Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tubaeustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. otitis media terbagi atas otitis
mediasupuratif dan non-supuratif, dimana masing-masing memiliki bentuk akut dan
kronis.Otitis media akut termasuk kedalam jenis otitis media supuratif. Selain itu, terdapat juga
jenis otitis media spesifik, yaitu otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitik, dan otitismedia
adhesiva.
Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau seluruh bagian
mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid yang berlangsung
mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun virus ke dalam telinga tengah baik
secara langsung maupun secara tidak langsung sebagai akibat dari infeksi saluran napas atas
yang berulang.
Tuba Eusthacius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan
nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi, drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret
dari nasofaring ke telinga tengah.
Prevalensi kejadian OMA banyak diderita oleh anak-anak maupun bayi
dibandingkan pada orang dewasa tua maupun dewasa muda. Pada bayi terjadinya OMA
dipermudah oleh karena tuba Eustachius lebih pendek, lebar dan letaknya agak horizontal.
Pada anak-anak makin sering menderita infeksi saluran napas atas, maka makin besar pula
kemungkinan terjadinya OMA disamping oleh karena system imunitas anak yang belum
berkembang secara sempurna.
Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran
pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1 tahun sekitar
62%, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan
75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir
setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

2.1.1 Telinga
luar

Gambar 1. Anatomi Telinga11

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai
membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang
telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian
luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang.
Panjangnya kira-kira 2,5 – 3 cm.12
Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen
dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga. Pada dua
pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.12
2.1.2 Telinga tengah
Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari:12
 Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu
mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani dibagi atas 2
bagian yaitu bagian atas disebut pars flasida (membrane sharpnell) dimana

2
lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga sedangkan lapisan
dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa merupakan bagian yang
tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari
serat kolagen dan sedikit serat elastin.
 Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes. Tulang
pendengaran ini dalam telinga tengah saling berhubungan.
 Tuba eustachius, yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan
nasofaring.
2.1.3 Telinga dalam

Gambar 2. Anatomi Telinga Dalam13

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.
Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala
timpani dengan skala vestibuli.11
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibule sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media
(duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibule dan skala timpani berisi
perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat
di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dimana cairan perilimfe tinggi akan
natrium dan rendah kalum, sedangkan endolimfe tinggi akan kalium dan rendah

3
natrium. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut
sebagai membran vestibuli (Reissner’s Membrane) sedangkan skala media
adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti yang
mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer
pendengaran. Organ corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3000) dan tiga
baris sel rambut luar (12000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang
lengan horizontal dari suatu jungkat jangkit yang dibentuk oleh sel-sel
penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel
rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada
suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular,
dikenal sebagai membrane tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong
oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus.14
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang diebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari
sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ
Corti.14

2.2 Fisiologi pendengaran


Suara bermula dari gelombang tekanan udara, yang akan menggetarkan
gendang telinga. Getaran ini akan disampaikan ke dalam telinga dalam oleh tiga
tulang pendengaran, stapes bergerak ke dalam dan keluar dari telinga dalam seperti
piston. Pergerakan pompa ini akan menimbulkan gelombang tekanan di dalam cairan
telinga dalam atau koklea. Pada koklea secara bergantian akan mengubah gelombang
tekanan menjadi aktifitas elektrik di dalam nervus auditorius yang akan
menyampaikan informasi ke otak. Proses transduksi di dalam koklea membutuhkan
fungsi kerjasama dari berbagai jenis tipe sel yang berada di dalam duktus koklearis.
Duktus ini berisi endolimfe, cairan ekstraselular yang kaya akan potassium dan
rendah akan sodium. Ruangan endolimfatik memiliki potensial elektrik yang besar
yaitu 100mV. Komposisi ion dan potensial elektrik dari ruangan endolimfatik dijaga
oleh sekelompok sel yang dikenal sebagai stria vaskularis.15
Pada manusia, duktus koklearis berputar sepanjang 35 mm dari dasar koklea
(dekat stapes) hingga ke apeks. Ukuran, massa dan kekakuan dari banyak elemen
selulae, terutama pada organ corti, berubah secara sistematis dari satu ujung spiral ke
ujung yang lain. Keadaan ini menyebabkan pengaturan mekanik sehingga gelombang

4
tekanan yang diproduksi oleh suara berfrekuensi tinggi menyebabkan organ tersebut
bergetar pada basisnya, sedangkan suara frekuensi rendah menyebabkan getaran pada
ujung puncak.15
Proses transduksi, dibentuk oleh dua jenis sel sensori pada organ corti, yaitu
sel rambut dalam dan sel rambut luar. Gelombang tekanan yang ditimbulkan suara
pada cairan koklea membengkokkan rambut sensori yang disebut stereosilia, yang
berada di atas sel rambut. Pembengkokan ini akan merenggangkan dan memendekkan
ujung penghubung yang menghubungkann adjasen stereosilia. Ketika ujung
penghubung meregang, ini akan menyebabkan terbukanya kanal ion pada membran
stereosilia dan ion K dapat masuk ke dalama sel rambut dari endolimfe. Masuknya ion
K ini menyebabkam perubahan potensial elektrik dari sel rambut, sehingga
menyebabkan pelepasan neurotransmitter dari vesikel sinaps pada dasar sel rambut.
Serabut saraf auditorius, yang kontak dengan sel rambut, respon terhadap
neurotransmitter dengan memproduksi potensial aksi, yang akan berjalan sepanjang
serabut saraf unutk mencapai otak dalam sekian seperdetik. Pola aktifitas elektrik
yang melalui 40.000 serabut saraf auditorius diterjemahkan oleh otak dan berakhir
dengan sensasi yang kita kenal dengan pendengaran.15
Sel rambut dalam dan sel rambut luar memerankan peranan dasar yang
berbeda pada fungsi telinga dalam. Sebagian besar serabut saraf auditorius kontak
hanya dengan sel rambut dalam. Sel rambut dalam adalah transduser sederhana, yang
merubah energy mekanik menjadi energi listrik. Sel rambut dalam adalah penguat
kecil yang dapat meningkatkan getaran mekanik dari organ corti. Kontribusi sel
rambut luar ini penting untuk sensitifitas normal dan selektifitas frekuensi dari telinga
dalam.15

2.3 Epidemiologi

Hampir 85% anak mempunyai paling sedikit episode otitis media akut pada
umur 3 tahun dan 50 % anak akan mempunyai dua episode atau lebih serangan otitis
media.7 Bayi dan anak kecil beresiko paling tinggi untuk otitis media. Frekuensi
insidennya adalah 15-20% pada puncak usia bayi sekitar 6-36 bulan dan puncak usia
anak sekitar 4-6 tahun.7 Anak yang menderita otitis media pada tahun pertama
mempunyai resiko penyakit akut kumat atau kronis. Setelah tahun pertama, sekitar
40% anak menderita efusi telinga tengah yang menetap selama 4 minggu dan 10%

