Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Herpes zoster adalah penyakit virus yang sering mengenai saraf sensorik
karena ganglion terkena. Terkenanya ganglion genikulatum memberikan
sekelompok gejala yang karakteristik (pertama kali diuraikan oleh Ramsay Hunt
pada 1910).2,3
Penyakit virus DNA ini pada dasarnya harus timbul pada pasien yang
sebelumnya menderita varisela. Penyebab reaktivasi sampai sekarang belum
dietahui. Terlihat bahwa virus herper zoster tak ditransmisikan langsung dari anak
dengan varisela juga tidak dari orang dewasa yang menderta herpes zoster.
Insidens relative tetap sepanjang tahun walau terdapat peningkatan jelas bagi
varisela selama musim dingin.7
Penyakit ini terutama pada orang dewasa diatas 50 tahun, walau sekitar 510 % mengenai anak-anak. Mengenai kedua jenis kelamin dalam jumlah yang
sama.7
Sindroma Ramsay Hunt diakhibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan
otikus, sehingga memberikan gejala paralisis muka (paralisis Bell), kelainan kulit
yang sesuai dengan tingkat persyarafan, tinnitus, vertigo, gangguan pendengaran,
nistagmus, nausea, juga terdapat gangguan pengecapan.6,7
Biasanya penyakit ini berlangsung singkat, penyembuhan terjadi dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu. Namun nyeri dapat menetap sampai
berbulan-bulan. Penatalaksanaan Sindroma Ramsay Hunt dapat dilakukan dengan
konservatif dan operatif. Obat yang sering diberikan adalah kortikosteroid dan
antivirus. Prognosis sindroma Ramsay Hunt tergantung derajat kerusakan. Jika
kerusakan saraf ringan maka diharapkan penyembuhan terjadi dalam beberapa
minggu. Jika kerusakan saraf berat maka terjadi penyembuhan dalam beberapa
bulan.2,3,10

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

2.1. Anatomi Telinga

Gambar 1. Anatomi Telinga2


Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membrane
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya
kira-kira 2,5-3 cm.1

Gambar 2. Telinga Luar2

Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjer serumen
(kelenjer keringat) dan rambut. Kelenjer keringat terdapat pada seluruh kulit liang
telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjer serumen.1
Membrane timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membrane shrapnel), sedangkan bagian bawah pars tensa (membrane
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan
secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.1
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut
sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah
bawah yaitu pada pukul 7 untuk membrane timpani kiri dan pukul 5 untuk
membrane timpani kanan.1

Gambar 3. Membran Tympani2


Telinga tengah terdiri dari suatu ruang yang terletak diantara membrane
timpani dan kapsul telinga dalam, tulang-tulang dan otot yang terdapat
didalamnya beserta penunjangnya, tuba eustachius dan system sel-sel udara
mastoid.2

Telinga tengah berbentuk kubus dengan1 :


3

Batas luar
: membrane timpani
Batas depan : tuba eustachius
Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Batas atas
: tegmen timpani (meningen/otak)
Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis sermisirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar
(round window) dan promontorium.
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah

lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung
atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli.1
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lingkap dan
memebentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibuli sebelah atas, skala timpani disebelah bawah dan skala media
(duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa,
sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di dalam
perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar
skala vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media adalah
membrane basalis. Pada membrane ini terletak organ corti.1
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membrane tektoria, dan pada membrane basal melekat sel rambut yang terdiri dari
sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.1

Gambar 4. Labirin2

2.2. Persyarafan Telinga dan Fisiologi Pendengaran


Daun telinga dan telinga luar menerima cabang-cabang sensoris dari cabang
aurikulotemporal saraf ke-5 di bagian depan, di bagian posterior dari nervus
aurikuler mayor dan minor, dan cabang-cabang nervus glosofaringeus dan vagus.
Liang telinga bagian tulang sebelah posterior superior disarafi oleh cabang nervus
fasialis.2
Nervus fasialis
Saraf kranialis ketujuh berasal dari batang otak, berjalan melalui tulang
temporal, dan berakhir pada otot-otot wajah. Sedikitnya lima cabang utama.
Selain mengurus persarafan otot wajah, saraf kranialis ketujuh juga mengurus
lakrimasi, salivasi, pengaturan impedansi dalam telinga tengah, dan sensasi nyeri,
raba, suhu dan kecap.3
Inti saraf ketujuh terletak pada daerah pons. Inti ini mendapat informasi dari
girus presentralis dari kortek motorik yang mengurus persarafan dahi ipsilateral
dan

