Anda di halaman 1dari 43

Askep Apendisitis

Co. Juliardinsyah

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit inflamasi pada system pencernaan sangat banyak, diantaranya appendisitis dan divertikular
disease. Appendisitis adalah suatu penyakit inflamasi pada apendiks diakibanya terbuntunya lumen
apendiks. Divertikular disease merupakan penyakit inflamasi pada saluran cerna terutama kolon.
Keduanya merupakan penyakit inflamasi tetapi penyebabnya berbeda. Appendisitis disebabkan
terbuntunya lumen apendiks. dengan fecalit, benda asing atau karena terjepitnya apendiks, sedang
diverticular disebabkan karena massa feces yang terlalu keras dan membuat tekanan dalam lumen usus
besar sehingga membentuk tonjolan-tonjolan divertikula dan divertikula ini yang kemudian bila sampai
terjepit atau terbuntu akan mengakibatkan diverticulitis
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara berkembang, namun dalam tiga
sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi
mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu Negara
berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang
terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-
an, sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Sedangkan insiden diverticulitis lebih umum
terjadi pada sebagian besar Negara barat dengan diet rendah serat. Lazimnya di Amerika Serikat sekitar
10%. Dan lebih dari 50% pada pemeriksaan fisik orang dewasa pada umur lebih dari 60 tahun menderita
penyakit ini
Apendisitis dan divertikulitis termasuk penyakit yang dapat dicegah apabila kita mengetahui dan mengerti
ilmu tentang penyakit ini. Seorang perawat memiliki peran tidak hanya sebagai care giver yang nantinya
hanya akan bisa memberikan perawatan pada pasien yang sedang sakit saja. Tetapi, perawat harus
mampu menjadi promotor, promosi kesehatan yang tepat akan menurunkan tingkat kejadian penyakit
ini.
Sehingga makalah ini di susun agar memberi pengetahuan tentang penyakit apendisitis dan diverticulitis
sehingga mahasiswa calon perawat dapat lebih mudah memahami tentang pengertian, etiologi,
patofisiologi, tanda dan gejala, asuhan keperawatan, penatalaksanaan medis pada pasien dengan
apendisitis dan diverticulitis.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimanakah konsep apendisitis ?
1.2.2 Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada apendisitis ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Menjelaskan konsep dan proses asuhan keperawatan pada apendisitis.
1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi definisi dari apendisitis


2. Mengidentifikasi anatomi dan fisiologi apendisitis
3. Mengidentifikasi etiologi dari apendisitis
4. Mengidentifikasi patofisiologi dari apendisitis
5. Mengidentifikasi manifestasi klinis dari apendisitis
6. Mengidentifikasi proses keperawatan dari apendisitis

1.4 Manfaat
1.4.1 Mahasiswa mengetahui dasar konsep dasar apendisitis
1.4.2 Mahasiswa mampu melakukan proses asuhan keperawatan pada apendisitis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian

Appendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah
katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1097 ).
Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen
akut yang paling sering. (Arif Mansjoer ddk 2000 hal 307 ).
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga
abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen,
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa
perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila
tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.
(Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa
mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran
usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya
sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun,
lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks (Anonim, Apendisitis, 2007).

2. Anatomi Fisiologi
Apendiks adalah ujung seperti jari kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inch), melekat pada sekum tepat
dibawah katub ileosekal. Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,
submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Apendiks berisi
makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongan tidak efektif dan
lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi
(apendisitis). ( Brunner & Suddarth, 2001)

Posisi appendiks bisa retrosekal, retroileal,subileal atau dipelvis, memberikan gambaran klinis yang tidak
sama. Persarafan para simpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika
superior dari arteri appendikkularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis x,
karena itu nyeri viseral pada appendiks bermula sekitar umbilikus. Perdarahan pada appendiks berasal
dari arteri appendikularis yang merupakan artei tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya
trombosis pada infeksi maka appendiks akan mengalami gangren
3. Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :


1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul
striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur
lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

4. Etiologi

Appendiksitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat :
1. Hiperplasia dari folikel limfoid.
2. Adanya fekalit dalam lumen appendiks.
3. Tumor appendiks.
4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis.
5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.

Menurut penelitian, epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah serat akan
mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan appendiksitis. Hal tersebut akan meningkatkan
tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkan pertumbuhan
kuman flora pada kolon.
5. Tanda dan gejala

Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan
hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas
mungkin akan dijumpai

Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi
dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah
lumbal ; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahuipada pemeriksaan rektal. Nyeri pada
defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekeakuan pada
bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.

Tand Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan
nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar ;
distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien memburuk.

6. Patofisiologi

Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh hiperplasia
dari polikel lympoid merupakan penyebab terbanyak adanya fekalit dalam lumen appendik.Adanya benda
asing seperti : cacing,striktur karenan fibrosis akibat adanya peradangan sebelunnya.Sebab lain misalnya
: keganasan (Karsinoma Karsinoid).

Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang
terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium
viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan
sebagai rasa sakit disekitar umblikus.

Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena,
sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat,
sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila
dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi.

Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu
masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak anak karena omentum masih pendek dan
tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih
kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih
cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi
appendisitis kronis (Junaidi ; 1982).

7. Pemeriksaan Penunjang
Akan terjadi leukositosis ringan (10.000-20.000/ml ) dengan peningkatan
jumlah neutrofil.Pemeriksaan urine juga perlu dilakukan untuk membedakannya dengan
kelainan pada ginjaldan saluran kemih.
Pada kasus akut tidak diperbolehkan melakukan barium enema, sedangkan padaappendiksitis
kronis tindakan ini dibenarkan. Pemeriksaan USG dilakukan bila terjadi infiltrat
appendikularis (Mansjoer, 2000).

8. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah :


1. Perforasi
Rasa sakit yang bertambah, demam tinggi, rasa yang menyebar dan jumlahleukosit yang
tinggi merupakan tanda kemungkinan terjadinya perforasi.
2. Peritonitis
Peritonitis merupakan salah satu akibat perforasi.
3. Abses appendiks
Teraba suatu massa lunak di kuadran kanan bawah atau nanah di daerah pelvis dan
berkembang menjadi rongga yang berisi nanah.
4. Pileflebitis ( tromboflebitis septik vena portal)
Mengakibatkan demam tinggi, panas dingin, menggigil dan ikterus.

9. Pencegahan

Pencegahan pada appendiksitis yaitu dengan menurunkan resiko obstuksi dan peradangan pada lumen
appendiks. Pola eliminasi klien harus dikaji,sebab obstruksi oleh fekalit dapat terjadi karena tidak ada
kuatnya diit tinggi serat.Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga menimbulkan resiko.
Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda appendiksitis menurunkan resiko terjadinya
gangren,perforasi dan peritonitis.

10. Penatalaksanaan

Pada appendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam waktu 48 jam
harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan
makanan yang tidak merangsang persitaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain di perut kanan bawah.
Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk menurunkan
suhu penderita, pasien diminta untuk tirabaring dan dipuasakan.
Tindakan operatif ; appendiktomi.
Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama
2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan
diangkat, klien pulang.
Patofisiologi Apendisitis
Keterangan :
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan
mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut
semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri
epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi
vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas
dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut
apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti ganggren. Stadium
ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut
appendikssitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks
hingga muncul infiltrat appendikkularis.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi
perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.

11. Prinsip Keperawatan Apendisitis

Pemeriksaan Fisik.

B1 (Breathing) : Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Respirasi : Takipnoe, pernapasan
dangkal.
B2 (Blood) : Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.
B3 (Brain) : Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. Data psikologis Klien nampak
gelisah.
B4 (Bladder) : -
B5 (Bowel) : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada
bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat badan sebagai indikator untuk
menentukan pemberian obat. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal
dan kadang-kadang terjadi diare
B6 (Bone) : Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk
tegak.

a. Identitas klien
b. Riwayat Keperawatan
1. riwayat kesehatan saat ini ; keluhan nyeri pada luka post operasi apendektomi, mual
muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
2. Riwayat kesehatan masa lalu
3. pemeriksaan fisik
a. Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis,
pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.
b. Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda
adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.
c. Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
d. Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada
tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.
e. Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening.
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda
adanya infeksi.
2. Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.

