYARAKAT – KEDOKTERAN PENCEGAHAN)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2020
2
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS INDIVIDU KELUARGA BINAAN

Oleh :

ABD. AZIZ HAFID AMRULLAH

6120018030

Makalah “TUGAS INDIVIDU KELUARGA BINAAN” ini telah


diperiksa, disetujui, dan diterima sebagai salah satu tugas dalam rangka
menyelesaikan Studi Kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat –
Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama
Surabaya.

Surabaya, Novemberr 2020

Dokter Pembimbing,

Dr. dr. Wiwik Winarningsih. MARS

3
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah


SWT atas segala nikmat, rahmat, serta hidayah – Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal dengan baik dan tepat waktu.
Proposal ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Masyarakat – Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya. Melalui kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada Dr. dr. Wiwik
Winarningsih. MARS, selaku pembimbing dalam penyusunan proposal ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan anggota Kepaniteraan SMF
Ilmu Kesehatan Masyarakat serta berbagai pihak lain yang telah memberi
dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih belum sempurna dan tidak luput
dari kelalaian dan kesalahan. Oleh karenanya, penulis berharap adanya masukan,
kritik dan saran yang dapat membangun penulis dikemudian hari. Akhir kata
penulis ucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya, semoga proposal ini dapat
memberikan tambahan informasi bagi kita semua.

Surabaya, 04 November 2020

ABD. AZIZ HAFID AMRULLAH

4
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
2.1 Definisi Obstruksi Saluran Kemih .......................................................... 3
2.2 Etiologi Obstruksi Saluran Kemih ........................................................... 8
2.3 Klasifikasi ............................................................................................... 9
2.4 Patofisiologi ............................................................................................. 10
2.5 Manifestasi Klinis .................................................................................... 11
2.6 Diagnosis ................................................................................................. 13
2.7 Penatalaksanaan Medis ........................................................................... 14
2.8 Prognosis ................................................................................................. 15
BAB III LAPORAN KASUS................................................................................ 16
3.1 Identitas Pasien ....................................................................................... 16
3.2 Identitas Keluarga Pasien ........................................................................ 16
3.3 Anamnesis ................................................................................................ 17
3.4 Pemeriksaan Fisik .................................................................................... 19
3.5 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................... 20
3.6 Diagnosis & Aspek fungsional ................................................................ 21
3.7 Penatalaksanaan ....................................................................................... 22
3.8 Prognosis .................................................................................................. 22
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 22
4.1 Alur Kunjungan........................................................................................ 23
4.2 Daftar Permasalahan ............................................................................... 23
4.3 Analisis Kebutuhan ................................................................................. 24
4.3.1 Kebutuhan Fisik-Biomedis ........................................................... 24

5
a. Kecukupan Gizi ........................................................................ 24
b. Kegiatan Fisik ........................................................................... 24
c. Akses Pelayanan Kesehatan ..................................................... 24
4.3.2 Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial ......................................................... 25
a. Lingkungan Biologis ................................................................ 25
b. Faktor Psikologisdan Sosial ..................................................... 25
4.4 Intervensi ................................................................................................. 26
4.4.1 Rencana Intervensi ........................................................................ 26
4.4.2 Implementasi Intervensi ................................................................ 27
4.4.3 Media Promosi Kesehatan ............................................................ 28
BAB V SIMPULAN ............................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31
LAMPIRAN

6
BAB I
PENDAHULUAN

Obstruksi saluran kemih bagian atas merupakan salah satu masalah dalam
bidang urologi yang dapat terjadi pada seluruh fase kehidupan manusia dan
lokasinya bisa disepanjang traktus urinarius bagian atas. Akibat dari kondisi ini
dapat terjadi hidronefrosis, yaitu terjadinya dilatasi pelvis atau kaliks ginjal (Singh
et al., 2012).

Singh et al.(2012) menyebutkan banyak ditemui kejadian obstruksi pada


saluran kemih. Pernah dilakukan outopsi sebanyak 59.064 orang pada kelompok
umur neonatus sampai geriatri, ternyata ditemukan sebanyak 3,1% hidronefrosis.
Pada perempuan banyak ditemui hidronefrosis ini direntang usia 20-60 tahun dan
sering berkaitan dengan keganasan ginekologi, sedangkan pada laki-laki apabila
ditemukan di atas umur 60 tahun seringberkaitan dengan pembesaran prostat baik
jinak maupun ganas.Hidronefrosisini juga bisa ditemui pada anak-anak dengan
angka kejadian sekitar 2-2,5 % dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki (Singh
et al., 2012)

Selama kehamilan juga bisa terjadi hidronefrosis. Kejadian ini ditemui


sampai 90% dari kehamilan, kemungkinan ini akibat dari kompresi uterus yang
gravid atau karena pengaruh dariprogesteronyang menyebabkan relaksasi otot
polos. Biasanya berupa hidronefrosis ringan dan sering terjadi pada ginjal kanan
(Isfahani et al., 2005).

Stenosis uretra, ureter ektopik, ureterokel, duplikasi pelvis-ureter, dan


stenosis ureterovesical serta ureteropelvic junction merupakan kelainan kongenital
yang umumnya menyebabkan hidronefrosis. Penyebab kongenital lainnya yaitu
kerusakan saraf cabang lumbal pada spina bifida dan mielomeningokel. Kelainan
didapat yang umumnya menyebabkan hidronefrosis adalah batu ureter, namun
jika didapatkan hidronefrosis bilateral, maka harus dipikirkan juga kemungkinan

7
adanya striktur uretra, hiperplasia prostat jinak atau karsinoma prostat, tumor buli-
buli yang melibatkan kedua orifisium ureter, penekanan ureter oleh tumor prostat,
batu ureter bilateral, fibrosis retroperitoneal atau kanker retroperitoneal, serta
kehamilan (Tanagho, 2010).

Pada fase awal dapat diterapi secara konservatif, bila tidak sembuh dengan
terapi konservatif maka perlu tindakan operatif dengan pemasangan ureteric stent
(Isfahani et al., 2005). Bila keadaan ini berlanjut bisa menyebabkan gagal ginjal.

