Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

“PSIKOTIK AKUT”

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat

dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian

Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara TK II Medan

Pembimbing:
dr. Suprida Br Ginting, M.Ked(KJ), Sp.KJ

Disusun oleh :

Khemal Mubaraq (2008320012)


Raychan Fahira (2008320016)
Budi Subhana Maulana Ibrahim Tambunan (2008320017)
Sabrina Budiarti (2008320024)
Cut Nyak Nahdah (2008320025)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA


RS BHAYANGKARA TK II MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia- Nya yang memberikan kesehatan dan kesempatan bagi penulis sehingga dapat
menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Suprida Br
Ginting, M.Ked (KJ), Sp.KJ selaku supervisor yang telah memberikan arahan dalam
penyelesaian referat ini. Judul referat ini ialah mengenai “Psikotik Akut”. Adapun tujuan
penulisan makalah ini ialah untuk memberikan informasi mengenai berbagai hal yang
berhubungan dengan psikotik akut. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan
kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis dengan senang hati akan menerima segala bentuk kritikan dan saran-saran yang
bersifat membangun sehingga nantinya dapat memberikan manfaat bagi referat ini. Akhir
kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 05 Februari
2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .............................................................................................................i

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................2

2.1 Definisi...............................................................................................................................2

2.2 Epidemiologi......................................................................................................................2

2.3 Etiologi...............................................................................................................................3

2.4 Patofisiologi .......................................................................................................................4

2.5 Anamnesis ..........................................................................................................................5

2.6 Pemeriksaan Status Mental ................................................................................................5

2.7 Pemeriksaan Fisik ..............................................................................................................5

2.8 Pemeriksaan penunjang .....................................................................................................6

2.9 Kriteria Diagnostik ............................................................................................................6

2.10 Diagnosis .........................................................................................................................8

2.11 Gambaran Klinis ..............................................................................................................8

2.12 Stresor Pencetus ...............................................................................................................9

2.13 Diagnosa Banding ............................................................................................................9

2.14 Prognosis........................................................................................................................10

2.15 Penatalaksanaan .............................................................................................................11

2.16 Edukasi...........................................................................................................................15
BAB 3 KESIMPULAN ........................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................17


BAB I
PENDAHULUAN

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV)

mengombinasikan dua konsep diagnostik menjadi diagnosis gangguan psikotik singkat (brief

psychotic disorder). Pertama, gangguan berlangsung singkat, didefinisikan di dalam DSM-IV

sebagai kurang dari satu bulan tetapi sekurangnya satu hari; gejala mungkin memenuhi atau

tidak memenuhi kriteria diagnosis untuk skizofrenia. Kedua, gangguan mungkin berkembang

sebagai respons terhadap stresor psikososial yang parah atau kelompok stresor.

Pengelompokan bersama kedua konsep tersebut di dalam DSM-IV sebagai gangguan psikotik

singkat adalah dengan mengingat kesulitan praktisi dalam membedakan konsep-konsep

tersebut di dalam praktis klinis.

Pasien dengan gangguan mirip dengan gangguan psikotik akut sebelumnya telah

diklasifikasikan sebagai menderita psikosis reaktif, histerikal, stress, dan psikogenik. Psikosis

reaktif seringkali digunakan sebagai sinonim untuk skizofrenia berprognosis baik; diagnosis

DSM-IV gangguan psikotik akut tidak berarti menyatakan hubungan dengan skizofrenia. Di

tahun 1913 Karl Jasper menggambarkan sejumlah ciri penting untuk diagnosis psikosis

reaktif, termasuk adanya stresor traumatis berat yang dapat diidentifikasi, hubungan temporal

yang erat antara stresor dan perkembangan psikosis dan perjalanan episode psikotik yang

ringan. Di samping itu, isi psikosis sering kali mencerminkan sifat pengalaman traumatis, dan

perkembangan psikosis dihipotesiskan sebagai memuaskan tujuan pasien, sering kali suatu

tipe pelepasan diri dari suatu kondisi traumatis.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Psikosis merupakan gangguan mental dimana pikiran, respons afektif, kemampuan

mengenali realitasdan kemampuan untuk berkomunikasi ataupun berhubungan dengan orang

lain yang sangat terganggu, dimana karakteristik klasik psikosis adalah gangguan tes realitas,

halusinasi, delusi dan ilusi.

