Laporan Ini Untuk Memenuhi Praktek Profesi Departemen Keperawatan Medikal Bedah
Mahasiswa Ners Angkatan 2020-2021 Oleh Pembimbing
Ns. Annisa Nur Nazmi, S.Kep., M.Kep.
Disusun Oleh :
Nim : 202004008
BANYUWANGI
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan pada pasien penderita Abses Paru, telah disahkan pada :
Hari :
Tanggal :
Asuhan Keperawatan pada pasien penderita Abses Paru, telah disahkan pada :
Hari :
Tanggal :
ABSES PARU
1. Anatomi Paru
inspirasi (mengambil nafas). Rongga thorax diperbesar dengan dua cara, yaitu
dengan pergerakan ke atas dan bawah oleh otot diafragma serta elevasi
(fisura). Paru kanan dibagi oleh fisura transversa dan oblik menjadi tiga lobus:
atas, tengah, dan bawah. Paru kiri memiliki fisura oblik dan dua lobus (Gray,
2014).
Setiap paru memiliki bentuk kerucut yang terdiri dari bagian puncak
(apeks), dasar (basis), tiga perbatasan, dan dua permukaan. Puncak (apeks
pulmonis) memiliki permukaan halus dan tumpul. Puncak apeks menonjol ke atas
dalam leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Dasar (basis pulmonis) memiliki
paru-paru kanan dari lobus kanan hati, dan paru-paru kiri dari lobus kiri hati,
lambung, dan limpa. Karena diafragma sebelah kanan lebih tinggi daripada di sisi
kiri, kecekungan dasar paru kanan lebih dalam dari yang di sebelah kiri. Basis
pulmonalis paru turun selama inspirasi dan naik selama ekspirasi (Snell, 2012).
permukaan mediastinal terdapat dari hilus pulmonis, yaitu suatu cekungan dimana
menghubungkan kedua lapisan pleura pada hilus paru. Ruang diafragma (base)
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi
material purulent berisikan sel radang karena infeksi toksin bakteri. Abses
paru merupakan salah satu penyakit pada paru yang disebabkan oleh infeksi
lokal dan ditandai oleh nekrosis jaringan paru-paru dan penyatuan nanah
2011 ).
Abses paru adalah Infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan
paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah ( pus )
dalam jaringan paru yang diakibatkan oleh infeksi bakteri, ditandai dengan
adanya rongga berisi cairan/udara pada paru yang dikelilingi jaringan yang
terinfeksi.
penyebabnya, yaitu abses paru primer dan abses paru sekunder , Ini karena
abses paru dapat berkembang dari sejumlah faktor penyebab yang berbeda
Karena bertahan di dalam paru dan tak dapat dikeluarkan lagi, lama-
penanganan yang cepat dan tepat, abses dapat terjadi dan mengancam
jiwa penderitanya.
Pada abses paru sekunder, penyebab kondisi ini bukanlah infeksi pada
terpengaruh dan menyebabkan abses paru. Dengan kata lain, abses paru
terjadi sebagai bentuk komplikasi dari kondisi medis lain, yaitu seperti :
pemicunya).
pada paru.
Peritonitis : Radang pada peritoneum atau lapisan pelindung organ
4. Etiologi
Prevotella melanninogenica
Fusobacterium nucletum
Peptosraptococcus
Staphilococcus aereus
Streptococcus pneumonia
Klebsiella pneumonia
Haemophillus influenza
penyebab abses paru lebih dari 89% adalah kuman anaerob. Asher
positive anaerobes.
negative cocci.
complex, M. Kansasii.
homini .
Parasit: Entamoeba histolytical, Paragonimus westermani,
karena aspirasi bekuan darah, pus, bagian gigi terdapat Penyakit gigi
lobus medius atau segmen posterior lobus inferior paru kanan, tetapi
Aspirasi
Bronkiektasis
Infark paru
Fibrosis kistikkistik
Sekuester paruparu
Pneumonia emboli
Selain dari beberapa kondisi medis lain yang mampu memicu abses paru,
ada pula beberapa faktor yang juga meningkatkan potensi seseorang mengalami
abses paru
mudah turun.
6. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia
Nyeri yang dirasakan di dalam dada akibat adanya inflamasi dan adanya
Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat
badan menurun. Hal ini disebabkan akibat adanya desakan pada gaster karena
pada perkusi, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta
takikardi.
Gejala paling utama dan nampak dari abses paru adalah batuk yang terus-
menerus terjadi. Jenis batuk yang dialami penderita biasanya adalah batuk
berdahak disertai darah atau nanah. Dahak yang keluar bersama nanah atau darah
saat batuk biasanya juga diikuti aroma tak sedap. Namun selain batuk berdahak
Tubuh kelelahan
Sesak nafas
Demam tinggi
7. Patofisiologi
aspirasi berulang, aspirat tak dapat dikeluarkan dan pertahanan saluran nafas
terjadi, sehingga pus atau jaringan nekrotik dapat dikeluarkan. Drainase dan
pengobatan yang tidak memadai akan menyebabkan proses abses yang akut
nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level
bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan
proses abses ditempat lain misal abses hepar. Selain itu, Kavitas yang
sampai proses abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker
bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang
ABSES PARU
Merangsang
endothelium hipotlamus
Batuk produktif
Pleuritis
Kelemahan Fisik
Defisit Nutrisi
Brsihan jalan napas
tidak efektif Nyeri Dada
Intoleransi Fisik
Hyperventilasi Nyeri Akut
Alveolar
1) Laboratorium
cara terbaik
darah arteri
2) Radiologi
Gambar Kiri: Foto thorax menunjukkan abses paru di lobus bawah paru,
Segment superior. Kanan : Foto thorax pasien dengan bad tasting sputum /
paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus
maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada
gambaran khas CT-Scan abses paru ialah berupa Lesi dens bundar dengan
kavitas berdinding tebal tidak teratur dan terletak di daerah jaringan paru
yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara
mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Sisa-
sisa pembuluh darah paru dan bronkhus yang berada dalam abses dapat
dalam rongga abses. Lokalisasi abses paru umumnya 75% berada di lobus
CT scan.
10. Penatalaksanaan
1) Medikamentosa
Medika Mentosa
Drainage
bronkoskopi.
Bedah
perfusi
3. Infeksi paru yang berulang
2) non-medikamentosa
terjadi aspirasi.
abses paru, yaitu dengan makan makanan yang bergizi, pola hidup
11. Komplikasi
Abses paru yang terlambat ditangani atau tidak ditangani secara tepat
adalah :
Abses Pecah : Abses paru yang pecah adalah salah satu komplikasi yang
paling buruk dan serius walaupun hal ini sangat jarang terjadi.
organ tubuh lainnya dan menghasilkan abses, tak terkecuali di bagian otak
terjadi secara ringan maupun serius karena terlalu banyak darah yang
keluar. Perdarahan umumnya terjadi dari dinding dada pasien atau paru-
paru.
adalah kondisi keluarnya udara dari dalam paru-paru ke luar paru-paru dan
antara bagian dalam dinding dada dan paru-paru) dapat terjadi khususnya
berbagai jenis infeksi bakteri, tak terkecuali infeksi penyebab abses paru.
infeksi pada organ tubuh lain agar tidak menyebar dan menyebabkan abses
paru.
1. Pengkajian
Agama, Alamat, Tanggal/ Jam masuk Rumah Sakit , Jam pengkajian, Diagnosa
c. Keluhan Utama
Keluhan saat pengkajian pada klien dengan abses paru, umumnya akan
ditemukan pasien mengeluh batuk dengan sputum yang berlebih serta bau
yang khas serta batuk darah, nyeri yang dirasakan didalam dada,
Riwayat penyakit sekarang pada pasien abses paru ditemukan riwayat faktor
resiko seperti: Adanya riwayat aspirasi, infeksi saluran nafas(radang mulut, gigi
Riwayat penyakit dahulu pada pasien abses paru, biasanya akan ditemukan
riwayat penyakit infeksi saluran nafas kronis seperti TBC, Bronkitis dan Abses
hepar serta riwayat penyakit gigi dan gusi yang tidak segera ditangani.