Berdasarkan hal diatas untuk menghindari komplikasi gagal ginjal pada


pasien, program keluarga binaan kali ini bertujuan untuk memberikan penyuluhan
tentang definisi, etiologi, beberapa faktor risiko dan penyebab yang dapat
menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih bagian atas beserta
penanganannya. Selain itu, hal tersebut berguna dalam mencegah kekambuhan
dan meminimalisir terjadinya obstruksi berulang dengan penyebab yang berbeda
dimasa mendatang.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Obstruksi Saluran Kemih

Obstruksi saluran kemih didefinisikan sebagai sumbatan aliran urin yang

dapat mengenai satu atau kedua ginjal, tergantung dari level obstruksinya.

Obstruksi saluran kemih atau sering disebut dengan uropati obstruktif, bisa
terjadi pada seluruh bagian saluran kemih, mulai dari kaliks hingga meatus uretra
eksterna. Sistem saluran kemih dibagi menjadi dua bagian besar, yakni bagian
atas yang dimulai dari sistem kalises hingga muara ureter dan bagian bawah,
yaitu buli dan uretra. Penyebab paling umum terjadinya obstruksi saluran kemih
bagian bawah adalah benign prostat hiperplasia, batu kantung kemih, striktur
uretra dan keganasan pada vesika urinaria, prostat dan uretra. Sedangkan pada
wanita, prolaps organ seperti vesica urinaria, rectum atau usus melalui vagina
dapat menyebabkan obstruksi fungsional melalui penekanan uretra atau kinking
(Romanzi, et al, 1999). Obstruksi ini dibedakan atas obstruksi akut atau kronik,
unilateral atau bilateral (pada saluran kemih atas, dan parsial atau total. Obstruksi
dapat menyebabkan dilatasi pelvis renalis maupun kaliks, yang dikenal sebagai
hidronefrosis. Hidronefrosis dapat menjadi petanda adanya obstruksi saluran
kemih (Tseng, et al, 2009).

2.2 Etiologi

Penyebab nefropati obstruksi bervariasi tergantung dengan usia pasien.


Kelainan anatomi lebih sering pada anak-anak. Kelaian pada anak-anak yang
sering ditemukan antara lain obstruksi ureteropelvic junction, obstruksi
ureterovesical junction, atresia katup uretra posterior, atresia uretra dan
neuropati kandung kemih yang sering ditemukan. Penyebab obstruksi pada orang
dewasa antara lain pembesaran prostat, tumor, batu saluran kemih, striktur ureter
dan fibrosis retroperitoneal yang sering dijumpai (Ucero, 2010).
Obstruksi saluran kemih bisa disebabkan oleh berbagai sebab, yakni
9
karena penyakit bawaan (congenital) atau didapat (acquired), dan penyakit yang
ada di dalam lumen (intraluminar) atau desakan dari lumen (ekstraluminar)
saluran kemih. Obstruksi saluran kemih sebelah atas mengakibatkan kerusakan
saluran kemih (ureter dan ginjal) pada sisi yang terkena, tetapi obstruksi di
saluran kemih bagian bawah akan berakibat pada kedua sistem saluran kemih
bagian atas. Etiologi obstruksi saluran kemih dapat dilihat pada Tabel 2.1.
(Basuki, 2011).

Tabel 2.1. Berbagai etiologi obstruksi saluran kemih (Basuki, 2011)


KONGENITAL DIDAPAT
NEOPLASIA INFLAMASI
Kista ginjal Tumor ginjal Tuberkulosis
Kista peripelvik (Wilm/Grawitz) TCC Infeksi
Ginjal Obstruksi PUJ pelvis Echinococcus
(termasuk vasa Mieloma multiple
aberan)

Striktura Kanker Tuberkulosis


Ureterokel ureter (primer / metastasis) Schistosomiasis
Refluks Abses
Vesikoureter Ureteritis sistika
Klep ureter Endometriosis
Ureter Ginjal ektopik
Ureter
Retrokaval
Prune-belly

Buli-buli Kanker buli-buli Sistitis


Katup uretra BPH Prostatitis
Posterior Kanker prostat Abses parauretra
Uretra Fimosis Kanker uretra Stenosis meatus
Hipospadias / Kanker penis uretra ekterna
Epispadias

2.3 Klasifikasi

Uropati obstruktif diklasifikasikan menurut derajat, durasi, dan tempat


obstruksi. Derajat obstruksi dikatakan derajat tinggi bila tertutup total, dan derajat
rendah bila parsial atau tidak lengkap. Bila obstruksi berdurasi pendek dikatakan

10
akut. Hal ini sering kali disebabkan oleh batu. Obstruksi yang berkembang
perlahan dan berlangsung lama dikatakan kronis, seperti kelainan ureterovesikal
kongenital dan fibrosis retroperitoneal (Klahr, 2006).

Uropati obstruktif disebabkan oleh lesi fungsional atau anatomis yang


dapat ditemukan di mana saja di saluran kemih dari tubulus ginjal (kristal) hingga
meatus uretra. Uropati obstruktif yang mempengaruhi lumen tubulus ginjal
dikatakan intrarenal, dan penyebab obstruksi yang timbul pada saluran kemih
disebut sebagai ekstrarenal. Obstruksi ekstrarenal pada bagiannya dibagi menjadi
obstruksi saluran kemih atas (di atas sambungan ureterovesikal), yang biasanya
bersifat unilateral, dan obstruksi saluran kemih bagian bawah, yang menurut
definisi bersifat bilateral (Klahr, 2006).