Psikotik akut adalah suatu perubahan dari keadaan tanpa gejala psikotik ke keadaan

psikosik yang jelas abnormal ( gangguan daya nilai realita dan gejala-gejala positif serta

penurunan fungsi global) dalam periode 2 minggu atau kurang, durasinya belum di ketahui

berapa lama akan berlangsung, biasanya kurang 1 bulan.

2.2 Epidemiologi

Beberapa penelitian telah dilakukan tentang epidemiologi diagnosis psikosis reaktif

singkat DSM edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-R), dan belum ada yang dilakukan dengan

menggunakan kriteria DSM-IV. Dengan demikian, perkiraan yang dapat dipercaya tentang

insidensi, prevalensi, rasio jenis kelamin, dan usia onset rata-rata untuk gangguan tidak

terdapat. Pada umumnya gangguan ini dianggap jarang, seperti yang dinyatakan oleh satu

penelitian tentang perekrutan militer di mana insidensi psikosis reaktif singkat DSM-III-R

diperkirakan adalah 1,4 per 100.000 yang direkrut. Dengan memasukkan episode psikotik

singkat yang tidak disertai dengan faktor pencetus yang jelas di dalam DSM-IV, insidensi

untuk diagnosis DSM-IV mungkin lebih tinggi daripada angka tersebut. Hal lain yang

menimbulkan kesan pada klinisi adalah bahwa gangguan lebih sering pada pasien muda

daripada pasien lanjut usia, walaupun beberapa kasus melaporkan adanya riwayat kasus yang

memang mengenai orang lanjut usia.

2
Beberapa klinisi menyatakan bahwa gangguan mungkin paling sering ditemukan pada

pasien dari kelas sosioekonomi rendah dan pada pasien dengan gangguan kepribadian yang

telah ada sebelumnya (paling sering adalah gangguan kepribadian histrionik, narsistik,

paranoid, skizotipal, dan ambang). Orang yang pernah mengalami perubahan kultural yang

besar (sebagai contoh, imigran) mungkin juga berada dalam risiko untuk menderita gangguan

setelah stresor psikososial selanjutnya. Tetapi, kesan klinis tersebut belum dibuktikan benar

di dalam penelitian klinis yang terkontrol baik.

2.3 Etiologi

Etiologi gangguan psikotik akut tidak diketahui. Pasien dengan gangguan psikotik

singkat yang pernah memiliki gangguan kepribadian mungkin memiliki kerentanan biologis

atau psikologis ke arah perkembangan gejala psikotik.

Faktor psikodinamik yang harus diperhatikan di dalam kelompok gangguan psikotik

ini adalah stresor pencetus dan lingkungan interpersonal. Di dalam mengambil riwayat

penyakit dan memeriksa pasien, klinisi harus memperhatikan tiap perubahan atau stres pada

lingkungan interpersonal pasien. Pasien rentan terhadap kebutuhan psikosis untuk

mempertahankan jarak interpersonal tertentu; seringkali, pelanggaran batas pasien oleh orang

lain dapat menciptakan stres yang melanda yang menyebabkan dekompensasi. Demikian

juga, tiap keberhasilan atau kehilangan mungkin merupakan stresor yang penting dalam kasus

tertentu.

Pemeriksaan pasien psikotik harus mempertimbangkan kemungkinan bahwa gejala

psikotik adalah disebabkan oleh kondisi medis umum (sebagai contohnya, suatu tumor otak)

atau ingesti zat (sebagai contohnya, phencyclidine).

Kondisi fisik seperti neoplasma serebral, khususnya di daerah oksipitalis dan

temporalis dapat menyebabkan halusinasi. Pemutusan sensorik, seperti yang terjadi pada

3
orang buta dan tuli, juga dapat menyebabkan pengalaman halusinasi dan waham. Lesi yang

mengenai lobus temporalis dan daerah otak lainnya, khususnya di hemisfer kanan dan lobus

parietalis, adalah disertai dengan waham.

Zat psikoaktif adalah penyebab yang umum dari sindroma psikotik. Zat yang paling

sering terlibat adalah alkohol, halusinogen indol sebagai contohnya, lysergic acid diethylamid

(LSD) – amfetamin, kokain. Mescalin, phencyclidine (PCP), dan ketamin. Banyak zat lain,

termasuk steroid dan thyroxine, dapat disertai dengan halusinasi akibat zat.Beberapa obat-

obatan seperti fenilpropanolamin bromocriptine dan juga dapat menyebabkan atau

memperburuk gejala-gejala psikotik.

