PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis
kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar
seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang
menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-coklatan yang
dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap debu
dan mencegah infeksi.1
4
yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-
depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk
menyatakan letak perforasi membrane timpani1.
Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang
tersusun dari luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang
pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus
maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan
inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang
berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian.1
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak
pada lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang
berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat
pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara. maleus,
inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng. Pada pars flaksida
terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum,
yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.
Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan
daerah nasofaring dengan telinga tengah1.
5
Gambar 2: Membran Timpani3
Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran
eustachius (tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan
tekanan antara kedua sisi membrane tympani. Tuba auditiva akan
membuka ketika mulut menganga atau ketika menelan makanan. Ketika
terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan usaha yang
baik untuk mencegah pecahnya membran tympani. Karena ketika mulut
terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba
auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama
antara permukaan dalam dan permukaan luar membran tympani1.
6
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas,
skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis)
diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan
skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai
membrane vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media
adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti1.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang
disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut
yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang
membentuk organ corti1.
a. Koklea
Bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang
pada manusia panjangnya 35mm. koklea bagian tulang membentuk
2,5 kali putaran yang mengelilingi sumbunya. Sumbu ini dinamakan
modiolus, yang terdiri dari pembuluh darah dan saraf. Ruang di
dalam koklea bagian tulang dibagi dua oleh dinding (septum).
Bagian dalam dari septum ini terdiri dari lamina spiralis ossea.
Bagian luarnya terdiri dari anyaman penyambung, lamina spiralis
membranasea. Ruang yang mengandung perilimf ini dibagi menjadi:
skala vestibule (bagian atas) dan skala timpani (bagian bawah).
Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea. Tempat ini dinamakan
helicotrema. Skala vestibule bermula pada fenestra ovale dan skala
7
timpani berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari pertemuan
antara lamina spiralis membranasea kearah perifer atas, terdapat
membrane yang dinamakan membrane reissner1.
Pada pertemuan kedua lamina ini, terbentuk saluran yang
dibatasi oleh:
1. membrane reissner bagian atas
2. lamina spiralis membranasea bagian bawah
3. dinding luar koklea
Saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian
membrane yang berisi endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan
ligamentum spiralis.disini, terdapat stria vaskularis, tempat
terbentuknya endolimf1.
Gambar 4: Koklea
Didalam lamina membranasea terdapat 20.000 serabut saraf.
Pada membarana basilaris (lamina spiralis membranasea) terdapat
alat korti. Lebarnya membrane basilaris dari basis koklea sampai
keatas bertambah dan lamina spiralis ossea berkurang. Nada dengan
frekuensi tinggi berpengaruh pada basis koklea. Sebaliknya nada
rendah berpengaruh dibagian atas (ujung) dari koklea1.
8
Gambar 5: Organ korti4
b. Vestibulum
Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis
semisirkularis yang juga berisi perilimf. Pada vestibulum bagian
depan, terdapat lubang (foramen ovale) yang berhubungan dengan
membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot plate) dari
stapes. Di dalam vestibulum, terdapat gelembung-gelembung bagian
membrane sakkulus dan utrikulus. Gelembung-gelembung sakkulus
dan utrikulus berhubungan satu sama lain dengan perantaraan duktus
utrikulosakkularis, yang bercabang melalui duktus endolimfatikus
yang berakhir pada suatu lilpatan dari duramater, yang terletak pada
9
bagian belakang os piramidalis. Lipatan ini dinamakan sakkus
endolimfatikus. Saluran ini buntu1.
Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi
oleh sel-sel penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus,
terdapat macula sakkuli. Sedangkan pada utrikulus, dinamakan
macula utrikuli1.
c. Canalis Semisirkularisanlis
Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis
yang tegak lurus satu sama lain. didalam kanalis tulang, terdapat
kanalis bagian membran yang terbenam dalam perilimf. Kanalis
semisirkularis horizontal berbatasan dengan antrum mastoideum dan
tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis horizontalis
(lateralis) 1.
Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan
fossa crania media dan tampak pada permukaan atas os petrosus
sebagai tonjolan, eminentia arkuata. Kanalis semisirkularis posterior
tegak lurus dengan kanalis semi sirkularis superior. Kedua ujung
yang tidak melebar dari kedua kanalis semisirkularis yang letaknya
vertikal bersatu dan bermuara pada vestibulum sebagai krus
komunis1.
Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam
kanalis semisirkularis ossea. Diantara kedua kanalis ini terdapat
ruang berisi perilimf. Didalam kanalis semisirkularis membranasea
terdapat endolimf. Pada tempat melebarnya kanalis semisirkularis ini
terdapat sel-sel persepsi. Bagian ini dinamakan ampulla1.
Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang
letaknya pada Krista ampularis yang menempati 1/3 dari lumen
ampulla. Rambut-rambut dari sel persepsi ini mengenai organ yang
dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang mencapai atap dari
ampulla sehingga dapat menutup seluruh ampulla1
10
2.1.4 Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh
daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau
tulang kekoklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani
diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang
akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi
getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule
bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran
basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik
yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga
kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan
sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis3.
11
2.2 Otitis Media Akut
2.2.1 Definisi
Otitis media adalah proses peradangan yang terjadi pada sebagian
atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan
sel-sel mastoid. OMA dibagi menjadi beberapa stadium, yaitu oklusi tuba,
hiperemis, perforasi, supuratif dan resolusi. Otitis media ialah peradangan
sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum
mastoid, dan sel mastoid.
OMA terjadi karena faktor pertahanan tubuh terganggu. Sumbatan
tuba eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media.
Karena fungsi tuba eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke
dalam telinga tengah juga terganggu sehingga kuman masuk kedalam
telinga tengah dan terjadi peradangan.
2.2.2 Epidemiologi6
Studi di Amerika melaporkan prevalensi terjadinya OMA sekitar
17-20% 2 tahun pertama kehidupan.
Sebelum mencapai usia 3 tahun, 80% bayi sudah pernah setidaknya
mengalami satu episode otitis media akut dan hampir 50% pernah
mengalami setidaknya tiga atau lebih episode. Insidensi mulai berkurang
ketika melewati usia 6 tahun. Bayi dan anak-anak memiliki faktor risiko
yang lebih tinggi mengalami penyakit ini dan puncaknya pada usia 6-36
bulan. Alasan mengapa banyak terjadi pada usia tersebut dikarenakan
belum matangnya sistem imun, tuba eustachius lebih pendek dan lebih
datar dan juga kaya akan folikel limfoid dan adenoid di daerah nasofaring.
2.2.3 Etiologi8
1. Terpapar asap rokok. Orang tua anak yang merokok merupakan faktor
risiko dari otitis media.
2. Infeksi saluran nafas atas (rhinitis, nasofaringitis). Rhinitis dan
nasofaringitis biasanya dapat menyebabkan infeksi melalui
penyebaran kuman patogenik dari nasofaring ke telinga tengah
12
melalui tuba eustachius. Kehadiran infeksi virus terbukti
meningkatkan adhesi bakteri di dalam aringan nasofaringeal.
3. Tempat penitipan anak. Terdapat peningkatan signifikan dari angka
kejadian otitis media akut pada anak-anak yang berada di tempat
penitipan anak sehari-harinya.
4. Kecenderungan keluarga : termasuk rhinitis alergi, asma, alergi susu
sapi, penyakit atopik dan riwayat otitis media pada orang tua.
Patogenesis yang paling diterima yaitu penyakit tersebut
menyebabkan hipertrofi jaringan limfoid nasofaringeal dan adenoid
yang secara mekanis memblok tuba eustachius dan menyebabkan
disfungsi tuba eustachius dan berakhir menjadi otitis media.
5. Kurang lama dalam pemberian ASI dan pemberian susu botol. ASI
diketahui menurunkan insiden dari infeksi respiratori. ASI juga
mencegah kolonisasi patogen otitis melalui antibodi IgA selektif; dan
menurunkan jumlah sekresi terkontaminasi yang masuk ke telinga
tengah.
