Oleh :
Cintya Andriani
Lieka Nugrahi Jaslindo
1010311017
1010312032
Preseptor :
dr. Bestari Jaka Budiman, Sp.THT-KL(K)
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi pada sebagian atau seluruh bagian
dari mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid yang
timbul mendadak, dan menimbulkan gejala sesuai dengan stadium penyakit. Prevalensi
kejadian OMA banyak diderita oleh anak-anak maupun bayi dibandingkan pada
orang dewasa muda maupun dewasa tua. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh
karena bentuk anatomi dari tuba Eustachius yang lebih pendek, lebar dan letaknya agak
horizontal. Pada anak-anak makin sering menderita infeksi saluran napas atas (ISPA) baik
yang disebabkan oleh virus maupun bakteri, maka makin besar pula kemungkinan
terjadinya OMA disamping oleh karena sistem imunitas anak yang belum berkembang
secara sempurna. Pada orang dewasa OMA meskipun jarang, OMA dapat ditemukan pada
pasien yang mengalami infeksi saluran napas sebelumnya, dan pada kasus OMA
unilateral dapat dicurigai adanya keterlibatan karsinoma nasofaring1,2,3.
Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran
pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1 thn sekitar
62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan
75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir
setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih.1,4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga
yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap debu dan
mencegah infeksi1.
2.1.2 Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
-
Batas luar
: Membran timpani
Batas depan
: Tuba eustachius
Batas bawah
Batas belakang
Batas atas
Batas dalam
daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang
menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam
telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah1.
Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius (tuba
auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi membrane
tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika menelan makanan.
Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk
mencegah pecahnya membran timpani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka
dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan
tekanan yang sama antara permukaan dalam dan permukaan luar membran timpani1.
2.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap.Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah
atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar
skala vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar
skala media adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel
rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti1.
2.2 Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah
diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga
perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris
dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis1,4.
Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif,
sedangkan ganggan telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural, yang terbagi atas tuli
koklea dan tuli retrokoklea. Sumbatan Tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga
tengah dan akan terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugularis berupa aneurisma
akan menyebabkan telinga berbunyi sesuai dengan denyut jantung1.
2.3 Definisi
Otitis media adalah suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah.
Otitis media akut didefinisikan bila proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara
cepat dan singkat (dalam waktu kurang dari 3 minggu) yang disertai dengan gejala lokal dan
sistemik2.
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring.
Secara fisiologis terdapat mikroorganisme pencegahan masukunya mikroba ke dalam telinga
tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibodi1,3.
2.4 Etiologi
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 6575% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap
kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non- patogenik karena
tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media
tersering adalah Streptococcus pneumonia (50%), diikuti oleh Haemophilus influenza (20%)
dan Moraxella catarhalis (10%). 3 Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak
ditemukan pada anak dan neonatus yangmenjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus
influenza sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang
dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak3,6.
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anakanak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-
40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan
membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal,
meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu
mekanisme farmakokinetiknya4.
2.5 Patofisiologi
Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan tubuh. Sumbatan
pada tuba Eustachius merupakan faktor utama penyebab terjadinya penyakit ini. Dengan
terganggunya fungsi tuba Eustachius, terganggu pula pencegahan invasi kuman ke dalam
telinga tengah sehingga kuman masuk dan terjadi peradangan. Gangguan fungsi tuba
Eustachius ini menyebabkan terjadinya tekanan negatif di telingah tengah, yang
menyebabkan transudasi cairan hingga supurasi. Pencetus terjadinya OMA adalah infeksi
saluran pernafasan atas (ISPA).
Makin sering anak-anak terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya OMA.
Pada bayi dan anak terjadinya OMA dipermudah karena: 1. morfologi tuba eustachius yang
pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal; 2. sistem kekebalan tubuh masih dalam
perkembangan; 3. adenoid pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa dan sering
terinfeksi sehingga infeksi dapat menyebar ke telinga tengah. Beberapa faktor lain mungkin
juga berhubungan dengan terjadinya penyakit telinga tengah, seperti alergi, disfungsi siliar,
penyakit hidung dan/atau sinus, dan kelainan sistem imun2,3.