2.4 Patofisiologi

Hipotesis dopamin pada gangguan psikosis serupa dengan penderita skizofrenia

adalah yang paling berkembang dari berbagai hipotesis, dan merupakan dasar dari banyak

terapi obat yang rasional. Hipotesis ini menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu

banyaknya aktivitas dopaminergik. Beberapa bukti yang terkait hal tersebut yaitu:

1. Kebanyakan obat-obat antipsikosis menyekat reseptor D2 pascasinaps di dalam sistem

saraf pusat, terutama di sistem mesolimbik frontal;

2. Obat-obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik, seperti levodopa (suatu precusor),

amphetamine (perilis dopamine), atau apomorphine (suatu agonis reseptor dopamin

langsung),baik yang dapat mengakibatkan skizofrenia atau psikosis pada beberapa pasien;

3. Densitas reseptor dopamin telah terbukti, postmortem, meningkat di otak pasien

skizofrenia yang belum pernah dirawat dengan obat-obat antipsikosis;

4. Positron emission tomography (PET) menunjukkan peningkatan densitas reseptor

dopamin pada pasien skizofrenia yang dirawat atau yang tidak dirawat, saat dibandingkan

dengan hasil pemeriksaan PET pada orang yang tidak menderita skizofrenia; dan

4
5. Perawatan yang berhasil pada pasien skizofrenia telah terbukti mengubah jumlah

homovanilic acid (HVA), suatu metabolit dopamin, di cairan serebrospinal, plasma, dan

urin.

Namun teori dasar tidak menyebutkan hiperaktivitas dopaminergik apakah karena

terlalu banyaknya pelepasan dopaminergik, terlalu banyaknya reseptor dopaminergik atau

kombinasi mekanisme tersebut. Neuron dopaminergik di dalam jalur mesokortikal dan

mesolimbik berjalan dari badan selnya di otak tengah ke neuron dopaminoseptif di sistem

limbik dan korteks serebral.

2.5 Anamnesis

Anamnesis didapatkan sekurang-kurangnya satu (1) gejala psikotik dengan onset

mendadak. Gejala karakteristik adalah perubahan pikiran, emosional, dan perilaku yang aneh

dan tidak wajar.

2.6 Pemeriksaan Status Mental

Pemeriksaan status mental pada pasien psikotik akut biasanya ditemukan perilaku

aneh, tidak kooperatif, agresif fisik atau verbal, berbicara kacau, berteriak atau membisu,

emosi labil mudah berubah gangguan pikiran, persepsi, daya ingat, perhatian, konsentrasi dan

orientasi.

2.7 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak ada kelainan. Bila terbukti ditemukan adanya

penyakit medis umum atau akibat zat maka bukan gangguan psikotik akut tetapi gangguan

mental organik atau akibat zat.

5
2.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang tidak ada yang khusus, dilakukan sesuai dengan kondisi fisik

dan sesuai indikasi.

2.9 Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis menurut PPDGJ-III F23 Gangguan Psikotik Akut dan

Sementara adalah:

a. Onset akut (dalam masa 2 minggu atau kurang sama dengan jangka waktu gejala-gejala

psikotik menjadi nyata dan mengganggu sedikitnya beberapa aspek kehidupan dan

pekerjaan sehari-hari, tidak termasuk periode prodromal yang gejalanya sering tidak jelas)

sebagai ciri khas yang menentukan seluruh kelompok.

b. Adanya sindrom yang khas (berupa polimorfik = beraneka ragam dan berubah cepat, atau

schizophrenia-like = gejala skizofrenik yang khas)

c. Adanya stress akut yang berkaitan (tidak selalu harus ada, sehingga dispesifikasi dengan

karakter kelima)

d. Tanpa diketahui berapa lama gangguan akan berlangsung Tidak ada gangguan dalam

kelompok ini yang memenuhi kriteria episode manic atau episode depresif, walaupun

perubahan emosional dan gejala-gejala afektif individual dapat menonjol dari waktu ke

waktu. Tidak ada penyebab organik, seperti trauma kapitis, delirium atau demensia. Tidak

merupakan intoksikasi akibat penggunaan alcohol atau obat-obatan.

