PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
1.4.1 Mahasiswa mengetahui konsep dasar apendisitis
1.4.2 Mahasiswa mampu melakukan proses asuhan keperawatan pada apendisitis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen,
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa
perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila
tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang
terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa
mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan
saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu
besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya.
Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. Apendisitis merupakan
peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)
2.2 Anatomi dan Fisiologi
Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis. Appendiks terletak di ujung sakrum
kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada
pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada
daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat. Posisi
apendiks berada pada Laterosekal yaitu di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di
dinding abdomen (Harnawatiaj,2008). Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa di
retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Ukuran panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung
amilase dan musin. Pada kasus apendisitis, apendiks dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal.
Apendiks disarafi oleh saraf parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal dari nervus
thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal dari sekitar umbilicus (Nasution,2010).
Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam
sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan
suatu imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig A.
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi, tetapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh
apendiks sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran cerna yang
lain. Jadi pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh, khususnya saluran cerna
(Nasution,2010).
Gambar 1.1 Apendisitis
2.3 Etiologi
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan pada lumen apendiks merupakan
faktor penyebab dari apendisitis akut, di samping hiperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, timbuan tinja/feces
yang keras (fekalit), tumor apendiks, cacing ascaris, benda asing dalam tubuh (biji cabai, biji jambu, dll) juga
dapat menyebabkan sumbatan.
Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyebab
appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau
pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam
tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang
sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu.(Anonim,2008)
2.4 Klasifikas pendisitis
2.4.1 Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi
lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks,
hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin
tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan
supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
Gambar 1.2 Apendisitis akut
2.4.2 Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena
pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada
apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi
serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks
terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan
peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif
dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis
umum.
Gambar 1.3 Apendisitis purulenta
2.4.3 Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan
bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan
menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial
atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik.
Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
2.8 Pathway
Idiopatik
Kerja fisik yang keras
Konsumsi makan
Fekalit/Masa keras feses
S
Nyeri
Distensi Abdomen
Menekan Gaster
Mual,Muntah
Appendiktomy
Insisi Bedah
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA APENDISITIS
3.1 PENGKAJIAN
A. Anamnesa
1. Data demografi.
Nama, Umur : sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun, Jenis kelamin, Status perkawinan,
Agama, Suku/bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Alamat, Nomor register.
2. Keluhan utama.
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri
perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam
beberapa waktu lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus. Keluhan yang menyertai antara lain rasa mual dan muntah,
panas.
3. Riwayat penyakit dahulu.
Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang.
4. Riwayat penyakit sekarang
B. Pemeriksaan Fisik
(Breathing) : Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
B2 (Blood) : Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.
B3 (Brain) : Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. Data psikologis Klien nampak gelisah.
B4 (Bladder) : -
B5 (Bowel) : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri
abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat
badan sebagai indikator untuk menentukan pemberian obat. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi
pada awitan awal dan kadang-kadang terjadi diare.
B6 (Bone) : Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
3.2 ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah keperawatan
1 DS: Fekalit/masa keras feses Resiko tinggi terhadap
- Nyeri Obstruksi lumen apendiks
- Mual infeksi
Suplai aliran darah menurun,
- Muntah Mukosa terbendung
DO: Inflamasi apendik, mengalami
- Penurunan berat badan edema
- Anorexia Perforasi, abses, peritonium
Appendiktomy
- Infeksi epigastrium Insisi Bedah
3.3 PLANNING
3.4 IMPLEMENTASI
No Dx Hari/tgl Implementasi Paraf
1. 1 Senin, 23 Menghindari infeksi
April 2012
Jam 08.00- Melakukan pencucian tangan yang baik dan
08.05 perawatan luka aseptic
Jam 08.05- Mengobservasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda
08.15 infeksi
Jam 08.15- Memberikan antibiotic sesuai indikasi
08.20
2. 2 Selasa, 24 Mempertahankan keseimbangan cairan
April 2012
Jam 08.00- Mempertahankan catatan intake dan output yang
08.05 akurat.
Jam 08.05- Memonitor vital sign dan status hidrasi.
08.10 Memonitor status nutrisi
Jam 08.10- Mengawasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht,
08.15 Na+ albumin dan waktu pembekuan.
Jam 08.15- Berkolaborasikan pemberian cairan intravena
08.25 sesuai terapi.
Jam 08.25- Mengatur kemungkinan transfusi darah.
08.30
Jam 08.30-
08.35
3. 3 Rabu, 25 Memenuhi kebutuhan nutrisi
April 2012
Jam 08.00- Menentukan kemampuan pasien untuk
08.05 memenuhi kebutuhan nutrisi.
Jam 08.05- Memantau kandungan nutrisi dan kalori pada
08.10 catatan asupan.
Jam 08.10- Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan
08.20 nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
Jam 08.20- Meminimalkan faktor yang dapat menimbulkan
08.25 mual dan muntah.
Jam 08.25- Mempertahankan higiene mulut sebelum dan
08.35 sesudah makan.
3.5 EVALUASI
No Evaluasi
1 Jam:
S: Pasien mengatakan tidak ada tanda infeksi
O: Menunjukan tidak ada tanda infeksi: Luka sembuh tanpa tanda infeksi, Cairan yang
keluar dari luka tidak purulen
A: Masalah teratasi
P : Intervensi di hentikan
2 Jam:
S: Pasien mengatakan tidak merasa haus lagi
O: Cairan tubuh seimbang: Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ
urine normal, HT normal, Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal, Tidak
ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab.
A: Masalah teratasi
P: Intervensi di hentikan
3 Jam:
S: Pasien mengatakan tidak merasa lapar
O: Nutrisi terpenuhi: Mempertahankan berat badan, Toleransi terhadap diet yang
dianjurkan, Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi dan Turgor kulit baik
A: Masalah teratasi
P: Intervensi di hentikan
4 Jam:
S: Pasien mengatakan tidak nyeri lagi
O: Melaporkan berkurangnya nyeri: Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol dan Klien
tampak rileks, mampu tidur/istirahat
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus
buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol
dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking
tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun,
lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim,
Apendisitis, 2007)
4.2 Saran
Mahasiswa keperawatan harus benar-benar memahami konsep dasar penyakit apendisitis
dan diverkulitis ini sebelum benar-benar mempraktekkannya di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Burner and suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.volume 2.Jakarta :
EGC.
Engram, Barbara, 1994. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta : EGC.
Perry & Potter, 2006, Fundamental Keperawatan volume 2.Jakarta : EGC.
Marylin E. Doenges.2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC
Mansjoer. A.dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius
Johnson, Marion,dkk.2000. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.