Anda di halaman 1dari 35

MODUL 2

PILEK MENAHUN

A. SKENARIO

Seorang laki-laki berumur 15 tahun datang ke puskesmas dengan riwayat


menderita pilek selama kira-kira 1 tahun. Kadang-kadang pilek ini disertai
lendir pada tenggorokan yang dirasakan berasal dari belakang hidung. Pada
waktu kecil ia sering menderita sesak nafas.
B. KATA SULIT
1. Pilek : Gejala berupa rhinore disertai bersin berulang
2. Lendir : Cairan kental berfungsi untuk melumasi bagian organ tubuh
3. Sesak napas :Sesak nafas (dyspnea) adalah perasaan yang dirasakan oleh
seseorang mengenai tidak nyamanan atau kesulitan dalam bernapas. Sesak napas
dapat disebabkan oleh gangguan dalam sistem pernapasan (hidung, tenggorokan,
paru-paru) atau gangguan yang berasal dari luar paru-paru (jantung)
C. KATA KUNCI
1. Laki-laki umur 15 tahun
2. Pilek kira-kira selama 1 tahun
3. Lendir pada tenggorokkan dari belakang hidung
4. Sesak nafas sewaktu kecil
D. PERTANYAAN
1. Bagaimana Anatomi, Histologi Dan Fisiologi Pada Hidung?
2. Bagaimana Patomekanisme Terjadinya Pilek Yang Disertai Lendir Pada
Tenggorokan?
3. Faktor-Faktor Apa Saja Yang Mempengaruhi Gejala Pilek Pada Skenario ?
4. Apakah Keluhan Pilek Yg Dirasakan Selama Setahun Sifatnya Intermiten Atau
Terus Menerus Selama Setahun Tanpa Berhenti?
5. Mengapa Pilek Kadang Disertai Lendir Pada Tenggorokan Yang Dirasakan Dari
Belakang Hidung?
6. Apakah Hubungan Sesak Napas Dengan Rhinitis?
7. Apakah Kasus Tersebut Termasuk Infeksi Atau Alergi, Tipe Berapa Dan
Bagaimana Patomekanismenya?
8. Apa Saja DD Pada Kasus Tersebut?
9. Bagaimana Langkah-Langkah Untuk Menegakan Diagnosis?
10. Bagaimana Penatalaksanaanya Pada Kasus Tersebut?
11. Apa Komplikasi Yang Dapat Terjadi Pada Kasus Tersebut?
E. JAWABAN
1. Anatomi, Fisiologi Dan Histologi Organ THT
a. Telinga
ANATOMI
1). Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
tympani.Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang
diliputi kulit. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
(meatus akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada
sepertiga bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak
kelenjar serumen (modifikasikelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut.
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga.
Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua
pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm.
Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis
kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa,
yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak
setengah padat berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan serumen (minyak
telinga). Serumen berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi.
Gambar 1 : Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Potongan Frontal Telinga
2). Telinga tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
 Batas luar : Membran timpani
 Batas depan : Tuba eustachius
 Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)
 Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.
 Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )
 Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval window),tingkap bundar
(round window) dan promontorium.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars
flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane
propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan
secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut
umbo.Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut
inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut.
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan
prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah
belakang, untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani.
Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun
dari luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam
telinga tengah saling berhubungan . Prosesus longus maleus melekat pada
membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes.
Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea.
Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina
propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam
telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang
mempunyai fungsi konduksi suara. maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel
selapis gepeng. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini
terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah
dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang
menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.

Gambar 2 : Membran Tympani


Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran
eustachius (tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjag keseimbangan tekanan
antara kedua sisi membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut
menganga atau ketika menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras,
membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk mencegah pecahnya
membran tympani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka dan
udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga
menghasilkan tekanan yang sama antara permukaan dalam dan permukaan luar
membrane tympani.
3). Telinga dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala vestibuli. Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap.
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala
timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa.
Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli (Reissner’s membrane)
sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak
organ corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membrane tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel
rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.
Gambar 3 : Gambar labirin bagian membrane labirin bagian tulang, Telinga Dalam

4). Koklea
Bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia
panjangnya35mm. koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali putaran yang
mengelilingi sumbunya.Sumbu ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari pembuluh
darah dan saraf. Ruang di dalam koklea bagian tulang dibagi dua oleh dinding
(septum). Bagian dalam dari septum ini terdiri dari lamina spiralis ossea. Bagian
luarnya terdiri dari anyaman penyambung, lamina spiralis membranasea. Ruang
yang mengandung perilimf ini dibagi menjadi : skala vestibule (bagian atas) dan
skala timpani (bagian bawah). Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea. Tempat
ini dinamakan helicotrema. Skala vestibule bermula pada fenestra ovale dan skala
timpani berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari pertemuan antara lamina
spiralis membranasea kearah perifer atas, terdapat membrane yang dinamakan
membrane reissner. Pada pertemuan kedua lamina ini, terbentuk saluran yang
dibatasi oleh:
o membrane reissner bagian atas
o lamina spiralis membranasea bagian bawah
o dinding luar koklea
saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membrane yang
berisi endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum spiralis.disini,
terdapat stria vaskularis, tempat terbentuknya endolimf.

Gambar 4 : Koklea
Di dalam lamina membranasea terdapat 20.000 serabut saraf. Pada
membarana basilaris (lamina spiralis membranasea) terdapat alat korti. Lebarnya
membrane basilaris dari basis koklea sampai keatas bertambah dan lamina spiralis
ossea berkurang. Nada dengan frekuensi tinggi berpengaruh pada basis koklea.
Sebaliknya nada rendah berpengaruh dibagian atas (ujung) dari koklea.