Perencanaan

1. Persiapan umum operasi


Hal yang bisa dilakukan oleh perawat ketika klien masuk ruang perawat sebelum operasi :
a. Memperkenalkan klien dan kerabat dekatnya tentang fasilitas rumah sakit untuk mengurangi rasa
cemas klien dan kerabatnya (orientasi lingkungan).
b. Mengukur tanda-tanda vital.
c. Mengukur berat badan dan tinggi badan.
d. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium yang penting (Ht, Serum Glukosa, Urinalisa).
e. Wawancara.
2. Persiapan klien malam sebelum operasi
Empat hal yang perlu diperhatikan pada malam hari sebelum operasi :
a. Persiapan kulit
kulit merupakan pertahanan pertama terhadap masuknya bibit penyakit. Karena operasi merusak
integritas kulit maka akan menyebabkan resiko terjadinya ifeksi.
Beberapa ahli bedah lebih menyukai mencukur rambut karena bisa mengganggu prosedur operasi.
b. Persiapan saluran cerna
persiapan kasus yang dilakukan pada saluran cerna berguna untuk :
1. Mengurangi kemungkinan bentuk dan aspirasi selama anestasi.
2. Mengurangi kemungkinan obstruksi usus.
3. Mencegah infeksi faeses saat operasi.
Untuk mencegah tiga hal tersebut dilakukan :
1. Puasa dan pembatasan makan dan minum.
2. Pemberian enema jika perlu.
3. Memasang tube intestine atau gaster jika perlu.
4. Jika klien menerimaanastesi umum tidak boleh makan dan minum selama 8 - 10 jam sebelum operasi :
mencegah aspirasi gaster. Selang gastro intestinal diberikan malam sebelum atau pagi sebelum operasi
untuk mengeluarkan cairan intestinal atau gester.
c. Persiapan untuk anastesi
Ahli anastesi selalu berkunjunng pada pasien pada malam sebelum operasi untuk melekukan
pemeriksaan lengkap kardiovaskuler dan neurologis. Hal ini akan menunjukkan tipe anastesi yang akan
digunakan selama operasi.
d. Meningkatkan istirahat dan tidur
Klien pre operasi akan istirahat cukup sebelum operasi bila tidak ada gangguan fisik, tenaga mentalnya
dan diberi sedasi yang cukup.
3. Persiapan pagi hari sebelum operasi klien dibangunkan 1 (satu) jam sebelum
obat-obatan pre operasi :
1. Mencatat tanda-tanda vital
2. Cek gelang identitas klien
3. Cek persiapan kulit dilaksanakan dengan baik
4. Cek kembali instruksi khusus seperti pemasangan infus
5. Yakinkan bahwa klien tidak makan dalam 8 jam terakhir
6. Anjurkan klien untuk buang air kecil
7. Perawatan mulut jika perlu
8. Bantu klien menggunakan baju RS dan penutup kepala
9. Hilangkan cat kuku agar mudah dalam mengecek tanda-tanda hipoksia lebih mudah.
4. Interpesi pre operasi
1. Obsevasi tanda-tanda vital
2. Kaji intake dan output cairan
3. Auskultasi bising usus
4. Kaji status nyeri : skala, lokasi, karakteristik
5. Ajarkan tehnik relaksasi
6. Beri cairan intervena
7. kaji tingkat ansietas
8. Beri informasi tentang proses penyakit dan tindakan
5. Intervensi post operasi
1. Observasi tanda-tanda vital
2. Kaji skala nyeri : Karakteristik, skala, lokasi
3. Kaji keadaan luka
4. Anjurkan untuk mengubah posisi seperti miring ke kanan, ke kiri dan duduk.
5. Kaji status nutrisi
6. Auskultasi bising usus
7. Beri informasi perawatan luka dan penyakitnya.

Evaluasi
a. Gangguan rasa nyaman teratasi
b. Tidak terjadi infeksi
c. Gangguan nutrisi teratasi
d. Klien memahami tentang perawatan dan penyakitnya
e. Tidak terjadi penurunan berat badan
f. Tanda-tanda vital dalam batas normal
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Pasien dengan Appendiksitis

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
2. Riwayat Keperawatan
Riwayat Kesehatan saat ini : keluhan nyeri pada luka post operasi apendektomi, mual muntah,
peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
Riwayat Kesehatan masa lalu
Pola Kebiasaan Sehari hari
Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Data subjektif : Mewawancarai klien tentang bagaimana klien menganggap kebersihan terhadap dirinya
terutama keadaan lingkungan dan terhadap makanan, menanyakan riwayat kesehatan dalam keluarga,
apa upaya yang dilakukan untuk mempertahankan kebersihan dan pencegahan penyakit.
Data objektif : Mengkaji kebersihan seluruh tubuh
Pola nutrisi metabolic
Data subjektif :Mewawancarai klien tentang kebiasaan makanan dan minuman sehari-hari dan
menanyakan bagaimana kenaikan berat badan.
Data objektif :Mengkaji gambaran nutrisi tubuh atau berat badan, kebiasaan makan, nilai kebersihan
badan sendiri.
Eliminasi
Data subjektif :Mengkaji kebiasaan BAB / BAK sebelum sakit, menanyakan riwayat penyakit kelamin
yang pernah ada.
Data objektif :Mengkaji pola BAB/BAK
Pola tidur dan istirahat
Data subjektif :Mengkaji kebiasaan tidur sehari-hari (lama tidur malam, tidur siang) apakah ada
gangguan tidur dan kebiasaan sebelum tidur.
Data objektif :Mengkaji tingkat kemampuan observasi mata dan ekspresi wajah.
Pola persepsi kognitif
Data subjektif :Mengidentifikasi tingkat interval secara umum kemampuan mengungkapkan perasaan
nyaman atau nyeri dan kemampuan berfikir, penginderaan, pengecapan serta penggunaan alat bantu.
Data objektif :Mengobservasi kemampuan pendengaran, penginderaan, pengecapan serta
penggunaan alat bantu
Pola persepsi kognitif
Data subjektif :Mengidentifikasi bagaimana anggapan klien terhadap perubahan berhubungan dengan
penyakit yang mengganggu citra tubuhnya, apakah klien ada putus asa atau merasa rendah diri.
Data objektif :Mengkaji kemampuan dan keamanan atau partisipasi klien dalam tindakan keperawatan.
Pola peran dan hubungan dengan masyarakat
Data subjektif :Mengidentifikasi hubungan klien dengan sesama, saudara atau keluarga, cara klien
untuk mengungkapkan masalah pada teman atau keluarga serta dukungan dalam menghadapi penyakit.
Data objektif :Klien berhubungan dengan keluarga dan saudaranya..
Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Data subjektif :Mengidentifikasi respon emosi klien pada saat klien menghadapi masalah atau stres
klien dan bagaimana klien mengungkapkan atau melampiaskannya.
Data objektif :Mengkaji ekspresi wajah klien.
Pola sistem kepercayaan
Data subjektif :Bagaimana kepercayaan dan kegiatan klien beribadah pada kepercayaan, apakah klien
rajin berdoa selama sakit.

3. Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi
perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1 C.
a. Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut. Penderita
tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau
abses appendikuler.
b. Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal yaitu:
1) Nyeri tekan di Mc. Burney
2) Nyeri lepas
3) Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.
Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang.
c. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
generalisata akibat appendisitis perforata.
Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien dimiringkan kekiri.
Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha
kanan. (A. Mansjoer, dkk. 2000)
Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien difleksikan. Pemeriksa
menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda
bintang), menghasilkan rotasi femur kedalam. (A. Mansjoer, dkk. 2000)
Menurut Doenges (2000) pengkajian pada pasien dengan Appendiksitis :
a. Pre Appendiktomi
1) Aktivitas
Gejala : Malaise
2) Sirkulasi
Tanda: Tachicardia
3) Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan awal, diare (kadang-kadang)
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan penurunan/ tidak ada bising usus
4) Makanan/ cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah
5) Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Nyeri abdomen sekitar epigastrum dan umbilikus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada
titik Mc Burney (setelah jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan). Nyeri ini merupakan gejala klasik
appendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah
epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen
kanan bawah (titik Mc Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri
somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut
pada saat berjalan atau batuk. (W. De Jong, R.Sjamsuhidajat, 2004)
Tanda : Perilaku berhati-hati, berbaring ke samping atau telentang dengan lutut ditekuk, meningkatnya
nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/ posisi duduk tegak.
6) Keamanan
Tanda : demam (biasanya rendah). Demam terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi
biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5-38,5 C
7) Pernafasan
Tanda : takipnea/ pernafasan dangkal
8) Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Riwayat kondisi lain yang berhubungan dengan nyeri abdomen contoh pielitis akut, batu uretra,
dapat terjadi pada berbagai usia
b. Post Appendiktomi
1) Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vaskuler perifer.
2) Integritas ego
Gejala : perasaan takut, cemas, marah, apati.
Tanda : tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang, stimulasi simpatis
3) Makanan/ cairan
Gejala : insufisiensi pangkreas, malnutrisi, membran mukosa yang kering
4) Pernafasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok
5) Keamanan
Gejala : alergi, defisiensi imun, riwayat keluarga tentang hipertermi malignan/reaksi anastesi, riwayat
penyakit hepatik, riwayat transfusi darah
Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkah, demam
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendicitis akut terutama
pada kasus dengan komplikasi, C-reaktif protein meningkat. Pada appendicular infiltrat, LED akan
meningkat.
2) Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini
sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal
yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.
b. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis. Pemeriksaan ini dilakukan
terutama pada anak-anak.
c. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga
bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
d. Barium enema
Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat
menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendisitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk
menyingkirkan diagnosis banding. Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi
sebagai metode diagnostik untuk menegakkan diagnosis appendisitis kronis. Dimana akan tampak
pelebaran/penebalan dinding mukosa appendiks, disertai penyempitan lumen hingga sumbatan usus
oleh fekalit.
e. CT-scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari
appendisitis seperti bila terjadi abses.
f. Laparoscopi
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukan dalam abdomen, appendiks
dapat divisualisasikan secara langsung. Teknik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila
pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat
langsung dilakukan pengangkatan appendiks.

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status
kesehatan) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi,
mencegah dan merubah (Nursalam, 2001).
Untuk menentukan diagnosa keperawatan ada 3 unsur pernyataan yaitu problem, etiologi, dan
symptom (masalah, penyebab, tanda dan gejala). Masalah adalah penjelasan status kesehatan atau
masalah kesehatan klien secara jelas dan sesingkat mungkin. Etiologi (penyebab) adalah faktor klinik
dan personal yang dapat merubah kesehatan atau mempengaruhi perkembangan masalah.
Symptom (tanda dan gejala) adalah tanda dan gejala yang muncul pada pasien saat dilakukan
pengkajian. (Nursalam, 2001).
Menurut Dongoes (2000) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan:
a. Pre Appendiktomi
1) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama; perforasi/ ruptur
pada apendiks, peritonitis, pembentukan abses; prosedur invasive
2) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan munta pra operasi; status
hipermetabolik (contoh demam,) ; inflamasi peritonium dengan cairan asing
3) Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
b. Post Appendiktomi
1) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral
2) Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada kulit/jaringan

C. Perencanaan

Dalam menentukan perencanaan perlu menyusun suatu system untuk menentukan diagnosa
yang akan diambil tindakan pertama kali. Salah satu sistem yang bisa digunakan adalah hirarki
kebutuhan manusia Fyer et al, 1996 ( Nursalam, 2001, hal 52 ). Perencanaan meliputi pengembangan
strategi untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang akan diidentifikasi pada
diagnosa kutipan dari Fiyer, taptik dan bernocehi, 1996 ( Nursalam, 2001, hal 51), dalam pengaturan
prioritas, perencanaan ada dua hirarki yang bisa digunakan:
a. Hirarki Maslow
Maslow menjelaskan kebutuhan manusia dibagi dalam lima tahap: fisiologi, rasa aman dan nyaman,
sosial, harga diri dan aktualitas diri. Dia mengatakan bahwa klien memerlukan suatu tahapan kebutuhan.
Jika klien menghendaki suatu tindakan yang memuaskan. Dengan kata lain kebutuhan fisiologis biasanya
sebagai prioritas utama bagi klien dari pada kebutuhan lain
( Nursalam, 2001, hal 52).
Dimana Maslow menggambarkan dengan skema piramida yang menunjukkan bagaimana seseorang
bergerak dari pemenuhan kebutuhan dasar dari tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dengan tujuan akhir
adalah fungsi dan kesehatan manusia yang terintergrasi.yaitu :
a). Kebutuhan fisiologis O2, Co2, Elektrolik, makanan, sex .
b). Kebutuhan keselamatan dan keamanan, terhindar dari penyakit, pencuri dan perlindungan hokum.
c). Mencintai dan dicintai : kasih sayang, mencintai, dicintai, diterima kelompok.
d). Harga diri: dihargai dan menghargai (Respek dan toleransi).
e). Aktualisasi diri: ingin diakui, berhasil dan menonjol
( Smeltzer and Bare, 2002, hal 14)

b. Hirarki kalish
Kalish 1983, lebih menjelaskan kebutuhan Maslow dengan membagi kebutuhan fisiologi menjadi
kebutuhan untuk bertahan dan stimulasi. Kalish mengidentifikasi kebutuhan untuk mempertahankan
hidup: udara, air, temperatur, eliminasi, istirahat dan menghindari nyeri, jika terjadi kekurangan
kebutuhan tersebut, klien cenderung menggunakan prasarana untuk memuaskan kebutuhan tertentu,
hanya saja mereka akan mempertimbangkan terlebih dahulu kebutuhan yang paling tinggi prioritasnya,
misalnya keamanan dan harga diri. Di kutif dari Iyer, el al, 1996 (Nursalam, 2001, hal 53)
Menurut Doenges (2000) perencanaan keperawatan pada pasien :
A. Pre Appendiktomi
1) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama; perforasi/
ruptur pada apendiks, peritonitis, pembentukan abses; prosedur invasif
a) Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri
abdomen
Rasional : dugaan adanya infeksi atau terjadinya sepsis, peritonitis, dan abses.
b) Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik. Berikan perawatan paripurna.
Rasional : menurunkan resiko penyebaran bakteri
c) Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka, drein (bila dimasukkan), adanya eritema
Rasional : memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan/atau pengawasan penyembuhan
peritonitis yang telah ada sebelumnya.
d) Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien/ orang terdekat
Rasional : Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan
ansietas
e) Ambil contoh dreinase bila diindikasikan
Rasional : Kultur pewarnaan Gram dan sensitivitas berguna untuk mengidentifikasikan organisme
penyebab dan pilihan terapi
f) Berikan antibiotik sesuai dengan indikasi
Mungkin diberikan secar profilaktik atau menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang telah ada
sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada abdomen
g) Bantu irigasi/drainase bila diindikasikan
Rasional : dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir
2) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah pra operasi; status
hipermetabolik (contoh demam) ; inflamasi peritonium dengan cairan asing
a) Awasi TD dan nadi
Rasional : tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler
b) Lihat membran mukosa; kaji turgor kulit dan pengisian kapiler
Rasional : indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
c) Awasi masukan dan haluran; catat warna urine/konsentrasi, berat jenis
Rasional : penurunan haluran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/kebutuhan
peningkatan cairan
d) Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir
Rasional : dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah
e) Pertahankan penghisapan gaster/usus
Rasional : selang NG biasanya dimasukkan pada pra operasi dan dipertahankan pada fase segera pasca
operasi untuk dekompensasi usus, meningkatkan istirahat usus, mencegah muntah.
f) Berikan cairan IV dan elektrolit
Rasional : peritonium bereaksi terhadap iritasi/infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang
dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dan dapat terjadi
ketidakseimbangan elektrolit
3) Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi
a) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 1-10). Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan
tepat
Rasional : berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada
karekteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medik dan
intervensi
b) Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
Rasional : grafitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan
tegangan abdomen yang bertambah pada posisi telentang
c) Berikan aktivitas hiburan
Rasional : fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan
koping
d) Pertahankan puasa/penghisapan NG pada awal
Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan irigasi gaster/muntah
e) Berikan analgesik sesuai dengan indikasi
Rasional : menghilangkan nyeri mempermudah kerja sama dengan intervensi terapi lain
f) Berikan kantong es pada abdomen
Rasional : menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung syaraf

B. Post Appendiktomi
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan Pos Appendiktomi maka
rencana keperawatan yang dapat dirumuskan adalah:
1) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, insisi bedah.
2) Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah.
3) Gangguan keseimbangan cairan/elektrolit berhubungan dengan mual, muntah, diare.
4) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak
mengenal sumber informasi.