Riwayat kesehatan keluarga pada pasien Abses paru biasanya akan terlihat pada
genogram terdapat riwayat penyakit infeksi saluran napas kronis seperti TBC
pada salah satu anggota keluarga, karena penyakit TBC diketahui penyakit
menular.
peminum minuman keras (alcohol) dan pola hidup tidak sehat seperti merokok,
dan perilaku kesehatan yang tidak baik seperti makan sampil berbicara dan
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan abses paru biasanya
frekuensi normal, denyut nadi biasanya seirama dengan peningkatan suhu tubuh
dan frekuensi pernapasan, dan apabila tidak melibatkan infeksi sistem yang
masalah.
Pemeriksaan fisik pada klien dengan abses paru merupakan pemeriksaan fokus, berurutan
pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi, yaitu :
- Inspeksi
pernapasan tertinggal pada sisi yang sakit. Pada klien dengan abses paru
sering ditemukan tampak sesak nafas dan kelelahann, serta adanya retraksi
sternum dan intercostal space (ICS). Napas cuping hidung pada sesak berat
dialami terutama oleh anak-anak. Batuk dan sputum. Saat dilakukan pengkajian
batuk pada klien dengan abses paru, biasanya didapatkan batuk produktif disertai
purulent.
- Palpasi
dengan abses paru, Adanya fremitus raba yang meningkat di daerah yang
terinfeksi.
- Perkusi
- Auskultasi
Pada klien dengan abses paru, didapatkan bunyi napas melemah dan bunyi napas
tambahan ronkhi / suara nafas bronkhial pada sisi yang sakit atau terinfeksi.
serta terdapat analisa gas darah yang abnormal seperti PCO2 meningkat dan PO2
- Pada inspeksi pasien biasanya tidak terdapat sianosis, clubbing finger tidak ada,
namun pasien dengan abses paru akan terlihat melindungi area dada yang sakit
- Pada palpasi ictus cordis tidak teraba, tidak terdapat nyeri dada. CRT dapat
kembali ≤ 3 detik. Namun biasanya pada pasien abses paru akan teraba
peniingkatan vena jugularisi (JVP) akibat penyebaran infeksi hingga ke jantung
- Pada auskultasi pasien abses paru biasanya ditemukan irama jantung reguler,
- Pada pemeriksaan thorax Pada foto thorak terdapat kavitas dengan dinding tebal
tunggal dengan ukuran f 2 – 20 cm. Gambaran ini sering dijumpai pada paru
kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam
- Gambaran khas CT-Scan abses paru ialah berupa Lesi dens bundar dengan kavitas
berdinding tebal tidak teratur dan terletak di daerah jaringan paru yang rusak.
Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada
dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Sisa-sisa pembuluh darah paru
dan bronkhus yang berada dalam abses dapat terlihat dengan CT-Scan, juga sisa-
sisa jaringan paru dapat ditemukan di dalam rongga abses. Lokalisasi abses paru
Pasien dengan abses paru biasanya Kesadaran pasien composmentis (GCS 4-5-6),
orientasi pasien baik. Pasien tidak mengalami kejang, kaku kuduk, dan brudzinsky.
per hari. Bau khas amonia, warna kuning jernih dan tempat yang
digunakan klien adalah pispot karena pasien merasa lemah dan letih , dengan
- Dilkukan perkusi di atas region suprapubic. Jika kandung kemih penuh atau
sedikitnya volume urin 500 ml, maka akan terdengar bunyi dullness (redup) di
bagian atas sudut kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika terdengar bunyi
bruit (bising) pada aorta abdomen dan arteri renalis, maka indikasi adanya
gangguan aliran darah ke ginjal (stenosis arteri ginjal), pada pasien abses paru
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok. Syok bisa terjadi jika pasien abses paru sudah
terjadi komplikasi .
- Mulut
Pada inspeksi mukosa bibir pasien kering, mulut bersih. Bentuk bibir normal. Gigi
caries, selama sakit pasien tidak menggosok gigi. Tidak ada kesulitan menelan.
Abdomen supel tidak terdapat benjolan ataupun asites. Pada auskultasi peristaltik usus 15
kali per menit. Kebiasaan BAB 1 kali per hari dengan konsistensi lembek.