Pada dewasa terjadinya otitis media akut lebih disebabkan oleh adanya faktor resiko
berupa adanya infeksi saluran nafas sebelum gejala pada telinga. Selain itu juga dapat
disebabkan paparan lingkungan seperti asap rokok, alergen dan iritan yang menyebabkan
gangguan pada tuba eustachius. Gejala yang menonjol pada dewasa adalah adanya nyeri pada
telinga yang dapat disertai demam atau tidak5,6.
2.6 Epidimiologi
Otitis Media pada dewasa jarang terjadi 1. Hanya sedikit informasi dan publikasi
tentang manajemen infeksi telinga tengah pada dewasa. Selain dikaitkan dengan infeksi pada
hidung sebelumnya, dapat dikaitkan pula dengan infeksi yang lama pada telinga tengah. Pada
infeksi telinga tengah yang menetap, perlu dicurigai adanya underlying disease seperti
Carsinoma Nasofaring. Infeksi akut dapat disebabkan adanya infeksi virus sebelumnya yang
masuk akibat disfungsi dari tuba. Pasien-pasien ini harus dievaluasi lebih kurang enam
minggu untuk melihat apakah terjadi resolusi atau tidak. Timpanometri dan audiometri
diperlukan juga selain perujukan kebagian THT untuk evaluasi lebih lanjut jika tidak terjadi
perbaikan dalam enam minggu5,6.
2.7 Stadium
OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada
perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium
hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium
resolusi1,4.
yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran
mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses
hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani.
Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari.
tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi
kuman rendah. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap,
dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul. Otitis media supuratif
akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi
jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani1,2.
2.8 Manifestasi Klinis
Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) tergantung dari stadium penyakit dan
umur penderita. Gejala stadium supurasi berupa demam tinggi dan suhu tubuh menurun pada
stadium perforasi. Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) berdasarkan umur
penderita, yaitu1,2:
a) Bayi dan anak kecil
Gejala: demam tinggi bisa sampai 39C merupakan tanda khas, sulit tidur, tiba-tiba
menjerit saat tidur, mencret, kejang-kejang, dan kadang-kadang anak memegang
telinga yang sakit
b) Anak yang sudah bisa bicara
Gejala: biasanya rasa nyeri dalam telinga, suhu tubuh tinggi, dan riwayat batuk pilek
sebelumya
c) Anak lebih besar dan orang dewasa
Gejala: rasa nyeri dan gangguan pendengaran (rasa penuh dan pendengaran
berkurang)
2.9 Diagnosis
1. Anamnesis gejala yang didapati pada pasien
2. Pemeriksaan telinga dengan menggunakan lampu kepala
3. Otoskop untuk melihat gambaran membran timpani yang lebih jelas
4. Kultur
sekret
dari
membran
timpani
yang
perforasi
untuk
mengetahui
mikroorganisme penyebab
Diagnosis otitis media akut juga harus memenuhi 3 hal berikut1,2,3:
1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)
2. Ditemukan tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan disuatu rongga tubuh) di telinga
tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu tanda berikut:
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan adanya salah
satu diantara tanda berikut:
2.10 Penatalaksanaan1,2,4
Terapi tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal
ditujukan untuk mengobati infeksi saluran nafas atas, dengan pemberian antibiotik,
dekongestan lokal atau sistemik dan antipiretik.
1.
Stadium oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba eustachiussehingga tekanan negative
Diberikan obat tetes hidung HCL efedrin 0.5% (anak<12tahun) atau HCL efedrin 1 %
dalam larutan fisiologis untuk anak di atas 12 tahun atau dewasa.
Terapi
awal
diberikan
antibiotika
golongan
penisilin
intramuskular
agar
Pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh
sehingga gejala-gejala klinis cepat hilang dan ruptur (perforasi) dapat dihindari.
4.