Bentuk-bentuk psikosis akut (PPDGJ III)

1. F 23.0 Gangguan psikotik polimorfik akut tanpa gejala skizofrenia

a. Onset harus akut (dari suatu keadaan nonpsikotik sampai keadaan psikotik yang jelas

dalam kurun waktu 2 minggu atau kurang);

6
b. Harus ada beberapa jenis halusinasi atau waham yang berubah dalam jenis dan

intensitasnya dari hari ke hari atau dalam hari yang sama.

c. Harus ada keadaan emosional yang sama beranekaragamnya;

d. Walaupun gejala-gejalanya beraneka ragam, tidak satupun dari gejala itu ada secara

cukup konsisten dapat memenuhi kriteria skizofrenia atau episode manik atau episode

depresif.

2. F 23.1 Gangguan psikotik polimorfik akut dengan gejala skizofrenia

a. Memenuhi kriteria (a), (b), dan (c) yang khas untuk gangguan psikotik polimorfik akut;

b. Disertai gejala-gejala yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia yang harus

sudah ada untuk sebagian besar waktu sejak munculnya gambaran klinis psikotik itu

secara jelas;

c. Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk lebih dari 1 bulan maka diagnosis harus

diubah menjadi skizofrenia.

3. F 23.2 Gangguan psikotik lir-skizofrenia (schizophrenia-like akut)

a. Onset gejala psikotik harus akut (2 minggu atau kurang, dari nonpsikosis psikosis);

b. Memenuhi kriteria skizofrenia, tetapi lamanya kurang dari 1 bulan;

c. Tidak memenuhi kriteria psikosis polimorfik akut.

4. F 23.3 Gangguan psikotik akut lainnya dengan predominan waham

a. Onset gejala psikotik harus akut (2 minggu atau kurang, dari nonpsikosis psikosis);

b. Waham dan halusinasi;

c. Baik kriteria skizofrenia maupun gangguan psikotik polimorfikakut tidak terpenuhi.

5. F 23.8 Gangguan psikotik akut dan sementara lainnya

Gangguan psikotik akut lain yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam kategori manapun.

6. F 23.9 Gangguan psikotik akut dan sementara YTT

7
2.10 Diagnosis

Diagnosis menggunakan diagnosis multiaksial

Aksis I

F23 Gangguan Psikotik Akut dan Sementara

Aksis II sesuai kasus pasien

Gangguan Kepribadian

Retardasi Mental

Aksis III sesuai kasus pasien

Kondisi Medik Umum

Aksis IV sesuai kasus pasien

Masalah Psikososial dan Lingkungan

2.11 Gambaran Klinis

Gejala gangguan psikotik singkat selalu termasuk sekurangnya satu gejala psikosis

utama, biasanya dengan onset yang tiba-tiba, tetapi tidak selalu memasukkan keseluruhan

pola gejala yang ditemukan pada skizofrenia. Beberapa klinisi telah mengamati bahwa gejala

afektif, konfusi, dan gangguan pemusatan perhatian mungkin lebih sering ditemukan pada

gangguan psikotik singkat daripada gangguan psikotik kronis. Gejala karakteristik untuk

gangguan psikotik singkat adalah perubahan emosional, pakaian atau perilaku yang aneh,

berteriak-teriak atau diam membisu, dan gangguan daya ingat untuk peristiwa yang belum

lama terjadi. Beberapa gejala tersebut ditemukan pada gangguan yang mengarahkan

diagnosis delirium dan jelas memerlukan pemeriksaan organik yang lengkap, walaupun

hasilnya mungkin negatif.

8
2.12 Stresor Pencetus

Contoh yang paling jelas dari stresor pencetus adalah peristiwa kehidupan yang besar

yang dapat menyebabkan kemarahan emosional yang bermakna pada tiap orang. Peristiwa

tersebut adalah kematian anggota keluarga dekat dan kecelakaan kendaraan yang berat.

