Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

APENDISITIS AKUT
Pembimbing:
dr. Tarmizi Sp.B
Disusun oleh:
Khemal Mubaraq 2008320012
Raychan Fahira 2008320016
Budi Subhana Maulana Ibrahim Tambunan 2008320017
Sabrina Budiarti 2008320024
Cut Nyak Nahda 2008320025

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN BEDAH RUMAH SAKIT HAJI MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
2021
Apendisitis merupakan kasus gawat bedah abdomen yang tersering dan memerlukan tindaka
n bedah segera untuk menghindari komplikasi yang serius. Apendisitis yang terlambat ditan
gani akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas penderita. Untuk itu ketepatan diagnosa s
angat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan tindakan. Ketepatan diagnosa tergantung da
ri kemampuan dokter melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan peme
riksaan laboratorium.
BAB 1 Insiden Apendisitis akut di Indonesia dilaporkan menempati urutan tertinggi diantar
PENDAHULUAN a kasus-kasus gawat darurat, seperti halnya di negara barat. Walaupun demikian, diagnosa se
rta keputusan bedah masih cukup sulit di tegakkan. Pada beberapa keadaan Apendisitis akut
agak sulit didiagnosis, misalnya pada fase awal dari gejala apendisitis akut dan tandanya ma
sih sangat samar apalagi bila sudah diberikan terapi antibiotika. Dengan pemeriksaan yang c
ermat dan teliti resiko kesalahan diagnosis sekitar 15-20%. Bahkan pada wanita kesalahan d
iagnosis ini mencapai 45-50%. Hal ini dapat disadari mengingat wanita sering timbul gangg
uan organ lain dengan gejala yang serupa dengan apendisitis akut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Appendix
Appendix merupakan organ dengan struktur tubular yang rudimeter dan tanpa fungsi yang jelas. Appendix berkembang
dari posteromedial caecum dengan panjang yang bervariasi namun pada orang dewasa sekitar 5-15 cm dan diameter sekitar
0,5-0,8 cm. Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan Colon ascendens.
Dalam proses perkembangannya, awalnya apendiks berada pada apeks caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih
medial ekat Plica ileocaecalis. Lumen appendix sempit dibagian proksimal dan melebar di bagian distal. Hampir seluruh
permukaan apendiks dikelilingi oleh peritoneum dan mesoapendiks (mesenter dari appendix) yang merupakan lipatan
peritoneum yang berjalan kontinyu sepanjang appendix dan berakhir di ujung appendi
Pada appendix terdapat 3 taenia coli yang menyatu di persambungan caecum dan bisa berguna dalam menandakan
tempat untuk mendeteksi appendix. Posisi appendix terbanyak adalah retrocaecal 65.28% baik intraperitoneal maupun
retroperitoneal dimana appendix berputar ke atas di belakang caecum. Selain itu juga terdapat posisi pelvic (panggul)
31,01% (appendix menggantung ke arah pelvic minor), subcaecal ( dibawah caecum) 2,26% retroileal (dibelakang usus
halus) 0,4%, retrokolika, dan pre-ileal.
Persarafan parasimpatis dari appendix berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti a. Mesenterica superior dan a.
Apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. Thorakalis X.
FISIOLOGI APPENDIX

Appendix menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lendir di muara appendix tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.

Awalnya, appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini, appendix dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif
mensekresikan Imunoglobulin A (IgA). Walaupun appendix merupakan komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT),
imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi
enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendix tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit
sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.
DEFINISI APENDISITIS EPIDEMIOLOGI APENDISITIS