Stadim perforasi
-
Diberikan obat cuci telinga perhidrol atau H2O2 3% selama 3-5hari serta antibiotika
yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekretakan hilang dan perforasi akan
menutup sendiri dalam 7-10 hari.
5.
Stadium resolusi
-
Antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu bila tidak ada perbaikan membran
timpani, sekret dan perforasi.
harus memberikan terapi untuk mengurangi nyeri tersebut. Penanganan nyeri harus dilakukan
terutama dalam 24 jam pertama onset OMA tanpa memperhatikan penggunaan antibiotik.
Penanganan nyeri telinga pada OMA dapat menggunakan analgetik seperti: asetaminofen,
ibuprofen, preparat topikal seperti benzokain, naturopathic agent, homeopathic agent,
analgetik narkotik dengan kodein atau analog, dan timpanostomi / miringotomi.
Di bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang pada penderita OMA khususnya
stadium presupurasi dan supurasi diberikan analgetik karena pada stadium ini umumnya
penderita merasakan nyeri pada telinga. Pada stadium supurasi bila membran timpani
menonjol dan masih utuh dianjurkan untuk melakukan miringotomi.
Antihistamin dapat membantu mengurangi gejala pada pasien dengan alergi hidung.
Dekongestan oral berguna untuk mengurangi sumbatan hidung. Tetapi baik antihistamin
maupun dekongestan tidak memperbaiki penyembuhan atau meminimalisir komplikasi dari
OMA, sehingga tidak rutin direkomendasikan.
Manfaat pemberian kortikosteroid pada OMA juga masih kontroversi. Dasar
pemikiran untuk menggunakan kortikosteroid dan antihistamin adalah obat tersebut dapat
biasanya sembuh dengan cepat (dalam 24-48 jam), prosedur ini sering diikuti dengan
pemasangan tabung timpanostomi untuk ventilasi ruang telinga tengah.Indikasi untuk
miringotomi adalah terdapatnya komplikasi supuratif, otalgia berat, gagal dengan terapi
antibiotik, pasien imunokompromise, neonatus, dan pasien yang dirawat di unit perawatan
intensif. Di bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang, miringotomi dapat dilakukan pada
OMA stadium supurasi dengan membran timpani yang menonjol dan masih utuh untuk
mencegah perforasi2.
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah komplikasi infra temporal dan intra kranial.
Secara epidemiologi terjadi pada 1 dari 300.000 kasus pertahun.Komplikasi infratemporal
meliputi mastoiditis, kelumpuhan saraf fasialis, dan otitis media kronik. Sementara
komplikasi intrakranial yang dapat terjadi adalah meningitis, ensefalitis, abses otak, abses
subaraknoid dan abses subdura6.
BAB III
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. WH
Umur
: 36 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Supir
ANAMNESIS
Seorang pasien laki-laki berusia 36 tahun datang ke Poli THT RSUP Dr. M. Djamil Padang
pada tanggal 1 Desember 2014 dengan:
Keluhan Utama : Keluar cairan dari telinga sebelah kiri sejak 2 hari yang lalu
Keluhan tambahan : Tidak ada
Riwayat penyakit sekarang :
Keluar cairan dari telinga sebelah kiri sejak 2 hari yang lalu, cairan berwarna
kekuningan, 2 hari yang lalu cairan bercampur darah, sekarang sudah tidak bercampur
darah lagi
Awalnya pasien mengeluhkan hidung berair sejak 2 minggu yang lalu, cairan
berwarna bening dan agak kental, darah (-), sekarang keluhan hidung berair sudah
tidak ada lagi
Demam (+) 4 hari yang lalu, demam tidak tinggi, tidak naik turun, dan tidak disertai
berkeringat di malam hari, sekarang sudah tidak demam lagi
Telinga terasa penuh dan nyeri 4 yang lalu, dan pasien sering meniup dengan keras
dari hidung sambil hidung dipencet dan mulut ditutup untuk mengurangi keluhan
telinga terasa penuh. Sekarang keluhan telinga terasa penuh dan nyeri sudah
berkurang
Pasien mengeluh terjadi penurunan pendengaran sejak keluar cairan dari telinga
sebelah kiri
Riwayat telinga berdenging (+)
Riwayat telinga berair sebelumnya (-)
Riwayat trauma pada telinga (-)
Nyeri pada dahi dan wajah (-)
Nyeri tenggorok (-)
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
Riwayat bersin-bersin pagi hari (-), karena debu, bulu binatang atau makanan (-),
riwayat asma bronkial (-)
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama
Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi dan kebiasaan :
Pasien seorang supir, sehari-hari tinggal bersama istri, riwayat merokok (+) 1 bungkus
perhari
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
: Composmentis cooperative
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Frekuensi nadi
: 72 x/menit
Frekuensi nafas
: 20 x/menit
Suhu
: 37,3 0C
Pemeriksaan Sistemik
Kepala
Mata: Konjungtiva
: anemis (-)
Sklera
: ikterik (-)
Toraks: Jantung
Paru
Abdomen
Ekstremitas
Kelainan
Kelainan
Dekstra
Tidak ada
Sinistra
Tidak ada
Kongenital
Trauma
Radang
Kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Cukup lapang
Tidak ada
Tidak ada
Metabolik
Nyeri Tarik
Nyeri Tekan Tragus
Liang dan Dinding Cukup Lapang
Sempit
Telinga
Hiperemis
Edema
Massa
Sekret/Serumen
Bau
Warna
Jumlah
Jenis
Membran Timpani
Utuh
Warna
Refleks Cahaya
Bulging
Retraksi
Atrofi
Perforasi
Jumlah Perforasi
Jenis
Kuadran
Pinggir
Gambar Membran
Timpani
Mastoid
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kekuningan
Sedikit
Kering
Putih mutiara
Positif
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sempit
Hiperemis
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Coklat kekuningan
Banyak
Basah
Suram
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Sentral
Tidak rata
Tanda Radang
Fistel
Sikatrik
Nyeri tekan
Nyeri Ketok
Rinne
Schwabach
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Positif
Sama dengan
Weber
pemeriksa
Lateralisasi kearah
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Negatif
Memanjang
Kesimpulan
yang sakit
Tuli konduktif
telinga kiri
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Audiometri
Timpanometri
Hidung
Pemeriksaan
Hidung Luar
Kelainan
Deformitas
Kelainan Kongenital
Trauma
Radang
Massa
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Dekstra
Tidak ada
Sinistra
Tidak ada
Sinus Paranasal
Pemeriksaan
Nyeri tekan
Rinoskopi Anterior
Vestibulum
Septum
Vibrise
Radang
Cukup lapang
Sempit
Lapang
Lokasi
Jenis
Jumlah
Bau
Ukuran
Warna
Permukaan
Edema
Ukuran
Warna
Permukaan
Edema
Cukup
lurus/
Massa
deviasi
Permukaan
Warna
Spina
Krista
Abses
Perforasi
Lokasi
Cavum nasi
Secret
Konka inferior
Konka media
Ada
Tidak ada
Cukup lapang
Ada
Tidak ada
Cukup lapang
Tidak ada
Tidak ada
Eutrofi
Merah muda
Licin
Tidak ada
Eutrofi
Merah muda
Licin
Tidak ada
Cukup lurus
Eutrofi
Merah muda
Licin
Tidak ada
Eutrofi
Merah muda
Licin
Tidak ada
Cukup lurus
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Bentuk
Ukuran
Permukaan
Warna
Konsistensi
Mudah Digoyang
Pengaruh
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Vasokonstriktor
Gambar Rinoskopi
Anterior
Rinoskopi Posterior (Nasofaring)
Pemeriksaan
Kelainan
Cukup lapang (N)
Sempit
Lapang
Warna
Edema
Jaringan granulasi
Ukuran
Warna
Permukaan
Edema
Ada/tidak
Tertutup secret
Edema mukosa
Lokasi
Ukuran
Bentuk
Permukaan
Ada/tidak
Jenis
Koana
Mukosa
Konka inferior
Adenoid
Muara tuba eustachius
Massa
Dekstra
Cukup lapang
Sinistra
Cukup lapang
Merah muda
Tidak ada
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Eutrofi
Tidak ada
Eutrofi
Merah muda
Merah muda
Licin
Tidak ada
Tidak dapat dinilai
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Licin
Tidak ada
Tidak dapat dinilai
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Gambar
Kelainan
Edema
Bifida
Simetri/tidak
Warna
Dekstra
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Simetris
Merah muda
Sinistra
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Simetris
Merah muda
+Arkus Faring
Dinding faring
Tonsil
Peritonsil
Tumor
Gigi
Lidah
Bercak/eksudat
Warna
Permukaan
Ukuran
Warna
Permukaan
Muara kripti
Detritus
Eksudat
Warna
Edema
Abses
Lokasi
Bentuk
Ukuran
Permukaan
Konsistensi
Karier/Radiks
Kesan
Warna
Bentuk
Deviasi
Massa
Tidak ada
Merah auda
Tidak bergranul
T1
Merah muda
Licin
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Higiene mulut baik
Merah muda
Tidak ada kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Merah muda
Tidak bergranul
T1
Merah muda
Licin
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Higiene mulut baik
Merah muda
Tidak ada kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Dekstra
Sinistra
Bentuk
Kubah
Kubah
Warna
Merah muda
Merah muda
Edema
Tidak ada
Tidak ada
Pinggir rata/tidak
Rata
Rata
Massa
Tidak ada
Tidak ada
Warna
Merah muda
Merah muda
Edema
Massa
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Gerakan
Simetris
Simetris
Warna
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Edema
Tidak ada
Tidak ada
Massa
Tidak ada
Tidak ada
Warna
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Gambar orofaring
Laringoskopi Indirek
Pemeriksaan
Kelainan
Epiglottis
Aritenoid
Ventrikular Band
Plika Vokalis
Gerakan
Pinggir medial
Subglotis/trakhea
Sinus piriformis
Valekule
Massa
Massa
Tidak ada
Tidak ada
Sekret ada/tidak
Massa
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sekret
Tidak ada
Tidak ada
Massa
Tidak ada
Tidak ada
Sekret (jenisnya)
Tidak ada
Tidak ada
Gambar
Pemeriksaan laboratorium: -
RESUME
1.
Anamnesis
-
Keluar cairan dari telinga sebelah kiri sejak 2 hari yang lalu, cairan berwarna
2.
terasa penuh
penurunan pendengaran (+)
riwayat trauma pada telinga tidak ada
riwayat telinga berair sebelumnya tidak ada
Pemeriksaan fisik
-
Telinga kiri: membran timpani perforasi sentral pinggir tidak rata, reflek cahaya (-),
sekret kuning kecoklatan jumlah banyak
3.
Diagnosis Utama
4. Diagnosis Tambahan
:-
5. Diagnosis Banding
:-
6. Pemeriksaan Anjuran
7. Terapi
-
H2O2 3% 3 tetes, 2 kali sehari, diberikan selama 5 hari pada telinga kiri
Tarivid (Ofloksasin) 3 tetes, 2 kali sehari, diberikan selama 7 hari pada telinga kiri
Amoksisilin tab 500mg, 3 kali sehari 1 tablet, diberikan selama 7 hari
8. Terapi Anjuran
:-
9. Prognosis
-
quo ad vitam
quo ad sanam
: Bonam
: Dubia ad bonam
10. Nasehat
-
DISKUSI
DAFTAR PUSTAKA
Jhon.
2014.
Acute
otitid
media
diakses
http://emedicine.medscape.com/article/859316-overview#aw2aab6b2b4aa
pada
Desember
2014
4. Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of
Pediatrics. 18th ed. USA: Saunders Elsevier
5. Heather L, Burrows. 2013. Otitis Media. Guidelines for Clinical Care. University of
Michigan
Health
System
diunduh
dari
Jhon.
2014.
Acute
otitid
media
diakses
http://emedicine.medscape.com/article/859316-overview#aw2aab6b2b4aa
2014
pada
Desember