6. Penggunaan dot dan suka menggigit jari. (risk ratio = 1.24; 95% CI,
1.06 – 1.46; p = 0.008).
7. Keadaan rumah yang terlalu padat menyebabkan penyebaran kuman
infeksi lebih mudah.
8. Campak, pertusis, TBC dan imunosupresi. Anak-anak dengan
imunodefisiensi sejak lahir ataupun didapat memiliki kerusakan pada
fungsi fagosit ataupun sistem humoral. Infeksi dari traktus respirasi
termasuk otitis media biasanya dihubungkan dengan defek pada fungsi
kemotaksis, fagositosis atau pembunuhan kuman.
9. Sumbing langit-langit, Down sindrom dan defek lain pada kraniofasial
memiliki inisiden lebih tinggi mengalami disfungsi tuba Eustachius
dan otitis media dengan efusi.
13
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai
oleh retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani
negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi
membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal,
refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba
Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran
timpani kadangkadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya
berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat
dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media
serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada
stadium ini.5
14
cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara
yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua
belas jam sampai dengan satu hari5
3. Stadium Supurasi
2.2.5 Patogenensis
Otitis media akut sering diawali oleh infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa
saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba eustachius. Tuba
eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada
telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan
menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke
dalam telinga tengah melalui tuba eustachius. Mukosa telinga tengah
bergantung pada tuba eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang
berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba,
akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke
dalam telinga tengah. Bila tuba eustachius tersumbat, drainase telinga
tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di
telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret.
Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-
mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba
eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan
adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imun pasien terhadap
infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi
lokal, pendengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang-
tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran.
Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran
timpani akibat tekanannya yang meninggi.
17
spesifik dan mungkin terdapat iritabilitas, susah tidur, menjerit, anoreksia,
muntah, demam dan terkadang kejang. Menarik dan menggaruk telinga
terus-menerus merupakan tanda secara tidak langsung dari OMSA.
Persiapan pasien :
1) Meminta pasien untuk duduk tegak lurus dengan kepala
condong ke depan
18
2) Untuk melihat telinga kiri, kepala pasien harus diputar ke kanan
dan sebaliknya
3) Teknik pemeriksaa telinga dengan menggunakan Otoskopi
4) Jari I dan II tangan kiri memegang daun telinga yang akan
diperiksa
5) Pemeriksa memegang otoskop dengan tangan kanan
Melakukan pemeriksaan telinga kanan dan kiri secra bergantian
melihat membrana tympani
2.2.8 Tatalaksana
Pengobatan OMSA tergantung pada stadium penyakit.
Stadium oklusi
Pada stadium oklusi pengobatan terutama bertujuan untuk
membuka tuba eustachius, sehingga tekanan negatif tengah hilang.
Untuk itu diberikan obat tetes hidung, HCl efedrin 0,5% dalam
larutan fisiologik (anak <12 tahun) atau HCl efedrin 1 % dalam
19
larutan fisiologik untuk yang berumur diatas 12 tahun dan pada
orang dewasa. Selain itu sumber infeksi harus diobati antibiotik
diberikan apabila penyebab penyakit adalah kuman bukan virus
atau alergi.
Stadium presupurasi
Terapi pada stadium presupuratif ialah antibiotika, obat tetes
hidung dan analgetika. Antibiotik yang dianjurkan ialah dari
golongan penisilin dan ampisilin. Terapi awal diberikan penisilin
intramuskular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat didalam
darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.
Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila
pasien alergi terhadap penisilin maka diberikan eritromisin. Pada
anak ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kg BB per hari,
dibari dalam 4 dosis atau amoksilin 40 mg/kg BB/hari dibagi
dalam 3 dosis atau eritromisin 40 mg/kg BB/hari.
Stadium supurasi
Pada stadium supuratif selain diberikan antibiotika idealnya harus
disertai dengan miringotomi bila membran timpani masih utuh.
Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan
ruptur dapat dihindari.
Stadium perforasi
Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan
kadang terlihat sekret keluar secara berdenyut (pulsasi).
Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3%
selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret
akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-
10 hari.
Stadium resolusi
Pada stadium resolusi maka membran timpani berangsur normal
kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani
menutup.
20
Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir
diliang telinga luar melalui perforasi dimembran timpani. Kadang ini
dapat disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah.
Pada keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.
Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap banyak,
kemungkinan telah terjadi mastoiditis.
Bila OMSA berlanjut dengan keluarnyA sekret dari telinga tengah
lebih dari 3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif
subkutan. Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu
setengah bulan atau dua bulan, maka keadaan ini disebut media
supuratif kronis. Pada pengobatan OMSA terdapat beberapa faktor
risiko yang dapat menyebabkan kegagalan terapi. Risiko tersebut
digolongkan menjadi risiko tinggi kegagalan terapi dan risiko rendah.
21
merupakan bentuk ganas. Otitis eksterna akut dapat muncul sekali atau
mungkin terjadikekambuhan, hal ini menyebabkan nyeri denganaural
discharge dan berkaitandengan gangguan pendengaran.4
Otitis eksterna akut adalah peradangan pada kanalis auditorius
eksternal yang disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur dan virus. Kondisi
ini ditandai dengan nyeri, nyeri tekan, kemerahan, dan pembengkakan
pada saluran telinga eksternal dan terkadang ada eksudat purulen. Otitis
eksterna akut dikaitkan dengan paparan air (kegiatan rekreasi air, mandi,
dan berkeringat berlebihan), trauma lokal, keadaan yang hangat dan
lingkungan lembab.4,5
Otitis eksterna terbagi menjadi 2 yaitu otitis eksterna akut dan
otitis eksterna Akronik/ Maligna.Sedangkan Otitis eksterna akut terbagi
lagi menjadi 2 yaitu otitis eksternasirkumkripta (Furunkel) dan otitis
eksterna difusa. Otitis eksterna sirkumkriptamerupakan otitis eksterna
yang terjadi akibat infeksi folikel rambut dan peradangan folikel rambut
pada 1/3 luar MAE (pars Cartilagenous) tipefurunkel. Adapun gejalanya
berupa nyeri pada telinga, terasa tersumbat dansekret serous.
2.3.2 Etiologi
Penyebab otitis eksterna yang tersering adalah Staphylococcus aureus,
Staphylococcus albus. Faktor lainnya adalah maserasi kulit liang telinga
akibat sering berenang atau mandi dengan shower, trauma reaksi terhadap
benda asing, dan akumulasi serumen. Sering terjadi superi nfeksioleh bakteri
piogenik (terutama Pseudomonasatau staohylococcus) dan jamur.6
2.3.4 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:8
22
1. Anamnesa: dari anamnesa dapat ditanyakan gejala dan tanda yang
dirasakan penderita.
2. Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan liang telinga, pada inspeksi tampak
liang telinga kemerahan, edema. Rasa nyeri juga dijumpai terutama saat
menggerakkan rahang (mengunyah), menekan tragus dan menggerakkan
daun telinga.8
1) Adanya inflamasi, hiperemis, edema yang terlihat pada liang telinga
luar dan jaringan lunak periaurikuler.
2) Nyeri yang hebat, yang ditandai adanya kekakuan pada jaringan
lunak pada ramus mandibula dan mastoid.
3) Nervus kranialis harus (V-XII) diperiksa.
4) Status menteal harus diperiksa. Gangguan status mental dapat
menunjukkan komplikasi intracranial.
5) Membran timpani biasanya intak.
2.3. 5 Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip penatalaksanaan yang dapat diterapkan pada semua tipe
otitis eksterna antara lain:
1. Membersihkan liang telinga dengan pengisap atau kapas dengan berhati-
hati.
2. Penilaian terhadap sekret, edema dinding kanalis, dan membrana timpani
bilamana mungkin keputusan apakah akan menggunakan sumbu untuk
mengoleskan obat.