NO DIAGNOSA TUJUAN / INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN KRITERIA
EVALUASI
1 Gangguan rasa Tujuan : a. Kaji nyeri : a. Monitor
nyaman : nyeri Nyeri berkurang lokasi keefektifan obat
berhubungan sampai hilang. karakteristik, kemajuan/
dengan insisi Kriteria hasil : berat (skala 0- kemunduran
bedah. Klien melaporkan 10). Selidiki dan terapi,
nyeri berkurang, laporkan menentukan
kenyamanan klien perubahan nyeri tindakan
terpenuhi, dengan tepat. lanjutan.
ekspresi wajah b. Dorong (Doenges, 1999
rileks. melakukan hal 511)
ambulasi b.Meningkatkan
normalisasi
fungsi organ,
c. Alihkan fokus mengurangi
nyeri ketidaknyamana
n abdomen.
(Doenges, 1999
hal 511)
c. Fokus perhatian
d. Kaji analgesik kembali,
yang klien pakai meningkatkan
relaksasi,
e. Berikan meningkatkan
analgesik sesuai kemampuan
indikasi koping.
(Doenges 1999
hal 511)
d. Mempermudah
intervensi
penanganan
nyeri. (Ackley
2002 hal 563)
e. Mengontrol
nyeri,
mempermudah
pelaksanaan
intervensi lain
misalnya
ambulasi.
(Doenges 1999
hal 512)
2 Resiko tinggi Tujuan : a. Awasi tanda- a. Dugaan adanya
infeksi Mencegah infeksi, tanda vital, infeksi/terjadiny
berhubungan mempercepat perhatikan a sepsis, abses,
dengan insisi bedah penyembuhan demam, peritonitis.
luka. menggigil, (Doenges 1999
Kriteria hasil : berkeringat, hal 509)
Klien tidak status mental,
mengalami infeksi nyeri abdomen. b. Mengurangi
selama di b. Lakukan resiko
opnama. pencucian tangan penyebaran
yang baik, bakteri
perawatan luka. (Doenges 1999
c. Lihat insisi dan hal 510)
balutan, c. Indikator proses
karakteristik infeksi, monitor
luka/drain dan penyembuhan
adanya edema. luka (Doenges
d. Berikan 1999 hal 510)
antibiotik sesuai d.Menurunkan
indikasi. penyebaran dan
pertumbuhan
organisme
(Doenges 1999
hal 512)
3 Intoleransi aktifitas Tujuan : a. Awasi tekanan a. Tanda yang
b/d Kebutuhan darah dan nadi. membantu
ketidakseimbangan mempertahankan mengidentifikas
antara suplai dan kesimbangan i fluktuasi,
kebutuhan oksigen. cairan. b. Lihat membran volume
Kriteria hasil : mukosa, catat intravaskuler.
klien tidak warna urine, (Doenges 1999
mengalami tanda- konsentrasi. hal 510).
tanda dehidrasi b. Indikator
yang lebih parahc. Auskultasi bising keadekuatan
selama usus, catat sirkulasi perifer
diopnama.. kelancaran flatus, dan hidrasi
gerakan usus. seluler.
(Doenges 1999
d. Berikan sejumlah hal 510).
kecil minuman c. Indikator
jernih bila kembalinya
pemasukan peristaltik
peroral dimulai, kesiapan untuk
lanjutkan sesuai pemasukan
toleransi. peroral
(Doenges 1999
hal 510).
d. Menurunkan
iritasi
gaster/muntah
untuk
meminimalkan
kehilangan
cairan (Doenges
1999 hal 510).
4 Kurang Tujuan : a. Kaji ulang a. Informasi pada
pengetahuan Kebutuhan pembatasan klien untuk
tentang indikasi, pembelajaran aktivitas pasca rencana kembali
prognosis, klien terpenuhi. operasi, misalnya rutinitas biasa
kebutuhan Kriteria hasil : angkat berat, tanpa
pengobatan Klien/keluarga menyetir. menimbulkan
berhubungan dapat mengetahuib. Dorong aktivitas masalah baru
dengan kurang kondisi prognosis, sesuai toleransi (Doenges 1999
terpajan informasi, kebutuhan dengan periode hal 512)
tidak mengenal pengobatan. Klien istirahat periodik.
b. Mencegah
sumber informasi. dapat bekerjasamac. Diskusikan kelemahan,
selama di perawatan insisi. mempercepat
opnama. d. Ajarkan klien dan penyembuhan,
keluarga teknik kembali kriteria
perawatan luka evaluasi
aktifitas normal
(Doenges 1999
hal 511)
c. Pemahaman
meningkatkan
kerjasama
dengan program
terapi,
mempercepat
penyembuhan
dan proses
perbaikan
(Doenges 1999
hal 512)
d. Mencegah
infeksi agar
penyembuhan
tidak terhambat
(Carpenito 1995
hal 464)

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan perwujudan dari intervensi yang telah dibuat perawat memiliki tanggung
jawab untuk melakukan tindakan keperawatan secara mandiri maupun kolaboratif dengan melibatkan
klien dan keluarga serta tim kesehatan lainnya.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dimana fokusnya adalah untuk
menentukan respon klien terhadap intervensi yang diberikan, baik respon subjektif maupun objektif,
menentukan tujuan-tujuan yang sudah/belum tercapai serta menentukan tindakan selanjutnya.

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini
bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu
merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum
(cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya
seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa
mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Asuhan Keperawatan yang komprehensif diperlukan pada penatalaksanaan pasien apendiksitis ini, agar
tujuan pelayanan keperawatan yang paripurna, bermutu, dan bertanggung jawab dapat dilaksanakan.

Penulis.
Daftar Pustaka

L. Ludeman.2002.The pathology of diverticular


disease(online)(linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1521691802902970 diakses pada 28 Nov 2010
pukul 19.30)
_____,2009. Colonic Diverticular Disease.
(online)(www.clevelandclinicmeded.com/.../diseasemanagement/.../colonic-diverticular-disease/diakses
pada 28 Nov 2010 pukul 19.35)
Mahdi,2010. ASKEP DIVERTIKULUM PADA COLON . (online)(http://askep-
mahdi.blogspot.com/2010/01/askep-divertikulum-pada-colon.html diakses pada 28 Nov 2010 pukul
19.46)