5
menderita efusi selama 3 bulan. Insiden penyakit ini menurun pada usia 6 tahun.
Faktor resiko otitis media akut adalah:5-7
a. Laki-laki
b. Kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah
c. Suku asli Alaska (Eskimo)
d. Suku asli Amerika (Indian)
e. Orang kulit putih lebih beresiko dripada kulit hitam
f. Pada saat musim dingin dan awal musim semi

2.4 Etiologi
Otitis media dapat terjadi karena :
a. Sumbatan tuba eustachius
Obstruksi tuba eustachius merupakan suatu faktor penyebab dasar pada otitis
media akut. Oleh sebab itu, hilanglah sawar utama terhadap invasi bakteri karena
pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba terganggu.
b. Perubahan tekanan udara secara tiba-tiba
c. Alergi
d. Infeksi
Kuman penyebab utama pada otitis media akut adalah bakteri piogenik seperti
Streptococcus sp., Staphilococcus aureus, Pneumococcus. Selain itu kadang-
kadang ditemukan juga Haemophillus influenza, Escherichia coli, Streptococcus
anhemolitikus, Proteus Vulgaris, dan Pseudomonas aeruginosa. Haemophillus
influenza saring ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun. Beberapa
contoh kuman penyebab infeksi otitis media akut yaitu: Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenza (tipe tidak dapat ditentukan), Streptococcus Grup A,
Branhamella catarrhalis, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis;
sedangkan pada bayi, bakteri pathogen yang menyebabkan otitis media akut
adalah Chlamydia trachomatis, Eschericia coli, dan spesies Klebsiella.
e. Sumbatan
Sumbatan dapat berupa sekret, tampon, dan tumor.

6
2.5 Patofisiologi

Insiden otitis media akut yang tinggi pada anak mungkin merupakan
kombinasi beberapa faktor penyebab dengan disfungsi tuba Eustachius (gambar 3).
Tuba eustachius menghubungkan antara nasofaring dengan telinga tengah
anterior. Tuba eustachius dilapisi oleh epitel lapisan saluran pernapasan dan
dikelilingi oleh tulang dan sebagian besar tulang kartilago. Tuba eustachius anak
berbeda dengan orang dewasa. Tuba eustachius pada anak lebih horizontal dan
terdapat banyak folikel limfoid yang mengengelilingi lubang pembukaan tuba dan
torus tubarius.
Tuba eustachius secara normal tertutup pada saat istirahat dan membuka pada
saat menelan, mengunyah, dan menguap. Hal ini disebabkan karena kerja otot tensor
veli palatini. Tuba Eustachius melindungi telinga tengah dari sekresi nasofaring yang
memberikan drainase ke dalam nasofaring dan memberikan keseimbangan tekanan
udara dengan tekanan atmosfir yang terdapat pada telinga tengah.
Patogenesis otitis media akut sebagian besar anak-anak dimulai dengan infeksi
saluran nafas atas (ISPA) atau alergi sehingga terjadi kongesti dan edema pada
mukosa saluran nafas atas, termasuk nasofaring dan tuba eustachius. Tuba eustachius
menjadi sempit sehingga terjadi tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan
demikian berlangsung lama, akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus dan bakteri
dari nasofaring ke dalam tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada
tuba eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring.
Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses yang
kompleks dari reaksi inflamasi dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Bila
tuba eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, sehingga terjadi infeksi
serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba
patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran nafas atas, sitokin dan mediator-
mediator inflamasi yang dilepaskan menyebabkan disfungsi tuba eustachius.
Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri
sehingga mengganggu pertahanan imun pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret
dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, pendengaran dapat terganggu
karena membran timpani dan tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap
getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran

7
timpani akibat tekanannya yang meninggi.
Obstruksi tuba eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal.
Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA dimana proses inflamasi terjadi lalu
timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu,
sebagian besar pasien otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari
tuba eustachius sehingga mekanisme pembukaan terganggu. Faktor ekstraluminal
seperti tumor dan hipertrofi adenoid.

8
Gambar 3. Patofisiologi otitis media.3,5,7

9
Penyebab anak-anak mudah terserang otitis media akut adalah:
a. Pada bayi atau anak-anak tuba lebih pendek, lebih lebar, dan kedudukannya lebih
horizontal dari tuba orang dewasa sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke
telinga tengah (gambar 4).
b. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak-anak di bawah umur 9 bulan
adalah 17,5 mm (gambar 4). Ini meningkatkan peluang refluks dari nasofaring
yang mengganggu drainase melalui tuba eustachius.
c. Insidens terjadinya otitis media pada anak yang berumur lebih tua lebih
berkurang. Hal ini terjadi karena tuba telah berkembang sempurna dan diameter
tuba eustachius meningkat sehingga jarang terjadi obstruksi dan disfungsi tuba.
d. Sistem pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga mudah terkena ISPA lalu
terinfeksi ke telinga tengah
e. Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan
dalam kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar dibanding orang
dewasa. Posisi adenoid yang berdekatan dengan muara tuba eustachius
menyebabkan adenoid yang besar mengganggu terbukanya tuba eustachius. Selain
itu, adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA dan dapat menyebar ke telinga tengah
melalui tuba eustachius.

Gambar 4. Perbedaan tuba eustachius anak-anak dengan orang dewasa5

10
Stadium otitis media dibedakan menjadi 5 stadium, yaitu:
2.5.1 Stadium oklusi tuba eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba eustachius yang ditandai oleh retraksi
membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif dalam telinga
tengah dengan adanya absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani
tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin
telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan
otitis media serosa yang disebabkan virus atau alergi. Tidak terjadi demam pada
stadium ini.
2.5.2 Stadium hiperemis

Pada stadium hiperemis (gambar 5),


tampak pembuluh darah yang melebar
di membran timpani atau seluruh
membran timpani tampak hiperemis
dan edema. Sekret yang telah
terbentuk mungkin masih bersifat
eksudat yang serosa sehingga sukar
terlihat. Hiperemis disebabkan oleh
oklusi tuba yang berkepanjangan
Gambar 5. Stadium hiperemis sehingga terjadinya invasi oleh
mikroorganisme piogenik. Inflamasi
yang terjadi pada telinga tengah dan
membran timpani menyebabkan kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi
bakteri yang menyebabkan pasien mengeluh otalgia, telinga rasa penuh, dan
edema. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan
tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena peningkatan
tekanan udara di kavum timpani. Gejala berkisar antar dua belas jam sampai
satu hari.
2.5.3 Stadium supurasi