Apendisitis adalah peradangan pada organ Insidens apendisitis akut di negara maju lebih

appendix vermiformis atau yang di kenal tinggi daripada di negara berkembang, tetapi
beberapa tahun terakhir angka kejadiannya
juga sebagai usus buntu. Diklasifikasikan
menurun bermakna. Hal ini disebabkan oleh
sebagai suatu kasus medical emergency
meningkatnya penggunaan makanan berserat
dan merupakan salah satu kasus akut
dalam menu seharihari. Apendisitis dapat
abdomen yang paling sering ditemui.
ditemukan pada semua umur, hanya pada anak
Obstruksi kurang
lumen merupakan penyebab utama dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidens
apendisitis. Erosi membran mukosa tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun,
appendix dapat terjadi karena parasit setelah itu menurun.
seperti Entamoeba histolytica, Trichuris
trichiura, dan Enterobius vermikularis.
ETIOLOGI APENDISITIS

Apendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya
terjadi infeksi. Apendisitis akut dapat disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya
hiperplasia jaringan limfa, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat.

Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang appendix, diantaranya :


a. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh
hiperplasia jaringan limfoid submukosa,35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh
parasit
dan cacing.

b. Faktor bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya fekalith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi
memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen appendix.
c. Faktor konstipasi dan pemakaian laksatif
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman
flora kolon biasa sehingga mempermudah timbulnya apendisitis akut. Penggunaan laksatif yang terus-menerus dan berlebihan memberikan efek
merubah suasan flora usus dan menyebabkan terjadinya hiperesi usus yang merupakan permulaan dari proses inflamasi.

d. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter dari organ, appendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan
letaknya yang mudah terjadi appendisitis.

e. Faktor ras dan diet


Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko
lebih tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat.
KLASIFIKASI APENDISITIS

Ada beberapa jenis apendisitis yang memiliki perubahan yang berbeda berhubungan dengan apendisitis, sehingga ada perbedaan gejala, pengobatan
dan prognosis. Apendisitis diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Apendisitis akut
a. Apendisitis akut sederhana ( Cataral Appendicitis)
b. Apendisitis akut purulent (Supurative Appendicitis)
c. Apendisitis akut gangrenosa
2. Apendisitis infiltrat
3. Apendisitis Abses
4. Apendisitis perforasi
5. Apendisitis Kronis
PATOFISIOLOGI APENDISITIS

Sebagian besar appendiks disebabkan oleh sumbatan yang kemudian diikuti oleh infeksi. Beberapa hal ini
dpat menyebabkan sumbatan, yaitu hiperplasia jaringan limfoid, fekalith, benda asing, striktur, kingking,
perlengketan. Bila bagian proksimal appendix tersumbat, terjadi sekresi mukus yang tertimbun dalam
lumen appendix, sehingga tekanan intra luminer tinggi. Tekanan ini akan mengganggu aliran limfe
sehingga terjadi edema dan terdapat luka pada mukosa, stadium ini disebut Apendisitis Akut Ringan.

Tekanan yang meninggi, edema dan disertai inflamasi menyebabkan obstruksi aliran vena sehingga menyebabkan
trombosis yang memperberat iskemi dan edema. Pada lumen appendiks juga terdapat bakteri, sehingga dalam keadaan
tersebut suasana lumen appendiks cocok buat bakteri untuk diapedesis dan invasi ke dinding dan membelah diri sehingga
menimbulkan infeksi dan menghasilkan pus. Stadium ini disebut Apendisitis Akut Purulenta.
Proses tersebut berlangsung terus sehingga pada suatu saat aliran darah arteri juga terganggu, terutama bagian ante mesenterial yang
mempu-nyai vaskularisasi minimal, sehingga terjadi infark dan gangren, stadium ini disebut Apendisitis Gangrenosa. Pada stadium ini
sudah terjadi mikroperforasi, karena tekanan intraluminal yang tinggi ditambah adanya bakteri dan mikroperforasi, mendorong pus serta
produk infeksi
mengalir ke rongga abdomen. Stadium ini disebut Apendisitis Akut Perforasi, dimana menimbulkan peritonitis umum dan abses sekunder.