Keluhan pasien dengan abses paru adalah pasien biasanya mengalami mual, muntah,
7. System Penglihatan
Pada pasien abses paru ditemukan system penglihatan dalam batas normal, seperti berikut
- Mata
a. Inspeksi: Normal/ simetris mata kanan dan kiri, simetris bola mata kanan dan kiri,
b. Palpasi : tidak terdapat benjolan saat dilakukan perabaan dan tidak terasa nyeri
- Ketajaman penglihatan
visus centralis dekat pada pasien abses paru biasanya ditemukan dalam keadaan
normal, yaitu mata pasien berakomodasi sehingga bayangan benda tepat jatuh di
retina.
8. System Pendengaran
Pada pasien abses paru ditemukan system pendengaran dalam batas normal :
- Telinga
a. Inspeksi : bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus, warna sama
dengan kulit lain, tidak ada tand-tanda infeksi, dan tidak menggunakan alat
bantu dengar
rinne tersebut
b. Pemeriksaan Webber, pasien mampu mendengar bunyi sama jelas pada kedua
telinga.
ketergantungan pasien abses paru terhadap bantuan orang lain dalam melakukan
aktivitas sehari-hari.
Namun dalam pemeriksaan system musculoskeletal pada pasien abses paru ditemukan :
tungkai bebas.
Pasien tampak lemas ketika berjalan pasien dibantu oleh keluarga saat turun dari
tempat tidur. Pasien abses paru biasanya mengatakan badannya lemah karena tidak
Pemeriksaan kulit pada pasien penderita abses paru tanpa ada indikasi peyakit lain seperti
- Pemeriksaan kulit
Inspeksi : warna kulit sama, tidak tampak lesi atau benjolan pada kulit
Palpasi : kulit teraba lembab, dan teraba hangat . turgor kulit kembali cepat <2 detik
- Pemeriksaan rambut
Inspeksi : warna rambut biasanya ditemukan warna hitam dan pewarnaan sama
pada seluruh rambut. Kebersihan kulit kepala kurang karena pasien dengan abses
Palpasi : tidak teraba nyeri dan tidak teraba benjolan . konsistensi rambut agak
kasar, karena pasien abses paru kurang melakukan kebersihan rambut yaitu
- Pemeriksaan kuku
Inspeksi : kelengkungan dan sudut kuku pada pasien biasanya dalam batas normal
(< 60 derajat )
Pada pasien dengan abses paru yang tidak diikuti penyakit penyerta seperti Diabetes
Inspeksi : tidak tampak Jaringan parut, massa, tortikolis dan benjola pada leher .
Palpasi : tidak teraba kelenjar tyroid membesar, tidak teraba pembesaran kelenjar
1. D.0001 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan
ventilasi-perfusi
1. Observasi
o Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
o Monitor bunyi napas
tambahan (mis. Gurgling,
mengi, weezing, ronkhi
kering)
o Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
2. Terapeutik
o Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-tilt
dan chin-lift (jaw-thrust
jika curiga trauma cervical)
o Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
o Berikan minum hangat
o Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
o Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
o Lakukan hiperoksigenasi
sebelum
o Penghisapan endotrakeal
o Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsepMcGill
o Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
o Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
o Ajarkan teknik batuk
efektif
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
1. Observasi
o Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya
napas
o Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul,
Cheyne-Stokes, Biot,
ataksik)
o Monitor kemampuan batuk
efektif
o Monitor adanya produksi
sputum
o Monitor adanya sumbatan
jalan napas
o Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
o Auskultasi bunyi napas
o Monitor saturasi oksigen
o Monitor nilai AGD
o Monitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
o Atur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
o Dokumentasikan hasil
pemantauan
3. Edukasi
o Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
o Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
2. D.0003 Gangguan Kriteria Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik Pert A. PEMANTAUAN RESPIRASI
hasil memburuk membaik (I.01014)
pertukaran gas 1 2 3 4 5 uka
PCO2 ⩗ 1. Observasi
berhubungan ran
o Monitor frekuensi, irama,
PO2 ⩗
dengan Gas kedalaman, dan upaya
Ph ⩗ napas
Arteri
ketidakseimbangan (L.0 o Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea,
ventilasi-perfusi 1003) hiperventilasi, Kussmaul,
Cheyne-Stokes, Biot,
ataksik0
o Monitor kemampuan batuk
efektif
o Monitor adanya produksi
sputum
o Monitor adanya sumbatan
jalan napas
o Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
o Auskultasi bunyi napas
o Monitor saturasi oksigen
o Monitor nilai AGD
o Monitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
o Atur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
o Dokumentasikan hasil
pemantauan
3. Edukasi
o Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
o Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
1. Observasi
o Monitor kecepatan aliran
oksigen
o Monitor posisi alat terapi
oksigen
o Monitor aliran oksigen
secara periodic dan
pastikan fraksi yang
diberikan cukup
o Monitor efektifitas terapi
oksigen (mis. oksimetri,
analisa gas darah ), jika
perlu
o Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
o Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
o Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelektasis
o Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
o Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
2. Terapeutik
o Bersihkan secret pada
mulut, hidung dan trachea,
jika perlu
o Pertahankan kepatenan
jalan nafas
o Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
o Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
o Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengat tingkat
mobilisasi pasien
3. Edukasi
o Ajarkan pasien dan
keluarga cara menggunakan
oksigen dirumah
4. Kolaborasi
o Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
o Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur
3. D.0019 Defisit A. MANAJEMEN NUTRISI (I. 03119)
1. Observasi
o Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
o Monitor adanya mual dan
muntah
o Monitor jumlah
kalorimyang dikomsumsi
sehari-hari
o Monitor berat badan
o Monitor albumin, limfosit,
dan elektrolit serum
2. Terapeutik
o Berikan perawatan mulut
sebelum pemberian makan,
jika perlu
o Sediakan makan yang tepat
sesuai kondisi pasien( mis.
Makanan dengan tekstur
halus, makanan yang
diblander, makanan cair
yang diberikan melalui
NGT atau Gastrostomi,
total perenteral nutritition
sesui indikasi)
o Hidangkan makan secara
menarik
o Berikan suplemen, jika
perlu
o Berikan pujian pada pasien
atau keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
3. Edukasi
o Jelaskan jenis makanan
yang bergizi tinggi,
namuntetap terjangkau
o Jelaskan peningkatan
asupan kalori yang
dibutuhkan
1. Observasi
o Monitor suhu bayi sampai
stabil ( 36.5 C -37.5 C)
o Monitor suhu tubuh anak
tiap 2 jam, jika perlu
o Monitor tekanan darah,
frekuensi pernapasan dan
nadi
o Monitor warna dan suhu
kulit
o Monitor dan catat tanda
dan gejala hipotermia dan
hipertermia
2. Terapeutik
o Pasang alat pemantau suhu
kontinu, jika perlu
o Tingkatkan asupan cairan
dan nutrisi yang adekuat
o Bedong bayi segera setelah
lahir, untuk mencegah
kehilangan panas
o Masukkan bayi BBLR ke
dalam plastic segera setelah
lahir ( mis. bahan
polyethylene, poly
urethane)
o Gunakan topi bayi untuk
memcegah kehilangan
panas pada bayi baru lahir
o Tempatkan bayi baru lahir
di bawah radiant warmer
o Pertahankan kelembaban
incubator 50 % atau lebih
untuk mengurangi
kehilangan panas Karena
proses evaporasi
o Atur suhu incubator sesuai
kebutuhan
o Hangatkan terlebih dahulu
bhan-bahan yang akan
kontak dengan bayi (mis.