2.4 Patofisiologi

Obstruksi saluran kemih akan menyebabkan kerusakan struktur maupun


fungsi ginjal yang tergantung pada lama obstruksi, derajat obstruksi, unilateral
atau bilateral, dan adanya infeksi yang menyertainya. Perubahan yang terjadi
pada saat obstruksi berlangsung dibagi dalam tiga waktu kritis yaitu: Fase I atau
akut (0-90 menit), fase II atau pertengahan (2-5 jam), dan fase III atau lanjut (24
jam) dan fase pascaobstruksi. Dimana tekanan intrakalises, aliran darah ginjal
(RBF), rerata laju filtrasi glomerulus (GFR), dan fungsi tubulus distalis (DTP)
akan semakin memburuk sesuai dengan semakin lamanya waktu kritis. (Siddiqui
M.M, et al, 2011).
Urine yang alirannya terhambat, pada minggu pertama obstruksi akan
menyebabkan dilatasi saluran kemih. Urine akan masuk ke jaringan parenkim
ginjal dan menyebabkan edema ginjal sehingga berat ginjal bertambah, yang
selanjutnya mulai terjadi atrofi sel parenkim. Setelah beberapa minggu, atrofi
akan lebih dominan daripada edema sehingga berat ginjal berkurang. Ginjal akan
terlihat berwarna gelap karena terdapat bagian yang mengalami iskemia, edema
sel darah merah, dan nekrosis.
Obstruksi yang berlangsung lama akan menyebabkan kerusakan nefron
11
yang progresif yang dimulai dari penekanan sistem pelvikalises ke dalam
parenkim ginjal. Selanjutnya medula dan kortreks ginjal akan mengalami atrofi.
Akibat tekanan yang terus menerus, akan terlihat kerusakan pada kaliks ginjal
yang pada keadaan normal, ujung proksimal nya berbentuk cekung. Tekanan
urine yang terus menerus menyebabkan pelvis dan kalises ginjal mengalami
dilatasi. Secara histopatologis juga terjadi dilatasi dan atrofi tubulus,
pembentukan cast, fibrosis interstisial, dan kerusakan glomeruli. Glomeruli lebih
tahan terhadap proses kerusakan akibat obstruksi dibandingkan tubulus;
demikian pula setelah sumbatan dibebaskan, peyembuhan fungsi glomeruli dan
bagian korteks ginjal lebih cepat dari pada tubulus dan bagian medulla ginjal.
Kerusakan medulla ginjal yang parah terjadi karena kerusakan tubulus
kolegentes dan tubulus distalis. Setelah lebih dari 1 minggu, terjadi
penyembuhan pasca-obstruksi diikuti dengan penyembuhan sebagian fungsi
ginjal.
Pada percobaan binatang, setelah mengalami obstruksi total selama 4-6
minggu, hanya sebagian kecil fungsi glomerulus yang dapat kembali normal
setelah sumbatan ureter dibebaskan. GFR akan pulih setelah 28 minggu hingga
satu setengah tahun setelah obstruksi total. Faktor lain yang dapat mempengaruhi
penyembuhan pasca-obstruksi adalah adanya infeksi dan iskemia pada ginjal
yang mengalami obstruksi. Jika obstruksi tidak dihilangkan, kematian sel akan
terjadi dalam waktu 15 hari lesi histologis ini akan tetap ada meskipun obstruksi
sudah dihilangkan. Hal inilah yang menjelaskan insufisiensi ginjal yang menetap
meskipun sumbatan sudah dihilangkan (Harris RH, et al, 1974).
Peningkatan tekanan intrapelvik akibat obstruksi akan diteruskan ke
sistem kalises ginjal, sehingga merusak papilla ginjal dan struktur kalises. Pada
keadaan normal, kaliks minor berbentuk konkaf dengan kedua ujungnya tajam,
melalui pemeriksaan pielografi intravena (IVU) perubahannya dapat diamati.
Tekanan dari intrapelvis yang diteruskan ke kalises, akan menyebabkan
peregangan kalises dan menimbulkan perubahan pada bentuk kalises minor
ginjal.

12
2.5 Manifestasi Klinis

Obstruksi saluran kemih dapat menimbulkan gejala kolik ureter. Kolik


ureter atau kolik ginjal merupakan nyeri pinggang hebat yang datangnya
mendadak, hilang-timbul (intermitten) yang terjadi akibat spasme otot polos
untuk melawan suatu hambatan. Nyeri hilang timbul ini ditimbulkan sebagai
akibat dari teraktivasinya mekanoreseptor yang mengakibatkan eksitasi serat
spinothalamic C. (Travaglini F, et al, 2004).
Secara klinis pasien tampak gelisah, mengeluh nyeri pinggang, selalu
ingin berganti posisi dari duduk, tidur kemudian berdiri untuk mencari posisi
yang dianggap tidak nyeri. Denyut nadi dan tekanan darah meningkat pada
pasien yang sebelumnya normotensi. Sering dijumpai adanya pernafasan cepat
dan grunting terutama pada saat puncak nyeri. Harus diwaspadai adanya infeksi
yang serius atau urosepsis jika disertai demam. Dalam keadaan dicurigai adanya
infeksi serius atau urosepsis, pasien harus secepatnya dirujuk ke tempat
pelayanan urologi karena mungkin memerlukan tindakan drainase urine. Palpasi
abdomen dan perkusi daerah pinggang (Costo Vertebral Angle) akan terasa
nyeri. Perasaan nyeri bermula di daerah pinggang yang kemudian dapat menjalar
ke seluruh perut, daerah inguinal, testis, atau labium. Yang sering menjadi
penyebab sumbatan pada umumnya adalah batu, bekuan darah, atau debris yang
berasal dari ginjal dan turun ke ureter Batu kecil yang turun ke pertengahan
ureter biasanya akan menyebabkan penjalaran nyeri ke pinggang sebelah lateral
dan seluruh perut. Obtruksi terjadi pada saluran kemih bagian bawah, pada
umumnya disertai dengan keluhan lain yang mirip dengan gejala iritasi saluran
kemih bagian bawah, seperti urgensi dan disuria. (Tseng, T.Y, et al, 2009).
Pemeriksaan foto polos perut dapat digunakan untuk mencari adanya batu
opak di saluran kemih, tetapi seringkali tidak tampak batu opak karena tidak
disertai persiapan pembuatan foto yang baik. Ultrasonografi dapat menilai
adanya sumbatan pada saluran kemih yang berupa hidronefrosis. Setelah episode
kolik berlalu dan syarat memenuhi, dilakukan foto IVU untuk mengetahui lokasi
dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan sedimen urine sering menunjukkan adanya
13
sel darah merah. Namun pada sumbatan total saluran kemih, 10% kasus tidak
dijumpai adanya sel darah merah pada pemeriksaan sedimen urine.
Diketemukannya piuria perlu dicurigai kemungkinan adanya infeksi, dan
didapatkannya kristal pembentuk batu (urat, kalsium oksalat, atau sistin) dapat
diperkirakan jenis batu yang menyumbat saluran kemih (Basuki, 2011).

