Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang


 Penyakit inflamasi pada sistem pencernaan sangat banyak, diantaranya appendisitis dan
divertikular disease. Appendisitis adalah suatu penyakit inflamasi pada apendiks diakibanya
terbuntunya lumen apendiks. Divertikular disease merupakan penyakit inflamasi pada saluran
cerna terutama kolon. Keduanya merupakan penyakit inflamasi tetapi penyebabnya berbeda.
Appendisitis disebabkan terbuntunya lumen apendiks. dengan fecalit, benda asing atau karena
terjepitnya apendiks, sedang diverticular disebabkan karena massa feces yang terlalu keras
dan membuat tekanan dalam lumen usus besar sehingga membentuk tonjolan-tonjolan
divertikula dan divertikula ini yang kemudian bila sampai terjepit atau terbuntu akan
mengakibatkan diverticulitis.
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara berkembang,
namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100
kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin
disebabkan perubahan pola makan, yaitu Negara berkembang berubah menjadi makanan
kurang serat. Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita,
meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an,
sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Sedangkan insiden diverticulitis lebih
umum terjadi pada sebagian besar Negara barat dengan diet rendah serat. Lazimnya di
Amerika Serikat sekitar 10%. Dan lebih dari 50% pada pemeriksaan fisik orang dewasa pada
umur lebih dari 60 tahun menderita penyakit ini.
Apendisitis dan divertikulitis termasuk penyakit yang dapat dicegah apabila kita
mengetahui dan mengerti ilmu tentang penyakit ini. Seorang perawat memiliki peran tidak
hanya sebagai care giver yang nantinya hanya akan bisa memberikan perawatan pada pasien
yang sedang sakit saja. Tetapi, perawat harus mampu menjadi promotor, promosi kesehatan
yang tepat akan menurunkan tingkat kejadian penyakit ini.  
Sehingga makalah ini di susun agar memberi pengetahuan tentang penyakit apendisitis
dan diverticulitis sehingga mahasiswa calon perawat dapat lebih mudah memahami tentang
pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, asuhan keperawatan, penatalaksanaan
medis pada pasien dengan apendisitis dan diverticulitis. 
1.2  Rumusan Masalah
Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada apendisitis ?
1.3  Tujuan
1.3.2 Tujuan umum
Menjelaskan konsep dan proses asuhan keperawatan pada apendisitis.
        1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi definisi dari apendisitis


2. Mengidentifikasi anatomi dan fisiologi apendisitis
3. Mengidentifikasi etiologi dari apendisitis
4. Mengidentifikasi klasifikasi dari apendisitis
5. Mengidentifikasi patofisiologi dari apendisitis
6. Mengidentifikasi manifestasi klinis dari apendisitis
7. Mengidentifikasi penatalaksanaan dari apendisitis
8. Mengidentifikasi asuhan keperawatan dari apendisitis

1.4  Manfaat 
1.4.1 Mahasiswa mengetahui konsep dasar apendisitis
1.4.2 Mahasiswa mampu melakukan proses asuhan keperawatan pada apendisitis

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen,
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa
perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila
tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang
terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa
mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan
saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu
besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya.
Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. Apendisitis merupakan
peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)
2.2 Anatomi dan Fisiologi
Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis. Appendiks terletak di ujung sakrum
kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada
pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada
daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat. Posisi
apendiks berada pada Laterosekal yaitu di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di
dinding abdomen (Harnawatiaj,2008). Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa di
retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Ukuran panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung
amilase dan musin. Pada kasus apendisitis, apendiks dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal.
Apendiks disarafi oleh saraf parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal dari nervus
thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal dari sekitar umbilicus (Nasution,2010).
Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam
sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan
suatu imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig A.
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi, tetapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh
apendiks sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran cerna yang
lain. Jadi pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh, khususnya saluran cerna
(Nasution,2010).
Gambar 1.1 Apendisitis
     
2.3 Etiologi
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan pada lumen apendiks merupakan
faktor penyebab dari apendisitis akut, di samping hiperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, timbuan tinja/feces
yang keras (fekalit), tumor apendiks, cacing ascaris, benda asing dalam tubuh (biji cabai, biji jambu, dll) juga
dapat menyebabkan sumbatan.
     Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyebab
appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau
pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam
tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang
sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu.(Anonim,2008)
2.4 Klasifikas pendisitis
2.4.1 Apendisitis akut
        Apendisitis akut adalah radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi
lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks,
hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin
tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan
supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
Gambar 1.2 Apendisitis akut
                       
2.4.2 Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena
pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada
apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi
serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks
terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan
peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif
dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis
umum.
Gambar 1.3 Apendisitis purulenta
                    
2.4.3 Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan
bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan
menghilang satelah apendektomi.
Kriteria  mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial
atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik.
Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.