Gambar 5 : Organ Korti


Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membrane, yaitu membrane tektoria.
Membrane ini berpangkal pada Krista spiralis dan berhubungan dengan alat persepsi
pada alat korti. Pada alat korti dapat ditemukan sel-sel penunjang, sel-sel persepsi
yang mengandung rambut. Antara sel-sel korti ini terdapat ruangan (saluran) yang
berisi kortilimf.
Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan peralatan duktus reunions.
Bagian dasar koklea yang terletak pada dinding medial cavum timpani menimbulkan
penonjolan pada dinding ini kearah cavum timpani. Tonjolan ini dinamakan
promontorium.
5). Vestibulum
Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang juga
berisi perilimf. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang (foramen ovale) yang
berhubungan dengan membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot plate) dari
stapes. Di dalam vestibulum, terdapat gelembung-gelembung bagian membrane
sakkulus dan utrikulus. Gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus berhubungan
satu sama lain dengan perantaraan duktus utrikulosakkularis, yang bercabang
melalui duktus endolimfatikus yang berakhir pada suatu lilpatan dari duramater,
yang terletak pada bagian belakang os piramidalis. Lipatan ini dinamakan sakkus
endolimfatikus. Saluran ini buntu.
Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi oleh sel-sel
penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula sakkuli.
Sedangkan pada utrikulus, dinamakan macula utrikuli.
6). Kanalis Semisirkularis
Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak lurus
satu sama lain. didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran yang
terbenam dalam perilimf. Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan dengan
antrum mastoideum dan tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis
horizontalis (lateralis).
Kanalis semisir kularis vertikal (posterior) berbatasan dengan fossa crania
media dan tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai tonjolan, eminentia
arkuata. Kanalis semisirkularis posterior tegak lurus dengan kanalis semi sirkularis
superior. Kedua ujung yang tidak melebar dari kedua kanalis semisirkularis yang
letaknya vertikal bersatu dan bermuara pada vestibulum sebagai krus komunis.
Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam kanalis semisirkularis
ossea. Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi perilimf. Didalam kanalis
semisirkularis membranasea terdapat endolimf. Pada tempat melebarnya kanalis
semisirkularis ini terdapat sel-sel persepsi. Bagian ini dinamakan ampulla.
Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya pada Krista
ampularis yang menempati 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-rambut dari sel persepsi
ini mengenai organ yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang mencapai
atap dari ampulla sehingga dapat menutup seluruh ampulla.
FISIOLOGI PENDENGARAN
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian
tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.
Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan
tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan
melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan
gerak relative antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan
rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area
39-40) di lobus temporalis.

Ga
mbar 6 : Fisiologi Pendengaran
HISTOLOGI
1) Telinga dalam koklea potongan vertikal

Gambar 7 : Telinga dalam : koklea (potongan vertikal) . Pulasan : hematoksilin dan eosin.
Pembesaran

Gamb
ar 8 : Telinga dalam : Duktus koklearis (skala media). Pulasan : hematoksilin dan
eosin.Pembesaran sedang
2) Telinga dalam duktus koklearis dan organum spirale

Ga
mbar 9 : Telinga dalam : duktus koklearis dan organum spirale. Pulasan : hematoksilin dan
eosin. Perbesaran 30x

b. Hidung
ANATOMI

Gam
bar 10 : Anatomi hidung
Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari
biasanya dan hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap
lingkungan yang tidak menguntungkan. Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung
dalam. Hidung luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas,
struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu: paling atas kubah tulang
yang tak dapat digerakkan, di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat
digerakkan dan yang paling bawah adalah lobolus hidung yang mudah digerakkan.
Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks. Agak keatas dan belakang dari
apeks disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai kepangkal hidung
dan menyatu dengan dahi. Yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks,
yaitu diposterior bagian tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago
septum. Titik pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung.
Disini bagian bibir atas membentuk cekungan dangkal memanjang dari atas kebawah
yang disebut filtrum. Sebelah menyebelah kolumela adalah nares anterior atau
nostril(Lubang hidung)kanan dan kiri, sebelah latero-superior dibatasi oleh ala nasi
dan sebelah inferior oleh dasar hidung.
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit,jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung. Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur yang
membentang dari os internum disebelah anterior hingga koana di posterior, yang
memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Rongga hidung atau kavum nasi
berbentuk terowongan dari depan kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian
tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi
bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior
(koana)yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares
anterior, disebut dengan vestibulum.Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak
kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral,
inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini
dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior,
konkha media dan konkha inferior. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah
konkha inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi
konka superior, sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan konka suprema
biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada
os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema
merupakan bagian dari labirin etmoid. Celah antara konka inferior dengan dasar
hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konkha media dan inferior
disebut meatus media dan sebelah atas konkha media disebut meatus superior.
Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan celah
yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Disini terdapat muara dari
sinus maksilla,sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Dibalik bagian
anterior konka media yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah
yang berbentuk bulat sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau
fisura yang berbentuk bulan sabit menghubungkan meatus medius dengan
infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan medial
infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai
prosesus unsinatus.
Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas
sinus maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Dan sinus maksilla merupakan sinus
paranasal terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid iregular dengan dasarnya
menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya kearah apek prosesus zigomatikus os
maksilla.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale da os palatinus sedangkan atap
cavum nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale.
Membrana mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang
berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat
saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus
cranialis I olfaktorius.
 Perdarahan hidung
Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu:6
1. Arteri Etmoidalis anterior
2. Arteri Etmoidalis posterior cabang dari arteri oftalmika
3. Arteri Sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal dari
arteri karotis eksterna.
Gambar 11 : Sistem Vaskularisasi Hidung
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri
maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri
sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina
dan memasuki rongga hidung dibelakang ujung posterior konka media. Bagian depan
hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri fasialis.
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri
sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor,
yang disebut pleksus kieesselbach (little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya
superfisialis dan mudah cedera oleh truma, sehingga sering menjadi sumber
epistaksis.
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan
dengan arterinya. Vena divestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena
oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernesus.
 Persyarafan hidung