seelimut,kain
bedongan,stetoskop)
o Hindari meletakkan bayi di
dekat jendela terbuka atau
di area aliran pendingin
ruangan atau kipas angin
o Gunakan matras
penghangat, selimut hangat
dan penghangat ruangan,
untuk menaikkan suhu
tubuh, jika perlu
o Gunakan kasur pendingin,
water circulating blanket,
ice pack atau jellpad dan
intravascular cooling
catherization untuk
menurunkan suhu
o Sesuaikan suhu lingkungan
dengan kebutuhan pasien
3. Edukasi
o Jelaskan cara pencegahan
heat exhaustion,heat stroke
o Jelaskan cara pencegahan
hipotermi karena terpapar
udara dingin
o Demonstrasikan teknik
perawatan metode
kangguru (PMK) untuk
bayi BBLR
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
antipiretik jika perlu
5. D.0077 Nyeri akut Tingkat nyeri (L.08066) A. MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
berhubungan 1. Observasi
Kriteria Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun o lokasi, karakteristik, durasi,
dengan agen hasil meningkat menurun frekuensi, kualitas,
1 2 3 4 5
pencendera intensitas nyeri
Keluhan ⩗ o Identifikasi skala nyeri
nyeri o Identifikasi respon nyeri
fisiologis
Meringis ⩗
non verbal
(pleuritis) Sikap ⩗ o Identifikasi faktor yang
protektif memperberat dan
memperingan nyeri
o Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
o Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
o Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
o Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
o Monitor efek samping
penggunaan analgetik
2. Terapeutik
o Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
o Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
o Fasilitasi istirahat dan tidur
o Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
o Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
o Jelaskan strategi meredakan
nyeri
o Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
o Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
o Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
1. Observasi
o Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi)
o Identifikasi riwayat alergi
obat
o Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik (mis. Narkotika,
non-narkotika, atau
NSAID) dengan tingkat
keparahan nyeri
o Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
o Monitor efektifitas
analgesik
2. Terapeutik
o Diskusikan jenis analgesik
yang disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
o Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
o Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk
mengoptimalkan respon
pasien
o Dokumentasikan respon
terhadap efek analgesic dan
efek yang tidak diinginkan
3. Edukasi
o Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
6. D.0056 Intoleransi A. MANAJEMEN ENERGI (I. 05178)
1. Observasi
o Identifikasi deficit tingkat
aktivitas
o Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam
aktivotas tertentu
o Identifikasi sumber daya
untuk aktivitas yang
diinginkan
o Identifikasi strategi
meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
o Identifikasi makna aktivitas
rutin (mis. bekerja) dan
waktu luang
o Monitor respon emosional,
fisik, social, dan spiritual
terhadap aktivitas
2. Terapeutik
o Fasilitasi focus pada
kemampuan, bukan deficit
yang dialami
o Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuensi
danrentang aktivitas
o Fasilitasi memilih aktivitas
dan tetapkan tujuan
aktivitas yang konsisten
sesuai kemampuan fisik,
psikologis, dan social
o Koordinasikan pemilihan
aktivitas sesuai usia
o Fasilitasi makna aktivitas
yang dipilih
o Fasilitasi transportasi untuk
menghadiri aktivitas, jika
sesuai
o Fasilitasi pasien dan
keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasikan
aktivitas yang dipilih
o Fasilitasi aktivitas fisik
rutin (mis. ambulansi,
mobilisasi, dan perawatan
diri), sesuai kebutuhan
o Fasilitasi aktivitas
pengganti saat mengalami
keterbatasan waktu, energy,
atau gerak
o Fasilitasi akvitas motorik
kasar untuk pasien
hiperaktif
o Tingkatkan aktivitas fisik
untuk memelihara berat
badan, jika sesuai
o Fasilitasi aktivitas motorik
untuk merelaksasi otot
o Fasilitasi aktivitas dengan
komponen memori implicit
dan emosional (mis. kegitan
keagamaan khusu) untuk
pasien dimensia, jika sesaui
o Libatkan dalam permaianan
kelompok yang tidak
kompetitif, terstruktur, dan
aktif
o Tingkatkan keterlibatan
dalam aktivotasrekreasi dan
diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan (
mis. vocal group, bola voli,
tenis meja, jogging,
berenang, tugas sederhana,
permaianan sederhana,
tugas rutin, tugas rumah
tangga, perawatan diri, dan
teka-teki dan kart)
o Libatkan kelarga dalam
aktivitas, jika perlu
o Fasilitasi mengembankan
motivasi dan penguatan diri
o Fasilitasi pasien dan
keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan
o Jadwalkan aktivitas dalam
rutinitas sehari-hari
o Berikan penguatan positfi
atas partisipasi dalam
aktivitas
3. Edukasi
o Jelaskan metode aktivitas
fisik sehari-hari, jika perlu
o Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
o Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, social,
spiritual, dan kognitif,
dalam menjaga fungsi dan
kesehatan
o Anjurka terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai
o Anjurkan keluarga untuk
member penguatan positif
atas partisipasi dalam
aktivitas
4. Kolaborasi
o Kolaborasi dengan terapi
okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas, jika sesuai
o Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu
7. D.0109 Defisit A.Dukungan perawatan diri : Mandi
(1.11352)
perawatan diri Kriteria Menurun Cukup sedang Cukup Meningkat
1. Observasi :
hasil menurun meningkat
o Identifikasi usia dan budaya dalam
berhubungan
1 2 3 4 5 membantu kebersihan diri
dengan kelemahan o -Identifikasi jenis bantuan yang
Kemampuan ⩗ dibutuhkan
mandi
o Monitor kebersihan tubuh (mis.