Tapi proses perjalanan appendisitis tidak mulus seperti tersebut di atas, karena ada usaha tubuh untuk melokalisir tempat infeksi dengan
cara “Walling Off” oleh omentum, lengkung usus halus, caecum, colon, dan peritoneum sehingga terjadi gumpalan massa plekmon yang
melekat erat. Keadaan ini disebut Apendisitis Infiltrate.
Apendisitis infiltrate adalah suatu plekmon yang berupa massa yang membengkak dan terdiri dari appendix, usus, omentum, dan
peritoneum dengan sedikit atau tanpa pengumpulan pus. Usaha tubuh untuk melokalisir infeksi bisa sempurna atau tidak sempurna, baik
karena infeksi
yang berjalan terlalu cepat atau kondisi penderita yang kurang baik, sehingga appendikular infiltrate dibagi menjadi dua :
a. Appendikuler infiltrate mobile
b. Appendikuler infiltrate fixed
Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan
dengan jaringan sekitarnya dan menimbulkan obstruksi. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada
suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut. Apendisitis terjadi dari proses
inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukan abses setelah 2-
3 hari.
MANIFESTASI KLINIS APENDISITIS
a. Nyeri abdominal
Karena adanya kontraksi appendix, distensi dari lumen appendix ataupun karena tarikan dinding appendix yang mengalami
peradangan. Mulamula nyeri dirasakan samar-samar, tumpul dan hilang timbul yang merupakan nyeri viseral di daerah
epigastrium atau sekitar umbilicus karena appendix dan usus halus mempunyai persarafan yang sama. Setelah beberapa jam (4-
6 jam) nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc Burney). Timbulnya gejala ini bergantung pada letak
appendix ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut :
o Bila letak appendix retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan
bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut kanan atau nyeri timbul pada
saat
melakukan gerakan seperti berjalan, bernafas dalam, batuk, dan mengedan.
o Bila appendix terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum,
sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulangulang (diare).
o Bila appendix terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena
rangsangan dindingnya.

b. Mual-muntah biasanya pada fase awal


c. Nafsu makan menurun (anoreksia)
d. Obstipasi dan diare pada anak-anak.
e. Demam
DIAGNOSIS APENDISITIS

a. Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis pada apendisitis didasarkan atas anamnesis ditambah dengan pemeriksaan laboratorium sarta pemeriksaan
penunjang lainnya. Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnesis, ada 4 hal penting yaitu :
• Nyeri mula – mula di epigastrium ( nyeri visceral ) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
• Muntah oleh karena nyeri visceral
• Demam
• Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan pada daerah perut.
DIAGNOSIS APENDISITIS

a. Anamnesis

Untuk menegakkan diagnosis pada apendisitis didasarkan atas anamnesis ditambah dengan pemeriksaan laboratorium sarta pemeriksaan
penunjang lainnya. Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnesis, ada 4 hal penting yaitu :
• Nyeri mula – mula di epigastrium ( nyeri visceral ) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
• Muntah oleh karena nyeri visceral
• Demam
• Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan pada daerah perut.

b. Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut
tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah
bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler.
2) Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltic dapat hilang pada ileus paralitik karena peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.
3) Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal yaitu:
• Nyeri tekan (+) Mc. Burney Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran bawah atau titik Mc Burney dan ini merupakan tanda
kunci diagnosis.
• Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan
melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan, setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang
perlahan dan dalam dititik Mc Burney.
• Defens muskuler (+) karena rangsangan M.Rektus Abdominis Defens muskuler adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.Pada appendix letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada
nyeri pinggang.
• Pemeriksaan Rectal Toucher Akan didapatkan nyeri pada jam 9-12. Pada apendisitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu
dilakukan colok dubur.
4) Perkusi : nyeri ketuk (+)
c. Pemeriksaan khusus/tanda khusus