Askep
Burner and suddarth, 2001, Buku Ajar Keperawat

Apendisitis
Co. Juliardinsyah

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit inflamasi pada system pencernaan sangat banyak, diantaranya appendisitis dan divertikular
disease. Appendisitis adalah suatu penyakit inflamasi pada apendiks diakibanya terbuntunya lumen
apendiks. Divertikular disease merupakan penyakit inflamasi pada saluran cerna terutama kolon.
Keduanya merupakan penyakit inflamasi tetapi penyebabnya berbeda. Appendisitis disebabkan
terbuntunya lumen apendiks. dengan fecalit, benda asing atau karena terjepitnya apendiks, sedang
diverticular disebabkan karena massa feces yang terlalu keras dan membuat tekanan dalam lumen usus
besar sehingga membentuk tonjolan-tonjolan divertikula dan divertikula ini yang kemudian bila sampai
terjepit atau terbuntu akan mengakibatkan diverticulitis
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara berkembang, namun dalam tiga
sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi
mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu Negara
berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang
terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-
an, sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Sedangkan insiden diverticulitis lebih umum
terjadi pada sebagian besar Negara barat dengan diet rendah serat. Lazimnya di Amerika Serikat sekitar
10%. Dan lebih dari 50% pada pemeriksaan fisik orang dewasa pada umur lebih dari 60 tahun menderita
penyakit ini
Apendisitis dan divertikulitis termasuk penyakit yang dapat dicegah apabila kita mengetahui dan mengerti
ilmu tentang penyakit ini. Seorang perawat memiliki peran tidak hanya sebagai care giver yang nantinya
hanya akan bisa memberikan perawatan pada pasien yang sedang sakit saja. Tetapi, perawat harus
mampu menjadi promotor, promosi kesehatan yang tepat akan menurunkan tingkat kejadian penyakit
ini.
Sehingga makalah ini di susun agar memberi pengetahuan tentang penyakit apendisitis dan diverticulitis
sehingga mahasiswa calon perawat dapat lebih mudah memahami tentang pengertian, etiologi,
patofisiologi, tanda dan gejala, asuhan keperawatan, penatalaksanaan medis pada pasien dengan
apendisitis dan diverticulitis.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimanakah konsep apendisitis ?
1.2.2 Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada apendisitis ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Menjelaskan konsep dan proses asuhan keperawatan pada apendisitis.
1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi definisi dari apendisitis


2. Mengidentifikasi anatomi dan fisiologi apendisitis
3. Mengidentifikasi etiologi dari apendisitis
4. Mengidentifikasi patofisiologi dari apendisitis
5. Mengidentifikasi manifestasi klinis dari apendisitis
6. Mengidentifikasi proses keperawatan dari apendisitis

1.4 Manfaat
1.4.1 Mahasiswa mengetahui dasar konsep dasar apendisitis
1.4.2 Mahasiswa mampu melakukan proses asuhan keperawatan pada apendisitis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian

Appendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah
katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1097 ).
Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen
akut yang paling sering. (Arif Mansjoer ddk 2000 hal 307 ).
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga
abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen,
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa
perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila
tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.
(Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa
mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran
usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya
sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun,
lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks (Anonim, Apendisitis, 2007).

2. Anatomi Fisiologi
Apendiks adalah ujung seperti jari kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inch), melekat pada sekum tepat
dibawah katub ileosekal. Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,
submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Apendiks berisi
makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongan tidak efektif dan
lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi
(apendisitis). ( Brunner & Suddarth, 2001)

Posisi appendiks bisa retrosekal, retroileal,subileal atau dipelvis, memberikan gambaran klinis yang tidak
sama. Persarafan para simpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika
superior dari arteri appendikkularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis x,
karena itu nyeri viseral pada appendiks bermula sekitar umbilikus. Perdarahan pada appendiks berasal
dari arteri appendikularis yang merupakan artei tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya
trombosis pada infeksi maka appendiks akan mengalami gangren
3. Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :


1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul
striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur
lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
4. Etiologi

Appendiksitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat :
1. Hiperplasia dari folikel limfoid.
2. Adanya fekalit dalam lumen appendiks.
3. Tumor appendiks.
4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis.
5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.

Menurut penelitian, epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah serat akan
mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan appendiksitis. Hal tersebut akan meningkatkan
tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkan pertumbuhan
kuman flora pada kolon.

5. Tanda dan gejala

Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan
hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas
mungkin akan dijumpai

Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi
dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah
lumbal ; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahuipada pemeriksaan rektal. Nyeri pada
defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekeakuan pada
bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.

Tand Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan
nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar ;
distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien memburuk.

6. Patofisiologi

Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh hiperplasia
dari polikel lympoid merupakan penyebab terbanyak adanya fekalit dalam lumen appendik.Adanya benda
asing seperti : cacing,striktur karenan fibrosis akibat adanya peradangan sebelunnya.Sebab lain misalnya
: keganasan (Karsinoma Karsinoid).

Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang
terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium
viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan
sebagai rasa sakit disekitar umblikus.

Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena,
sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat,
sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila
dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi.

Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu
masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak anak karena omentum masih pendek dan
tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih
kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih
cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi
appendisitis kronis (Junaidi ; 1982).

7. Pemeriksaan Penunjang

Akan terjadi leukositosis ringan (10.000-20.000/ml ) dengan peningkatan


jumlah neutrofil.Pemeriksaan urine juga perlu dilakukan untuk membedakannya dengan
kelainan pada ginjaldan saluran kemih.
Pada kasus akut tidak diperbolehkan melakukan barium enema, sedangkan padaappendiksitis
kronis tindakan ini dibenarkan. Pemeriksaan USG dilakukan bila terjadi infiltrat
appendikularis (Mansjoer, 2000).

8. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah :


1. Perforasi
Rasa sakit yang bertambah, demam tinggi, rasa yang menyebar dan jumlahleukosit yang
tinggi merupakan tanda kemungkinan terjadinya perforasi.
2. Peritonitis
Peritonitis merupakan salah satu akibat perforasi.
3. Abses appendiks
Teraba suatu massa lunak di kuadran kanan bawah atau nanah di daerah pelvis dan
berkembang menjadi rongga yang berisi nanah.
4. Pileflebitis ( tromboflebitis septik vena portal)
Mengakibatkan demam tinggi, panas dingin, menggigil dan ikterus.

9. Pencegahan

Pencegahan pada appendiksitis yaitu dengan menurunkan resiko obstuksi dan peradangan pada lumen
appendiks. Pola eliminasi klien harus dikaji,sebab obstruksi oleh fekalit dapat terjadi karena tidak ada
kuatnya diit tinggi serat.Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga menimbulkan resiko.
Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda appendiksitis menurunkan resiko terjadinya
gangren,perforasi dan peritonitis.

10. Penatalaksanaan

Pada appendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam waktu 48 jam
harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan
makanan yang tidak merangsang persitaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain di perut kanan bawah.
Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk menurunkan
suhu penderita, pasien diminta untuk tirabaring dan dipuasakan.
Tindakan operatif ; appendiktomi.
Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama
2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan
diangkat, klien pulang.

Patofisiologi Apendisitis
Keterangan :
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan
mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut
semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri
epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi
vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas
dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut
apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti ganggren. Stadium
ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut
appendikssitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks
hingga muncul infiltrat appendikkularis.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi
perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.

11. Prinsip Keperawatan Apendisitis

Pemeriksaan Fisik.

B1 (Breathing) : Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Respirasi : Takipnoe, pernapasan
dangkal.
B2 (Blood) : Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.
B3 (Brain) : Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. Data psikologis Klien nampak
gelisah.
B4 (Bladder) : -
B5 (Bowel) : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada
bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat badan sebagai indikator untuk
menentukan pemberian obat. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal
dan kadang-kadang terjadi diare
B6 (Bone) : Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk
tegak.

a. Identitas klien
b. Riwayat Keperawatan
1. riwayat kesehatan saat ini ; keluhan nyeri pada luka post operasi apendektomi, mual
muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
2. Riwayat kesehatan masa lalu
3. pemeriksaan fisik
a. Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis,
pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.
b. Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda
adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.
c. Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
d. Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada
tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.
e. Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening.
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda
adanya infeksi.
2. Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.