Beberapa klinisi berpendapat bahwa keparahan peristiwa harus dipertimbangkan di dalam

hubungan dengan kehidupan pasien. Walaupun pandangan tersebut adalah beralasan, tetapi

mungkin memperluas definisi stresor pencetus dengan memasukkan peristiwa yang tidak

berhubungan dengan episode psikotik. Klinisi lain berpendapat bahwa stresor mungkin

merupakan urutan peristiwa yang menimbulkan stres sedang, bukannya peristiwa tunggal

yang menimbulkan stres dengan jelas. Tetapi, penjumlahan derajat stres yang disebabkan

oleh urutan peristiwa memerlukan suatu derajat pertimbangan klinis yang hampir tidak

mungkin.

2.13 Diagnosis Banding

Diagnosis lain yang dipertimbangkan di dalam diagnosis banding adalah gangguan

buatan (factitious disorder) dengan tanda dan gejala psikologis yang menonjol, berpura-pura

(malingering), gangguan psikotik karena kondisi medis umum, dan gangguan psikotik akibat

zat. Seorang pasien mungkin tidak mau mengakui penggunaan zat gelap, dengan demikian

membuat pemeriksaan intoksikasi zat atau putus zat sulit tanpa menggunakan tes

laboratorium. Pasien dengan epilepsi atau delirium dapat juga datang dengan gejala psikotik

dengan yang ditemukan pada gangguan psikotik singkat. Gangguan psikiatrik tambahan yang

harus dipertimbangkan di dalam diagnosis banding adalah gangguan identitas disosiatif dan

episode psikotik yang disertai dengan gangguan kepribadian ambang dan skizotipal.

9
2.14 Prognosis

Berdasarkan definisinya, perjalanan penyakit gangguan psikotik singkat berlangsung

kurang dari satu bulan. Namun demikian, perkembangan gangguan psikiatrik bermakna

tertentu dapat menyatakan suatu kerentanan mental pada pasien. Sejumlah pasien dengan

presentasi yang tidak diketahui yang pertama kali diklasifikasikan menderita gangguan

psikotik singkat selanjutnya menunjukkan sindroma psikiatrik kronis, seperti skizofrenia dan

gangguan mood. Tetapi, pada umumnya pasien dengan gangguan psikotik singkat memiliki

prognosis yang baik, dan penelitian di Eropa telah menyatakan bahwa 50 sampai 80 persen

dari semua pasien tidak memiliki masalah psikiatrik berat lebih lanjut.

Lamanya gejala akut dan residual sering kali hanya beberapa hari. Kadang-kadang,

gejala depresif mengikuti resolusi gejala psikotik. Bunuh diri adalah suatu keprihatinan pada

fase psikotik maupun fase depresif pascapsikotik. Sejumlah indikator telah dihubungkan

dengan prognosis yang baik. Pasien dengan ciri-ciri tersebut kecil kemungkinannya untuk

menderita episode selanjutnya dan kecil kemungkinannya kemudian akan menderita

skizofrenia atau suatu gangguan mood.

Gambaran Prognostik Baik untuk Gangguan Psikotik Sementara

Penyesuaian yang baik sebelum sakit

Sedikit ciri skizoid sebelum sakit

Stresor pemicu berat

Awitan gejala mendadak

Gejala afektif

Bingung dan limbung selama psikosis

Sedikit penumpulan afektif

10
Durasi gejala singkat

Tidak ada keluarga skizofrenik

2.15 Penatalaksanaan

• Rawat inap

Seorang pasien psikotik akut mungkin memerlukan rawat inap yang singkat

baik untuk evaluasi maupun proteksi. Evaluasi memerlukan pemantauan gejala yang

ketat dan penilaian tingkat bahaya pasien terhadap diri sendiri dan orang lain. Selain

itu, rawat inap yang tenang dan terstruktur dapat membantu pasien mendapatkan

kembali kesadarannya terhadap realita. Sementara klinisi menunggu efek perawatan

atau obat-obatan, mungkin diperlukan pengasingan, pengendalian fisik, atau

pemantauan satu pasien oleh satu pemeriksa.

• Psikoterapi

Meskipun rawat inap dan farmakoterapi cenderung mengendalikan situasi

jangka pendek, bagian pengobatan yang sulit adalah integrasi psikologis pengalaman

(dan kemungkinan trauma pemicu, jika ada) ke dalam kehidupan pasien dan

keluarganya. Psikoterapi digunakan untuk memberikan kesempatan membahas stresor

dan episode psikotik. Eksplorasi dan perkembangan strategi koping adalah topik

utama psikoterapi. Masalah terkait meliputi membantu pasien menangani rasa harga

dirinya yang hilang dan mendapatkan kembali rasa percaya diri. Setiap strategi

pengobatan didasarkan pada peningkatan keterampilan menyelesaikan masalah,

sementara memperkuat struktur ego melalui psikoterapi tampaknya merupakan cara

yang paling efektif. Keterlibatan keluarga dalam proses pengobatan mungkin penting

untuk mendapatkan keberhasilan.