• Rovsing sign Penekanan perut kiri bawah terjadi nyeri perut kanan bawah, karena tekanan merangsang peristaltic dan udara usus,
sehingga menggerakkan peritoneum sekitar appendix yang meradang (somatic pain)
• Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kiri bawah atau kolateral dari yang sakit kemudian dilepaskan
tiba-tiba, akan terasa nyeri pada kuadran kanan bawah karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.
• Psoas sign Dilakukan dengan rangsangan muskulus psoas. Ada 2 cara memeriksa:
1. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, pasien memfleksikan articulation coxae kanan, psoas sign (+) bila
terasa nyeri perut kanan bawah.
2. Pasif: Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan pemeriksa, psoas sign (+) bila terasa nyeri perut kanan bawah.
• Obturator sign Dilakukan dengan menyuruh pasien tidur telentang, lalu dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul atau
articulation coxae. Obturator sign (+) bila terasa nyeri di perut kanan bawah.
d. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium

• Pemeriksaan darah : pada laboratorium darah terdapat leukositosi ringan ( 10.000 – 18.000/mm3) yang didominasi >75% oleh sel
Polimorfonuklear (PMN), netrofil (shift to the left) dimana terjadi pada 90% pasien. Hal ini biasanya terdapat pada pasien dengan akut
appendisitis dan apendisitis tanpa komplikasi. Sedangkan leukosit >18.000/mm3meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi
apendiks dengan atau tanpa abses.
• Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit, dan bakteri dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan
appendisitis.
• Pemeriksaan laboratorium lain yang mendukung diagnosa appendisitis adalah C- reaktif protein. CRP merupakan reaktan fase akut
terhadap infeksi bakteria yang dibentuk di hepar. Kadar serum mulai meningkat pada 6-12 jam setelah inflamasi jaringan. Tetapi pada
umumnya, pemeriksaan ini jarang digunakan karena tidak spesifik. Spesifitasnya hanya mencapai 50-87% dan hasil dari CRP tidak
dapat membedakan tipe dari infeksi bakteri.
2) Foto polos abdomen

Foto polos abdomen dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada appendisitis akut dapat terlihat abnormal “gas pattern”
dari usus, tapi hal ini tidak spesifik. Ditemukan fekalith dapat mendukung diagnosis. Dapat ditemukan pula adanya local air fluid level,
peningkatan densitas jaringan lunak pada kuadran kanan bawah, perubahan bayangan psoas line, dan free air (jarang) bila terjadi perforasi.
Foto polos umumnya tidak dianjurkan kecuali kondisi tertentu misalnya perforasi, obstruksi usus, saluran kemih kalkulus.

3) USG

Secara sonografi, appendiks diidentifikasikan sebagai “blind end”, tanpa peristaltik usus. Kriteria sonografi untuk mendiagnosis
appendisitis akut adalah adanya noncompressible appendiks sebesar 6 mm atau lebih pada diameter anteroposterior, adanya appendicolith,
interupsi pada kontinuitas lapisan submukosa, dan cairan atau massa periappendiceal. Temuan perforasi appendisitis termasuk cairan
pericecal loculated, phlegmon (sebuah definisi penyakit lapisan struktur dinding appendiks) atau abses, lemak pericecal menonjol, dan
kehilangan keliling dari layer submukosa.
4) Barium enema

Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus Barium enema indikasi untuk apendisitis kronik.
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaSO4 serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1 : 3 secara peroral
dan diminum sebelum kurang lebih 8 – 10 jam untuk anak – anak atau 10 – 12 jam untuk dewasa. Pemeriksaan ini dikatakan positif bila
menunjukkan appendiks yang non-filling dengan indentasi dari caecum menunjukkan adanya appendisitis kronis.