Gambar 1.4 Apendisitis kronik


                            
2.4.4 Apendisitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah
yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila
serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk
aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen.
Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik. Pada
apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.
 2.4.5 Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik
pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa
infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang
teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut.
Pengobatannya adalah apendiktomi. 
2.4.6 Tumor Apendiks (Adenokarsinoma apendiks)
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis
akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan  hemikolektomi kanan yang akan memberi
harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
2.4.7 Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan
secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis
akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme
bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi
serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan adanya metastasis
sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak
bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan.
2.5 Patofisiologi
Pada umumnya obstruksi pada appendiks ini terjadi karena :
a.          Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b.         Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c.          Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d.         Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
e.          Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
f.          Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja   dewasa). Ini disebabkan
oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
g.         Tergantung pada bentuk appendiks
h.         Appendik yang terlalu panjang.
i.           Messo appendiks yang pendek.
j.           Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
k.         Kelainan katup di pangkal appendiks.
Akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feces) atau benda asing, apendiks
terinflamasi dan mengalami edema. Proses inflamasi tersebut menyebabkan aliran cairan limfe dan darah tidak
sempurna,  meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara
progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang
terinflamasi berisi pus. Appendiks mengalami kerusakan dan terjadi pembusukan (gangren) karena sudah tak
mendapatkan makanan lagi. Pembusukan usus buntu ini menghasilkan cairan bernanah, apabila tidak segera
ditangani maka akibatnya usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan nanah tersebut yang berisi bakteri
menyebar ke rongga perut. Dampaknya adalah infeksi yang semakin meluas, yaitu infeksi dinding rongga perut
(Peritonitis).
2.6 Maninfestasi klinis
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. 3 anamnesa penting yakni:
1.    Anoreksia biasanya tanda pertama.
2.    Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar ketempat
appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri punggung/pinggang. Postekal/nyeri
terbuka.
3.    Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.
Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya:
1.   Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak)
Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi Demam bisa
mencapai 37,8-38,8° Celsius, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat berjalan jadi sakit
sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini,
bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja.
2.   Penyakit Radang Usus Buntu kronik
Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi
nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul.
Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan
berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu
nyeri pd titik Mc Burney (titik tengah antara umbilicus dan Krista iliaka kanan).
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu sendiri
terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya
akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih.
Bila posisi usus buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau
tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik. (Anonim,
2008)
Pemeriksaan Diagnosa Penyakit
          Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan dan mendiagnosa
adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis). Diantaranya adalah pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology:
Pemeriksaan fisik.
a.    Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut
tampak mengencang (distensi).
b.    Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas
juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis
apendisitis akut.
c.    Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka
rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign)
d.   Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan
atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
e.    Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya
radang usus buntu.
f.     Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan tanda perangsangan
peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di rongga pelvis maka
Obturator sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel
darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang
lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
Pemeriksaan Radiologi
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang
membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu
dalam penegakkan diagnosis apendisitis, terutama untuk wanita hamil dan anak-anak.
Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 – 98 %).
Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks. Pada kasus yang kronik dapat
dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen dan apendikogram.
2.7 Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan appendisitis, sampai pembedahan dapat di lakukan. Cairan
intra vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan appendics dalam
24 jam sampai 48 jam awitan manifestasi. Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi
kecil/laparoskop. Bila operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%.
Penundaan selalu menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering
ditunda namun karena dianggap sulit dibuat dan klien sering mencari bantuan medis tapi
lambat. Bila terjadi perforasi klien memerlukan antibiotik dan drainase.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat apendisitis yang tak tertangani yakni:
1. Perforasi dengan pembentukan abses
2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.