11
Secara umum tujuan psikoterapi adalah untuk memperkuat struktur

kepribadian, mematangkan kepribadian, memperkuat ego, meningkatkan citra diri,

memulihkan kepercayaan diri yang semuanya itu untuk mencapai kehidupan yang

berarti dan bermanfaat.

1. Psikoterapi supportif

Untuk memberi dukungan, semangat, dan motivasi agar penderita tidak merasa

putus asa dan semngat juang dalam menghadapi hidup ini tidak kendur dan

menurun.

2. Psikoterapi re-edukatif

Untuk memberi pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan

pendidikan di waktu lalu dan juga dengan pendidikan ini dimaksudkan mengubah

pola pendidikan lama dengan baru sehingga penderita lebihadaptif terhadap dunia

luar.

3. Psikoterapi re-konstruktif

Untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami keretakan

menjadi pribadi yang utuh seperti semula sebelum sakit.

4. Psikoterapi kognitif

Untuk memulihkan kembali daya kognitif (daya piker dan daya ingat) rasional

sehingga penderita mampu membedakan nilai-nilai moral etika, mana yang baik

dan buruk, mana yang boleh dan tidak, mana yang halal dan haram dan

sebagainya.

5. Psikoterapi psiko-dinamik

Psiko-dinamik adalah suatu pendekatan konseptual yang memandang proses-

proses mental sebagai gerakan dan interaksi kuantitas-kuantitas energy psikik

yang berlangsung intra-individual (antar bagian-bagian struktur psikik) dan inter-

12
individual (antar orang).8 Untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika

kejiwaaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit dan upaya untuk mencari

jalan keluarnya. Diharapkan penderita dapat memahami kelebihan dan kelemahan

dirinya dan mampu menggunakan mekanisme pertahanan diri dengan baik.

6. Psikoterapi perilaku

Untuk memulihkan gangguan prilaku yang terganggu menjadi prilaku yang

adaptif (mampu menyesuaikan diri). Kemampuan adaptasi penderita perlu

dipulihkan agar penderita mampu berfungsi kembali secara wajar dalam

kehidupannya sehari-hari baik dirumah, disekolah dan lingkungan sosialnya.

7. Psikoterapi keluarga

Untuk memulihkan hubungan penderita dengan keluarganya diharapkan keluarga

dapat memahami mengenai gangguan jiwa skizofrenia dan dapat membantu

mempercepat proses penyembuhan penderita.

8. Psikososial

Diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak melamun, banyak kegiatan dan

kesibukan dan banyak bergaul (silaturahmi/sosialisasi).

9. Psikospiritual

D.B. Larson, dkk (1992) dalam penilitiannya sebagaimana termuat dalam

“Religious Commitment and Health” (APA, 1992), menyatakan antara lain bahwa

agama (keimanan) amat penting dalam meningkatkan seseorang dalam mengatasi

penderitaan bila ia sedang sakit serta mempercepat penyembuhan selain terapi

medis yang diberikan. Synderman (1996) menyatakan bahwa terapi medis tanpa

agama (doa), tidak lengkap; sebaliknya agama (doa) saja tanpa terapi medis, tidak

efektif.

13
• Farmakoterapi

Dua kelas utama obat yang perlu dipertimbangkan di dalam pengobatan

gangguan psikotik adalah obat antipsikotik antagonis reseptor dopamin dan

benzodiazepin. Jika dipilih suatu antipsikotik, suatu antipsikotik potensi tinggi,

misalnya haloperidol biasanya digunakan. Khususnya pada pasien yang berada pada

resiko tinggi untuk mengalami efek samping ekstrapiramidal, suatu obat

antikolinergik kemungkinan harus diberikan bersama-sama dengan antipsikotik

sebagai profilaksis terhadap gejala gangguan pergerakan akibat medikasi. Selain itu,