Stadium ini (gambar 6) ditandai oleh


terbentuknya sekret eksudat purulen atau
bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel
mastoid. Selain itu, edema pada mukosa

11

Gambar 6. Stadium supurasi


telinga tengah menjadi lebih hebat dan sel epitel superfisial hancur.
Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran
timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat kesakitan, nadi dan suhu
meningkat, dan rasa nyeri yang bertambah hebat di telinga. Pasien selalu gaduh
dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan tuli konduktif.
Pada bayi, demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan iskemia membran timpani akibat nekrosis mukosa dan submukosa
membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum
timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil menyebabkan tekanan kapiler
membran timpani meningkat lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa
lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan cara miringotomi.
Bedah kecil ini dilakukan dengan cara menginsisi pada membran timpani
sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka
insisi pada membran timpani akan menutup kembali. Apabila terjadi ruptur,
lubang tempat perforasi lebih sulit menutup. Membran timpani tidak akan
menutup kembali jika membrannya tidak utuh lagi.
2.5.4 Stadium perforasi

Stadium perforasi (gambar 7)


ditandai oleh ruptur membran
timpani sehingga sekret berupa
nanah yang jumlahnya banyak akan
mengalir dari telinga tengah ke
liang telinga luar. Kadang-kadang
pengeluaran sekret bersifat pulsasi
(berdenyut). Stadium ini
disebabkan oleh terlambatnya
pemberian antibiotik dan tingginya
Gambar 7. Stadium perforasi
virulensi kuman.
Setelah nanah
keluar, anak menjadi tenang, suhu tubuh menurun, dan dapat tidur nyenyak. Jika

12
membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap
berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media
supuratif subakut. Jika berlangsung melebihi satu setengah bulan sampai dua
bulan disebut otitis media supuratif kronik.
2.5.5 Stadium resolusi

Keadaan ini merupakan stadium


akhir otitis media akut yang diawali
dengan berkurangnya atau berhentinya
otore. Stadium resolusi ditandai oleh
membran timpani berangsur normal
(gambar 8) hingga perforasi membran
timpani menutup kembali dan sekret
purulen berkurang dan akhirnya kering
sehingga pendengaran kembali normal. Gambar 8. Membran timpani
Stadium ini terjadi walaupun tanpa yang utuh

pengobatan jika membran timpani utuh,


daya tahan tubuh baik, dan virulensi
kuman rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran
timpani menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul.
Otitits media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media
serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa
mengalami perforasi membran timpani.

2.6 Gejala Klinis

Anak yang lebih dewasa dengan OMA biasanya datang dengan riwayat nyeri
telinga atau otalgia mendadak. Namun demikian, pada anak usia preverbal yang lebih
muda, otalgia dicurigai dari tingkah laku anak yang suka menarik-narik/menggosok
atau terus menerus memegang telinganya, nangis berlebihan/rewel, atau perubahan
pada pola tidur anak yang disadari oleh orang tuanya, yang seringkali dianggap gejala
yang tidak spesifik. Beberapa studi mencoba untuk mengkorelasikan skor gejala
dengan diagnosis OMA.

13
Sebuah pengkajian sistematis mengidentifikasi empat artikel yang
mengevaluasi keakuratan dari gejala. Otalgia ternyata berguna untuk mendiagnosis
OMA, namun demikian gejala ini hanya muncul pada 50% - 60% kasus anak dengan
OMA.
Dalam prakteknya, gejala klinis OMA sesungguhnya tidak terlalu khas, namun
antara lain bisa didapati gejala seperti:
a. Pada perjalanan yang biasa, anak yang menderita infeksi saluran pernapasan atas
beberapa hari secara mendadak menderita otalgia, demam, tidak enak secara
menyeluruh
b. Pada bayi, gejala tersebut kurang terlokalisasi dan meliputi iritabilitas, diare,
muntah, anak gelisah dan sukar tidur, kejang-kejang, dan kadang memegang
telinga yang sakit, dan malaise serta suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5oC
c. Terdapat riwayat batuk pilek
d. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula
gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar
e. Apabila terjadi ruptur membran timpani, sekret mengalir ke liang telinga, suhu
turun, dan anak tertidur tenang
2.6.1 Anamnesis

Anamnesis bisa dilakukan dengan autoanamnesis atau alloanamnesis.


Untuk pasien yang anak-anak atau bayi yang belum bisa bicara ataupun pasien
yang menunjukkan sikap tidak kooperatif dengan klinisi (menangis karena
kesakitan) dapat dilakukan alloanamnesis dari pendamping pasien. Dimulai dari
keluhan utama; pada anak dengan OMA, biasanya keluhan utama yaitu anak
tiba-tiba terbangun pada malam hari sambil menangis dan memegangi
telinganya.
Riwayat penyakit sekarang dapat diperoleh melalui beberapa rangkaian
pertanyaan seperti:
a. Sudah sejak kapan anak ibu/bapak mengeluhkan nyeri pada telinganya?
b. Apakah ada keluar cairan dari telinganya? Jika ya, apa warnanya? Dan
apakah berbau?
c. Apakah anak ibu/bapak menderita batuk/pilek sebelum episode nyeri pada
telinganya? Jika ya:
 Apa batuk/pilek sudah sembuh?

14
 Apakah disertai dengan adanya dahak/lendir? Jika ya, apakah
dahak/lendir tersebut kental? Kalau kental, warnanya apa?
d. Apakah disertai demam? Jika ya, sudah berapa hari demamnya dan berapa
suhunya?
e. Pengobatan apa yang sudah diberikan untuk demam dan batuk/pileknya?
Apakah ada perbaikan dengan pengobatan?
f. Apakah anak ibu/bapak menjadi tidak nafsu makan?
g. Jika pada bayi:
 Apakah bayi ibu/bapak mengalami diare?
 Apakah bayi ibu/bapak mengalami muntah?
 Apakah bayi ibu/bapak merasa lemas dan tidak aktif?
 Apakah bayi ibu/bapak merasa tidak nyaman sehingga menjadi lebih
rewel?