3. Pemilihan Pengobatan Lokal.
Otitis eksterna sirkumskripta harus diterapi sejak dini untuk
mengurangi edema yang menutupi lumen kanal dengan cara
memasukkan kapas yang berisi obat. Tampon berukuran kecil yang baik
digunakan, karena ujung tampon tidak mendesak dan menekan lumen
kanal. Tampon dimasukkan secara perlahan yang sebelumnya dibasah
iobat. Pasien diinstruksikan untuk mengaplikasikan obat cair
menggunakan kapas sekali atau dua kali sehari. Selama 48 jam tampon
diletakkan di kanal untuk melebarkan ukuran lumen. Kemudian obat
dapat diaplikasikan langsung ke dalam kanal.1,2,8
23
Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar linga telinga tetap
bersihdan kering dan melindunginya dari trauma. Kotoran harus
dibersihkandengan dari liang telinga dengan irigasi secara lembut.
Antibiotik topikal yang dikombinasikan dengan kortikosteroid dalam
bentuk tetes telinga sangat penting. Berikan antibiotika sistemik
(biasanya penisilin) dalam dosis penuh dalam 10 hari jika terdapat tanda-
tanda penyebaran infeksi di luar kulit liang telinga (demam, adenopati,
atau selulitis daun telinga). Kalau dinding furunkel tebal dapat dilakukan
insisi, kemudian dipasang salir (drain) untuk mengalirkan nanahnya.
Selama fase akut, hindari berenang bila memungkinkan.5
Untuk mengurangi respon inflamasi, alkohol 70% dapat ditambah
kan untuk menjaga kanal tetap bersih dan kering. Pasien disarankan
menggunakan ini setelah telinganya kemasukan air. Antibiotik tetes tidak
boleh digunakan lebih dari 2-3 minggu karena berisiko terjadi dermatitis
kontak. Pasien harus diberitahu untuk kembali apabila telinga mulai
terasa gatal, jangan sampai menunggu terjadinya infeksi yang lebih
parah.6
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identifikasi
Nama : Tn. P.S
24
Umur : 29 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Dok V
Agama : Kristen Protestan
Bangsa : Indonesia
Kunjungan ke RS : 13 Desember 2023
No. RM : 51.92.61
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri telinga kiri sejak ± 6 jam yang lalu sebelum datang ke poli THT
Riwayat Pengobatan
25
Riwayat pengobatan disangkal.
b. Status Lokalis
Telinga
Telinga Kanan Kiri
I. TelingaLuar
Regio Retroaurikula
26
- Abses - -
- Sikatrik - -
- Pembengkakan - -
- Fistula - -
- Jaringan Granulasi - -
Regio Zigomatikus
- Kista Brankial Klep - -
- Fistula - -
- Lobulus Aksesorius - -
Aurikula
- Mikrotia - -
- Efusi Perikondrium - -
- Keloid - -
- Nyeri tarik aurikula - +
- Nyeri tekan tragus - +
Meatus Akustikus Eksternus
- Lapang/sempit Lapang Lapang
- Odeme - +
- Hiperemis - +
- Pembengkakan - +
- Erosi - -
- Krusta - -
- Sekret - +
(serous/seromukous/mukopus/pus)
- Perdarahan - -
- Bekuan darah - -
- Cerumen plug - +
- Epithelial plug - -
- Jaringan Granulasi - -
- Debris - -
- Benda asing - -
- Sagging - -
27
- Exostosis - -
II. Membran timpani
- Warna
(putih/suram/hiperemis/hematoma) Putih Hiperemis
- Bentuk (oval/bulat) Bulat Bulat
- Refleks cahaya - -
- Retraksi - +
- Bulging - -
- Bulla - -
- Rupture - -
- Perforasi - -
(sentral/perifer/marginal/attic)
- Pulsasi - -
- Sekret - +
(serous/seromukous/mukopus/pus) Pus
(kecil/besar/subtotal/total)
- Tulang pendengaran T.A.K T.A.K
- Kolesteatoma - -
- Polip - -
- Jaringan granulasi - -
28
Gambar Telinga Kiri
Hidung
I. Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri
- Tes aliran udara (-) (-)
- Tes penciuman Tidak Tidak
Teh dilakukan dilakukan
Kopi
Tembakau
II. Hidung luar Kanan Kiri
- Dorsum nasi t.a.k t.a.k
- Akar hidung t.a.k t.a.k
- Puncak hidung t.a.k t.a.k
- Sisi hidung t.a.k t.a.k
- Alanasi t.a.k t.a.k
- Deformitas (-) (-)
- Hematoma (-) (-)
- Pembengkakan (-) (-)
- Krepitasi (-) (-)
- Hiperemis (-) (-)
- Erosikulit (-) (-)
- Vulnus (-) (-)
- Ulkus (-) (-)
- Tumor (-) (-)
- Duktus nasolakrimalis Tidak Tidak
(Tersumat/tidaktersumbat) tersumbat tersumbat
III. Hidung Dalam Kanan Kiri
1. Rinoskopi Anterior
a. Vestibulumnasi
- Sikatrik (-) (-)
- Stenosis (-) (-)
30
- Atresia (-) (-)
- Furunkel (-) (-)
- Krustas (-) (-)
- Sekret (-) (-)
(serous/seromukus/mukopus/pus)
b. Kolumela
- Utuh/tidak utuh
- Sikatrik (-) (-)
- Ulkus (-) (-)
c. Cavumnasi (-) (-)
- Luasnya
- Sekret lapang lapang
(serous/seromukus/mukopus/ (-) (-)
Pus)
- Krusta
- Bekuan darah (-) (-)
- Perdarahan (-) (-)
- Benda asing (-) (-)
- Rinolit (-) (-)
- Polip (-) (-)
- Tumor (-) (-)
(lapang/cukup/sempit) (-) (-)
d. Konka Inferior
- Mukosa (erutropi/hipertrofi/atropi) erutropi erutropi
(basah/kering) kering kering
( licin/taklicin) tak licin tak licin
- Warna merah merah
(merahmuda/hiperemis/pucat/livide) muda muda
- Tumor
e. Konka media (-) (-)
- Mukosa (erutropi/hipertropi/atropi)
( basah/kering)
31
(licin/taklicin)
- Warna erutropi erutropi
(merahmuda/hiperemis/pucat/livide) kering kering
- Tumor tak licin tak licin
merah merah
muda muda
f. Konka Superior
- Mukosa (erutropi/hipertropi/atropi)
( basah/kering) (-) (-)
(licin/taklicin)
- Warna
(merahmuda/hiperemis/pucat/livide)
- Tumor eutropi eutropi
g. Meatus medius kering kering
- lapang/sempit tak licin tak licin
- Sekret (serous/seromukus/mukopus/
Pus ) merah merah
- Polip muda muda
- Tumor
h. Meatus inferior
- lapang/sempit (-) (-)
- Sekret (serous/seromukus/mukopus/
Pus) lapang lapang
- Polip (-) (-)
- Tumor
i. Septum nasi
- Mukosa (erutropi/hipertropi/atropi) (-) (-)
( basah/kering) (-) (-)
(licin/tak licin)
- Warna lapang lapang
(merahmuda/hiperemis/pucat/livide) (-) (-)
- Tumor
32
- Deviasi (ringan/sedang/berat)
(kanan/kiri) (-) (-)
(Superior/inferior) (-) (-)
(Anterior/Posterior)
(bentuk C/bentuk S) eutropi eutropi
- Krista kering kering
- Spina tak licin tak licin
- Abses
- Hematoma merah merah
- Perforasi muda muda
- Erosi Septum Anterior
(-) (-)
(-) (-)
(-) (-)
(-) (-)
(-) (-)
(-) (-)
(-) (-)
(-) (-)
(-) (-)
(-) (-)
(-) (-)
33
Gambaran hidung dalam potongan frontal
Tenggorokan
I. Rongga Mulut Kanan Kiri
- Lidahhiperemis/edema/ulkus/ t.a.k t.a.k
fissure
( mikroglosia/makroglosia)
( leukoplakia/gumma)
( papiloma/kista/ulkus) t.a.k t.a.k
- Gusi (hiperemis/edema/ulkus) t.a.k t.a.k
- Bukal (hiperemis/edema)
(vesikel/ulkus/mukolel) t.a.k t.a.k
- Palatum durum
(utuh/terbelah/pistel)
35
(hiperemis/ulkus)
(pembengkakan/abses/tumor) t.a.k t.a.k
(rata/tonus palatinus)
- Kelenjar ludah t.a.k t.a.k
(pembengkakan/litiasisi)
(striktur/ranula)
- Gigi-geligi
(mikrodontia/makrodontia)
(anadontia/supernumeri)
(kalkulus/karies)
36
(lekat/tidak)
(kriptalebar/tidak)
(detritus/membrane)
(hiperemis/edema)
(ulkus/tumor)
3.7. Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa
Hindari air masuk ke telinga ketika mandi
Jangan melakukan aktivitas yang memungkinkan air masuk ke
telinga seperti berenang, berendam.