Gambar 12 : Persarafan Hidung


Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus
etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal dari
nervus oftalmikus. Saraf sensoris untuk hidung terutama berasal dari cabang
oftalmikus dan cabang maksilaris nervus trigeminus. Cabang pertama nervus
trigeminus yaitu nervus oftalmikus memberikan cabang nervus nasosiliaris yang
kemudian bercabang lagi menjadi nervus etmoidalis anterior dan etmoidalis posterior
dan nervus infratroklearis. Nervus etmoidalis anterior berjalan melewati lamina
kribrosa bagian anterior dan memasuki hidung bersama arteri etmoidalis anterior
melalui foramen etmoidalis anterior, dan disini terbagi lagi menjadi cabang nasalis
internus medial dan lateral. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat
persarafan sensoris dari nervus maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion
sfenopalatina, selain memberi persarafan sensoris, juga memberikan persarafan
vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut serabut
sensorid dari nervus maksila.Serabut parasimpatis dari nervus petrosus profundus.
Ganglion sfenopalatinum terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung posterior
konkha media.
Nervus Olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah
bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidupada mukosa
olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.
FISIOLOGI
Hidung berfungsi sebagai indra penghidu , menyiapkan udara inhalasi agar
dapat digunakan paru serta fungsi filtrasi. Sebagai fungsi penghidu, hidung memiliki
epitel olfaktorius berlapis semu yang berwarna kecoklatan yang mempunyai tiga
macam sel-sel syaraf yaitu sel penunjang, sel basal dan sel olfaktorius. Fungsi filtrasi,
memanaskan dan melembabkan udara inspirasi akan melindungi saluran napas
dibawahnya dari kerusakan. Partikel yang besarnya 5-6 mikrometer atau lebih, 85 %
-90% disaring didalam hidung dengan bantuan TMS. Fungsi hidung terbagi atas
beberapa fungsi utama yaitu (1)Sebagai jalan nafas, (2) Alat pengatur kondisi udara,
(3) Penyaring udara, (4) Sebagai indra penghidu, (5) Untuk resonansi suara, (6) Turut
membantuproses bicara,(7) Reflek nasal.
HISTOLOGI
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional
dibagi atas mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa
olfaktorius) mukosa penapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan
permukaannya dilapisi oleh epitel berlapis torak semu yang mempunyai silia (Ciliated
pseudostratified collumner epithelium)vdan di antaranya terdapat sel-sel goblet.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung dan permukaana dilapisa oleh
epitel torak berlapis semu tidak bersilia (pseudostratifed collumner non ciliated
epithelium. Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel yaitu sel penunjang sel basal dan
sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.Pada
bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang kadang
terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa.
Dalam keadaan normal mukosa respiratori berwarna merah muda dan selalu
basah karena diliputi palut lendir (mucous blanket) pada permukaannnya. Di bawah
epitel terdapat tunika propria yang banyak mengandung pembuluh darah, kelenjar
mukosa dan jaringan limfoid.
Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas.Arteriol
terleetak pada bagian yang lebih dalam dari tunikka propria dan tersusun secara
paralel dan longitudinal. Arteriol ini memberikan pendarahan pada anyaman kapiler
periglanduler dan sub epitel. Pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini membuka
kerongga sinusoid vena yang besar yang dindingnya dilapisi jaringan elastik dan otot
polos. Pada bagian ujunngnya sinusoid mempunyai sfingter otot. Selanjutnya
sinusoiid akakan mengalirkan darahnya ke pleksus vena yang lebih dalam lalu
kevenula dengan demikian mukosa hidung menyerupai jaringan kavernosa yang
erektil yang sudah mengembang dan mengkerut. Vasodilatasi dan vasokonstriksi
pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf otonom.
c. Tenggorokan
ANATOMI
1). Faring
 Dindig faring dibentuk oleh :
o Selaput lendir.
o Fasia faringo basiler.
o Pembungkus otot.
o Sebagian fasia bukofaringeal.
 Unsur faring meliputi :
o Muksa.
o Palut lender.
o Otot.
a) Faring terdiri atas :
i. Nasofaring
Batas-batas :
 Superior: dasar tengkorak.
 Inferior: palatum mole.
 Anterior: rongga hidung.
 Posterior: vertebra servikal
ii. Orofaring (mesofaring)
Batas-batas :
 Superior: palatum mole.
 Interior: tepi atas epiglotis.
 Anterior: rongga mulut.
 Posterior: vertebra servikal.
iii. Laringofaring (hipofaring)
Batas-batas :
 Superior:tepi atas epiglottis.
 Anterior: laring.
 Inferior: esophagus.
 Posterior: vertebra servikal.
FISIOLOGI
Faring terdiri dari :
1) Nasofaring
Batas nasofaring dibagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah adalah
palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan di belakang adalah vertebra
servikal.
Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan erat dengan
beberapa struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral
faring dengan resesus faring yang disebut fossa resenmuller, kantong Rathke, yang
merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu
refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen
jugulare, yang dilalui oleh n. Glosofaring, n.vagus, dan n. Asesorius spinal saraf
kranial dan v. Jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum
dan muara tuba Eusthacius.
2) Orofaring
Orofaring di sebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole,
batas bawah adalah tepi atas epiglotis , ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke
belakang adalah vertebra servikal.
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring,
tonsil palatina, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula,tonsil lingual
dan foramen sekum.
3) Laringofaring (hipofaring)
 Batas-batas :
Di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior adalah laring,
batas inferior ialah esofagus serta batas posterior ialah vertebra servikal.
 Struktur pentingnya:
Struktur pertama yang tampak dibawah dasar lidah adalah valekula. Bagian ini
merupakan cekungan yang di bentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan
ligamentum lateral pada setiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil ( pill pock-
ets), sebab pada beberapa orang kadang – kadang bila menelan pil tersangkut
disitu. Dibawah valekula terdapat epiglotis, epiglotis berfungsi juga untuk
melindungi (proteksi) glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada
saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus.
Fungsi faring :
Terutama untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara dan untuk
artikulasi.
Fungsi menelan :
Terdapat 3 fase dalam menelan,yaitu ;
 Fase oral
bolus makanan dari mulut menuju faring, gerakan disini sengaja (voluntary)
 Fase faringal
Pada waktu transpor bolus makanan melalui faring
 Fase esofagal
 gerakannya tidak sengaja , yaitu pada waktu bolus makanan bergerak secara
peristaltik di esofagus menuju lambung.

HISTOLOGI
Bentuk mukosa faring bervariasi tergantung pada letaknya. Pada nasofaring
karena fungsinya untuk saluran respirasi maka mukosanya bersilia sedang epitelnya
torak berlapis menggandung sel goblet. Dibagian bawahnnya yaitu orofaring dan
laringofaring, karena fungsiny unnttuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan
tidak bersilia.
Disepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limmfoid yang
terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial.
Oleh karena itu faring disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan.
2. Patomekanisme Terjadinya Pilek Yang Disertai Lendir Pada Tenggorokan
Allergen yang masuk ke tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan
dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presentingcells
(APC).
Setelah allergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, allergen di
presentasikan ke sel Th. Sel APC melalui pelepasan interleukin 1 (IL-1) mengaktifkan
sel Th. Melalui pelepasan interleukin 2 (IL-2( oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B
diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasma dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan
basophil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut
pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinophil, makrofag dan
trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah.
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan allergen yang
sama, allergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan
mastofit dan basophil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan
terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses
degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah
terkandung dalam granul-granul di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologic,
yaitu histamine, Eosinofil Chematactic Factor-A (ECF-A), Neutrofil Chemotactic Factor
(NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi
oleh histamine.
Histamine menyebabkan vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler dan permeabilitas,
sekresi mucus.
Sekresi mucus yang berlebih itulah yang menghasilkan pilek.
Berhubungan dengan sekresi mucus yang berlebih karena gangguan fisik, kimiawi,
atau infeksi yang terjadi pada membrane mukosa, menyebabkan proses pembersihan
yang dilakukan oleh silia tidak berjalan secara normal sehingga mucus ini banyak
tertimbun. Bila hal ini terjadi membrane mukosa akan terangsang dan mucus akan
dikeluarkan dengan tekanan intra thorakal dan intra abdominal yang tinggi, dibatukkan
udara keluar dengan akselerasi yang cepat beserta membawa secret mucus yang
tertimbun tadi. Mucus tersebut akan keluar sebagai sputum yaitu lender yang ada pada
tenggorokkan.
3. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pilek Pada Kasus Terseut Bermacam-Macam,
Di Antaranya Adalah:
a. Infeksi virus, virus menyerang hidung, sinus, atau tenggorokan.
b. Infeksi bakteri.
b. Alergi, terpapar zat yang memicu alergi seperti debu atau bulu binatang.
c. Efek samping obat-obatan.
d. Paparan udara dingin atau kering, kondisi ini bisa mengubah keseimbangan cairan di
dalam saluran hidung.
Berdasarkan skenario tersebut, pilek disebabkan adanya kelainan respons sistem
imun terhadap zat pemicu alergi atau alergen. Pada kondisi normal, zat tersebut tidak
berbahaya bagi sistem imun. Namun pada orang yang memiliki alergi, sistem imun akan
menganggap benda-benda tersebut berbahaya hingga timbul reaksi alergi. Reaksi alergi
dipicu oleh masuknya alergen ke dalam rongga hidung. Reaksi alergi inilah yang akan
menimbulkan gejala-gejala rhinitis seperti pilek, bersin dan hidung gatal.
Terdapat beragam alergen yang bisa memicu reaksi sistem kekebalan tubuh jika
terhirup melalui hidung, di antaranya:
a. Serbuk sari
b. Tungau
c. Spora jamur atau kapang
d. Debu
e. Kulit dan bulu hewan
f. Serbuk gergaji
g. Lateks

4. Apakah Keluhan Pilek Yang Dirasakan Selama Setahun Sifatnya Intermitten Atau
Terus Menerus Selama Setahun Tanpa Berhenti?
Apabila keluhannya terasa terus menerus selama setahun, mungkin dapat disebabkan
karena:
 Alergi
Penyebab pilek menahun paling umum adalah alergi terhadap suatu alergen (hal yang
memicu munculnya alergi), seperti tungau debu rumah atau bulu hewan peliharaan.
Selain itu, alergi juga bisa dipicu oleh serpihan kayu, serbuk sari, dan tepung. Saat
alergi terjadi, sistem kekebalan tubuh akan bereaksi terhadap alergen. Hal ini
dikarenakan sel-sel di hidung melepaskan histamin dan bahan kimia lain ketika
bersentuhan dengan alergen. Akibatnya, hidung menjadi meradang dan menimbulkan
gejala khas, seperti pilek dan hidung mengeluarkan lendir. Gejala pilek yang terjadi
akibat alergi biasanya berupa batuk, bersin-bersin, hidung meler, badan terasa sakit,
serta demam. Tanda-tanda tersebut biasanya muncul dengan cepat ketika bersentuhan
langsung ataupun hanya berada dekat dengan penyebab alergi.
 Sinusitis
Pilek menahun juga bisa disebabkan oleh sinusitis. Sinusitis sendiri adalah
peradangan atau pembengkakan jaringan dinding yang melapisi rongga sinus, yaitu
ruang berisi udara yang terletak di hidung, pipi, rongga hidung, serta di atas mata.
Kondisi ini terjadi ketika sinus yang berisi udara, mengalami penyumbatan dan berisi
cairan. Akibatnya, kuman dapat tumbuh dan menyebabkan infeksi dan peradangan,
yang disebut sebagai sinusitis.Pilek dan sinusitis dapat menimbulkan rasa sakit di
sekitar mata dan hidung, serta menghasilkan lendir berwarna kekuningan. Gejala
penyakit sinusitis, seperti pilek, dapat menetap hingga 4 minggu. Apabila gejala pilek
menahun hingga lebih dari 4 minggu karena sinus, maka kondisi ini dikategorikan
sebagai sinusitis kronik.
5. Mengapa Pilek Kadang Disertai Lendir Pada Tenggorokan Yang Dirasakan Dari
Belakang Hidung?
Pilek adalah infeksi virus yang menyerang saluran nafas atas (hidung sampai
tenggookan) dan menimbulkan gejala ingus meler atau hidung mampet, batuk sering
disertai demam dan sakit kepala. Batuk dan pilek merupakan suatu respon tubuh yang
diciptakan untuk membuang benda asing, termasuk virus, bakteri, debu, lendir, dan
partikel kecil lain yang berusaha mengotori saluran nafas dimulai dari tenggorokan
hingga paru-paru. Batuk menjaga saluran nafas tetap bersih agar seseorang tidak
mengalami sesak nafas. Ingus atau lendir yang diproduksi saat seseorang mengalami
batuk pilek adalah upaya tubuh mengeluarkan benda asing, termasuk partikel virus dan
bakteri dari saluran napas atas manusia. Maka dari pilek yang kadang disertai dengan
lendir dari belakang tenggorokan belakang hidung . Berikut adalah beberapa respon imun
tubuh terhadap patogen yang masuk ke dalam tubuh yaitu:
a. Respons primer
Pada respon imun primer terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen.
Reaksi ini bersifat nonspesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila antigen tidak
berhasil seluruhnya dihilangkan maka reaksi berlanjut menjadi respons sekunder.
b. Respons sekunder
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah
sistem imunitas selular atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila antigen
berhasil dieliminasi pada tahap ini maka reaksi selesai. Bila antigen masih ada atau
memang sudah ada defek dari sistem imunonogik maka respons berlanjut menjadi
respons tersier.
c. Respons tersier
Reaksi imunologik yang terjadi ini tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat
bersifat sementara atau menetap tergantung dari daya eliminasi antigen oleh tubuh.
6. Hubungan Sesak Napas Dengan Rhinitis?
Manifestasi alergi pada manusia dapat terjadi di organ pernapasan berupa asma
dan rinitis. Hal inilah yang menghubungkan antrara sesak napas dan rhinitis. Asma
merupakan penyakit inflamasi kronik jalur napas bagian bawah yang ditandai dengan
gejala episodik yaitu sesak napas atau dada terasa sesak, batuk, dan mengik(Price et
al.2017). Penyakit alergi pernapasan selain asma adalah rinitis. Penderita rinitis
mengalami inflamasi di daerah hidung atau saluran napas bagian atas yang ditandai
dengan bersin berulang, hidung terasa gatal dan tersumbat, serta mengeluarkan cairan
jernih (rhinorrhea) (Lampalo et al. 2017). Asma dan rinitis dapat terjadi bersamaan karena
terjadi pada satu jalur saluran pernapasan. Penderita asma dan rhinitis ditandai dengan
gejala khas seperti dada sesak atau sesak napas, mengik, rhinorrhea, hidung gatal serta
tersumbat, dan bersin berulang.
Sesak napas sewaktu kecil bisa berpengaruh terhadap pilek menahun. Asma bisa
menyebabkan hipersensitivitas mukosa pada saluran napas yang berakibat pada
perubahan struktur sel yang ada pada mukosa saluran napas termasuk mukosa hidung.
Selain itu reseptor histamin pada mukosa hidung sama dengan yang ada di saluran napas.
Meskipun sesak napas yang didiagnosis sebagai asma telah sembuh reseptor histamin
kemungkinan masih ada di hidung. Saat terpapar oleh alergen terjadilah rinitis alergi.
Selain itu pilek menahun pun dapat berpengaruh pada sesak napas. Akibat peradangan
saluran napas yang kronik maka saluran napas dapat menyempit akibat bronkokonstriksi
yag dipicu histamin prostaglandin dan leukotrien. Selain itu saluran napas juga dapat
terisi cairan lendir (sputum) yang berasal dari peningkatan sekresi kelenjar mukosa
sehingga menghambat inspirasi dan ekspirasi.
7. Apakah Kasus Tersebut Termasuk Infeksi Atau Alergi, Tipe Berapa Dan
Bagaimana Patomekanismenya?
kasus tersebut termasuk alergi, tipe hipersensitivitas 1. Adapun
patomekanismenya adalah
Tipe I (Reaksi anafilaksis, reaksi cepat)
Mekanisme ini paling banyak ditemukan. Yang berperan ialah Ig E yang
mempunyai afinitas yang tinggi terhadap mastosit dan basofil. Pajanan pertama dari obat
tidak menimbulkan reaksi. Tetapi bila dilakukan pemberian kembali obat yang sama,
maka obat tersebut akan dianggap sebagai antigen yang akan merangsang pelepasan
bermacam-macam mediator seperti histamin, serotonin, bradikinin, heparin dan SRSA.
Mediator yang dilepaskan ini akan menimbulkan bermacam-macam efek, misalnya
urtikaria dan yang lebih berat ialah angiooedema. Reaksi yang paling ditakutkan adalah
timbulnya syok anafilaktik.
Adapun penyakit-penyakit yang disebabkan oleh reaksi alergi tipe I adalah :
• Konjungtivitis
• Asma
• Rinitis
• Anafilaktic shock
12. Apa Saja DD Pada Kasus Tersebut?

Gejala Rinitis Rinitis Rinitis Polip Sinusitis Rhinitis Rhinitis


Alergi Medika Vasomotor
Nasal Hipertr Akut
mentosa
ofi
usia >5 Semua 15 thn Semua Semua Semua Semua
thn, usia
usia usia usia usia
Pilek kira-kira + - - + + - +/-

selama 1 tahun

Lendir pada + + + + + +
tenggorokkan
dari belakang +

hidung

Sesak nafas + - +/- +/- +/- +/- -


sewaktu kecil

a. Rhinitis Alergi
1). Gejala
Tiap penderita alergi bisa mengalami gejala yang berbeda. Gejala biasanya
langsung timbul setelah penderita terpapar pemicu alergi (alergen). Beberapa
gejala yang dapat muncul adalah:
 Pilek atau hidung tersumbat.
 Bersin-bersin.
 Mata terasa gatal atau berair.
 Mata membengkak dan kelopak mata bawah berwarna gelap.
 Gatal-gatal pada mulut dan tenggorokan.
 Muncul ruam pada kulit.
 Lemas.
 Batuk-batuk.
 Sakit kepala.
 Terkadang menimbulkan gangguan tidur, terutama pada rhinitis alergi yang
parah.
Anak-anak yang menderita rhinits alergi dapat mengalami gejala atau
gangguan pada telinga, seperti telinga sakit, telinga berdenging, infeksi yang
disertai keluarnya cairan dari telinga tengah (otitis media).
Rhinitis alergi memiliki gejala yang mirip dengan flu. Namun, rhinitis alergi
tidak menimbulkan demam seperti sakit flu.

2). Etiologi
Rhinitis alergi disebabkan adanya kelainan respons sistem imun terhadap zat
pemicu alergi atau alergen. Pada kondisi normal, zat tersebut tidak berbahaya bagi
sistem imun. Namun pada orang yang memiliki alergi, sistem imun akan
menganggap benda-benda tersebut berbahaya hingga timbul reaksi alergi.
Reaksi alergi pada rhinitis alergi dipicu oleh masuknya alergen ke dalam
rongga hidung. Reaksi alergi inilah yang akan menimbulkan gejala-gejala rhinitis
alergi seperti bersin, pilek, dan hidung gatal.
Terdapat beragam alergen yang bisa memicu reaksi sistem kekebalan tubuh
jika terhirup melalui hidung, di antaranya:
 Serbuk sari
 Tungau
 Spora jamur atau kapang
 Debu
 Kulit dan bulu hewan
 Serbuk gergaji
 Lateks
Rhinitis alergi dapat dialami oleh siapa saja, tetapi ada beberapa faktor yang
diduga bisa meningkatkan risiko terjadinya rhinitis alergi. Faktor-faktor risiko
tersebut meliputi:
 Faktor keturunan, terutama jika orang tua atau saudara kandungnya juga
memiliki kondisi yang sama.
 Memiliki alergi jenis lain, misalnya asma atau dermatitis atopik.
 Sering terpapar asap rokok.
Selain faktor risiko, terdapat beberapa hal yang dapat memperparah rhinitis
alergi yang dialami, antara lain:
 Suhu dingin
 Lingkungan yang lembab
 Parfum atau deodorant
 Asap dan polusi udara
b. Rhinitis Vasomotor
1). Gejala
Sedangkan rhinitis vasomotor adalah salah satu penyakit yang termasuk ke
dalam rhinitis non-alergi. Rhinitis vasomotor terjadi saat pembuluh darah di dalam
hidung melebar atau mengembang. Pelebaran pembuluh darah di hidung
menghasilkan pembengkakan dan bisa menyebabkan hidung tersumbat. Hal ini
dapat membuat lendir mengering di hidung.
Penyebab rhinitis vasomotor masih belum diketahui secara pasti. Namun,
gejalanya dapat dipicu oleh sesuatu yang mengiritasi hidung, misalnya:
 Polusi udara
 Perubahan cuaca & udara kering
 Asap rokok
 Alkohol & parfum
 Obat tertentu seperti obat antihipertensi, beta blockers, antidepresan, aspirin,
dan pil KB
 Penggunaan obat dekongestan semprot hidung yang terlalu sering
 Makanan pedas
 Stres berat
 Perubahan hormon saat kehamilan atau menstruasi
Beberapa gejala dari penyakit ini yaitu hidung meler, tersumbat, bersin, berair,
serta iritasi ringan atau adanya ketidaknyamanan di dalam atau sekitar hidung yang
bisa mengurangi fungsi indera penciuman Anda.
Jika Anda mengalami rhinitis vasomotor, Anda tidak akan merasakan gejala
hidung gatal, mata berair atau gatal, dan tenggorokan gatal. Karena gejala ini hanya
terjadi jika Anda mengalami rhinitis alergi.

c. Sinusitis
1). Gejala
Gejala yang muncul tergantung kepada usia penderita dan jenis sinusitis
yang diderita. Gejala sinusitis akut pada orang dewasa, di antaranya adalah:
 Sakit kepala.
 Demam.
 Hidung tersumbat.
 Ingus berwarna kuning kehijauan.
 Nyeri pada bagian wajah dan terasa sakit ketika ditekan.
 Menurunnya fungsi indera penciuman.
 Bau mulut (halitosis).
 Sakit tenggorokan.
 Sakit gigi.
 Pembengkakan di sekitar mata dan semakin parah pada pagi hari.
Untuk sinusitis yang dialami anak-anak, gejala yang muncul meliputi:
 Pilek yang berlangsung selama 7-10 hari. Ingus berwarna berwarna hijau
atau kuning kental, tetapi terkadang bening.
 Hidung tersumbat, sehingga napas sering dilakukan melalui mulut.
 Pembengkakan di area sekitar mata.
 Batuk.
 Nafsu makan hilang.
 Rewel.
Gejala sinusitis kronis serupa dengan sinusitis akut. Namun, segera hubungi
dokter jika gejala semakin memburuk yang ditandai dengan sakit kepala hebat,
demam tinggi, penglihatan ganda, leher kaku, dan penurunan kesadaran.
2). Etiologi
Sinusitis disebabkan oleh pembengkakan dinding dalam hidung akibat virus
atau reaksi alergi yang masuk dari saluran pernapasan atas. Virus tersebut
memicu sinus untuk menghasilkan lendir lebih banyak, sehingga terjadi
penumpukan dan penyumbatan pada saluran hidung. Kondisi ini mendorong
bakteri atau kuman semakin berkembang di rongga sinus dan menyebabkan
infeksi.
Selain itu, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko sinusitis pada
orang dewasa. Di antaranya adalah:
 Infeksi jamur.
 Infeksi gigi.
 Cedera hidung.
 Pembesaran kelenjar adenoid.
 Kebiasaan merokok (perokok aktif) atau terlalu banyak menghirup asap
rokok (perokok pasif).
 Aktivitas menyelam dan berenang.
 Adanya benda asing yang terjebak di dalam hidung.
Selain itu, ada beberapa kondisi medis yang dapat memicu terjadinya sinusitis.
Di antaranya adalah:
 Polip hidung, yaitu jaringan yang tumbuh dan membentuk massa di dalam
hidung.
 Tulang hidung bengkok.
 Alergi, misalnya rinitis alergi atau asma. Kondisi ini dapat menyebabkan
terhambatnya saluran sinus.
 Cystic fibrosis, yaitu kelainan genetik yang menyebabkan lendir mengental,
kemudian menumpuk dan menyumbat berbagai saluran di dalam tubuh,
terutama pernapasan dan pencernaan.
 Kondisi lain, seperti melemahnya sistem kekebalan tubuh.
Pada anak-anak, sinusitis paling sering disebabkan oleh alergi, tertular dari
teman atau anak lain di sekitarnya, kebiasaan menggunakan dot atau minum dari
botol dengan posisi berbaring, dan tinggal di lingkungan yang penuh asap.
d. Polip Hiudng
1). Gejala
Polip hidung yang berukuran kecil umumnya tidak menimbulkan gejala,
tetapi jika polip hidung berukuran besar, gejalanya mirip ketika seseorang
sedang pilek, yaitu:
 Ingus meler
 Hidung tersumbat
 Bersin-bersin
 Penurunan kemampuan mencium bau
 Gatal di sekitar mata
Namun, gejala pilek biasa akan menghilang setelah beberapa hari,
sedangkan gejala polip hidung tidak akan menghilang jika polipnya tidak
ditangani.
Gejala lain yang dapat ditimbulkan akibat munculnya polip hidung
antara lain:
 Nyeri atau rasa tertekan pada wajah
 Sakit pada gigi di rahang atas
 Sakit kepala
 Mendengkur
Penderita polip hidung juga lebih rentan mengalami infeksi pada hidung
dan sinus (sinusitis).
2). Etiologi
Sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti apa penyebab polip
hidung. Namun, ada beberapa hal yang diduga dapat menyebabkan peradangan
di dinding saluran hidung dan memicu terjadinya polip hidung. Salah satunya
adalah alergi, misalnya:
 Alergi terhadap hewan peliharaan
 Alergi terhadap tungau debu
 Alergi terhadap serbuk (spora) jamur
 Alergi terhadap obat antiinflamasi nonsteroid
Selain alergi, berikut ini adalah sejumlah faktor yang juga dapat
memicu munculnya polip hidung:
 Menderita infeksi jamur
 Mengalami peradangan pada pembuluh darah (vaskulitits)
Di samping faktor yang dapat memicu timbulnya polip, ada beberapa
hal yang membuat seseorang lebih berisiko mengalami polip hidung, yaitu:
 Faktor keturunan, yang artinya seseorang dengan anggota keluarga yang
juga menderita polip hidung akan lebih berisiko menderita polip hidung.
 Menderita asma.
 Menderita cystic fibrosis, yaitu penyakit genetik yang menyebabkan tubuh
menghasilkan lendir berlebihan, termasuk di hidung.
e. Rhinitis Medikamentosa
1). Etiologi
Karena penggunaan obat tetes hidung yang berlangsung lama
2). Gejala:
 Hidung tersumbat terus menerus
 Tidak berubah berdasarkan musim
 Mendengkur/ Sleep apnea
 Bernapas lewat mulut
f. Rhinitis Akut
Rinitis akut adalah radang akut mukosa nasi yang disebabkan oleh infeksi
virus atau bakteri.
Gejala:
 Rinorea
 obstruksi nasi
 bersin-bersin dan
 disertai gejala umum rasa tidak enak badan dan suhu tubuh meningkat.
g. Rhinitis Hipertrofi
Rinitis hipertrofi dapat timbul akibat infeksi berulang dalam hidung dan sinus,
atausebagai lanjutan dari rinitis alergi dan vasomotor
Gejala:
 sumbatan hidung
 Sekret biasanya banyak
 mukopurulen dan seringada keluhan nyeri kepala.
8. Apa langkah-langkah untuk penegakan diagnosa?
a. Anamnesis
-tanyakan riwayat pekerjaan
-anyakan riwayat penyakitterdahulu
-tanyakan riwayat kesehatan keluarga
-tanyakan efek terhadap kualitas hidup
-tanyakan riwayat pengobatan
b. Pemeriksaan fisik
-pemeriksaan tanda-tanda viital
-pemeriksaan hidung rinoskopi dan endoskopi
c. Pemeriksaan penunjang
 pemeriksaan in-vitro,seperti:
-pemeriksaandarah perifer lengkap (eosinophil) dapat normal atau meningkat.
-pemeriksaan IgE total (prist-paper radio immunosorbent test) selalu menunjukkan
nilai normal, keuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam
penyakit.
 pemeriksaan in-vivo
-pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau
berseri (skin end-point tiration/set).
9. Penatalaksanaan Kasus
a. Rhinitis alergi
Rinitis alergi intermiten
1). Ringan
Antihistamin H1 generasi I, misalnya CTM 0,25 mg/kg/hari dibagi 3 dosis.
Bila terdapat gejala hidung tersumbat dapat ditambah dekongestan seperti
pseudoefedrin 1 mg/kg/dosis, diberikan 3 kali sehari.
2). Sedang/Berat
Antihistamin H1 generasi II misalnya setirizin 0,25mg/kg/kali diberikan sekali
sehari atau 2 kali sehari pada anak usia kurang dari 2 tahun, atau generasi ketiga
seperti desloratadine dan levocetirizin pada anak > 2 tahun. Bila tidak ada
perbaikan atau bertambah berat dapat diberikan kortikosteroid misalnya prednison
1 mg/kg/hari dibagi 3 dosis, paling lama 7 hari.