Kemudian dokter juga harus mencari riwayat penyakit dahulu dengan


menanyakan apakah sebelumnya anak pernah mengalami gejala serupa?
Riwayat trauma pada kepala maupun telinga secara langsung, masuknya benda
asing ke telinga, dan kebiasaan mengorek telinga perlu ditanyakan. Kemudian
riwayat alergi juga perlu ditanyakan, baik pada anak tersebut maupun pada
keluarganya. Selain itu, riwayat keluhan serupa pada anggota keluarga juga
perlu ditanyakan.
2.6.2 Pemeriksaan fisik
Status generalisata

Dimulai dari penilaian terhadap keadaan umum yang mencakup


a. Kesan keadaan sakit pasien, termasuk ekspresi muka dan posisi pasien:
apakah pasien tidak tampak sakit, sakit ringan, sakit sedang, atau apakah
tampak sakit berat
b. Kesadaran:
 kompos mentis: pasien sadar sepenuhnya dan memberikan respons yang
adekuat terhadap semua stimulus yang diberikan
 apatik: pasien dalam keadaan sadar, tetapi acuh tak acuh terhadap
keadaan sekitarnya, ia akan memberikan respons yang adekuat bila
diberikan stimulus

15
 somnolen: yakni tingkat kesadaran yang lebih rendah daripada apatik,
pasien tampak mengantuk, selalu ingin tidur; ia tidak responsif terhadap
stimulus ringan, tetapi masih memberikan respons terhadap stimulus
yang agak keras, kemudian tertidur lagi
 sopor: pasien tidak memberikan respons ringan maupun sedang, tetapi
masih memberikan sedikit respons terhadap stimulus yang kuat, refleks
pupil terhadap cahaya masih positif
 koma: pasien tidak dapat bereaksi terhadap stimulus apapun, refleks
pupil terhadap cahaya tidak ada, ini adalah tingkat kesadaran yang paling
rendah
c. Kesan status gizi: dinilai secara klinis dengan melakukan inspeksi. Pada
inspeksi secara umum dapat dilihat bagaimana proporsi atau postur tubuh
pasien, apakah baik, kurus atau gemuk. Status gizi juga dapat dinilai dengan
menghitung indeks masa tubuh (IMT).
d. Tanda vital: mencakup tekanan darah, nadi, laju pernafasan, dan suhu.

Status lokalis (pemeriksaan telinga)


a. Pemeriksaan telinga umum
Telinga diperiksa mulai dari daun telinga apakah bentuk, besar dan
posisinya normal. Kemudian dilakukan pemeriksaan liang telinga.
Pemeriksaan liang telinga sebaiknya didahului dengan pembersihan
serumen. Pemeriksaan dilakukan dengan bantuan spekulum telinga atau
otoskop. Otitis eksterna dapat disebabkan oleh berbagai bakteri dan jamur.
Keluhan yang sering ialah nyeri dan/ atau gatal, dapat disertai sekresi
mukopurulen yang dapat berbau. Bila daun telinga ditarik, pasien akan
merasa sakit. Perhatikan pula terdapatnya kelainan seperti laserasi dan
korpus alienum pada liang telinga.1 Setelah memeriksa liang telinga, di
periksa pula membran timpani dengan menggunakan otoskop.
b. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang gendang telinga guna
mendiagnosis otitis media. Otitis media akut ditandai dengan penonjolan
gendang telinga berwarna merah pada pemeriksaan otoskopi.
Cara pemeriksaan otoskopi:2

16
 Untuk memeriksa telinga kanan pasien, pemeriksa memegang otoskop
dengan tangan kanan sedangkan tangan kiri untuk meluruskan kanalnya
dengan cara menarik daun telinga ke atas, luar, dan belakang. Makin
lurus kanalnya, makin mudah visualisasi dan pemeriksaan akan semakin
nyaman dirasakan oleh pasien. Pada anak-anak, kanal harus diluruskan
dengan menarik daun telinga ke bawah dan ke belakang.
 Pasien diminta untuk memutar kepalanya ke samping sehingga
pemeriksa dapat memeriksa telinga tersebut dengan lebih nyaman.
 Otoskop dapat dipegang dengan 2 cara yaitu:
 Memegang otoskop seperti memegang pensil
Pada
cara ini
(gambar 9),
memegang
otoskop
seperti
memegang
pensil, di
Gambar 9. Cara antara ibu
memegang otoskop.2
jari dan
telunjuk dalam posisi mengarah ke bawah sedangkan bagian ulnar
tangan pemeriksa bersandar pada sisi wajah pasien. Posisi ini
menyediakan penyangga terhadap gerakan tiba-tiba pasien. Dengan
memegang ujung tangkai otoskop, pemeriksaan mengarahkan
spekulum ke dalam kanalis eksternus. Teknik ini mula-mula terasa
lebih sukar dipakai ketimbang teknik yang lainnya. Posisi ini lebih
banyak disukai karena lebih aman terutama untuk anak-anak.
 Memegang otoskop ke arah atas ketika spekulum dimasukkan ke
dalam kanal
Teknik ini (Gambar 10) terasa lebih nyaman bagi pemeriksa,
namun gerakan pasien yang tiba-tiba dapat menyebabkan rasa nyeri
dan cedera pada liang telinga pasien.

17
Gambar 10. Teknik memegang otoskop ke arah atas.2

 Lakukanlah inspeksi pada kanalis eksternus dan membran


timpani
 Inspeksi kanalis eksternus
Dengan hati-hati masukkanlah spekulum ke dalam kanalis
eksternus dan periksalah. Seharusnya dalam keadaan normal, kanalis
eksternus tidak terdapat tanda-tanda radang seperti kemerahan,
bengkak, atau nyeri tekan. Dinding kanalis seharusnya bebas dari
benda asing, skuama, atau sekret. Jika ada benda asing, berikanlah
perhatian khusus dengan memeriksa kanalis telinga sisi lain, hidung,
dan lubang-lubang tubuh yang mudah dicapai.
Serumen harus dibiarkan begitu saja kecuali bila mengganggu
visualisasi kanalis dan membrana timpani. Pengeluaran serumen
sebaiknya dilakukan oleh pemeriksa yang berpengalaman karena
setiap manipulasi bisa menyebabkan trauma. Jika terdapat sekret,
perhatikan tempat asal sekret tersebut.
 Inspeksi membrana timpani
Ketika spekulum dimasukkan lebih jauh ke dalam kanal,
lakukan dengan arah ke bawah dan ke depan agar membrana timpani
dapat divisualisasikan. Membrana timpani harus terlihat sebagai
selaput yang utuh, transulen, abu-abu seperti mutiara pada akhir
kanal tersebut. Tangkai maleus harus terlihat di dekat bagian tengah

18
membrana timpani. Dari ujung bawah tangkai tersebut, seringkali
ada kerucut segitiga terang yang dipantulkan dari pars tensa. Ini yang
disebut dengan refleks cahaya yang menuju ke anteroinferior. Pars
flasida, prosesus brevis maleus, dan plika anterior dan posterior harus
dikenali sesuai dengan gambar 3 dan 4.

Gambar 11. Bagian dari membran timpani2

Ada tidaknya refleks cahaya tidak bisa dianggap sebagai


sesuatu yang normal atau penyakit. Sensitivitas adanya refleks
cahaya untuk mendiagnosa penyakit adalah rendah. Membrana
timpani tanpa refleks cahaya bisa saja normal dan perbandingan
dengan reflek cahaya tetapi abnormal adalah sama banyak.

19
Gambar 12. Ilustrasi membrana timpani seperti
yang terlihat melalui otoskop2

Uraikanlah warna, keutuhan, transparansi, posisi, dan bagian-


bagian penting membrana timpani. Dalam keadaan sehat, membrana
timpani biasanya abu-abu seperti mutiara. Dalam keadaan sakit,
membrana timpani mungkin pudar dan menjadi merah atau kuning.
Kongesti adalah dilatasi pembuluh darah yang membuatnya
tampak lebih nyata. Pembuluh darah seharusnya hanya dapat dilihat
sekitar bagian tepi membrana. Bercak-bercak putih padat pada
membrana timpani mungkin disebabkan oleh timpanosklerosis.
Penonjolan membrana timpani menunjukkan adanya cairan
atau pus di dalam telinga tengah. Membrana timpani mengalami
retraksi jika tekanan ruang intratimpani berkurang misalnya kalau
tuba Eustachius tersumbat.
Jika membrana timpani mengalami perforasi, lukiskanlah
ciri-cirinya. Perforasi membrana timpani terjadi setelah terdapat
trauma atau infeksi yang terdapat gambar 5.

20
Gambar 13. Perforasi gendang telinga2
Posisi normal membrana timpani adalah miring
terhadap kanalis eksternus. Batas superiornya lebih dekat
dengan mata pemeriksa. Ini lebih sering terlihat jelas pada bayi
daripada orang dewasa.

 Setelah itu ulangi pemeriksaan otoskopi pada telinga satunya

Hasil pemeriksaan yang bisa didapatkan adalah:


Dalam keadaan normal membran timpani sedikit cekung dan
mengkilat. Membran timpani yang tampak rata atau cembung dan
kusam berarti abnormal. Pada otitis media kataral membran
timpani tampak sangat merah dengan refleks cahaya yang
berkurang. Pada otitis media supurativa membran timpani
menonjol, kemerahan dan refleks cahaya hilang. Membran yang
menonjol dan berwarna biru mungkin menunjukkan perdarahan
pada rongga telinga tengah akibat trauma, infeksi atau fraktur
basis kranii. Diperhatikan apakah pada membran timpani ada
perforasi. Perforasi dengan sekret yang purulen menunjukkan
terdapatnya otitis media supurativa akut atau kronik. Perforasi
juga dapat terjadi akibat gigitan serangga atau trauma. Pada
miringitis terdapat warna kemerahan yang jelas tanpa penonjolan
membran timpani. Kolesteatoma dapat dilihat di depan atau
dibelakang membran, biasanya disertai dengan nanah yang
mengalir ke luar.1

21
Gambar 14. Gambaran Membran Timpani dengan Otoskop daKeterangannya2

2.7 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan peunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
timpanometri.. Timpanometri merupakan suatu pemeriksaan yang mencangkup
pemasangan sonde kecil pada telinga luar dan pengukuran gerakan membran timpani
setelah adanya tonus yang terfiksasi, juga dapat digunakan untuk mengevaluasi
mobilitas membran timpani.3 Gambaran timpanometri yang abnormal (adanya cairan
atau tekanan negatif di telinga tengah) merupakan petunjuk adanya gangguan
pendengaran konduktif.
Pada otitis media akut dan otitis media efusi, mobilitas gendang telinga
berkurang. Pada otitis biasanya terdapat grafik berupa “straight line” atau yang
disebut “stiff ear” yang terdapat pada gambar 7.
Terdapat 4 jenis timpanogram yaitu:4
a. Tipe A (normal)
b. Tipe AD (diskontinuitas tulang-tulang pendengaran)
c. Tipe AS (kekakuan rangkaian tulang pendengaran)
d. Tipe B (Cairan di dalam telinga tengah)
e. Tipe C (gangguan fungsi tuba eustachius)

22
2.8 Diagnosis

Akademi pediatrik Amerika (American Academy of Pediatrics) dan Asosiasi


dokter keluarga Amerika (AAFP – American Association of Family Physician)
mengajukan beberapa rekomendasi terkait dengan diagnosis dan penatalaksanaan
OMA.16
Untuk mendiagnosis OMA, seorang klinisi harus mengkonfirmasi adanya
riwayat kejadian yang muncul mendadak, mengidentifikasi efusi telinga tengah, dan
mengevaluasi adanya tanda dan gejala dari inflamasi telinga tengah.

Tabel 1. Definisi dan diagnosis OMA16


Diagnosis OMA membutuhkan:
1) riwayat kejadian akut dari tanda dan gejala,
2) adanya tanda efusi telinga tengah, dan
3) tanda dan gejala dari inflamasi telinga tengah.

Elemen dari definisi OMA adalah di bawah ini:


1. Tanda dan gejala inflamasi telinga tengah dan efusi telinga tengah yang bersifat
mendadak dan baru terjadi.
2. Adanya tanda efusi telinga tengah yang diindikasikan oleh salah satu di bawah
ini:
a. Membran timpani yang bulging / menonjol
b. Pergerakan membran timpani yang terbatas atau tidak ada
c. Air fluid level di belakang membran timpani
d. Otore
3. Tanda atau gejala dari inflamasi telinga tengah yang diindikasikan oleh salah
satu di bawah ini:
a. Eritema yang jelas dari membran timpani ATAU
b. Otalgia yang nyata (rasa tidak nyaman yang jelas pada telinga yang
menyebabkan gangguan atau mengganggu aktivitas atau tidur)

Anak dengan OMA biasanya datang dengan riwayat munculnya tanda dan
gejala yang tiba-tiba seperti otalgia (atau menarik telinga apabila pada bayi/balita),

23
iritabilitas pada bayi atau alita, otore, dan/atau demam. Temuan ini, selain otore,
adalah tidak sepsifik dan seringkali tumpang tindih dengan ISPA akibat viral yang
tidak berkomplikasi. Pada sebuah survey prospektif diantara 354 anak yang datang ke
dokter dengan penyakit respiratori akut, demam, nyeri telinga, dan rewel, 90% di
antaranya dengan OMA. Namun demikian, gejala ini juga nyata pada anak tanpa
OMA (72%). Gejala lain dari ISPA akibat virus, seperti batuk dan sekret dari hidung
atau rasa penuh pada hidung, biasanya menyertai OMA, dan juga tidak spesifik. Oleh
karenanya, riwayat klinis sendiri masih kurang prediktif untuk adanya OMA, terutama
pada anak yang masih kecil.16
Adanya efusi telinga tengah seringkali dikonfirmasi dengan otoskopi
pneumatik, namun dapat disuplementasikan dengan timpanometri 20 dan/atau
reflektometri akustik.16 Efusi telinga tengah juga bisa secara langsung
didemonstrasikan oleh timpanosentesis atau dengan adanya cairan pada liang telinga
tengah sebagai akibat dari perforasi membran timpani.
Gambaran dari membran timpani dengan identifikasi efusi telinga tengah dan
perubahan inflamasi merupakan hal yang dibutuhkan untuk membantu memastikan
diagnosis. Untuk melihat membran timpani dengan adekuat, adalah penting untuk
membersihkan serumen yang mengahalangi membran timpani dan pencahayaan yang
adekuat. Untuk otoskopi pneumatik, spekulum dengan bentuk dan diameter
dibutuhkan harus diperhatikan. Untuk pemeriksaan anak-anak, dibutuhkan
pendamping yang bisa menahan gerakan anak tersebut saat diperiksa.
Temuan pada otoskopi mengindikasikan adanya efusi telinga tengah dan
inflamasi yang berhubungan dengan OMA sudah jelas disebutkan. Membran timpani
yang tampak menonjol / bulging dan penuh merupakan temuan yang sering didapati
dan memiliki nilai prediktif yang paling tinggi untuk adanya efusi telinga tengah. Bila
dikombinasikan dengan warna dan pergerakan, penonjolan juga merupakan prediktor
yang baik untuk OMA.16 Menurunnya atau tidak adanya pergerakan dari membran
timpani sewaktu otoskopi pneumatik dilakukan lebih lanjut menunjukkan adanya
cairan pada telinga tengah. Opasifikasi atau gambaran berawan/keruh, selain daripada
yang disebabkan oleh luka/scarring, hal ini juga merupakan temuan yang konsisten
dan biasanya disebabkan oleh edema membran timpani. Kemerahan pada membran
timpani karena inflamasi dapat terjadi dan harus dibedakan dengan eritema merah
muda yang disebabkan karena anak menangis atau demam tinggi, yang biasanya tidak
begitu intens dan meghilang ketika anak tenang. Pada miringitis bulosa, blister dapat

24
tampak pada membran timpani. Ketika adanya cairan di telinga tengah sulit
ditentukan, penggunaan timpanometri atau reflektometri akustik dapat membantu
menegakkan diagnosis.
Tantangan utama untuk klinisi adalah untuk membedakan antara otitis media
efusi dan OMA.18 OME lebih sering terjadi daripada OMA. OME dapat terjadi
bersamaan dengan ISPA karena virus, dapat juga mendahului OMA, maupun sebagai
gejala sekuelae dari OMA.19 Ketika OME salah diidentifiksi sebagai OMA,
penggunaan antibakteri bisa jadi tidak tepat sasaran.20,21 Klinisi harus berjuang
menghindari diagnosis positif-palsu pada anak dengan rasa tidak nyaman di telinga
tengah yang diakibatkan oleh difsungsi tuba Eustachius atau ketika ISPA karena virus
menutupi efusi telinga tengah kronik yang sudah ada.
Diagnosis OMA, terutama pada balita muda dan anak muda, biasanya dibuat
dengan derajat ketidakpastian. Faktor yang sering meningkatkan ketidakpastian
termasuk ketidakmampuan untuk membersihkan secara benar liang telinga tengah
dari serumen, atau liang telinga yang sempit, atau ketidakmampuan untuk menjaga
seal yang adekuat untuk otoskopi pneumatik atau dengan timpanometri. Diagnosis
OMA yang tidak pasti seringkali disebabkan karena ketidak mampuan
mengkonfirmasi adanya efusi telinga tengah.23 Reflektometri akustik bisa membantu,
karena ini tidak membutuhkan seal pada liang telinga dan dapat memberikan
keterangan mengenai adanya cairan pada telinga tengah hanya lewat lubang kecil
pada serumen. Ketika keberadaan cairan pada telinga tengah masih tidak jelas atau
dipertanyakan, diagnosis OMA boleh dipertimbangkan namun belum bisa
dikonfirmasi.
Diagnosis pasti dari OMA harus memenuhi semua tiga kriteria: kejadian
mendadak, adanya efusi telinga tengah, dan tanda dan gejala dari inflamasi telinga
tengah. Klinisi harus memaksimalkan strategi diagnosis, terutama untuk menentukan
keberadaan efusi telinga tengah, dan harus mempertimbangkan kepastian dari
diagnosis dalam rangka untuk menentukan tata laksana. Klinisi harus mendiskusikan
derajat dari kepastian diagnosis dengan orang tua atau pendamping pasien saat akan
memulai penatalaksanaan awal OMA.
2.8.1 Diagnosis banding

Diagnosis banding yang diambil adalah otitis eksterna, otomikosis,


infeksi kronis liang telinga, keratosis obliterans, kolesteatoma eksterna, dan

25
otitis eksterna maligna.
 Otitis eksterna: adalah peradangan pada liang telinga akibat infeksi
biasanya bakteri. Terdapat 2 kemungkinan otitis eksterna akut, yaitu otitis
eksterna sirkumskripta dan otitis eksterna difus.1,4,5
 Otitis eksterna sirkumsripta (furunkel = bisul)
Oleh karena kulit di sepertiga luar liang telinga mengandung
adneksa kulit seperti folikel rambut, kalenjar sebasea dan kalenjar
serumen maka di tempat itu dapat terjadi infeksi pada pilosebaseus
sehingga membentuk furunkel. Kuman penyebabnya biasanya
Staphylococcus aureus atau Staphylococcus albus Gejalanya ialah rasa
nyeri yang hebat, tidak sesuai dengan besar bisul. Hal ini disebabkan
karena kulit liang telinga tidak mengandung jaringan longgar
dibawahnya, sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan perikondrium.
Rasa nyeri dapat juga timbul spontan pada waktu membuka mulut (sendi
temporomandibula). Selain itu terdapat juga gangguan pendengaran bila
furunkel besar dan menyumbat liang telinga.
Terapinya tergantung pada keadaan furunkel. Bila sudah menjadi
abses, diaspirasi secara steril untuk mengeluarkan nanahnya. Lokal
diberikan antibiotika dalam bentuk salep, seperti polymixin B atau
bacitrasin atau antiseptik (asam asetat 2-5% dalam alcohol 2%). Kalau
dinding furunkel tebal, dilakukan insisi kemudian dipasang drainase
untuk mengalirkan nanahnya. Biasanya tidak perlu diberikan obat
simtomatik seperti analgetik dan obat penenang.
 Otitis eksterna difus

Biasanya mengenai kulit liang telinga duapertiga dalam. Tampak


kulit liang telinga dalam. Tampak kulit liang telinga hiperemis dan
edema dengan tidak jelas batasnya serta terdapat furunkel. Otitis
eksterna difus dapat juga terjadi sekunder pada otitis media supuratif
kronis. Gejalanya sama dengan otitis eksterna sirkumskripta. Kadang-
kadang terdapat sekret yang berbau. Sekret ini tidak mengandung lendir
(musin) seperti sekret yang ke luar dari kavum timpani pada otitis media.
Pengobatannya ialah dengan memasukkan tampon tampon yang
mengandung antibiotika ke liang telinga supaya terdapat kontak yang

26
baik antara obat dengan kulit yang meradang.

 Otomikosis
Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang
tinggi di daerah tersebut. Yang tersering ialah jamur Aspergilus. Kadang-
kadang ditemukan juga Candida albicans atau jamur lain. Gejalanya
biasanya berupa rasa gatal dan rasa penuh di liang telinga, tetapi sering pula
tanpa keluhan .Pengobatannya ialah dengan membersihkan liang telinga.
Larutan asam asetat 2-5% dalam alkohol yang diteteskan ke liang telinga.
Kadang-kadang diperlukan obat antijamur sebagai salep yang diberikan
secara topikal.
 Infeksi kronis liang telinga

Infeksi bakteri maupun jamur yang tidak diobati dengan baik, trauma
berulang, adanya benda asing, penggunaan cetakan (mould) pada alat Bantu
dengar (hearing aid) dapat menyebabkan radang kronis. Akibatnya terjadi
penyempitan liang telinga oleh pembentukan jaringan parut atau sikatriks.
Pengobatannya memerlukan operasi rekonstruksi liang telinga.
 Keratosis obliterans dan Kolesteatoma eksterna
Keratosis obliterans adalah kelainan yang jarang terjadi. Biasanya
secara kebetulan ditemukan pada pasien dengan rasa penuh di telinga.
Penyakit ini ditandai dengan penumpukan deskuamasi epidermis di liang
telinga sehingga membentuk gumpalan dan menimbulkan rasa penuh serta
kurang dengar. Bila tidak ditanggulangi dengan baik akan terjadi erosi kulit
dan bagian tulang liang telinga yang sering disebut sebagai kolesteatoma,
yang disertai dengan rasa nyeri yang hebat akibat peradangan setempat.
Etiologinya belum diketahui, sering terjadi pada pasien dengan kelainan
paru kronik seperti bronkiektasis juga pada pasien sinusitis.
Pemberian obat tetes telinga campuran alkohol atau gliserin dalam
peroksida 3% selama 3 kali seminggu merupakan pengobatan dari penyakit
ini. Pada pasien yang telah mengalami erosi dilakukan tindakan bedah.
 Otitis eksterna maligna
Otitis eksterna maligna merupakan tipe dari infeksi akut yang difus
yang biasanya terjadi pada penderita penyakit diabetes mellitus. Radang

27
dapat meluas secara progresif ke lapisan subkutis dan organ sekitarnya
sehingga dapat menimbulkan kelainan berupa kondritis, oeteitis, dan
osteomielitis yang mengakibatkan kehancuran tulang temporal. Gejalanya
rasa gatal yang diikuti nyeri yang hebat dan sekret yang banyak serta
pembengkakkan liang telinga.
Saraf fasial dapat terkena sehingga dapat menimbulkan paresis atau
paralisis fasial. Pengobatan tidak boleh ditunda-tunda yaitu dengan
pemberian antibiotik dosis tinggi yang dikombinasi dengan aminoglikosid.
Disamping obat-obatan, juga diperlukan tindakan debridemen.

28
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Medika mentosa

Pengobatan OMA tergantung dari stadium penyakitnya, yaitu:


 Stadium oklusi
Stadium pengobatan ini terutama bertujuan untuk membuka kembali
tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang.Untuk ini
diberikan obat tetes hidung (HCL efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis
(anak < 12 tahun) atau HCL 1% dalam larutan fisiologik (anak > 12 tahun
dan orang dewasa). Selain itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotik
diberikan apabila penyebab penyakit adalah kuman, bukan oleh virus atau
alergi.
 Stadium hiperemis (presupurasi)
Obat untuk stadium ini ialah antibiotika, obat tetes hidung, dan
analgetika. Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau
ampisilin. Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan
konsentrasi yang adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis
yang terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan
kekambuhan.
Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien
alergi terhadap penisilin maka diberikan eritromisin. Pada anak, ampisilin
diberikan dengan dosis 20-100 mg/kgBB per hari dan dibagi dalam 4 dosis
atau amoksisilin 40 mg/kgBB /hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin
40mg/kgBB/hari
 Stadium supurasi
Selain diberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan
miringotomi bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala-
gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari.
 Stadium perforasi

Sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang-kadang terlihat


sekret keluar secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah
obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat.
Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam
waktu 7-10 hari.

29
 Stadium resolusi

Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi,


dan perforasi membran timpani menutup.Bila tidak terjadi resolusi biasanya
akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di
membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edema
mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian, antibiotika yang dianjurkan
sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan masih tetap banyak,
kemungkinan telah terjadi mastoiditis.
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah
lebih dari 3 minggu maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.
Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu
setengah bulan atau bulan maka keadaan ini disebut otitis media supuratif
kronik (OMSK).
Pada pengobatan OMA terdapat beberapa faktor resiko yang dapat
menyebabkan kegagaln terapi. Resiko tersebut digolongkan menjadi resiko
tinggi kegagalan terapi dan resiko rendah.

Terapi antibiotik
Antibiotik lini pertama pada OMA adalah amoksisilin, 50 mg/kg BB
/hari, dibagi menjadi tiga dosis. Amoksisilin digunakan karena efikasinya yang
tinggi, spektrum yang sempit, efek samping yang rendah dan biaya yang lebih
murah.10
Jika pasien telah diterapi dengan amoksisilin 30 hari sebelumnya atau
memiliki sejarah OMA berulang yang tidak respon amoksisilin, terapi
amoksisilin dapat dikombinasikan dengan asam klavulanat. Pada pasien yang
alergi dengan penisilin dapat diberikan Cefuroxime dan Cefpodoxime.10
Pasien implan koklea yang terkena OMA dalam 2 bulan setelah implant
dapat diberikan ceftriaxone secara parenteral. Jika OMA terjadi 3 bulan setalah
pemasangan implan, terapi yang direkomendasikan adalah amoksisilin, dapat
juga ditambahkan asam klavulanat.10
Durasi pengobatan antibiotik pada OMA : anak umur dibawah 2 tahun
dapat dilakukan terapi selama 10 hari, anak umur 2-6 tahun dilakukan terapi

30
selama 7 hari, dan anak umur 5-7 tahun dapat dilakukan terapi selama 5 sampai
7 hari.10
Jika terapi lini pertama tidak adekuat maka dapat dilakukan:10
1. Terapi amoksisilin lini pertama yang tidak adekuat dapat diberikan
amoksisilin yang ditambahkan dengan asam klavulanat.
2. Jika terapi lini pertama dan lini kedua amoksisilin tidak adekuat, dapat
diberikan ceftriaxone serta dilakukan kultur bakteri dan tes resisten.