kontralateral. Traktus

kortikalis

serebrum

juga

mensarafi

belahan

kontralateral bagian wajah lainnya. Nucleus motorik hanya mengurus saraf


fasialis ipsilateral. Saat saraf meninggalkan batang otak, suatu cabang saraf
kedelapann yang dikenal sebagai nervus intermedius memisahkan diri dan
bergabung dengan saraf ketujuh untuk memasuki kanalis akustikus internus. Saraf
membelok ke depan dan masuk ke ganglion genikulatum. Ganglion mengandung
badan sel untuk pengecapan lidah anterior dan untuk sensai raba, nyeri, dan suhu
kanalis akustikus internus. Sejumlah serabut saraf melewati ganglion dan
membentuk saraf petrosus superfisialis mayor (parasimpatis). Saraf ini berjalan
sepanjang dasar fosa media dan masuk ke dalam kanalis pterigoideus. Selanjutnya
melintas menuju ganglion sfenopalatinum dan beranastomosis dengan serabut
yang mengurus apparatus lakrimalis. Serabut-serabut fasialis membuat belokan
tajam ke posterior pada ganglion genikulatum dan berjalan turun lewat segmen

labirin menuju segmen timpani dari saraf. Saraf memasuki segmen timpani dan
membuat genu (putaran) kedua. Di sini, di dekat fenestra ovalis, saraf menjadi
terpapar dan dapat diraba dalam telinga tengah. Saraf berjalan turun dari genu
secara vertical da mengeluarkan cabang untuk otot stapedius. Di bawah tingkat
ini, muncul cabang kedua dan kembali masuk ke dalam telinga sebagai saraf
korda timpani. Korda membawa serabut-serabut nyeri, raba, dan suhu, serta
pengecapan untuk duapertiga anterior lidah.3
Saraf ini juga mengurus salivasi kelenjer submandibularis. Korda berjalan
diantara maleus dan inkus, kemudian keluar dari tulang temporal melalui iter
anterior. Bagian utama dari saraf fasialis membawa serabut-serabut motorik dan
keluar dari foramen stilomastoideum tepat di medial prosessus mastoideus. Tujuh
puluh persen serabut pada tempat ini merupakan serabut motorik untuk wajah.
Selanjutnya saraf membelok ke anterior dan memecah menjadi lima cabang
utama- temporalis, zigomatikus, bukalis, dan servikalis. Cabang-cabang ini dapat
saling beranastomosis satu dengan yang lainnya ketika saraf melalui kelenjer
parotis.3

Gambar 5. Nervus Fasialis3

Nervus vestibulokoklearis / nervus oktavus

Saraf otak kedelapan terdiri dari 2 berkas saraf yang menyalurkan dua
macam impuls. Yang pertama ialah, nervus koklearis yang menhantarkan impuls
pendengaran. Dan yang kedua ialah nervus vestibularis yang menyalurkan impuls
keseimbangan.9
Alat penangkap rangsang pendengaran dan keseimbangan serabut kedua
bagian nervus oktavus berasal merupakan juga satu bangunan yang terdiri dari
dua bagian. Bangunan tersebut ialah labirin. Ia terdiri dari bagian koklea dan
vestibula.9
Baik rangsangan pendengaran maupun rangsang keseimbangan bersifat
gelombang. Gelombang suara diteruskan oleh gendang telinga, tulang maleus,
inkus dan stapes melalui fenestra vestibularis ke perilimfe. Perilimfe ini ialah
cairan yang merupakan bantalan bagi labirinus membranikus. Endolimfe ialah
cairan yang terkandung oleh labirintus membranikus. Dengan demikian di bagian
koklea terdapat tiga ruangan. Ruang vestibular atau skala vestibule, ruang koklear
atau duktus koklear, dan ruang timpani atau skala timpani. Dinding diantara ketiga
skala itu dibentuk oleh membrane vestibule(membrane Reissner) dan membrane
basilaris. Gelombang suara membangkitkan goncangan di perilimfe didalam skala
vestibule.