2.6 Diagnosis

Kecurigaan akan uropati obstruktif akut ditunjukkan dengan munculnya


gejala klinis berupa nyeri kolik pada pinggang yang menjalar sepanjang
perjalanan ureter, hematuri makroskopik (berasal dari batu saluran kemih), gejala
gastrointestinal, demam dan menggigil jika disertai infeksi, perasaan panas pada
saat berkemih, dan urine keruh. Nyeri merupakan manifestasi hiperperistaltik
otot saluran kemih bagian atas, yang bisa terjadi mulai dari infundibulum hingga
ureter sebelah distal. Pada pemeriksaan fisis, ginjal yang mengalami
hidronefrosis mungkin teraba pada palpasi (ballotemen) atau terasa nyeri pada
saat perkusi (nyeri ketok CVA).
Perlu dicari kemungkinan penyebab obstruksi dari saluran kemih bagian
bawah, yang menyebabkan obstruksi saluran kemih bagian atas, misalkan BPH,
striktur uretra, kanker prostat, kanker buli-buli, kanker serviks, sehingga perlu
dilakukan tindakan colok dubur atau colok vagina. Pada pemeriksaan juga bisa
didapatkan buli buli yang membesar, kadang pasien juga datang dalam kondisi
anuria (Tseng, T.Y, et al, 2009).
Pemeriksaan laboratorium urinalisis dapat menunjukkan adanya inflamasi
saluran kemih, yakni didapatkannya lekosituria dan eritrosituria. Nitrit dalam
urine menunjukkan adanya infeksi saluran kemih karena bakteri yang
menyebabkan infeksi saluran kemih membuat enzim reduktase yang mengubah
nitrat menjadi nitrit. Pemeriksaan produksi urine per hari, pH urine, berat jenis
urine, dan kandungan elektrolit dapat digunakan untuk menilai fungsi tubulus
ginjal. Kenaikan nilai faal ginjal menunjukkan adanya kelainan fungsi ginjal.
Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan penunjang diagnosis yang pertama

14
dilakukan untuk mendiagnosis adanya uropati obstruktif. Pada fase awal
obstruksi akut, gambaran hidronefrosis sering tidak terlihat, terutama jika pasien
mengalami dehidrasi; sehingga dapat terjadi negatif palsu (false negative). Nilai
negatif palsu pemeriksaan USG pada diagnosis obstruksi saluran kemih ±35%.
IVU (pielografi intravena) sampai saat ini masih dipakai sebagai sarana
diagnosis uropati obstruksi bagian atas.
Pielografi intravena dapat menilai faal dan struktur ginjal. Pada obstruksi
akut, terdapat peningkatan opasitas pada foto nefrogram, yang disebabkan oleh
kegagalan fungsi tubulus; dan keterlambatan gambaran pielogram. Dari urogram
juga dapat dikenali adanya penyebab obstruksi, mungkin berupa batu opak; serta
kelainan akibat obstruksi mulai dari kalises, pelvis renalis, dan urteter berupa
kaliektasis, hidronefrosis, penipisan korteks, atau hidrouretero-nefrosis,
pemeriksaan ini tidak mungkin dikerjakan pada insufiensi ginjal atau pasien lain
yang tidak memenuhi sarat. Pielografi retrograd dapat secara tepat
menggambarkan dan menentukan letak penyumbatan pada ureter. Pada keadaan
tertentu seorang spesialis urologi dapat menentukan adanya sumbatan, lokasi
sumbatan, sekaligus melakukan tindakan terhadap penyebab sumbatannya
dengan melakukan ureterorenoskopi (URS).
Renografi dapat menunjukkan gangguan fungsi ginjal dan ada atau tidak
adanya obstruksi. Pada ginjal yang fungsi sekresi maupun eksresinya normal
(tanpa ada obstruksi pasca renal), kurve renografi meningkat dan akan mencapai
puncaknya, yang kemudian menurun. Namun pada obstruksi saluran kemih,
kurva nya tidak pernah menurun. (Basuki, 2011).

2.7 Penatalaksanaan

Tujuan dalam panatalaksanaan medis pada urolithiasis adalah untuk


menyingkirkan batu, menentukan jenis batu, mencegah penghancuran nefron,
mengontrol infeksi, dan mengatasi obstruksi yang mungkin terjadi (Brunner &
Suddart, 2015; Rahardjo & Hamid, 2004).
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya

15
harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi
untuk melakukan tindakan/ terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi dan infeksi.
Beberapa tindakan untuk mengatasi penyakit urolithiasis adalah dengan
melakukan observasi konservatif (batu ureter yang kecil dapat melewati saluran
kemih tanpa intervensi), agen disolusi (larutan atau bahan untuk memecahkan
batu), mengurangi obstruksi (DJ stent dan nefrostomi), terapi non invasif
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), terapi invasif minimal:
ureterorenoscopy (URS), Percutaneous Nephrolithotomy, Cystolithotripsi/
cystolothopalaxy, terapi bedah seperti nefrolithotomi, nefrektomi, pyelolithotomi,
uretrolithotomi, sistolithotomi (Brunner & Suddart, 2015; Gamal, et al., 2010;
Purnomo, 2012; Rahardjo & Hamid, 2004).