2.8              Pathway

Idiopatik
Kerja fisik yang keras
Konsumsi makan
Fekalit/Masa keras feses

Obstruksi lumen apendiks

Suplay aliran darah menurun, mukosa terbendung

Inflamasi appendiks, mengalami edema

Menyebabkan aliran cairan limfe dan darah tidak sempurna

Peningkatkan tekanan intraluminal

Menghambat aliran limfe

Menimbulkan nyeri epigastrium

S
 

                                                                  
Nyeri

Distensi Abdomen
Menekan Gaster

Peningkatan Produksi HCL

Mual,Muntah

Volume cairan kurang dari kebutuhan


tubuh
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
        Perforasi
        Abses
        Peritoneu
m

Appendiktomy

Insisi Bedah

Resiko Tinggi Infeksi

                                                                                                                                        

                                                                          
                                                                   BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA APENDISITIS

3.1 PENGKAJIAN
A. Anamnesa
1. Data demografi.
Nama, Umur : sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun, Jenis kelamin, Status perkawinan,
Agama, Suku/bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Alamat, Nomor register.
2. Keluhan utama.
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri
perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam
beberapa waktu lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus. Keluhan yang menyertai antara lain rasa mual dan muntah,
panas.
3. Riwayat penyakit dahulu.
Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang.
4. Riwayat penyakit sekarang
B. Pemeriksaan Fisik
(Breathing) : Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
B2 (Blood) : Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.
B3 (Brain) : Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. Data psikologis Klien nampak gelisah.
B4 (Bladder) : -
B5 (Bowel) : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri
abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat
badan sebagai indikator untuk menentukan pemberian obat. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi
pada awitan awal dan kadang-kadang terjadi diare.
B6 (Bone) : Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
3.2  ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah keperawatan
1 DS:  Fekalit/masa keras feses Resiko tinggi terhadap
-  Nyeri Obstruksi lumen apendiks
-  Mual infeksi
Suplai aliran darah menurun,
-  Muntah Mukosa terbendung
DO:  Inflamasi apendik, mengalami
-  Penurunan berat badan edema
-  Anorexia Perforasi, abses, peritonium
Appendiktomy
-  Infeksi epigastrium Insisi Bedah

2 DS:  - Haus Fekalit/masa keras feses Volume cairan kurang dari


DO: Obstruksi lumen apendiks
-  Usia lanjut kebutuhan
Suplai aliran darah menurun,
-  Kelebihan berat badan Mukosa terbendung
-  Defisit pengetahuan  
-  Immobilitas fisik
-  Pengobatan (diuretik)
Inflamasi apendik, mengalami
edema
Distensi abdomen
Menekan gaster
Peningkatan produksi HCL
Mual, muntah

3 DS:  Fekalit/masa keras feses Nutrisi kurang dari


-  Kram abdomen Obstruksi lumen apendiks
-  Nyeri abdomen dengan atau tanpa kebutuhan tubuh
Suplai aliran darah menurun,
penyakit Mukosa terbendung
-  Merasakan Ketidakmampuan untuk Inflamasi apendik, mengalami
mengingesti makanan edema
-  Melaporkan perubahan sensasi rasa Distensi abdomen
-  Melaporkan kurangnya makanan Menekan gaster
-  Merasa kenyang segera setelah Peningkatan produksi HCL
mengingesti makanan Mual, muntah
-  Indigesti
DO:
-  Tidak tertarik untuk makan
-  Kerapuhan kapiler
-  Diare dan atau steatore
-  Adanya bukti kekurangan makanan
-  Kehilangan rambut yang berlebihan
-  Bising usus hiperaktif
-  Kurang informasi
-  Kurangnya minat pada makanan
-  Konjungtiva dan membran mukosa pucat
-  Tonus otot buruk
-  Menolak untuk makan
-  Luka, rongga mulut inflamasi
4 Ds: Fekalit/masa keras feses Nyeri
-  Keletihan Obstruksi lumen apendiks
Suplai aliran darah menurun,
-  Takut kembali terluka Mukosa terbendung
Do: Inflamasi apendik, mengalami
-  Atrofi kelompok otot yang terlibat edema
Aliran cairan limfe dan darah
-  Anoreksia tidak sempurna
-  Perubahan kemampuan untuk Penurunan tekanan
meneruskan aktivitas sebelumnya intraluminal
-  Perubahan pola tidur Menghambat aliran limfe
-  Penurunan interaksi dengan orang Nyeri epigastrium
lain
-  Perubahan berat badan
 Diagnosa Keperawatan
Dx 1:   Resiko tinggi terhadap infeksi behubungan dengan perforasi pada Apendiks dan tidak adekuatnya pertahanan
utama.
Dx 2:   Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah.
Dx 3:   Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan terjadinya mual dan muntah.
Dx 4:   Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah.