Kemampuan ⩗
mengenakan Rambut, mulut, kulit, kuku-
pakaian Monitor integritas kulit)
Kemampuan ⩗ 2. Terapeutik
ke toilet o Sediakan peralatan mandi (mis.
(BAK/BAB) Sabun, sikat gigi, shampoo,
Minat ⩗ pelembab kulit)
melakukan
o Sediakan lingkungan yang aman
perawatan
diri dan nyaman
Perawatan Diri (L.11103) o Fasilitasi menggosok gigi, sesuai
kebutuhan
o Fasilitasi mandi sesuai kebutuhan
o Pertahankan kebiasaan kebersihan
diri-Berikan bantuan sesuai tingkat
kemandirian
3. Edukasi
o Jelaskan manfaat mandi dan
dampak tidak mandi terhadap
kesehatan
o Ajarkan kepada keluarga cara
memandikan pasien, jika perlu
B.Dukungan Perawatan Diri : Berpakaian
(1.11350)
1. Observasi
o Identifikasi usia dan budaya dalam
membantu berpakaian/berhias
2. Terapeutik
o Sediakan pakaian pada tempat
yang mudah dan terjangkau
o Sediakan pakaian pribadi, sesuai
kebutuhan
o Fasilitasi mengenakan pakaian, jika
perlu
o Fasilitasi berhias (mis. Menyisir
rambut, merapikan kumis/jenggot)
o Jaga privasi selama berpakaian-
Tawarkan untuk laundry, jika
perluBeri pujian terhadap
kemampuan berpakaian secara
mandiri
3. Edukasi
o Informasikan pakaian yang tersedia
untuk dipilih, jika perlu
o Ajarkan mengenakan pakaian, jika
perlu
C. Dukungan Perawatan Diri : BAB/ BAK
(1.11349)
1. Observasi
o Identifikasi kebiasaan BAK/BAB
sesuai usia
o Monitor integritas kulit pasien
2. Terapeutik
o Buka pakaian yang
diperlukanuntuk memudahkan
eliminasI
o Dukung penggunaan
toilet/commode/pispot/urinal
secara konsisten
o Jaga privasi selama eliminasi
o Ganti pakaian pasien setelah
eliminasi, jika perlu-Bersihkan alat
bantuBAK/BAB setelah digunakan
o Latih BAK/BAB sesuai jadwal,jika
perlu
o Sediakan alat bantu (mis. Kateter
eksternal, urinal), jika pelu
3. Edukasi
o Anjurkan BAK/BAB secara rutin
o Anjurkan kekamar mandi/toilet,
jika perlu
5. Evaluasi Keperawatan
Alsagaff Hood & Abdul Mukty. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Air
Langga University.
Beddoe AE; Pravikoff D. (2011). Resilience in the health professions: A review of recent
literature. International Journal of Wellbeing, 3(1), 60-81. doi:10.5502/ijw.v3i1.4
Finegold, S.M.,dkk. 1998. Empyema and Lung Abscess ; in Fishman’s pulmonary
Diseases and disorders 3rd ed ; Philadelphia.
Gary Stanley. (1993). Human Capital : a theoretical and empirical analysis, with
special reference to education 3rd edition. London : The University of
Chicago Press, Ltd.
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC, 1022
Hammond.2002.Systematic Reviews: The Experiences Of A Phd Student. Department Of
Psychology, University Of York Psychology Learning And Teaching, 2(1), 32-35
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia . Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Ppni .
Rasyid, Ahmad. Abses Paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V.
Jakarta : Interna Publishing. 2009. Hal 2323-8
Snell, Richard S.,M.D,PhD. Anatomi Klinis :Berdasarkan Sistem . Jakarta: EGC;2012