Kejadian

tersebut

menggerakkan

membrane

Reissner

yang

membangkitkan timbulnya gelombang di dalam endolimfe. Gelombang ini


merangsang organ korti. Disitu membrane tektoria seolah-olah bertindak sebagai
pecut yang menggalakkan sel-sel yang bersambung dengan serabut aferen sel
ganglion spirale. Impuls yang dicetuskan oleh sel-sel tersebut tadi ialah impuls
pendengaran. Suara bernada tinggi menggalakkan sel di basis dan yang bernada
rendah di bagian puncak. Serabut eferen ganglion spirale menyusun nervus
koklearis.9
Bagian vestibula dari labirinitus membranikus terdiri dari kanalis
semisirkularis, utrikulus dan sakulus. Bangunan tersebut mengandung endolimfe
juga. Kanalis semisirkularis berjumlah tiga. Tiap kanalis mempunyai bagian yang
mengembung dan dinamakan ampula. Disitu terdapat segundukan sel yang
mempunyai juluran-juluran halus. Sel-sel siliaris itu merupakan alat penangkap
rangsang keseimbangan. Segundukan sel semacam itu juga terdapat di utrikulus

dan sakulus. Dan juga merupakan alat penangkap rangsang keseimbangan, atau
makula. Karena gerakan badan dan kepala timbul akselerasi endolimfe ketiga alat
vestibule itu. Akselerasi angular merangsang makula kanalis semisirkularis.
Gerakan kepala terutama merangsang utrikulus sedangkan vibrasi merangsang
makula sakulus.9
Makula bersambung dengan juluran sel yang berkumpul di pangkal makula.
Juluran eferen sel itu menyusun nervus vestibularis. Di dalam meatus akustikus
internus vestibularis menggabungkan diri pada nervus koklearis. Impuls yang
dicetuskan oleh makula dari kanalis semisirkularis menuju ke inti di pons dan dari
situ kemudian dikirim ke inti-inti saraf okular. Impuls yang dicetuskan oleh
makula utrikulus dihantarkan ke inti pons juga, tetapi tujuan akhirnya ialah
korteks serebri di bagian belakang girus temporalis. Selain korteks lobus
temporalis dan inti-inti saraf okular, impuls keseimbangan diterima juga oleh
serebelum melalui serabut aferen inti vestibular dan substansia retikularis serta
medulla spinalis. Impuls keseimbangan yang dipancarkan ke serebelum terutama
diproyeksikan kepada lobus flokulonodularis ipsilateral. Dan sel-sel di medulla
spinalis yang menerima impuls dari inti vestibular ialah sel-sel di kornu anterior
terutama di bagian servikal.9

Gambar 6. Nervus Vestibulokoklearis9

BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Herpes Zoster Otikus


Menurut James Ramsay Hunt (1907) yang dikutip dari Colemon, SRH
adalah suatu sindrom yang terdiri dari otalgia, vesikel pada aurikula dan parese
nervus fasialis perifer. Definisi lain dari SRH adalah suatu parese nervus VII
perifer yang disertai dengan eritem vesikuler pada telinga dan mulut10
Herpes zoster otikus adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
varicella zoster. Virus ini menyerang satu atau lebih dermatom saraf cranial. Dapat
mengenai saraf trigeminus, ganglion genikulatum dan radiks servikalis bagian
atas. Keadaan ini disebut juga sindroma Ramsay Hunt. Tampak lesi kulit yang
vesikuler pada kulit di daerah muka sekitar liang telinga, otalgia, dan terkadang
disertai paralisis otot wajah. Pada keadaan yang berat ditemukan gangguan
pendengaran berupa tuli sensorineural.1