Rinitis alergi persisten


1). Ringan
Antihistamin generasi II (setirizin) jangka lama. Bila gejala tidak membaik
dapat diberikan kortikosteroid intranasal misalnya mometason furoat atau
flutikason propionat.
2). Sedang/berat
Diberikan kortikosteroid intranasal jangka lama dengan evaluasi setelah 2-
4 minggu. Bila diperlukan ditambahkan pula obat-obat simtomatik lain seperti
rinitis alergi intermiten sedang/berat.
Terapi ko-morbiditas
Terapi untuk konjungtivitis, sinusitis maupun asma yang menyertai gejala
rinitis alergi sebaiknya dilakukan dengan mengatasi penyebabnya terlebih dahulu,
dalam hal ini adalah proses alergi.
b. Rhinitis vasomotor
Metode pengobatan utama dari rhinitis vasomotor adalah dengan menghindari
faktor pemicunya. Saat gejala sedang berlangsung, pengidap dianjurkan untuk tidur
dengan bantal yang lebih tinggi, untuk membantu mengurangi gejala hidung
tersumbat. Pada rhinitis alergi yang parah atau sangat mengganggu aktivitas sehari-
hari pengidap, dokter umumnya akan memberikan obat-obatan, seperti:
 Dekongestan oral, seperti Pseudoephedrine.
 Spray hidung saline.
 Spray hidung corticosteroid, seperti Fluticasone atau Triamcinolone.
 Spray hidung antihistamin, seperti Azelastine atau Olopatadine hydrochloride.
 Spray hidung anticholinergic seperti Ipratropium.
Pada sebagian kecil kasus yang tidak membaik dengan pemberian obat-obatan,
dokter dapat mempertimbangkan tindakan operasi untuk mengangkat polip hidung
atau memperbaiki septum yang bengkok, agar efek pengobatan yang diberikan dapat
lebih optimal.
c. Rhinitis Medikamentosa
Penatalaksanaan pada rhinitis medikamentosa adalah hentikan pemakaian obat
tetes atau semprot vasokonstriktor hidung, untuk mengatasi sumbatan berulang. Dapat
diberikan kortikosteroid oral dosis tinggi jangka pendek dan dosis diturunkan secara
bertahap (tappering off). Kami sarankan agar anda berkonsultasi dengan dokter
spesialis Telinga Hidung dan Tenggorokan untuk mendapatkan terapi yang tepat.
d. Rhinitis akut
rinitis akut dapat diberikan obat-obat simptomatis seperti analgetik, obat
dekongestan. Antibiotik hanya diberikan jika terdapat infeksi sekunder oleh bakteri.
Vitamin C diberikan sebagai terapi ajuvan untuk menjaga daya tahan tubuh.
e. Rhinitis hipertropi
Mengobati dari faktor penyebab, kauterisasi dengan zat kimia ( nitrasargenti
atau asam trikloroasetat )
f. Sinusitis
Penatalaksanaan sinusitis bertujuan untuk mempercepat proses penyembuhan,
mengatasi infeksi, memperbaiki drainase mukus, mencegah perubahan sinusitis akut
menjadi kronis, dan mencegah terjadinya komplikasi.
Terapi Simptomatis
Terapi medikamentosa pada kasus sinusitis akut umumnya berupa pengobatan
simtomatis seperti penggunaan dekongestan, kortikosteroid, dan analgesik.
 Dekongestan
Dekongestan oral (pseudoefedrin atau fenilefrin) atau dekongestan topikal
(pseudoefedrin HCl) yang diberikan selama 14 hari. Dekongestan topikal berupa
oksimetazolin dapat diberikan dengan durasi tidak lebih dari 3 hari untuk
mencegah kongesti rebound.
 Kortikosteroid
Kortikosteroid intranasal. Regimen yang biasa digunakan adalah
mometasone furoate 200/ 400/ 800 µg sebanyak 2 kali sehari selama 15 hari
pemberian. Kortikosteroid dapat digunakan sebagai terapi tunggal pada sinusitis
akut ataupun sebagai terapi tambahan bersama antibiotik untuk kasus sinusitis
bakterial akut.
Kortikosteroid oral jangka pendek bermanfaat untuk mengurangi keluhan
sakit kepala, nyeri pada wajah, kongesti nasal, dan sebagainya. Regimen obat
yang dapat digunakan misalnya metilprednisolon dengan dosis 3 x 8 mg selama 5
hari pemberian.
Walaupun begitu, studi yang ada menunjukkan bahwa pemberian
kortikosteroid intranasal sebaiknya hanya digunakan pada sinusitis yang
berhubungan dengan alergi, dan kortikosteroid oral bersama antibiotik hanya
menunjukkan manfaat moderat jangka pendek. Beragam studi lebih
merekomendasikan penggunaan kortikosteroid hanya pada pasien sinusitis kronis
yang disertai polip nasal.

 Antihistamin
Antihistamin tidak rutin diberikan. Antihistamin dapat bermanfaat pada
sinusitis akut dengan gejala ringan (mengurangi keluhan bersin dan pengeluaran
sekret hidung) atau yang diduga berhubungan dengan rhinitis alergi.
 Analgetik
Analgetik non-narkotik seperti paracetamol atau ibuprofen dapat digunakan
pada pasien dengan sinusitis untuk meringankan keluhan demam dan nyeri.
 Antibiotik
Pada kasus sinusitis akut yang dicurigai adanya infeksi bakterial, pasien
diberikan terapi antibiotik.
1). Sinusitis Akut
Pada kasus sinusitis akut yang tidak komplikasi, penggunaan antibiotik tidak
disarankan. Berdasarkan tinjauan sistematik Cochrane, setengah pasien dengan
sinusitis akut tanpa komplikasi dapat sembuh sendiri walaupun tidak diberikan
antibiotik. Dua pertiga pasien dilaporkan dapat sembuh setelah 14 hari. Studi ini
menyimpulkan bahwa antibiotik tidak diperlukan pada sinusitis akut yang tidak
komplikasi. Antibiotik mungkin dapat diberikan pada pasien dengan sinusitis yang
berat, immunocompromised, atau pada anak-anak.
Beberapa pilihan antibiotik pada kasus sinusitis bakterial akut dewasa adalah :
 Amoxicillin 3 x 500 mg per oral atau amoksisilin klavulanat 3 x 625 mg per oral
selama 10-14 hari pemberian
 Klaritromisin : 2 x 500 mg
 Azithromycin : 500 mg pada pemberian hari pertama, kemudian 1 x 250 mg
selama 4 hari
Untuk sinusitis bakterial akut pada anak, pilihan antibiotik adalah :
 Amoxicillin : 45 mg/kgBB dibagi menjadi 2 dosis perhari
 Ceftriaxone: digunakan pada anak yang tidak mampu mentoleransi obat oral.
Diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB dosis tunggal secara intramuskular atau
intravena.
2). Sinusitis Kronis
Antibiotik pada sinusitis kronis diberikan dalam durasi 3-4 minggu dan
dapat diberikan secara empiris pada awal tatalaksana. Jika terapi empiris gagal,
maka penggunaan antibiotik harus berdasarkan hasil kultur. Obat yang menjadi
pilihan adalah amoxicillin clavulanate 2 gram per oral dua kali sehari, atau 90
mg/kgBB/hari dua kali sehari. Pada pasien yang alergi penisilin dapat digunakan
levofloxacin, moxifloxacin, atau cephalosporin generasi ketiga
g. Polip hidung
pengobatan lini pertama pada kasus polip nasi adalah steroid oral dan topikal.
Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga
polipektomi medikamentosa. Untuk polip stadium 1 dan 2, sebaiknya
kortikosteroid intranasal dan/atau oral selama 4-6 minggu. Bila reaksinya baik,
pengobatan ini diteruskan sampai polip atau gejalanya hilang. Pada polip nasi
rekuren perlu dicari faktor alergi (kausatif). Jika polip sudah sangat mengganggu
pernafasan disarankan untuk terapi bedah yaitu polipektomi.
10. Apa Komplikasi Yang Dapat Terjadi Pada Kasus Tersebut?
a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands,
akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan
limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa.
b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.
c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal.
Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang
menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan
udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama
bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain
akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil
(MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah.

Anda mungkin juga menyukai