2.8 Prognosis

Prognosis untuk stenosis ureter/ ureterolithiasis umumnya


menguntungkan. Pada suatu kasus ditemukan bukti bahwa hal itu terkait dengan
kondisi sistemik lain seperti diabetes, penyakit kardiovaskular, dan obesitas.
Tingkat kekambuhan sangat tinggi diperkirakan 39% pada 15 tahun. Pada pasien
dengan batu rekuren, sebaiknya dilakukan evaluasi penuh untuk mencoba
mengidentifikasi etiologinya, dengan demikian perubahan gaya hidup dan
manajemen pengobatan dapat dilakukan untuk mengurangi kekambuhan. Pada
beberapa kasus penelitian ditemukan bahwa kunjungan ke unit gawat darurat
karena nefrolitiasis berulang serta komplikasi penyakit ginjal stadium akhir
(ESRD) menimbulkan adanya beban ekonomi yang besar bagi pasien, dan
karenanya pencegahan kekambuhan adalah kuncinya (Glazer, 2020).

16
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. A
Umur : 51 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Perawat
Alamat : Perum Kodam V Brawijaya PA 107 Mangli Jember
Tanggal Kunjungan : 9 November 2020

3.2 Identitas keluarga pasien


Nama : Ny. T
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 46 tahun
Pekerjaan : PNS Pegawai Rumah Sakit
Hubungan : Istri

Nama : Sdr. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 23 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Hubungan : Anak

17
Nama : Nn. A
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 18 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Hubungan : Anak

Nama : Sdr. N
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 14 tahun
Pekerjaan : Siswa
Hubungan : Anak

3.3 Anamnesis
Aspek personal
Keluhan utama Nyeri punggung kiri
Riwayat perjalanan penyakit Pasien mengeluhkan nyeri punggung
kiri sekitar 2 bulan yang lalu, nyeri
timbul secara tiba tiba saat pasien
bangun tidur dan besrsifat hilang
timbul, nyeri menjalar ke daerah paha
kiri. Tidak pernah ada riwayat ekspulsi
batu saat berkemih, riwayat hematuria -
, demam disangkal, sudah berobat ke
dokter sekitar 2 bulan yang lalu dan
dilakukan beberapa pemeriksaan. dari
beberapa pertimbangan akhirnya
pasien dilakukan Trans Ureteroscopy
Resection Bladder dikarenakan
dicurigai adanya massa pada bladder,
namun ternyata hasil TURB tidak
ditemukan adanya massa dan
didiagniosis Stenosis Ureter Sinistra
dan dilakukan pemasangan DJ Stent
pada ureter kiri. Pasien dijadwalkan
untuk operasi AFF DJ Stent pada hari
Jumat, 06 November 2020.

Riwayat sebelumnya pasien pernah


18
mengalami hal serupa sekitar 5 tahun
yang lalu, namun gejalanya timbul di
sebelah kanan, sempat periksa ke
dokter dan dilakukan beberapa
pemeriksaan penunjang, haslnya
ditemukan stenosis ureter dextra dan
sudah diberikan terapi dan membaik.

Selain itu pasien mempunyai riwayat


penyakit hipertiroid, sudah berobat dan
terkontrol.
Aspek psikis Pasien khawatir dengan penyakit nya.
Dikarenakan terkadang masih terdapat
hematuria pasca pemasangan DJ stent
dan masih terasa tidak nyaman di
daerah pinggang
Riwayat Penyakit keluarga Riwayat keluarga pasien ada yang
mengalami hal serupa, yaitu kakak
pasien, namun berbeda penyebab, kaka
pasien menderita batu saluran kemih
dan telah dilakukan terapi.
Riwayat reproduksi Pasien mempunya 3 anak, 2 laki-laki,
dan 1 perempuan, anak pertama umur
23 tahun, anak kedua 18 tahun, dan
anak ketiga 14 tahun.
Aspek risiko internal
Riwayat sosial dan perilaku interaksi pasien dengan orang
disekitarnya tidak terganggu. Namun
untu melakukan aktivitas sehar-hari
seperti bekerja sedikit terganggu.
Perilaku dan gaya hidupnya (begadang
(-), merokok (-), minum alkohol (-),
minum kopi (-).

Aspek risiko eksternal


Keluarga Pasien mengatakan dukungan keluarga
seperti mengingatkan pasien untuk
meminum obat, hubungan dengan
anggota keluarga tidak ada masalah,
tidak ada masalah ekonomi, pasien
mengatakan tidak ada perilaku
19
keluarga yang tidak sehat.
Tempat tinggal Pasien mengatakan akses pada
pelayanan kesehatan dekat dengan
rumahnya. Pasien juga bekerja di salah
satu fasilitas kesehatan di kota.
Pasien mengatakan kondisi rumahnya
bersih,ventilasi dan pencahayaan
sangat baik, sumber air bersih dari
sumur dan PDAM.
Lingkungan kerja Pasien mengatakan lingkungan
kerjanya di Rumahsakit dan selalu
memakai alat pelindung diri seperti dan
masker, face shield, hingga satu set
hazmat saat diperlukan.

3.4 Pemeriksaan Fisik

Tekanan darah : 120 / 95 mmhg


Nadi : 80 kali permenit
Suhu : 36,5 derajat selsius
RR : 20 kali permenit
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 160 cm

Kepala Leher
Anemis/Ikterus/Dyspneu/Cyanosis/ : -/-/-/-
Exofthalmos :+
Pembesaran Kelenjar Thyroid :+
Pembesaran KGB :-

Thorax
Inspeksi dalam batas normal
Palpasi dalam batas normal
Perkusi Sonor
Auskultasi pulmo vesikuler/vesikuler, cor S1 S2 tunggal
20
Abdomen
Inspeksi dalam batas normal
Palpasi dalam batas normal
Perkusi tympani
Nyeri Ketok CVA -
Auskultasi bising usus dalam batas normal

Extremitas
Akral Hangat Kering Merah
Edema -/-
CRT <2 detik

3.5 Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap : Creatinin Serum 1.3 mg/dl

Urine Lengkap : Eritrosit +1

Rapid Test Covid 19 :


Tanggal 07/10/2020 IgM Anti-Covid19 Negatif, IgG Anti-Covid19 Negatif
Tanggal 02/11/2020 IgM Anti-Covid19 Negatif, IgG Anti-Covid19 Negatif
Tanggal 03/11/2020 IgM Anti-Covid19 Positif, IgG Anti-Covid19 Positif

Swab Covid 19 :
Tanggal 04/11/2020 PCR Covid19 Negatif

Xray Thorax : Dalam Batas Normal

Xray IVP :

21
Ditemukan penyempitan di sepertiga distal ureter sinistra dan adanya Filling
Defect di muara ureter sinistra pada buli dengan Hidronefrosis Grade 1, suspect
CA Buli

Operatif TURB :
Ditemukan adanya penyempitan ureter sinistra pada sepertiga distal dan tidak
ditemukan adanya batu maupun massa disepanjang traktus urinarius.

3.6 Diagnosis & Aspek fungsional


Diagnosis : Stenosis Ureter Sinistra dengan Hidronefrosis Grade 1

Skala fungsional saat pasien sakit yaitu skala 2 karena pasien mengalami
sedikit kesulitan, namun saat saya peiksa skala pasien 1 karena sudah tidak ada
kesulitan dalam menjalani aktivitas keseharian

3.7 Penatalaksanaan
Pasien sudah berobat ke rumahsakit dan mendapatan penatalaksanaan
medikamentosa hingga penatalaksanaan opertaif yaitu pemasangan DJ Stent
Adapun medikamentosa yang diberikan antara lain :
Harnal Ocas 0,4 mg 0-0-1
Natrium Diklofenak 2x50 mg

Post Op :
Levofloxacin 1x500 mg
Na Diklofenak 3x50 mg
Asam Tranexamat 1x500 mg

3.8 Prognosis
Dubia ad bonam : Pasien mendapat terapi yang tepat dengan segera dan
pasien tidak memiliki kondisi sistemik lain seperti diabetes, penyakit
kardiovaskular, dan obesitas.

22
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Alur Kunjungan


Kunjungan dilaksanakan pada tanggal 05 November 2020 pukul 19.00 di
rumah pasien yang beralamat di Perum Kodam V/ Brawijaya PA 107 Mangli
Jember. Kunjungan dilakukan dengan cara wawancara sederhana disertai dengan
pemeriksaanfisik yang telah disetujui oleh pasien. Saat berkunjung, pasien berada
dirumah bersama dengan istrinya yang turut mendampingi pasien. Pasien dan
keluarga merasa senang dan terbuka saat dilakukan wawancara dan pemeriksaan.

4.2 Daftar Permasalahan


Beberapa permasalahan yang dihadapi pasien saat anamnesis adalah nyeri
pinggang kiri yang hilang timbul. Gejala tersebut sudah diobati dan didiagnosis
sebagai stenosis ureter oleh dokter spesialis urologi. Timbulnya penyakit tersbut
kemungkinan besar berasal dari faktor genetik melihat riwayat keluarga pasien
juga menderita hal serupa yaitu kakak pasien. Penyakit tersebut timbul
pertamakali sekitar 5 tahun yang lalu pada sebelah kanan. Dari munculnya gejala
tersebut dilakukan terapi medikamentosa dan telah membaik. Pasien juga
memiliki riwayat penyakit sistemik yaitu hipertiroid dan telah diterapi, namun hal
tersebut tidak berkaitan dengan keluhan yang dirasakan saat ini.
Pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya nyeri ketok CVA namun pasien
merasa kurang nyaman dikarenakan pasien masih terpasang DJ Stent pada ureter
kiri. Hematuria kadang masih ditemukan berdasarkan pengakuan pasien dan hal
tersebut membuat pasien kawatir terhadap penyakitnya. Adapun pada
pemeriksaan fisik lain ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid dan
eksoftalmos pada kedua mata, hal ini merupakan manifestasi klinis dari riwayat
penyakit hipertiroidnya.
Dari pemeriksaan penujang ditemukan adanya sedikit peningkatan serum
kreatinin namun tidak ditemukan adanya eritrosit pada urine, yang berarti
penyakit pasien sudah mempengaruhi dari fungsi ginjal. Pada pemeriksaan
23
radiologis untuk mencari penyebab utama dari nyeri ginjalnya ditemukan adanya
gambaran filling defect saat pemeriksaan IVP pada muara ureter kiri di buli
sehingga terdapat kemungkinan adanya tumor atau massa pada buli. Tidak
ditenukan adanya batu radiopak sepanjang traktus urinarius namun hal tersebut
tidak menutup kemungkinan bahwa etiologi juga disebabkan oleh batu non-
radiopak sehingga tindakan operatif Ureteroscopy dilakukan untuk mendiagnosis
sekaligus memutuskan terapi yang tepat pada kasus tersebut. Hasilnya ditemukan
adanya penyempitan pada ureter kiri dan tidak ditemukan adanya massa tumor
atau batu disepanjang traktus urinarius sehingga tatalaksana yang tepat adalah
pemasangan DJ Stent pada ureter kiri.
Satu hari sebelum pasien dilakukan operasi pelepasan DJ Stent, pasien
melakukan rapid test COVID19 di Salah satu RS di Jember sebagai syarat untuk
memulai operasi dan didapatkan hasilnya IgM dan IgG negatif. Namun pada saat
hari saat akan dilaksanakan operasi di rumahsakit yang berbeda dari test
COVID19 sehari sebelumnya, ditemukan bahwa Rapid Test COVID19 IgM
positif dan IgG positif. Hal tersebut membuat pasien harus dilakukan swab dan
menambah kehawatiran pasien akan penyakitnya. Saat dilakukan swab didapatkan
hasil negatif dan pasien dapat dilakukan operasi Aff DJ Stent. Sehingga menurut
pemeriksa perlu dilakukan edukasi tentang pemeriksaan rapid test COVID19 dan
adanya kemungkinan positif dan negatif palsu.

4.3 Analisis Kebutuhan


4.3.1 Kebutuhan Fisik-Biomedis
a. Kecukupan Gizi
Angka kecukupan gizi dari pasien tergolong normal jika diukur
dari satuan BMI pasien dengan tinggi 160 cm dan berat 60 kg. Porsi
dan jenis makanan pasien teratur dan memenuhi angka kecukupan
gizi. Prinsip makanan 4 sehat 5 sempurna tercukupi tiap 2-3 hari
sekali, namun untuk jadwal makan pasien masih kurang teratur
dikarenakan kesibukan saat bekerja di rumah sakit.

b. Kegiatan fisik
24
Kegiatan fisik pasien tergolong bagus. Selain pasien beraktifitas
cukup padat di rumah sakit militer angkatan darat, kegiatan olahraga
berjalan dan berlari rutin 2x dalam seminggu yang diprogramkan oleh
pihak rumahsakit selalu dilaksanakan. Namun hal tersebut diimbangi
dengan kualitas dan pola istirahat pasien yang cukup

c. Akses Pelayanan Kesehatan


Akses pelayanan kesehatan puskesmas setempat dengan rumah
pasien sangat terjangkau. Jarak yang ditempuh hanya berkisar 500m
dengan akses jalan yang memadai. Selain itu, pasien adalah seorang
tenaga medis sehingga memiliki akses terhadap salah satu rumah sakit
di kota jember.

4.3.2 Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial


a. Lingkungan Biologis
Kondisi rumah pasien tergolong cukup baik. Air minum
menggunakan air dalam kemasan galon, sedangkan air um=ntuk
kebutuhan sehari hari menggunakan air PDAM dan air sumur. Kondisi
ventilasi sangatlah baik, bagian depan rumah terdapat 3 pintu masuk
dan 7 buah jendela disertai dengan beberapa ventilasi udara. Pada
beberapa bagian rumah juga didesain agar cahaya matahari dapat
masuk dengan mudah. Polusi disekitar rumah juga tidak terlalu
banyak dikarenakan disekitar lokasi perumahan terdapat sawah dan
perkebunan. Tidak ada anggota keluarga yang merokok.
Lingkungan kerja pasien berada di salah satu rumahsakit di kota
Jember dan selalu memperhatikan alat pelindung diri saat memasuki
area rumah sakit.
b. Faktor Psikologis dan Sosial
Pasien memiliki hubungan baik dengan tetangga skitar
rumahnya dan menjadi salah satu orang ternama di lingkungan
tersebut. Pasien juga aktif pada acara kemasyarakatan yang
diselenggarakan oleh warga sekitar.
25
Hal yang membuat pasien terganggu secara psikis adalah
kehawatiran akan penyakitnya, dimana terkadang pasien masih
mengeluhkan adanya hematuria dan rasa yang kurang nyaman pada
daerah pinggang saat bergerak terlalu banyak. Keluarga pasien
berperan aktif terhadap keadaan penyakit yang dialami pasien dengan
memberikan dukungan psikologis dan menguatkan pasien dalam
menghadap kehawatirannya.
4.4 Intervensi
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat diambil beberapa
kesimpulan bahwa pasien menderita penyakit stenosis ureter sinistra dengan
riwayat stenosis ureter dextra dan hipertiroid. Dari beberapa masalah yang
terdapat pada pasien tersebut sangat berkaitan dengan beberapa faktor penting
yaitu faktor genetik, faktor usia, faktor diet dan nutrisi tubuh, dan faktor stress.

4.4.1 Rencana intervensi


Terkait hasil analisis diatas dapat dilakukan kegiatan intervensi
terhadap pasien. Kegiatan tersebut berupa penyuluhan terkait masalah
kesehatan yang dialami pasien serta cara mengatasinya. Beberapa aspek yang
ada dalam materi penyuluhan adalah definisi dan pengertian terkait penyakit
yang diderita pasien, faktor risiko apa yang memungkinkan hal tersebut
terjadi dan apa saja faktor risiko yang terdapat pada diri pasien, bahaya
mengenai penyakit pasien apabila tidak diobati dengan benar, lalu terapi yang
dianjurkan saat serangan terjadi, selain itu perlu juga pemberian edukasi
mengenai cara mencegah agar masalah tersebut tidak muncul dengan
penyebab yang berbeda.

Adapun sedikit edukasi mengenai kemungkinan kemungkinan tentang


hasil rapid test COVID 19 yang terjadi pada pasien perlu diberikan,
mengingat salah satu hasil dari rapid test pre-operasi pasien sempat
dinyatakan positif.

26
Penyuluhan akan dilakukan di rumah pasien dan dihadiri oleh pasien
dan beberapa anggota keluarga yang berguna untuk membantu memonitor
keadaan pasien saat dilakukan kontrol kesehatan dalam program keluarga
binaan ini di kemudian hari. Media promosi yang digunakan pada penyuluhan
kali ini menggunakan leaflet yang dapat disimpan dan dapat menjadi
pengingat bagi pasien dan keluarga pasien terhadap penyakit yang diderita
pasien. Pada hasil akhir dari kegiatan intervensi penyuluhan ini akan
didokumentasikan berupa foto dan video.

4.4.2 Implementasi intervensi


Intervensi penyuluhan dilakukan dirumah pasien pada hari Senin, 16
November 2020, bertempat dirumah pasien di Perum Kodam V/Brawijaya
PA 107 Mangli, Jember. Kegiatan penyuluhan dihadiri oleh pasien dan
anggota keluarga pasien yaitu istri pasien. Penyuluhan dimulai pada pukul
19.00 hingga 19.30 WIB.
Penyuluhan dilakukan dengan memaparkan beberapa aspek antara lain,
definisi dan pengertian terkait penyakit yang diderita pasien, faktor risiko
yang memungkinkan hal tersebut terjadi dan apa saja faktor risiko yang
terdapat pada diri pasien, bahaya mengenai penyakit pasien apabila tidak
diobati dengan benar, lalu terapi yang dianjurkan saat serangan terjadi, selain
itu edukasi mengenai cara mencegah agar masalah tersebut tidak muncul
dengan penyebab yang berbeda. Selain itu, sedikit edukasi mengenai
kemungkinan kemungkinan tentang hasil rapid test COVID 19 yang terjadi
pada pasien juga diberikan, mengingat salah satu hasil dari rapid test pre-
operasi pasien sempat dinyatakan positif.
Respon pasien sangat baik, begitu juga dengan istri pasien yang
berperan untuk membantu memonitor keadaan pasien saat dilakukan kontrol
kesehatan dalam program keluarga binaan ini di kemudian hari. Materi
edukasi yang dipaparkan juga tampak dipahami oleh pasien dan anggota
keluarga lainnya. Selain itu, pasien juga merasa senang dengan adanya
kunjungan dari program keluarga binaan ini.
27
4.4.3 Media promosi kesehatan
Untuk media promosi yang digunakan pada penyuluhan kali ini
menggunakan leaflet yang dapat disimpan dan dapat menjadi pengingat bagi
keluarga pasien terhadap pentingnya menjaga kesehatan. Adapun media
promosi leaflet yang digunakan adalah sebagai berikut :