benzodiazepin dapat digunakan dalam terapi singkat psikosis.7Walaupun

benzodiazepin memiliki sedikit kegunaan atau tanpa kegunaan dalam pengobatan

jangka panjang gangguan psikotik, obat dapat efektif untuk jangka singkat dan

disertai dengan efek samping yang lebih jarang daripada antipsikotik. Pada kasus

yang jarang benzodiazepin disertai dengan peningkatan agitasi dan pada kasus yang

lebih jarang lagi dengan kejang putus obat yang hanya biasanya terjadi pada

penggunaan dosis tinggi terus-menerus. Medikasi hipnotik sering kali berguna selama

satu sampai dua minggu pertama setelah resolus episode psikotik. Pemakaian jangka

panjang medikasi harus dihindari dalam pengobatan gangguan ini.

14
2.16 Edukasi

Menjaga keamanan pasien dan individu yang merawatnya, hal yang dapat dilakukan

yaitu:

a. Keluarga atau teman harus mendampingi pasien

b. Kebutuhan dasar pasien terpenuhi (misalnya, makan, minum, eliminasi dan kebersihan)

c. Hati-hati agar pasien tidak mengalami cedera

Konseling pasien dan keluarga.

a. Bantu keluarga mengenal aspek hukum yang berkaitan dengan pengobatan psikiatrik antara

lain : hak pasien, kewajiban dan tanggung jawab keluarga dalam pengobatan pasien

b. Dampingi pasien dan keluarga untuk mengurangi stress dan kontak dengan stressor

15
BAB III

KESIMPULAN

Gangguan psikotik akut adalah gangguan yang berlangsung kurang dari satu bulan

tetapi sekurangnya satu hari; gejala mungkin memenuhi atau tidak memenuhi kriteria

diagnosis untuk skizofrenia. Insidensi psikosis reaktif singkat DSM-III-R diperkirakan adalah

1,4 per 100.000 yang direkrut.

Gangguan psikotik akut penyebabnya tidak diketahui dan diagnosis kemungkinan

termasuk kelompok gangguan yang heterogen. DSM-IV memiliki rangkaian diagnosis untuk

gangguan psikotik, didasarkan terutama atas lama gejala. Untuk gejala psikotik yang

berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan tidak disertai dengan

suatu gangguan mood, gangguan berhubungan zat, atau suatu gangguan psikotik karena

kondisi medis umum, diagnosis psikosis akut kemungkinan merupakan diagnosis yang tepat.

Pada umumnya pasien dengan gangguan psikotik akut memiliki prognosis yang baik.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Psikiatri : Skizofrenia (F2). Editor : Chris Tanto, Frans Liwang, dkk. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. 2014:910-3.

2. Gangguan Psikotik Akut dan Sementara : Schizophrenia like (F23.2). Editor : Rusdi
Maslim. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5.
Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2013:53-55.

3. Obat Anti-psikosis. Editor : Rusdi Maslim. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik


(Psychotropic Medication). Edisi 3. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atma Jaya (PT. Nuh Jaya). 2007:14-22.

4. Kusumawardhani A, Husain AB, dkk. Buku Ajar Psikiatrik. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. Hal 13.
5. Nemade R, Dombeck M. Symptom of psychiatry due to a medical condition.
(diunduh Februari 2012). Tersedia dari: URL:
HYPERLINKhttp://www.mentalhelp.net2.
6. Sadock BJ, Sadock VA.Mental disorders due to a general medical condition.Synopsis
of psychiatry behavioral sciances/ clinical psychiatry. 10thed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2007.
7. News Medical. Apa Penyebab Psikosis. 1 November 2012. Diunduh dari:
http://www.news-medical.net/health/What-Causes-Psychosis-(Indonesian).aspx.
8. Kaplan, HI danSadock, BJ. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis. Jilid satu. Binapura Aksara Publisher. Jakarta; 2010.
9. Ingram, dkk. 1993. Catatan Klinik Psikiatri. Jakarta: EGC.
10. Katona, Cornelius Dn Robertson Mary. 2005. Psychiatry at a Glance. 3 th edition.
London: Blackwall Publishing.
11. Muslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujuka Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta; Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2003.
12. Hawari HD. Pendekatan holistic padagangguan jiwa skizofrenia. Edisi ke-2.Cetakan
3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006.

17

Anda mungkin juga menyukai