Perencanaan

1. Persiapan umum operasi


Hal yang bisa dilakukan oleh perawat ketika klien masuk ruang perawat sebelum operasi :
a. Memperkenalkan klien dan kerabat dekatnya tentang fasilitas rumah sakit untuk mengurangi rasa
cemas klien dan kerabatnya (orientasi lingkungan).
b. Mengukur tanda-tanda vital.
c. Mengukur berat badan dan tinggi badan.
d. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium yang penting (Ht, Serum Glukosa, Urinalisa).
e. Wawancara.
2. Persiapan klien malam sebelum operasi
Empat hal yang perlu diperhatikan pada malam hari sebelum operasi :
a. Persiapan kulit
kulit merupakan pertahanan pertama terhadap masuknya bibit penyakit. Karena operasi merusak
integritas kulit maka akan menyebabkan resiko terjadinya ifeksi.
Beberapa ahli bedah lebih menyukai mencukur rambut karena bisa mengganggu prosedur operasi.
b. Persiapan saluran cerna
persiapan kasus yang dilakukan pada saluran cerna berguna untuk :
1. Mengurangi kemungkinan bentuk dan aspirasi selama anestasi.
2. Mengurangi kemungkinan obstruksi usus.
3. Mencegah infeksi faeses saat operasi.
Untuk mencegah tiga hal tersebut dilakukan :
1. Puasa dan pembatasan makan dan minum.
2. Pemberian enema jika perlu.
3. Memasang tube intestine atau gaster jika perlu.
4. Jika klien menerimaanastesi umum tidak boleh makan dan minum selama 8 - 10 jam sebelum operasi :
mencegah aspirasi gaster. Selang gastro intestinal diberikan malam sebelum atau pagi sebelum operasi
untuk mengeluarkan cairan intestinal atau gester.
c. Persiapan untuk anastesi
Ahli anastesi selalu berkunjunng pada pasien pada malam sebelum operasi untuk melekukan
pemeriksaan lengkap kardiovaskuler dan neurologis. Hal ini akan menunjukkan tipe anastesi yang akan
digunakan selama operasi.
d. Meningkatkan istirahat dan tidur
Klien pre operasi akan istirahat cukup sebelum operasi bila tidak ada gangguan fisik, tenaga mentalnya
dan diberi sedasi yang cukup.
3. Persiapan pagi hari sebelum operasi klien dibangunkan 1 (satu) jam sebelum
obat-obatan pre operasi :
1. Mencatat tanda-tanda vital
2. Cek gelang identitas klien
3. Cek persiapan kulit dilaksanakan dengan baik
4. Cek kembali instruksi khusus seperti pemasangan infus
5. Yakinkan bahwa klien tidak makan dalam 8 jam terakhir
6. Anjurkan klien untuk buang air kecil
7. Perawatan mulut jika perlu
8. Bantu klien menggunakan baju RS dan penutup kepala
9. Hilangkan cat kuku agar mudah dalam mengecek tanda-tanda hipoksia lebih mudah.
4. Interpesi pre operasi
1. Obsevasi tanda-tanda vital
2. Kaji intake dan output cairan
3. Auskultasi bising usus
4. Kaji status nyeri : skala, lokasi, karakteristik
5. Ajarkan tehnik relaksasi
6. Beri cairan intervena
7. kaji tingkat ansietas
8. Beri informasi tentang proses penyakit dan tindakan
5. Intervensi post operasi
1. Observasi tanda-tanda vital
2. Kaji skala nyeri : Karakteristik, skala, lokasi
3. Kaji keadaan luka
4. Anjurkan untuk mengubah posisi seperti miring ke kanan, ke kiri dan duduk.
5. Kaji status nutrisi
6. Auskultasi bising usus
7. Beri informasi perawatan luka dan penyakitnya.

Evaluasi
a. Gangguan rasa nyaman teratasi
b. Tidak terjadi infeksi
c. Gangguan nutrisi teratasi
d. Klien memahami tentang perawatan dan penyakitnya
e. Tidak terjadi penurunan berat badan
f. Tanda-tanda vital dalam batas normal
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Pasien dengan Appendiksitis

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
2. Riwayat Keperawatan
Riwayat Kesehatan saat ini : keluhan nyeri pada luka post operasi apendektomi, mual muntah,
peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
Riwayat Kesehatan masa lalu
Pola Kebiasaan Sehari hari
Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Data subjektif : Mewawancarai klien tentang bagaimana klien menganggap kebersihan terhadap dirinya
terutama keadaan lingkungan dan terhadap makanan, menanyakan riwayat kesehatan dalam keluarga,
apa upaya yang dilakukan untuk mempertahankan kebersihan dan pencegahan penyakit.
Data objektif : Mengkaji kebersihan seluruh tubuh
Pola nutrisi metabolic
Data subjektif :Mewawancarai klien tentang kebiasaan makanan dan minuman sehari-hari dan
menanyakan bagaimana kenaikan berat badan.
Data objektif :Mengkaji gambaran nutrisi tubuh atau berat badan, kebiasaan makan, nilai kebersihan
badan sendiri.
Eliminasi
Data subjektif :Mengkaji kebiasaan BAB / BAK sebelum sakit, menanyakan riwayat penyakit kelamin
yang pernah ada.
Data objektif :Mengkaji pola BAB/BAK
Pola tidur dan istirahat
Data subjektif :Mengkaji kebiasaan tidur sehari-hari (lama tidur malam, tidur siang) apakah ada
gangguan tidur dan kebiasaan sebelum tidur.
Data objektif :Mengkaji tingkat kemampuan observasi mata dan ekspresi wajah.
Pola persepsi kognitif
Data subjektif :Mengidentifikasi tingkat interval secara umum kemampuan mengungkapkan perasaan
nyaman atau nyeri dan kemampuan berfikir, penginderaan, pengecapan serta penggunaan alat bantu.
Data objektif :Mengobservasi kemampuan pendengaran, penginderaan, pengecapan serta
penggunaan alat bantu
Pola persepsi kognitif
Data subjektif :Mengidentifikasi bagaimana anggapan klien terhadap perubahan berhubungan dengan
penyakit yang mengganggu citra tubuhnya, apakah klien ada putus asa atau merasa rendah diri.
Data objektif :Mengkaji kemampuan dan keamanan atau partisipasi klien dalam tindakan keperawatan.
Pola peran dan hubungan dengan masyarakat
Data subjektif :Mengidentifikasi hubungan klien dengan sesama, saudara atau keluarga, cara klien
untuk mengungkapkan masalah pada teman atau keluarga serta dukungan dalam menghadapi penyakit.
Data objektif :Klien berhubungan dengan keluarga dan saudaranya..
Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Data subjektif :Mengidentifikasi respon emosi klien pada saat klien menghadapi masalah atau stres
klien dan bagaimana klien mengungkapkan atau melampiaskannya.
Data objektif :Mengkaji ekspresi wajah klien.
Pola sistem kepercayaan
Data subjektif :Bagaimana kepercayaan dan kegiatan klien beribadah pada kepercayaan, apakah klien
rajin berdoa selama sakit.

3. Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi
perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1 C.
a. Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut. Penderita
tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau
abses appendikuler.
b. Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal yaitu:
1) Nyeri tekan di Mc. Burney
2) Nyeri lepas
3) Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.
Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang.
c. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
generalisata akibat appendisitis perforata.
Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien dimiringkan kekiri.
Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha
kanan. (A. Mansjoer, dkk. 2000)
Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien difleksikan. Pemeriksa
menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda
bintang), menghasilkan rotasi femur kedalam. (A. Mansjoer, dkk. 2000)
Menurut Doenges (2000) pengkajian pada pasien dengan Appendiksitis :
a. Pre Appendiktomi
1) Aktivitas
Gejala : Malaise
2) Sirkulasi
Tanda: Tachicardia
3) Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan awal, diare (kadang-kadang)
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan penurunan/ tidak ada bising usus
4) Makanan/ cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah
5) Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Nyeri abdomen sekitar epigastrum dan umbilikus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada
titik Mc Burney (setelah jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan). Nyeri ini merupakan gejala klasik
appendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah
epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen
kanan bawah (titik Mc Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri
somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut
pada saat berjalan atau batuk. (W. De Jong, R.Sjamsuhidajat, 2004)
Tanda : Perilaku berhati-hati, berbaring ke samping atau telentang dengan lutut ditekuk, meningkatnya
nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/ posisi duduk tegak.
6) Keamanan
Tanda : demam (biasanya rendah). Demam terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi
biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5-38,5 C
7) Pernafasan
Tanda : takipnea/ pernafasan dangkal
8) Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Riwayat kondisi lain yang berhubungan dengan nyeri abdomen contoh pielitis akut, batu uretra,
dapat terjadi pada berbagai usia
b. Post Appendiktomi
1) Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vaskuler perifer.
2) Integritas ego
Gejala : perasaan takut, cemas, marah, apati.
Tanda : tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang, stimulasi simpatis
3) Makanan/ cairan
Gejala : insufisiensi pangkreas, malnutrisi, membran mukosa yang kering
4) Pernafasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok
5) Keamanan
Gejala : alergi, defisiensi imun, riwayat keluarga tentang hipertermi malignan/reaksi anastesi, riwayat
penyakit hepatik, riwayat transfusi darah
Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkah, demam
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendicitis akut terutama
pada kasus dengan komplikasi, C-reaktif protein meningkat. Pada appendicular infiltrat, LED akan
meningkat.
2) Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini
sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal
yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.
b. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis. Pemeriksaan ini dilakukan
terutama pada anak-anak.
c. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga
bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
d. Barium enema
Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat
menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendisitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk
menyingkirkan diagnosis banding. Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi
sebagai metode diagnostik untuk menegakkan diagnosis appendisitis kronis. Dimana akan tampak
pelebaran/penebalan dinding mukosa appendiks, disertai penyempitan lumen hingga sumbatan usus
oleh fekalit.
e. CT-scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari
appendisitis seperti bila terjadi abses.
f. Laparoscopi
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukan dalam abdomen, appendiks
dapat divisualisasikan secara langsung. Teknik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila
pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat
langsung dilakukan pengangkatan appendiks.

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status
kesehatan) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi,
mencegah dan merubah (Nursalam, 2001).
Untuk menentukan diagnosa keperawatan ada 3 unsur pernyataan yaitu problem, etiologi, dan
symptom (masalah, penyebab, tanda dan gejala). Masalah adalah penjelasan status kesehatan atau
masalah kesehatan klien secara jelas dan sesingkat mungkin. Etiologi (penyebab) adalah faktor klinik
dan personal yang dapat merubah kesehatan atau mempengaruhi perkembangan masalah.
Symptom (tanda dan gejala) adalah tanda dan gejala yang muncul pada pasien saat dilakukan
pengkajian. (Nursalam, 2001).
Menurut Dongoes (2000) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan:
a. Pre Appendiktomi
1) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama; perforasi/ ruptur
pada apendiks, peritonitis, pembentukan abses; prosedur invasive
2) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan munta pra operasi; status
hipermetabolik (contoh demam,) ; inflamasi peritonium dengan cairan asing
3) Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
b. Post Appendiktomi
1) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral
2) Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada kulit/jaringan

C. Perencanaan

Dalam menentukan perencanaan perlu menyusun suatu system untuk menentukan diagnosa
yang akan diambil tindakan pertama kali. Salah satu sistem yang bisa digunakan adalah hirarki
kebutuhan manusia Fyer et al, 1996 ( Nursalam, 2001, hal 52 ). Perencanaan meliputi pengembangan
strategi untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang akan diidentifikasi pada
diagnosa kutipan dari Fiyer, taptik dan bernocehi, 1996 ( Nursalam, 2001, hal 51), dalam pengaturan
prioritas, perencanaan ada dua hirarki yang bisa digunakan:
a. Hirarki Maslow
Maslow menjelaskan kebutuhan manusia dibagi dalam lima tahap: fisiologi, rasa aman dan nyaman,
sosial, harga diri dan aktualitas diri. Dia mengatakan bahwa klien memerlukan suatu tahapan kebutuhan.
Jika klien menghendaki suatu tindakan yang memuaskan. Dengan kata lain kebutuhan fisiologis biasanya
sebagai prioritas utama bagi klien dari pada kebutuhan lain
( Nursalam, 2001, hal 52).
Dimana Maslow menggambarkan dengan skema piramida yang menunjukkan bagaimana seseorang
bergerak dari pemenuhan kebutuhan dasar dari tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dengan tujuan akhir
adalah fungsi dan kesehatan manusia yang terintergrasi.yaitu :
a). Kebutuhan fisiologis O2, Co2, Elektrolik, makanan, sex .
b). Kebutuhan keselamatan dan keamanan, terhindar dari penyakit, pencuri dan perlindungan hokum.
c). Mencintai dan dicintai : kasih sayang, mencintai, dicintai, diterima kelompok.
d). Harga diri: dihargai dan menghargai (Respek dan toleransi).
e). Aktualisasi diri: ingin diakui, berhasil dan menonjol
( Smeltzer and Bare, 2002, hal 14)

b. Hirarki kalish
Kalish 1983, lebih menjelaskan kebutuhan Maslow dengan membagi kebutuhan fisiologi menjadi
kebutuhan untuk bertahan dan stimulasi. Kalish mengidentifikasi kebutuhan untuk mempertahankan
hidup: udara, air, temperatur, eliminasi, istirahat dan menghindari nyeri, jika terjadi kekurangan
kebutuhan tersebut, klien cenderung menggunakan prasarana untuk memuaskan kebutuhan tertentu,
hanya saja mereka akan mempertimbangkan terlebih dahulu kebutuhan yang paling tinggi prioritasnya,
misalnya keamanan dan harga diri. Di kutif dari Iyer, el al, 1996 (Nursalam, 2001, hal 53)
Menurut Doenges (2000) perencanaan keperawatan pada pasien :
A. Pre Appendiktomi
1) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama; perforasi/
ruptur pada apendiks, peritonitis, pembentukan abses; prosedur invasif
a) Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri
abdomen
Rasional : dugaan adanya infeksi atau terjadinya sepsis, peritonitis, dan abses.
b) Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik. Berikan perawatan paripurna.
Rasional : menurunkan resiko penyebaran bakteri
c) Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka, drein (bila dimasukkan), adanya eritema
Rasional : memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan/atau pengawasan penyembuhan
peritonitis yang telah ada sebelumnya.
d) Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien/ orang terdekat
Rasional : Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan
ansietas
e) Ambil contoh dreinase bila diindikasikan
Rasional : Kultur pewarnaan Gram dan sensitivitas berguna untuk mengidentifikasikan organisme
penyebab dan pilihan terapi
f) Berikan antibiotik sesuai dengan indikasi
Mungkin diberikan secar profilaktik atau menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang telah ada
sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada abdomen
g) Bantu irigasi/drainase bila diindikasikan
Rasional : dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir
2) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah pra operasi; status
hipermetabolik (contoh demam) ; inflamasi peritonium dengan cairan asing
a) Awasi TD dan nadi
Rasional : tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler
b) Lihat membran mukosa; kaji turgor kulit dan pengisian kapiler
Rasional : indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
c) Awasi masukan dan haluran; catat warna urine/konsentrasi, berat jenis
Rasional : penurunan haluran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/kebutuhan
peningkatan cairan
d) Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir
Rasional : dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah
e) Pertahankan penghisapan gaster/usus
Rasional : selang NG biasanya dimasukkan pada pra operasi dan dipertahankan pada fase segera pasca
operasi untuk dekompensasi usus, meningkatkan istirahat usus, mencegah muntah.
f) Berikan cairan IV dan elektrolit
Rasional : peritonium bereaksi terhadap iritasi/infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang
dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dan dapat terjadi
ketidakseimbangan elektrolit
3) Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi
a) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 1-10). Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan
tepat
Rasional : berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada
karekteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medik dan
intervensi
b) Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
Rasional : grafitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan
tegangan abdomen yang bertambah pada posisi telentang
c) Berikan aktivitas hiburan
Rasional : fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan
koping
d) Pertahankan puasa/penghisapan NG pada awal
Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan irigasi gaster/muntah
e) Berikan analgesik sesuai dengan indikasi
Rasional : menghilangkan nyeri mempermudah kerja sama dengan intervensi terapi lain
f) Berikan kantong es pada abdomen
Rasional : menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung syaraf

B. Post Appendiktomi
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan Pos Appendiktomi maka
rencana keperawatan yang dapat dirumuskan adalah:
1) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, insisi bedah.
2) Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah.
3) Gangguan keseimbangan cairan/elektrolit berhubungan dengan mual, muntah, diare.
4) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak
mengenal sumber informasi.