Herpes zoster merupakan manifestasi neurotrofik rekurens dari virus


varisela yang mengalami reaktivasi. Kemungkinan, virus menetap dalam sel
ganglion, menjadi bereaksi ketika imunitas tubuh menurun karena trauma seperti
trauma lokal, stress, neoplasia, atau infeksi baru yang masif dengan virus variselazoster.3
3.2. Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh Varicella-Zoster Virus (VZV). VZV
mempunyai kapsid yang tersusun dari 162 subunit protein dan berbentuk simetri
ikosehedral dengan diameter 100 nm. Virion lengkapnya berdiameter 150-200 nm
dan hanya virion yang berselubung yang bersifat infeksius.8
Infeksiositas virus ini dengan cepat dapat dihancurkan oleh bahan organik,
detergen, enzim proteolitik, panas, dan lingkungan pH yang tinggi.8

3.3. Epidemiologi
Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini, seperti yang diterangkan
dalam definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah penderita
mendapat varisela. Kadang-kadang varisela ini berlangsung subklinis. Tetapi ada
pendapat yang menyatakan kemungkinan transmisi virus secara aerogen dari
pasien yang sedang menderita varisela atau herpes zoster. 6
Paralisis fasialis perifer timbul pada kira-kira tiga perempat kasus, hampir
40 % mengenai n. VIII.5
3.4. Pathogenesis
Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion
kranialis, kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan
daerah persarafan ganglion tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang
ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala
gangguan motorik.6

10

Pada herpes zoster saraf kranialis, beberapa jenis dapat dibedakan; (1) tipe
trigeminus (menyerang ganglion gasserian) dengan terlibatnya satu atau lebih
cabang, (2) otikus zoster (menyerang pada ganglion genikulatum), (3) zoster dari
saraf glosofaringeus, (4) zoster dari saraf vagus, dan tipe segmental lain. Zoster
oftalmikus terutama berbahaya, karena seringkali mengenai konjungtiva dan
kornea, dan iritis, glaucoma, dan bahkan panoftalmitis dapat terjadi.3
Selama terjadinya infeksi varisela, VZV meninggalkan lesi di kulit dan
permukaan mukosa ke ujung serabut saraf sensorik. Kemudian secara sentripetal
virus ini dibawa melalui serabut saraf sensorik tersebut menuju ke ganglion saraf
sensorik. Dalam ganglion ini, virus memasuki masa laten dan disini tidak
infeksius dan tidak mengadakan multiplikasi lagi, namun tidak berarti ia
kehilangan daya infeksinya.8
Bila daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan, akan terjadi
reaktivasi virus. Virus mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam ganglion.
Ini menyebabkan nekrosis pada saraf serta terjadi inflamasi yang berat, dan
biasanya disertai neuralgia yang hebat.8
VZV yang infeksius ini mengikuti serabut saraf sensorik, sehingga terjadi
neuritis. Neuritis ini berakhir pada ujung serabut saraf sensorik di kulit dengan
gambaran erupsi yang khas untuk erupsi herpes zoster.8
3.5. Gejala klinis
Setelah masa inkubasi 4-20 hari, gangguan timbul dengan fase prodormal
neuralgik. Dalam dua sampai tiga hari, terdapat bentuk vesikel berkelompok pada
daerah yang dipersarafi oleh saraf yang terkena. Jika wajah terkena, seperti pada
oftalmikus zoster atau otikus zoster (sindrom Ramsay Hunt), nyeri terutama
sangat hebat, dan gejala-gejala prodormal umum seperti demam dan nausea
tampak jelas. Dengan timbulnya vesikel, jarang sebelumnya, timbul limfadenitis
regional yang nyeri. Herpes zoster terjadi lebih sering pada pria daripada wanita
dan terutama mengenai individu yang berusia lebih dari 45 tahun.3

11

Sindroma Ramsay Hunt atau herpes zoster otikus, melibatkan saraf fasialis
dan menimbulkan suatu ruam pada liang telinga dan pinna. Pustula-pustula kecil
terbentuk dalam liang telinga dan sangat nyeri.1

Gambar 7. Lesi Herpes Zoster10


Awitan suatu paralisis wajah seringkali bersama otalgia dan erupsi herpetic
pada bagian-bagian telinga luar dianggap sebagai akibat infeksi virus pada
ganglion genikulatum. Lesi kulit vesicular mungkin hanya terbatas pada sebagian
liang telinga yang dipersarafi oleh suatu cabang sensorik kecil dari saraf kranialis
ketujuh, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka

(paralisis Bell),

kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinnitus, vertigo, gangguan
pendengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan pengecapan.1
Gambaran paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan
hampir selalu unilateral. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi
oleh salah satu ganglion sensorik.8

12

Gambar 8. Bells palsy11

3.6. Histopatologi
Ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut
saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal, dan inflamasi
bungkus ganglion.8
Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen VZV
dapat dilihat secara imunofluoresensi.8

3.7. Diagnosis
Diagnosis SRH dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang THT-KL. Pemeriksaan fungsi nervus VII diperlukan
untuk menentukan letak lesi, beratnya kelumpuhan dan evaluasi pengobatan.
Pemeriksaan meliputi fungsi motorik otot wajah, tonus otot wajah, ada tidaknya
sinkinesis atau hemispasme, gustatometri dan tes Schimer.10
Diagnosis biasanya secara klinis. Pemeriksaan audiometry dan uji fungsi
saraf mungkin diperlukan. Namun untuk memastikan penyebabnya karena virus,
13

dapat dilakukan pemeriksaan percobaan Tzanck dapat ditemukan sel datia berinti
banyak atau dengan pemeriksaan imunofluoresens/ kultur virus.4
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan audiometri nada murni,
timpanometri, Brainsteam Evoked Response Audiometry (BERA) dan tes
elektronistagmografi (ENG). Diagnosis pasti ditegakkan dengan mengisolasi
virus, deteksi antigen spesifik untuk virus varisela zoster atau dengan hibridasi
DNA virus.10
3.8. Diagnosis Banding

Bell palsy
Herpes simplek
Otitis eksterna
Otitis media
Stroke

14

BAB IV
PENATALAKSANAAN

4.1. Pengobatan
Pengobatan sesuai dengan tatalaksana herpes zoster. Terapi sistemik
umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya diberikan analgetik. Dapat
ditambahkan neurotropik : vitamin B1, B6, dan B12. Jika disertai infeksi sekunder
diberikan antibiotik.1,6,8,14
Indikasi obat antiviral adalah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan
defisiensi imunitas mengingat komplikasinya. Obat yang biasa digunakan ialah
asiklovir

dan

modifikasinya

misalnya

valasiklovir. Pemberian

antivirus

(valacyclovir) dalam 2x 24 jam setelah terjadinya penyakit. Jika lesi baru masih
tetap timbul obat tersebut masih dapat diteruskan dan dihentikan sesudah 2 hari
sejak lesi baru tidak timbul lagi.6,5
Isoprinosin sebagai imunostimulator tidak berguna karena awitan kerjanya
baru setelah 2-8 minggu, sedangkan masa aktif penyakit kira-kira hanya
seminggu.6
Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk sindrom Ramsay Hunt.
Pemberian harus sedini dininya untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa
kami berikan ialah prednisone dengan dosis 3x 20 mg sehari, setelah seminggu
dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednisone setinggi itu imunitas
akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antiviral. Dikatakan
kegunannya untuk mencegah fibrosis ganglion.6,13
Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel
diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar
tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosive diberikan kompres terbuka. Kalau
terjadi ulserasi dapat diberikan salap antibiotik.6

15

Bila paralisis fasial menetap lebih dari 60 hari tanpa tanda-tanda perbaikan,
tindakan dekompresi harus dikerjakan. Dalam hal ini dekompresi dikerjakan pada
segmen horizontal dan ganglion genikulatum.2
4.2. Komplikasi
Neuralgia postzoster merupakan nyeri yang sangat hebat untuk beberapa
bulan atau bahkan bertahun-tahun, terutama pada orang yang lebih tua. Kombinasi
dari anesthesia atau hipestesi dari segmen yang terkena, seringkali dengan
neuralgia yang sangat berat, terutama sangat menderita. Di samping itu, herpes
zoster dapat menjadi neuralgia trigeminalis yang menusuk.3
4.3. Prognosis
Untuk kulit baik, sembuh dalam beberapa hari sampai minggu, walaupun
sakit lama baru hilang sampai beberapa bulan. Paralise pun lama dapat
menghilang, ialah setelah beberapa minggu walaupun ada kalanya ini tidak dapat
sembuh dengan sempurna. Prognosis untuk pendengaran tidak begitu baik.4,14,15

16

BAB V
KESIMPULAN

Herpes zoster otikus adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
varicella zoster. Keadaan ini disebut juga sindroma Ramsay Hunt. Tampak lesi
kulit yang vesikuler pada kulit di daerah muka sekitar liang telinga, otalgia, dan
terkadang disertai paralisis otot wajah. Pada keadaan yang berat ditemukan
gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural. Diagnosis biasanya ditegakkan
secara klinis, pemeriksaan audiometry, uji fungsi saraf, dan pemeriksaan
penunjang lain seperti percobaan Tzanc atau imunofluoresens. Terapi umumnya
bersifat suportif dan simtomatik. Biasanya penyakit ini berlangsung singkat,
penyembuhan terjadi dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Namun nyeri
dapat menetap sampai berbulan-bulan.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetirto, Indro. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam: Soepardi EA,


Iskandar HN (editors). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher edisi ke VII. Jakarta : Balai Penerbit FK UI; 2012
2. Ballenger, John. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher.
Jilid Dua. Binarupa Aksara. Jakarta, 1997
3. Maisel, HR dkk. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam Adam GL, Boies LR,
Higler PA. BOIES, Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Alih Bahasa : Wijaya
C. BOIES Fundamental of Otolaryngology. Jakarta : Penerbit EGC ; 1997
4. Soepardi, AE. Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Teinga-HidungTenggorok. Balai Penerbit FK UI. Jakarta;2003
5. Broek, P. Van dkk. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung, dan
Telinga. Edisi kedua belas. EGC Jakarta;2010
6. Handoko, PR. Penyakit Virus. Dalam : Djuanda, Adhi dkk(editors). Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelaminn edisi ke V. Jakarta : Balai Penerbit FK UI;
2007
7. Landow, KR. Kapita Selekta Terapi Dermatologik. Alih Bahasa : Andrianto
P. Jakarta: Penerbit EGC; 1984
8. Harahap, Marwali. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Penerbit Hipokrates;2000
9. Mardjono, M. Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar .Jakarta : Penerbit Dian
Rakyat; 2009
10. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher Fakultas
Kedokteran

Universitas

Andalas/RS

Dr.M.Djamil

Padang.

www.repository.unand.ac.id
11. CJ Sweeney, D H Gilden, Department of Neurology, Mail Stop B182,
University of Colorado Health Sciences Center. www.jnnp.com
12. Herpes Zoster Oticus : A rare clinical entity, Department of Oral Diagnosis,
Medicine and Radiology, K.M. Shah Dental Collage and Hospital, Piparia,
Vadodara, Gujarat, India www.contempclindent.org
13. Corticosteroids as adjuvant to antiviral treatment in Ramsay Hunt
Syndrome (herpes zoster oticus with facial palsy) in adult (Review)
http://www.thecochranelibrary.com
14. Pediatric
Clinical
Support

Ramsay

Hunt

Syndrome

http://www.biomedicentral.com/1756-0500/6/337

18

15. Prognostic Factors inherpes Zoster Oticus (Ramsay Hunt Syndrome) The
University of Sydney; and Royal Prince Alfred Hospital, Sydney, Australia.
Otology & Neurotology, Inc. Unauthorized reproduction of this arthicle is
prohibited

19

Anda mungkin juga menyukai