28
29
BAB V
SIMPULAN

Dari hasil makalah keluarga binaan diatas dapat disimpulkan bahwa


obstruksi saluran kemih didefinisikan sebagai sumbatan aliran urin yang dapat
mengenai satu atau kedua ginjal, tergantung dari level obstruksinya. Obstruksi
bisa terjadi pada seluruh bagian saluran kemih, mulai dari kaliks hingga meatus
uretra eksterna. Penyebab yang sering maliputi batu saluran kemih, hipertrofi
prostat, enyempitan ureter, kanker prostat dan tumor buli.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat diambil beberapa


kesimpulan bahwa pasien menderita penyakit stenosis ureter yang telah diperiksa
dan diterapi oleh dokter spesialis urologi. Timbulnya penyakit tersbut
kemungkinan besar berasal dari faktor genetik melihat riwayat keluarga pasien
juga menderita hal serupa yaitu kakak pasien. Akan tetapi, penyebab dari
obstruksi saluran kemih memiliki banyak etiologi lain selain stenosis ureter
seperti batu saluran kemih, hipertrofi prostat, kanker prostat dan tumor buli.

Dari beberapa hal diatas dapat dilakukan kegiatan intervensi terhadap


pasien. Kegiatan tersebut berupa penyuluhan terkait masalah kesehata yang
dialami pasien serta cara mengatasinya. Beberapa aspek yang ada dalam materi
penyuluhan adalah definisi dan pengertian terkait penyakit yang diderita pasien,
faktor risiko apa yang memungkinkan hal tersebut terjadi dan apa saja faktor
risiko yang terdapat pada diri pasien, bahaya mengenai penyakit pasien apabila
tidak diobati dengan benar, lalu terapi yang dianjurkan saat serangan terjadi,
selain itu perlu juga pemberian edukasi mengenai cara mencegah agar masalah
tersebut tidak muncul dengan penyebab yang berbeda.

30
DAFTAR PUSTAKA

Ackermann RT, Finch EA, Brizendine E, Zhou H, Marrero DG. Translating the
Diabetes PreventionProgram into the community. The DEPLOY Pilot
Study. Am J Prev Med 2008;35(4):357–363.[PubMed: 18779029]

Basuki B. Purnomo. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: CV. Sagung Seto

Brunner & Suddarth. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12
volume 1. Jakarta : EGC

Glazer K, Brea IJ, Vaitla P. Ureterolithiasis. 2020. In: StatPearls [Internet].


Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560674/

Ishafani MR, Haghighat M, 2005. Measurable Changes in Hydronefrosis during


Pregnancy Induced by Positional Cange : Ultrasonic Assessment and Its
Diagnostic Implication. Spring vol.2 no.2: 97-101.

Klahr, Saulo. 2006. Obstructive Nephropathy. Internal Medicine. Volume 39


Issue 5. page 39.355

LJ Romanzi, DC CHAIKIN, JG Blaivas , 1999. The effect of genital prolapse on


voiding. The Journal of urology. Elsevier

Rahardjo, D. dan Hamid, R. 2004. Perkembangan Penatalaksanaan Batu Ginjal di


RSCM tahun 1997-2001. J I Bedah Indones. Pp: 58-63.

RH Harris, WE Yarger, 1974. Renal function after release of unilateral ureteral


obstruction in rats, American Journal of Physiology

Siddiqui, M.H., M.H. Al-Whaibi and M.O. Basalah. 2011. Interactive effect of
calcium and gibberellin on nickel tolerance in relation to antioxidant
systems in Triticum

Singh I, Strandhoy JW, Assimos DG, 2012. Pathophysiology of Urinary Tract


Obstruction. In Kavossi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA Cambell-
Walls Urology 10th ed. Phyladelpia Sanders Elsevier :1088-1121.

Tanagho, 2010. A.E.Smith’s General Urology : Urinary Obstruction and Stasis.


McGraw-Hill: New York. 17th ed : 166,

31
Travaglini F, Bartoletti R, Gacci M, Rizzo M, 2004. Pathophysiology of Reno-
Ureteral Colic. Urol Int;72(suppl 1):20-23. doi: 10.1159/000076586

Tseng, Y.C., Chen, R.D., Lee, J.R., Liu, S.T., Lee, S.J., and Hwang, P.P, 2009.
Specific Expression and Regulation of Glucose Transporters in Zebrafish
Ionocytes. American journal of physiology. Regulatory, integrative and
comparative physiology. 297(2):R275-R290.

Ucero, A. C., Gonçalves, S., Benito-Martin, A., Santamaría, B., Ramos, A. M.,
Berzal, S., Ruiz-Ortega, M., Egido, J., & Ortiz, A, 2010. Obstructive
renal injury: from fluid mechanics to molecular cell biology. Open access
journal of urology, 2, 41–55. https://doi.org/10.2147/rru.s6597

Wagenlehner, F.M.E., Pilatz, A., Naber, K.G. and Weidner, W, 2008. Therapeutic
challenges of urosepsis. European Journal of Clinical Investigation, 38:
45-49.

32
Lampiran 1.

33
Lampiran 2.

34
35
36

Anda mungkin juga menyukai