3.3 PLANNING

No Diagnosa Planning Intervensi Rasional


1. Resiko Tujuan: Mandiri         Dugaan adanya infeksi/terjadinya
   Awasi tanda vital. sepsis, abses, peritonitis.
terjadinya Kriteria Hasil : Perhatikan demam,        Menurunkan resiko penyebaran
infeksi Meningkatkan menggigil, berkeringat, bakteri.
berhubungan penyembuhan luka perubahan mental,        Memberikan deteksi dini terjadi
meningkatkan nyeri proses  infeksi, dan/atau
dengan dengan benar, abdomen. pengawasan penyembuhan
perforasi bebas tanda    Lakukan pencucian peritonitis yang telah ada
pada infeksi atau tangan yang baik dan sebelumnya.
perawatan luka aseptic.        Pengetahuan tentang kemajuan
Apendiks inflamasi. Berikan perawatan situasi memberikan dukungn
dan tidak a.   Awasi tanda vital. paripurna. emosi, membantu menurunkan
adekuatnya Perhatikan    Lihat insisi dan balutan. ansietas.
pertahanan demam, Catat karakteristik        Kultur pewarnaan Gram dan
drainase luka/drein (bisa sensitivities berguna untuk
utama. menggigil, dimasukkan), adanya mengidentifikasikan organism
berkeringat, eritema. penyebab dan pilihan terapi.
perubahan mental,    Berikan informasi yang        Mungkin diberikan secara
tepat, jujur pada profilaktik atau menurunkan
meningkatnya pasien/orang terdekat. jumlah organism (pada infeksi
nyeri abdomen. Kolaborasi yang telah ada pertumbuhannya
b.   Lakukan pen-   Ambil contoh drainase pada rongga abdomen.
bila diindikasikan.        Dapat diperlukan untuk
cucian tangan   Berikan antibiotic sesuai mengalirkan isi abses terlokalisir.
yang baik dan indikasi. 
perawatn luka   Bantu irigasi dan
drainase bila
aseptic. Berika diindikasikan
perawatan
paripurna.
c.    Lihat insisi dan
balutan. Catat
karakteristik
drainase luka,
adanya eritema.
d.   Berikan informasi
yang tepat dan
jujur pada pasien
e.    Ambil contoh
drainage bila
diindikasikan.
f.    Berikan antibiotic
sesuai indikasi/
 Dugaan adanya
infeksi/terjadinya
sepsis, abses,
peritonitis.
 Menurunkan
resiko penyebaran
bakteri.
 Memberikan
deteksi dini
terjainya proses
infeksi, dan atau
pengawasan
penyembuhan
peritonitis yang
telah ada
sebelumnya.
 Pengetahuan
tenteng kemajuan
situasi
memberikan
dukungan emosi,
membantu
menurunkan
anxietas.
 Kultur pewarnaan
gram dan
sensitifias berguna
untuk
mengidentifikasi
organism
penyebab dan
pilihan terapi.
 Mungkin
diberikan secara
profilaktik atau
menurunkan
jumlah organism
(pada innfeksi
yang telah ada
sebelumnya) utuk
menurunkan
penyebaran dan
pertumbuhannya
pada rongga
abdomen.
2. Volume Tujuan : Mandiri      Tanda yang membantu
      Awasi tekanan darah mengidentifikasikan fluktuasi
cairan Kriteria Hasil : nadi. volume intravaskuler.
kurang dari Mempertahankan       Lihat membrane      Indicator keadekuatan sirkulasi
kebutuhan keseimbangan mukosa, kaji tugor kulit perifer dan hidrasi seluler.
dan pengisian kapiler.      Penurunan haluaran urin pekat
berhubungan cairan dibuktikan
      Awasi masukan dan dengan peningkatan berat jenis
dengan mual oleh kelembaban haluaran, catat warna diduga dehidrasi/kebutuhan
dan muntah. membrane urine/konsentrasi, berat peningkatan cairan.
mukosa, turgor jenis.      Indicator kembalinya peristaltic,
kulit baik, tanda-       Auskultasi bising usus, kesiapan untuk pemasukan per
catat kelancaran flatus, oral.
tanda vital stabil, gerakan usus.      Dehidrasi mengakibatkan bibir
dan secara       Berikan perawatan dan mulut kering dan pecah-pecah
individual mulut sering dengan      Selang NG biasanya dimasukkan
perhatian khusus pada pada praoperasi dan
haluaran urine perlindungan bibir. dipertahankan pada fase segera
adekuat. Kolaborasi pascaoperasi  untuk dekompresi
      Pertahankan usus, meningkatkan istirahat usus,
penghisapan mencegah mentah.
gaster/usus.      Peritoneum bereaksi terhadap
      Berikan cairan IV dan iritasi/infeksi dengan
elektrolit menghasilkan sejumlah besar
cairan yang dapat menurunkan
volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia.
     Dehidrasi dapat terjadi
ketidakseimbangan elektrolit

3. Nutrisi Tujuan : Mandiri Setelah tindakan pembagian,


kurang dari Kriteria Hasil : BB Buat jadwal kapasitas gaster menurun
kebutuhan normal, masukan tiap jam. kurang lebih 50 ml,
berhubungan anjurkan mengukur sehingga perlu makan
dengan cairan/makanan dan sedikit/sering.
terjadinya minum sedikit demi Pengawasan kehilangandan
mual dan sedikit atau makan alat pengkajian kebutuhan
muntah. dengan perlahan. nutrisi/keefektifan terapi.
Timbang berat Makan berlebihan dapat
badan tiap hari. buat menyebabkan mual/muntah
jadwal teratur atau kerusakan operasi
setaelah pulang. pembagian.
Tekankan Menurunkan kemungkinan
pentingnya aspirasi.
menyadari kenyang Dapat mempengaruhi nafsu
dan menghentikan makan/pencernaan dan
masukan. membatasi masukan nutrisi.
Beritahu pasien Dapat meningkatkan
untuk duduk saat masukan, meningkatkan rasa
makan/minum. berpartisipasi/kontrol.
Tentukan makanan Memberikan nutrisi tanpa
yang membentuk menambah
gas. kalori.catatan: diet cair
Diskusikan yang biasanya dipertahankan
disukai pasien dan selama 8 minggu setelah
masukan dalam diet prosedur pembagian.
murni. Perlu bantuan dalam
Kolaborasi perencanaan diet yang
Berikan diet cair, memenuhi kebutuhan
lebih lembut, tinggi nutrisi.
protein dan serat, Tambahan dapat diperlukan
dan rendah lemak, untuk mencegah anemia
dengan tambahan karena gangguan absorpsi.
cairan sesuai Peningkatan motilitas usus
kebutuhan. setelah
Rujuk ke ahli gizi prosedurbypassmerendahkan
Berikan tambahan kadar kalsium dan
vitamin seperti B12 meningkatkan absorpsi
injeksi, folat, dan oksalat, dimana dapat
kalsium sesuai menimbulkan pembentukan
indikasi. batu urine.
4. Nyeri Tujuan : Mandiri       Berguna dalam pengawasan
      Kaji nyeri, catat lokasi, keefektifan obat, kemajuan
berhubungan Kriteria hasil : karakteristik, berat penyembuhan.
dengan Pasien tampak (skala 0-10). Sakit dan       Perubahan pada kerakteristik
adanya insisi rileks mampu laporkan perubahan nyeri menunjukkan terjadinya
nyeri dengan tepat. abses/peritonitis, memerlukan
bedah tidur/ istirahat       Pertahankan istirahat upaya evaluasi medic dan
dengan tepat. dengan posisi semi- intervensi.
fowler.       Gravitasi melokalisasi eksudat
      Dorong ambulasi dini. inflamasi dalam abdomen bawah
      Berikan aktivitas atau pelvis, menghilangkan
hiburan. tegangan abdomen yang
Kolaborasi bertambah dengan posisi
      Pertahankan terlentang.
puasa/penghisapan NG       Meningkatkan normalitas fungsi
pada awal organ, contoh merangsang
      Berikan analgesic peristaltic dan kelancaran flatus,
sesuai indikasi menurunkan ketidak nyamanan
      Berikan kantong es abdomen.
pada abdomen.       Focus perhatian kembali,
meningkatkan relaksasi dan dapat
meningkatkan kemampuan
koping.
      Menurunkan ketidaknyamanan
pada peristaltic usus dini dan
iritasi gaster/muntah.
      Menghilangkan nyeri
mempermudah kerja sama
intervensi terapi lain contoh
ambulasi, batuk.
      Menghilangkan dan mengurangi
nyeri melalui penghilangan rasa
ujung saraf.