5) CT Scan

Apendisitis akut dapat didiagnosa berdasarkan CT-Scan apabila didapatkan appendix yang abnormal dengan inflamasi pada
periappendiceal. Appendix dikatakan abnormal apabila terdistensi atau menebal dan membesar >5-7 mm. Sedangkan yang termasuk
inflamasi periappendiceal antara lain adalah abses, kumpulan cairan, edema, dan phlegmon. Inflamasi periappendiceal atau edem terlihat
sebagai perkapuran dari lemak mesenterium (“dirty fat”), penebalan fascia lokalis, dan peningkatan densitas jaringan lunak pada kuadran
kanan bawah. CTScan khususnya digunakan pada pasien yang mengalami penanganan gejala klinis yang telat (48-72 jam) sehingga dapat
berkembang menjadi phlegmon atau abses.
e. Scoring pendisitis

Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek apendisitis akut dibuat skor alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu : skor <6 dan skor >6.
Selanjutnya dilakukan apendiktomi, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan apendiks dan hasilnya diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok yaitu : radang akut dan bukan radang akut.
DIAGNOSIS BANDING APENDISITIS
Diagnosis banding apendisitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis kelamin :
• Pada anak – anak dan balita : intususepsi, diverkulitis dan gastroenteritis akut
• Pada anak – anak usia sekolah : gastroenteritis, konstipasi, infark omentum
• Pada pria dewasa muda : crohn’s disease, kolik traktur urogenitalis dan epididimitis
• Pada wanita usia muda : pelvic onflammatory disease (PID), kita ovarium, infeksi saluran kencing
• Pada usia lanjut : keganasan dari traktus gastrointestinal dan saluran reproduksi, diverkulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis.

KOMPLIKASI
• Apendikular infiltrat
• Apendikular abses
• Perforasi
• Peritonitis
• ileus
PENATALAKSANAAN APENDISITIS

Pada apendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah. Pada apendisitis akut, abses, dan perforasi diperlukan tindakan operasi
apendiktomi cito. Untuk pasien yang dicurigai apendisitis :
• Puasakan
• pemberian analgesik tidak akan menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik.
• Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia produktif.
• Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan Laparotomi.
• Terapi Non-Operatif
• Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk appendisitis akut bagi mereka yang sulit mendapatkan
intervensi operasi (misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memiliki resiko tinggi untuk dilakukan operasi.
• Rujuk ke dokter spesialis bedah.
Terapi Operatif Antibiotika preoperatif (persiapan preoperatif)

• Pemberian antibiotika preoperatif efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi post operasi.
• Diberikan antibiotika spektrum luas dan juga untuk gram negatif dan anaerob.
• Antibiotika preoperatif diberikan oleh ahli bedah.
• Antibiotika profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan
Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia
coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides

PROGNOSIS APENDISITIS

Mortalitas adalah 0,1% jika appendisitis akut tidak pecah, dan 15% jika pecah pada orang tua. Kematian biasanya akibat dari sepsis,
emboli paru, atau aspirasi. Prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum perforasi terjadi dan dengan antibiotik yang adekuat.
Morbiditas meningkat seiring dengan perforasi dan usia tua.
BAB 3
KESIMPULAN

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendix vermicularis, dan merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering terjadi
pada anak-anak maupun dewasa. Insiden pada laki-laki dan perempuan umumnya seimbang, kecuali pada umur 20-30 tahun, didapatkan
insiden lebih tinggi pada laki-laki. Apendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks sehingga terjadi kongesti vaskuler,
iskemik, nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.
Pemeriksaan lain yang dapt mendukung diagnosa yaitu psoas sign, obturator sign, dan nyeri tekan pada rectal toucher . Upaya
mempertajam diagnosis sudah banyak dilakukan, antara lain dengan menggunakan sarana diagnosis penunjang: laboratorium
(darah, urin, CRP), foto polos abdomen, pemeriksaan bariumenema, USG dan CT scan abdomen. Diagnosis juga dapat dibantu
dengan skoring alvarado, ohmann, dan skoring apendisitis pada anak.

Kita juga perlu menyingkirkan diagnosa banding, mencegah komplikasi dan mengenali apendisitis pada keadaan khusus yaitu pada
anak, usia lanjut, wanita hamil, dan pada pasien dengan infeksi HIV.

Bila diagnosa klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah appendiktomi, dapat dilakukan secara open surgery atau
laparascopic appendictomy.
Thank you

Anda mungkin juga menyukai