37
Pasien harus menjaga agar telinganya selalu kering dan diingatkan
agar tidak menggaruk/membersihkan telinga dengan cotton bud
terlalu sering.
Makan makanan cukup nutrisi dan seimbang
Kontrol secara teratur ke dokter
2. Medikamentosa
Penatalaksanaan OMSA tergantung pada stadium penyakitnya.
Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran
nafas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal lokal atau sistemik
dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk
menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin
terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba eustachius,
menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imun
lokal dan sistemik. Pada stadium hiperemis diberikan analgetik atau anti
nyeri, antibiotik dan obat tetes hidung. Pada stadium ini juga bisa diberikan
obat-obatan dari golongan steroid untuk mengurangi peradangan.
Rhinofed tablet 10 mg
Cefixime 200 mg
Flamar 50 mg
3.8. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
38
BAB IV
PEMBAHASAN
Laporan kasus ini membahas tentang Nn. P.S seorang perempuan berusia
29 tahun, datang ke Poli THT Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura pada tanggal
13 Desember 2023 dengan keluhan nyeri telinga sebelah kiri sejak ± 6 jam
sebelum datang ke poli. Nyeri dirasakan terus menerus dan mengganggu aktivitas
bahkan sampai membuat tidurnya terganggu.
SMRS pasien mengatakan telinga kiri terasa penuh, berdenging, dan
pendengarannya berkurag, terkadang pusing-pusing hingga mual muntah. Pasien
juga mengatakan ia sedang batuk pilek dan dari telinga kirinya keluar cairan
berwarna putih disertai bau ± 1 jam SMRS. Kebiasaan mengorek-ngorek telinga
menggunakan cotton bad diakui oleh pasien.
Pasien mengatakan baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini, dan
sebelumnya belum berobat untuk keluhan sekarang ini. Keluhan yang dirasakan
semakin lama semakin memberat tiap jamnya sehingga pasien datamg ke poli
THT Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura.
Dari hasil anamnesis diatas, rasa nyeri dapar disebabkan reaksi radang
pada telinga tengah. Infeksi pada telinga tengah dengan tanda dan gejala local
maupun sistemik yang disebabkan oleh gangguang pertehanan tubuh pada silia
mukosa tuba eustachius (sumber utama) dan antibody. Mikroba dari nasofaring
dan faring dapat masuk ke telinga tengah menimbulkan radang. Pasien mengaku
sedang pilek. Keadaan ini dapat menyebabkan infeksi tersebut masuk melalui tuba
eustachius ke telinga. Sehingga terjadi proses radang dan merangsang reseptor
nyeri sehingga muncul nyeri akut.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil pada telinga kiri terdapat
nyeri tekan dan nyeri tarik pada tragus serta auricular. Pada meatus austikus
eksternus didapatkan oedem, hiperemis, sekret dan cerumen plug. Pada
pemeriksaan membran timpani tampak perforasi. Letak perforasi sendiri berada di
sentral.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien ini ditegakkan
diagnosis otitis media supuratif akut stadium hiperemis, Hal ini sesuai dengan
39
gejala klinis dan pemeriksaan fisik dari otitis media supuratif akut. Otitis media
adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius,
antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media supuratif akut (OMSA) adalah
infeksi akut telinga tengah dengan perforasi membrane timpani dan secret yang
keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul dalam waktu ± 3
bulan. OMA dengan perforasi membrane timpani dapat menjadi OMSA.
Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi yang tidak
adekuat, virulensi kuman tinggi dan pertahanan tubuh pasien rendah (gizi kurang)
atau higine buruk. Sumbatan tuba eustachi merupakan faktor penyebab utama dari
otitis media. Karena fungsi tuba eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman
ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga
tengah dan terjadi peradangan. Biasanya otitis media suspuratif ditandai dengan
nyeri pada telinga (otalgia), demam, penurunan pendengaran dan sekret purulen
(otorea). Pada otitis media supusratif stadium hiperemis tampak pembuluh darah
yang melebar di membrane timpani atau seluruh memberan tampak hiperemis
serta edem. Secret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang
serosa sehingga sukar terlihat.5
Penatalaksanaan pada kasus sudah sesuai dengan teori yang ada yakni
tergantung pada stadium penyakitnya. Tujuan pengobatan pada otitis media
suspuratif stadium hiperemis adalah antibiotik, obat tetes hidung dan analgetik.
Antibiotik yang dianjurkan ialah Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan
penisilin atau ampisilin. Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar
didapatkan konsentrasi yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi
mastoiditis yang terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan
kekambuhan. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien
alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin. Sehingga pasien di berikan
antibitiotik berupa Cefixime 200 mg. Pasien juga diberi Rhinofed tablet 10 mg
yang berfungsi sebagai dekongestan untuk mengatasi pilek pasien serta Flamar 50
mg yang berfungsi sebagai antipiretik serta menurunkan bengkak pada telinga.
40
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan :
1. Pada kasus diagnosis dan tatalaksana sudah tepat
2. Gejala klinis pada pasien didapatkan telinga kiri nyeri, terasa penuh,
berdenging, pendengaran berkurag, terkadang pusing-pusing hingga mual
muntah. Pada pemeriksaan fisik telinga kiri terdapat nyeri tekan dan nyeri
tarik targus serta auricular. Pada meatus austikus eksternus oedem,
hiperemis, sekret dan cerumen plug. Pada membran timpani tampak
retraksi dan perforasi sentral.
3. Tatalaksana pada kasus yaitu diberikan antibiotik, dekongestan dan
analgetic berupa Cefixime 200 mg, Rhinofed tablet 10 mg, Flamar 50 mg
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Liston, Stephen. 2014. Anatomi Telinga: Dalam Buku Ajar Penyakit THT,
BOIES. Jakarta EGC
2. Diagnosis and management of acute otitis media. Pediatrics. 2004.
3. Anderson, John. 2014. Fisiologi Pendengaran: Dalam Buku Ajar Penyakit
THT, BOIES. Jakarta EGC
4. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.
Jakarta: EGC
5. Djaafar. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
leher. Edisi 6. Jakarta: FKUI.
6. Youngs, Robin. 1993. Chronic Suppurative Otitis Media-Mucosal Disease,
Dalam: Disease of the Ear, 6th ed. London
7. Helmi. 2007. Perjalanan Penyakit dan Gambaran Klinik Otitis Media
Suppuratif Kronik, Pengobatan Non Operatif Otitis Media Supuratif. Jakarta:
Balai Penerbit FK-UI
8. Roeser, RJ., 1996. Audiology Desk Reference, A Guide to the Practice of
Audiology. New York: Thieme
9. Soetirto, Indro. 2007. Audiologi: Dalam Buku Ajaran Ilu kesehatan telinga,
hidung, tenggorokan, kepala, dan leher. Jakarta: FK UI
10. Millis R.P. 1997. Management of Chronic Suppurative Otitis Media, Dalam:
Scott-Brown’s otolaryngology 6th ed, vol.3, Butterworth-Heinemann Ltd.
11. Rastuti. 2007. Komplikasi OSMK: Dalam Buku Ajaran Ilmu kesehatan
telinga, hidung, tenggorokan, kepala, dan leher. Jakarta: FK UI
42