3.4 IMPLEMENTASI
No Dx Hari/tgl Implementasi Paraf
1. 1 Senin, 23 Menghindari infeksi
April 2012
  Jam 08.00-  Melakukan pencucian tangan yang baik dan
08.05 perawatan luka aseptic
  Jam 08.05-  Mengobservasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda
08.15 infeksi
  Jam 08.15-  Memberikan antibiotic sesuai indikasi
08.20
2. 2 Selasa, 24 Mempertahankan keseimbangan cairan
April 2012
  Jam 08.00-  Mempertahankan catatan intake dan output yang
08.05 akurat.
  Jam 08.05-  Memonitor vital sign dan status hidrasi.
08.10  Memonitor status nutrisi
  Jam 08.10-  Mengawasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht,
08.15 Na+ albumin dan waktu pembekuan.
  Jam 08.15-  Berkolaborasikan pemberian cairan intravena
08.25 sesuai terapi.
  Jam 08.25-  Mengatur kemungkinan transfusi darah.
08.30
  Jam 08.30-
08.35
3. 3 Rabu, 25 Memenuhi kebutuhan nutrisi
April 2012
   Jam 08.00-  Menentukan kemampuan pasien untuk
08.05 memenuhi kebutuhan nutrisi.
   Jam 08.05-  Memantau kandungan nutrisi dan kalori pada
08.10 catatan asupan.
   Jam 08.10-  Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan
08.20 nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
   Jam 08.20-  Meminimalkan faktor yang dapat menimbulkan
08.25 mual dan muntah.
   Jam 08.25-  Mempertahankan higiene mulut sebelum dan
08.35 sesudah makan.

4. 4 Kamis, 26 Mengurangi nyeri


April 2012
  Jam 08.00-  Melakukan pengkajian nyeri, secara
08.15 komprehensif meliputi lokasi, keparahan.
  Jam 08.15-  Mengobservasi ketidaknyamanan non verbal
08.20  Menggunakan pendekatan yang positif terhadap
  Jam 08.20- pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi
08.35 kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase,
  Jam 08.35- perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak
08.40 terburu-buru.
  Jam 08.40-  Mengendalikan factor lingkungan yang dapat
08.45 mempengaruhi respon pasien terhadap
  Jam 08.45- ketidaknyamanan.
08.50  Menganjurkan pasien untuk istirahat dan
menggunakan teknik relaksai saat nyeri.
 Berkolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

3.5 EVALUASI

No Evaluasi
1 Jam:
S: Pasien mengatakan tidak ada tanda infeksi
O: Menunjukan tidak ada tanda infeksi: Luka sembuh tanpa tanda infeksi, Cairan yang
keluar dari luka tidak purulen
A: Masalah teratasi
P : Intervensi di hentikan
2 Jam:
S: Pasien mengatakan tidak merasa haus lagi
O: Cairan tubuh seimbang: Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ
urine normal, HT normal, Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal, Tidak
ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab.
A: Masalah teratasi
P: Intervensi di hentikan
3 Jam:
S: Pasien mengatakan tidak merasa lapar
O: Nutrisi terpenuhi: Mempertahankan berat badan, Toleransi terhadap diet yang
dianjurkan, Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi dan Turgor kulit baik
A: Masalah teratasi
P: Intervensi di hentikan
4 Jam:
S: Pasien mengatakan tidak nyeri lagi
O: Melaporkan berkurangnya nyeri: Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol dan Klien
tampak rileks, mampu tidur/istirahat
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus
buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol
dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking
tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun,
lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim,
Apendisitis, 2007)
4.2  Saran
Mahasiswa keperawatan harus benar-benar memahami konsep dasar penyakit apendisitis
dan diverkulitis ini sebelum benar-benar mempraktekkannya di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
 
Burner and suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.volume 2.Jakarta :
EGC.
Engram, Barbara, 1994. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah  Vol 2. Jakarta : EGC.
Perry & Potter, 2006, Fundamental Keperawatan volume 2.Jakarta : EGC.
Marylin E. Doenges.2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC
Mansjoer. A.dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius
Johnson, Marion,dkk.2000. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.

Anda mungkin juga menyukai