Tabel 2. Terapi antibiotik untuk OMA10

31
2.9.2 Non-medika mentosa
Pada pengobatan non-medika mentosa yang dapat dilakukan adalah
miringotomi. Dimana ini merupakan tindakan insisi pada pars tensa membran
timpani, agar terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Syarat dalam melakukan miringotomi (merupakan tindakan pembedahan kecil)
adalah anak harus tenang dan dapat dikuasai.

2.10 Prognosis
Prognosis OMA adalah baik. Gejala akan membaik antara 24-72 jam setelah
pengobatan. Relaps biasanya terjadi karena eradikasi yang kurang sempurna. Karena
itu pasien dinasihatkan untuk mengkonsumsi antibiotik secara tepat dan tetap
melakukan kontrol meskipun gejala telah membaik.9

2.11 Komplikasi
Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menimbulkan komplikasi yaitu abses
sub-periosteal sampai komplikasi yang berat (meningitis dan abses otak). Sekarang
setelah ada antibiotika, semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai
komplikasi dari OMSK.4
Selama fase otitis media akut bila ada efusi, terdapat kehilangan pendegaran
konduktif yang biasanya sembuh sempurna pada penderita yang diobati dengan
memadai. Namus proses radang dapat merangsang fibrosis, hialinisasi, dan endapan
kalsium pada membrane timpani dan pada struktur telinga tengah. Plak
timpanosklerotik dapat menghalangi mobilitas membran timpani dan kadang-kadang
dapat memfiksasi rantai osikula.1,6
Komplikasi intrakranium OMA yang paling lazim adalah meningitis.
Mastoiditis merupakan peradangan tulang mastoid. Biasanya berasal dari kavum
timpani. Perluasan infeksi telinga tengah yang berulang dapat menyebabkan
timbulnya perubahan pada mastoid berupa penebalan mukosa dan terkumpulnya
eksudat. Lama-kelamaan menjadi peradangan tulang (osteitis) dan pengumpulan
eksudat atau nanah yang makin banyak yang akhirnya mencari jalan keluar. Daerah
yang lemah biasanya terletak di belakang telinga menyebabkan abses subperiosteum.
Komplikasi ini paling mungkin terjadi bila didiagnosis dan terapi terlambat.

32
BAB III

KESIMPULAN

Otitis media merupakan peradangan telinga tengah yang disebabkan oleh


beberapa faktor, tetapi yang paling sering adalah sumbatan tuba eustachius akibat
infeksi. Gejala yang sering ditimbulkan pada otitis media biasanya ialah rasa nyeri,
pendengaran berkurang, demam, pusing, dan mendengar suara dengung (tinitus)
dengan pemberian antibiotik yang efektif, tanda sistemik seperti demam akan hilang
bersamaan dengan hilangnya nyeri.
Kematian yang disebabkan oleh OMA sangat jarang, terlebih di era modern
saat ini. Oleh karena itu, pasien di nasehatkan untuk kontrol secara rutin meskipun
gejala sudah membaik dan menggunakan antibiotik secara efektif untuk mencegah
terjadinya komplikasi intrakranium seperti meningitis dan mastoiditis.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Latief A, Tumbelaka AR, Matondang CS, Chair I, Bisanto J, Abdoerrachman MH, et al.
Diagnosis fisis pada anak. Edisi 2. Jakarta: CV Agung Seto; 2015. H. 55-6
2. Mark HS. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC;2004.p.130-2.
3. Elizabeth JC. Buku saku patofisiologi. Dalam: Edhi KY, penyunting. Buku saku
patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2016.p.386-7.
4. Fakultas Kedokteran UI. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan
leher. Dalam: Efiaty AS. Pemeriksaan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi
ke-6. Jakarta: Balai Penertbit FK-UI; 2010.p. 16-18.
5. Fakultas Kedokteran UI. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan
leher. Dalam: Zainul AD, Helmi, Ratna DR. Kelainan telinga tengah. Edisi ke-6. Jakarta:
Balai Penertbit FK-UI; 2010.p. 66-8,74-5.
6. Richard EB, Robert MK, Ann MA. Ilmu kesehatan anak. Dalam: James EA. Otitis media
dan komplikasinya. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 2014.p.2209.
7. William M. Pedoman klinis pediatri. Dalam:. Nyeri telinga. Jakarta: EGC; 2010.p.299.
8. Greenberg MI. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan. Jilid 1.Jakarta : Penerbit Erlangga.
2011. H.140-1.
9. Haddad J. The ear. Dalam: Berhman RE, Kliegma RM, Arvin AM, penyunting. Nelson
Textbook of Pediatri. Ed.18. Philadelphia: Sauders Elsevier; 2007. h. 2617-40
10. Thomas, Jan Peter et al. Acute Otitis Media- a Structured Approach. Deutsches Ärzteblatt
International. 2014 . h.155-157.
11. Latief A, Tumbelaka AR, Matondang CS, Chair I, Bisanto J, Abdoerrachman MH, et al.
Diagnosis fisispada anak. Edisi 2. Jakarta: CV Agung Seto; 2003. H. 55-6
12. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007.
13. Anatomy of Inner Ear. 2010; http://galileo.phys.virginia.edu/classes/304/pix.htm (diakses
17 Juli 2014).
14. Adams G, Boies L, Higler P. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC. 1997.
15. Probes R, Grevers G, Iro H. Basic Otorhinolaryngology. New York: Thieme. 2006
16. American Academy of Pediatrics. Clinical practice guideline: diagnosis and management
of acute otitis media. J Pediatr.2012;133:346
34
17. Karma PH, Sipila MM, Kataja MJ, Penttila MA. Pneumatic otoscopy and otitis media. II.
Value of different tympanic membrane findings and their combinations. In: Lim DJ,
Bluestone CD, Klein JO,
18. Pichichero ME, Poole MD. Assessing diagnostic accuracy and tympanocentesis skills in
the management of otitis media. Arch Pediatr Adolesc Med. 2001;155:1137–1142
19. Pichichero ME. Diagnostic accuracy, tympanocentesis training performance, and
antibiotic selection by pediatric residents in management of otitis media. Pediatrics.
2002;110:1064–1070
20. Chonmaitree T. Viral and bacterial interaction in acute otitis media. Pediatr Infect Dis
J.2000;19(suppl):S24–S30
21. Dowell SF, Marcy SM, Phillips WR, Gerber MA, Schwartz B. Otitis media—principles
of judicious use of antimicrobial agents. Pediatrics. 1998;101:165–171
22. Wald ER. Acute otitis media: more trouble with the evidence. Pediatr Infect Dis J.
2003;22:103–104
23. Rosenfeld RM. Diagnostic certainty for acute otitis media. Int J Pediatr
Otorhinolaryngol. 2002;64:89–95

35

Anda mungkin juga menyukai