NO DIAGNOSA TUJUAN / INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN KRITERIA
EVALUASI
1 Gangguan rasa Tujuan : a. Kaji nyeri : a. Monitor
nyaman : nyeri Nyeri berkurang lokasi keefektifan obat
berhubungan sampai hilang. karakteristik, kemajuan/
dengan insisi Kriteria hasil : berat (skala 0- kemunduran
bedah. Klien melaporkan 10). Selidiki dan terapi,
nyeri berkurang, laporkan menentukan
kenyamanan klien perubahan nyeri tindakan
terpenuhi, dengan tepat. lanjutan.
ekspresi wajah b. Dorong (Doenges, 1999
rileks. melakukan hal 511)
ambulasi b.Meningkatkan
normalisasi
fungsi organ,
c. Alihkan fokus mengurangi
nyeri ketidaknyamana
n abdomen.
(Doenges, 1999
hal 511)
c. Fokus perhatian
d. Kaji analgesik kembali,
yang klien pakai meningkatkan
relaksasi,
e. Berikan meningkatkan
analgesik sesuai kemampuan
indikasi koping.
(Doenges 1999
hal 511)
d. Mempermudah
intervensi
penanganan
nyeri. (Ackley
2002 hal 563)
e. Mengontrol
nyeri,
mempermudah
pelaksanaan
intervensi lain
misalnya
ambulasi.
(Doenges 1999
hal 512)
2 Resiko tinggi Tujuan : a. Awasi tanda- a. Dugaan adanya
infeksi Mencegah infeksi, tanda vital, infeksi/terjadiny
berhubungan mempercepat perhatikan a sepsis, abses,
dengan insisi bedah penyembuhan demam, peritonitis.
luka. menggigil, (Doenges 1999
Kriteria hasil : berkeringat, hal 509)
Klien tidak status mental,
mengalami infeksi nyeri abdomen. b. Mengurangi
selama di b. Lakukan resiko
opnama. pencucian tangan penyebaran
yang baik, bakteri
perawatan luka. (Doenges 1999
c. Lihat insisi dan hal 510)
balutan, c. Indikator proses
karakteristik infeksi, monitor
luka/drain dan penyembuhan
adanya edema. luka (Doenges
d. Berikan 1999 hal 510)
antibiotik sesuai d.Menurunkan
indikasi. penyebaran dan
pertumbuhan
organisme
(Doenges 1999
hal 512)
3 Intoleransi aktifitas Tujuan : a. Awasi tekanan a. Tanda yang
b/d Kebutuhan darah dan nadi. membantu
ketidakseimbangan mempertahankan mengidentifikas
antara suplai dan kesimbangan i fluktuasi,
kebutuhan oksigen. cairan. b. Lihat membran volume
Kriteria hasil : mukosa, catat intravaskuler.
klien tidak warna urine, (Doenges 1999
mengalami tanda- konsentrasi. hal 510).
tanda dehidrasi b. Indikator
yang lebih parahc. Auskultasi bising keadekuatan
selama usus, catat sirkulasi perifer
diopnama.. kelancaran flatus, dan hidrasi
gerakan usus. seluler.
(Doenges 1999
d. Berikan sejumlah hal 510).
kecil minuman c. Indikator
jernih bila kembalinya
pemasukan peristaltik
peroral dimulai, kesiapan untuk
lanjutkan sesuai pemasukan
toleransi. peroral
(Doenges 1999
hal 510).
d. Menurunkan
iritasi
gaster/muntah
untuk
meminimalkan
kehilangan
cairan (Doenges
1999 hal 510).
4 Kurang Tujuan : a. Kaji ulang a. Informasi pada
pengetahuan Kebutuhan pembatasan klien untuk
tentang indikasi, pembelajaran aktivitas pasca rencana kembali
prognosis, klien terpenuhi. operasi, misalnya rutinitas biasa
kebutuhan Kriteria hasil : angkat berat, tanpa
pengobatan Klien/keluarga menyetir. menimbulkan
berhubungan dapat mengetahuib. Dorong aktivitas masalah baru
dengan kurang kondisi prognosis, sesuai toleransi (Doenges 1999
terpajan informasi, kebutuhan dengan periode hal 512)
tidak mengenal pengobatan. Klien istirahat periodik.
b. Mencegah
sumber informasi. dapat bekerjasamac. Diskusikan kelemahan,
selama di perawatan insisi. mempercepat
opnama. d. Ajarkan klien dan penyembuhan,
keluarga teknik kembali kriteria
perawatan luka evaluasi
aktifitas normal
(Doenges 1999
hal 511)
c. Pemahaman
meningkatkan
kerjasama
dengan program
terapi,
mempercepat
penyembuhan
dan proses
perbaikan
(Doenges 1999
hal 512)
d. Mencegah
infeksi agar
penyembuhan
tidak terhambat
(Carpenito 1995
hal 464)

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan perwujudan dari intervensi yang telah dibuat perawat memiliki tanggung
jawab untuk melakukan tindakan keperawatan secara mandiri maupun kolaboratif dengan melibatkan
klien dan keluarga serta tim kesehatan lainnya.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dimana fokusnya adalah untuk
menentukan respon klien terhadap intervensi yang diberikan, baik respon subjektif maupun objektif,
menentukan tujuan-tujuan yang sudah/belum tercapai serta menentukan tindakan selanjutnya.

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini
bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu
merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum
(cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya
seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa
mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Asuhan Keperawatan yang komprehensif diperlukan pada penatalaksanaan pasien apendiksitis ini, agar
tujuan pelayanan keperawatan yang paripurna, bermutu, dan bertanggung jawab dapat dilaksanakan.

Penulis.
Daftar Pustaka

L. Ludeman.2002.The pathology of diverticular


disease(online)(linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1521691802902970 diakses pada 28 Nov 2010
pukul 19.30)
_____,2009. Colonic Diverticular Disease.
(online)(www.clevelandclinicmeded.com/.../diseasemanagement/.../colonic-diverticular-disease/diakses
pada 28 Nov 2010 pukul 19.35)
Mahdi,2010. ASKEP DIVERTIKULUM PADA COLON . (online)(http://askep-
mahdi.blogspot.com/2010/01/askep-divertikulum-pada-colon.html diakses pada 28 Nov 2010 pukul
19.46)

Burner and suddarth, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,-edisi 8,-volume 2, Jakarta : EGC.
Engram, Barbara, 1994, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 2, Jakarta : EGC.
RadenFahmi,2010. Divertikulosis. (online) (http://community.um.ac.id/showthread.php?55616- diakses
pada 29 Nov 2010 pukul 20.03)

Harnawatiaj,2008. Askep Apendisitis. (online) (http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/27/askep-


apendisitis/ diakses pada 28 Nov 2010 pukul 20.07)

Putri,2010.Askep Apendisitis (online)(http://putrisayangbunda.blog.com/2010/02/10/askep-apendisitis-


usus-buntu/ diakses pada 28 Nov 2010 pukul 13.50)
Perry & Potter, 2006, Fundamental Keperawatan volume 2, Jakarta : EGC.an Medikal Bedah,-edisi 8,-
volume 2, Jakarta : EGC.
Engram, Barbara, 1994, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 2, Jakarta : EGC.
RadenFahmi,2010. Divertikulosis. (online) (http://community.um.ac.id/showthread.php?55616- diakses
pada 29 Nov 2010 pukul 20.03)

Harnawatiaj,2008. Askep Apendisitis. (online) (http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/27/askep-


apendisitis/ diakses pada 28 Nov 2010 pukul 20.07)

Putri,2010.Askep Apendisitis (online)(http://putrisayangbunda.blog.com/2010/02/10/askep-apendisitis-


usus-buntu/ diakses pada 28 Nov 2010 pukul 13.50)
Perry & Potter, 2006, Fundamental Keperawatan volume 2, Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai