Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN ABSES PARU

Laporan Ini Untuk Memenuhi Praktek Profesi Departemen Keperawatan Medikal Bedah
Mahasiswa Ners Angkatan 2020-2021 Oleh Pembimbing
Ns. Annisa Nur Nazmi, S.Kep., M.Kep.

Disusun Oleh :

Nama : Sabrina Ayu Indah Iswari

Nim : 202004008

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

BANYUWANGI

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan pada pasien penderita Abses Paru, telah disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Dosen Pembimbing Mahasiswa

(Sabrina Ayu Indah Iswari )


(Ns. Annisa Nur Nazmi, S.Kep., M.Kep.) Nim. 202004008
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan pada pasien penderita Abses Paru, telah disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Dosen Pembimbing Mahasiswa

(Sabrina Ayu Indah Iswari )


(Ns. Annisa Nur Nazmi, S.Kep., Nim. 202004008
M.Kep.………………………)
LAPORAN PENDAHULUAN

ABSES PARU

A. Konsep Dasar Abses Paru

1. Anatomi Paru

Paru-paru adalah organ yang terdapat pada rongga thorax,

yang menyediakan ruang untuk volume paru-paru selama bernafas,

sehingga thorax tidak terdesak oleh paru-paru yang mengembang saat

inspirasi (mengambil nafas). Rongga thorax diperbesar dengan dua cara, yaitu

dengan pergerakan ke atas dan bawah oleh otot diafragma serta elevasi

dan depresi tulang rusuk untuk meningkatkan dan mengurangi diameter

anteroposterior dari rongga thorax. Paru-paru merupakan struktur elastis

yang dapat mengembang dan mengempis seperti balon dan mengeluarkan

udara di dalamnya melalui trakea ketika tidak ada gaya untuk

menjaganya tetap mengembang. (Guyton, 2014).

Karakteristik paru-paru yaitu berpori, tekstur kenyal ringan;

mengapung di air, dan sangat elastis. Permukaan paru-paru halus, bersinar,

dan membentuk beberapa daerah polihedral, yang menunjukkan lobulus

organ: masing-masing daerah dibatasi oleh garis-garis yang lebih ringan

(fisura). Paru kanan dibagi oleh fisura transversa dan oblik menjadi tiga lobus:

atas, tengah, dan bawah. Paru kiri memiliki fisura oblik dan dua lobus (Gray,

2014).
Setiap paru memiliki bentuk kerucut yang terdiri dari bagian puncak

(apeks), dasar (basis), tiga perbatasan, dan dua permukaan. Puncak (apeks

pulmonis) memiliki permukaan halus dan tumpul. Puncak apeks menonjol ke atas

dalam leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Dasar (basis pulmonis) memiliki

permukaan luas, konkaf, dan terletak di atas diafragma, yang memisahkan

paru-paru kanan dari lobus kanan hati, dan paru-paru kiri dari lobus kiri hati,

lambung, dan limpa. Karena diafragma sebelah kanan lebih tinggi daripada di sisi

kiri, kecekungan dasar paru kanan lebih dalam dari yang di sebelah kiri. Basis

pulmonalis paru turun selama inspirasi dan naik selama ekspirasi (Snell, 2012).

Permukaan mediastinal adalah permukaan medial yang cekung. Pada

permukaan mediastinal terdapat dari hilus pulmonis, yaitu suatu cekungan dimana

bronkus,pembuluh darah, dan saraf yang membentuk radiks pulmonalis masuk

dan keluar paru. Ligamentum pulmonal adalah lipatan ganda yang

menghubungkan kedua lapisan pleura pada hilus paru. Ruang diafragma (base)

tergantung dengan permukaan cembung diafragma dimana di sebelah kanan lebih

cekung karena adanya hati (Snell, 2012).


2. Definisi Abses Paru

Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi

material purulent berisikan sel radang karena infeksi toksin bakteri. Abses

paru merupakan salah satu penyakit pada paru yang disebabkan oleh infeksi

lokal dan ditandai oleh nekrosis jaringan paru-paru dan penyatuan nanah

dalam rongga terbentuk di enukleasi tersebut. ( Beddoe AE; Pravikoff D;,

2011 ).

Abses paru adalah Infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan

paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah ( pus )

dalam parenkhim paru pada satu lobus atau lebih ( Rasyid,A.2009 ).

Dari pengertian tersebut, maka abses paru adalah kumpulan pus di

dalam jaringan paru yang diakibatkan oleh infeksi bakteri, ditandai dengan

adanya rongga berisi cairan/udara pada paru yang dikelilingi jaringan yang

terinfeksi.

3. Klasifikasi Abses Paru

Abses paru terklasifikasi menjadi dua jenis kondisi menurut

penyebabnya, yaitu abses paru primer dan abses paru sekunder , Ini karena

abses paru dapat berkembang dari sejumlah faktor penyebab yang berbeda

begitu juga dengan berbagai jenis bakteri.

a. Abses Paru Primer

Penyebab abses paru primer adalah infeksi di dalam paru, seperti

pneumonia aspirasi. Jenis pneumonia ini adalah kondisi infeksi yang

perkembangannya dapat terjadi setelah adanya benda asing yang masuk


ke dalam paru. Makanan atau benda asing lain yang seharusnya masuk

ke tenggorokan dapat langsung terhirup lalu memasuki paru-paru.

Karena bertahan di dalam paru dan tak dapat dikeluarkan lagi, lama-

kelamaan infeksi bakteri pun terpicu untuk timbul sehingga

menimbulkan radang pada paru-paru. Bila tidak segera mendapatkan

penanganan yang cepat dan tepat, abses dapat terjadi dan mengancam

jiwa penderitanya.

b. Abses Paru Sekunder

Pada abses paru sekunder, penyebab kondisi ini bukanlah infeksi pada

paru-paru. Ada kondisi lain yang kemudian menyebabkan paru

terpengaruh dan menyebabkan abses paru. Dengan kata lain, abses paru

terjadi sebagai bentuk komplikasi dari kondisi medis lain, yaitu seperti :

 Saluran udara di paru-paru yang alami sumbatan (pembesaran

kelenjar di dalam paru ataupun keberadaan tumor dapat menjadi

pemicunya).

 Endokarditis : Dinding jantung bagian dalam mengalami infeksi.

 Bronkiektasis : Jalan udara saat bernafas yang disebut bronkus

mengalami kerusakan pada jaringannya, menebal dan melebar.

 Fibrosis Kistik : Pembentukan lendir pada sistem pencernaan

dan/atau paru-paru di mana kondisi ini merupakan kelainan

bawaan lahir yang juga berisiko berkomplikasi menimbulkan abses

pada paru.
 Peritonitis : Radang pada peritoneum atau lapisan pelindung organ

dalam perut yang tipis dapat menyebabkan infeksi yang berpotensi

menyebar hingga ke organ paru jika tidak ditangani. Infeksi inilah

yang kemudian memicu abses dan mengancam jiwa penderitanya.

4. Etiologi

Berdasarkan data Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Menunjukkan kuman :

a. Abses paru primer disebabkan kuman anaerob yang terdapat di

daerah orofaring. Kuman penyebabnya polimikroba dengan

predominan kuman anaerob Seperti :

 Prevotella melanninogenica

 Fusobacterium nucletum

 Peptosraptococcus

b. Abses paru sekunder kuman penyebabnya

 Staphilococcus aereus

 Streptococcus pneumonia

 Klebsiella pneumonia

 Haemophillus influenza

Secara umum, kuman dan bakteri penyebab terjadinya

abses paru bervariasi sesuai dengan teknik penelitian yang

digunakan, menurut Finegolal dan Fisliman penyebab abses paru

adalah kuman anaerob dari menurut Asher dan Beaudry penyebab


Abses paru adalah Stapillococous Auereus. bahwa organisme

penyebab abses paru lebih dari 89% adalah kuman anaerob. Asher

MI dan Beadry PH (1990) mendapatkan bahwa kuman penyebab

abses paru terbanyak adalah stapillococous aureus.

Sedangkan Spektrum isolasi bakteri Abses paru akut

menurut Hammond et al (1995) adalah:

 Anaerob: Provetella sp; Porphyromonas sp; Bacteroides sp;

Fusobacterium sp; Anaerobic cocci: Microaerophilic

streptococci; Veilonella sp; Clostridium sp; Nonsporing Gram-

positive anaerobes.

 Aerob: Viridans streptococci; Staphylococcus sp

Corynebacterium sp; Klebsiella sp; Haemophilus sp; Gram-

negative cocci.

Sedangkan menurut Finegold dan Fishmans (1998),

Organisme dan kondisi yang berhubungan dengan Abses paru:

 Bacteria Anaerob; Staphylococcus aureus, Enterbacteriaceae,

Pseudomanas aeruginosa streptocicci, Legonella spp, Nocardia

asteroides, Burkholdaria pseudomallei.

 Mycobacteria (often multifocal): M. Tuberculosis, M. Avium

complex, M. Kansasii.

 Fungi: Aspergillus spp, Mucoraceae, Histoplasma capsulatum,

Pneumocystis carinii, Coccidioides immitis, Blastocystis

homini .
 Parasit: Entamoeba histolytical, Paragonimus westermani,

Stronglyoides stercoralis (post-obstructive) .

5. Faktor Resiko Abses Paru

Faktor predisposisi terhadap timbulnya abses paru adalah lain

 Ada sumber infeksi saluran pernafasan.

Infeksi mulut, tumor laring yang terinfeksi, bronkitis, bronkiektasis

dan kanker paru yang terinfeksi

 Daya tahan saluran pernafasan yang terganggu

Pada paralisa laring, aspirasi cairan lambung karena tidak sadar,

kanker esofagus, gangguan ekspektorasi, dan gangguan gerakan sillia

 Obstruksi mekanik saluran pernafasan atau Obstruksi jalan napas

karena aspirasi bekuan darah, pus, bagian gigi terdapat Penyakit gigi

dan gusi/ piorhea, makanan dan tumor bronkus. Lokalisasi abses

tergantung pada posisi tegak, bahan aspirasi akan mengalir menuju

lobus medius atau segmen posterior lobus inferior paru kanan, tetapi

dalam keadaan berbaring aspirat akan menuju ke segment apikal lobus

superior atau segmen superior lobus interior paru kanan, hanya

kadang-kadang aspirasi dapat mengalir ke paru kiri.


Jika disimpulkan faktor resiko abses paru diantara adalah :

 Aspirasi

 Penyakit Penyakit gigi dan gusi, piorhea

 Obstruksi jalan napas

 Bronkiektasis

 Infark paru

 Fibrosis kistikkistik

 Sindrom disfungsi silia

 Sekuester paruparu

 Gangguan imunitiimuniti / sindrom defisiensi imunitiimuniti

 Pneumonia emboli

Selain dari beberapa kondisi medis lain yang mampu memicu abses paru,

ada pula beberapa faktor yang juga meningkatkan potensi seseorang mengalami

abses paru

 Penyalahgunaan alkohol atau konsumsi alkohol berlebihan dalam

jangka panjang sehingga telah menjadi pecandu.

 Memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah.

 Penderita HIV/AIDS dan kanker.


 Penggunaan obat-obatan yang mampu membuat daya tahan tubuh

mudah turun.

 Berada dalam pengaruh obat penenang atau obat bius.

 Memiliki kondisi kesehatan tubuh yang buruk secara menyeluruh.

 Asupan nutrisi yang kurang atau buruk.

 Memiliki penyakit autoimun.

 Pasca transplantasi organ.

6. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia

pada umumnya yaitu:

 Demam . Karakteristik demam pada abses paru merupakan demam yang

berulang tidak selalu terus menerus,bisa sampai 3 minggu . Dijumpai

berkisar 70% - 80% pada penderita abses paru.Pada beberapa kasus

dijumpai dengan temperatur > 40°C .

 Batuk produktif, purulent, kuning kehijauan Bila terjadi hubungan rongga

abses dengan bronkus, batuknya menjadi meningkat dengan sputum yang

berbau busuk yang khas ( Foetor ex oroe ) .

 Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40

– 75% penderita abses paru.

 Nyeri yang dirasakan di dalam dada akibat adanya inflamasi dan adanya

perlukaan oleh aktifitas bakteri penyebab .


 Batuk darah .Batuk darah bisa disebabkan oleh iritasi bronchus maupun

luka akibat luka di paru sendiri.

Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat

badan menurun. Hal ini disebabkan akibat adanya desakan pada gaster karena

expansi paru yang terkena abses.

Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup

pada perkusi, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta

takikardi.

Gejala paling utama dan nampak dari abses paru adalah batuk yang terus-

menerus terjadi. Jenis batuk yang dialami penderita biasanya adalah batuk

berdahak disertai darah atau nanah. Dahak yang keluar bersama nanah atau darah

saat batuk biasanya juga diikuti aroma tak sedap. Namun selain batuk berdahak

persisten, beberapa gejala lain yang menyertai antara lain adalah :

 Tubuh kelelahan

 Berat badan turun tanpa sebab yang jelas

 Nafas atau bau mulut tak sedap

 Setiap malam mengeluarkan keringat berlebih

 Sesak nafas

 Nyeri pada dada

 Demam tinggi
7. Patofisiologi

Prof. dr. Hood Alsagaff (2006) menjelaskan bahwa, Bila seseorang

terjadi aspirasi, kuman Klebsiela Pneumonia sebagai kuman komensal di

saluran pernafasan atas ikut masuk ke saluran pernafasan bawah, akibat

aspirasi berulang, aspirat tak dapat dikeluarkan dan pertahanan saluran nafas

menurun sehingga terjadi peradangan. Proses peradangan dimulai dari bronki

atau bronkial, menyebar ke parenchim paru yang kemudian dikelilingi

jaringan granulasi. Perluasan ke pleura atau hubungan dengan bronkus sering

terjadi, sehingga pus atau jaringan nekrotik dapat dikeluarkan. Drainase dan

pengobatan yang tidak memadai akan menyebabkan proses abses yang akut

akan berubah menjadi proses yang kronis atau menahun.

Gary tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru karena proses

lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor predisposisi.

Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses

nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level

bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan

penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari

proses abses ditempat lain misal abses hepar. Selain itu, Kavitas yang

mengalami infeksi, yaitu pada beberapa penderita tuberkolosis dengan

kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses peradangan supurasi. Pada

penderita emphisema paru atau polikisrik paru yang mengalami infeksi

sekunder. Obstruksi bronkus juga dapat menyebabkan pneumonia berlajut

sampai proses abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker
bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang

belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena

pembesaran kelenjar limphe peribronkial serta pembentukan kavitas pada

kanker paru. Pertumbuhan massa kanker bronkogenik yang cepat tidak

diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah, sehingga terjadi likuifikasi

nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses.


8. Pathway Abses Paru

Mikroorganisme faktor predisposisi abses Mikroorganisme terjebak di saluran


Abses paru primer disebabkan paru pada pasien karena pernapasan bagian bawah.
kuman anaerob yang terdapat di aspirasi berulang
daerah orofaring. Kuman
penyebabnya polimikroba
dengan predominan kuman Bakteri mengadakan
anaerob Seperti
multiplikasi dan merusak
 Prevotella melanninogenica
parenkim paru.
 Fusobacterium nucletum
 Peptosraptocaoccus

Abses paru sekunder kuman


penyebabnya Stimulasi Proses peradangan Infeksi parenkim paru
 Staphilococcus aereus Leokosit
 Streptococcus pneumonia
 Klebsiella pneumonia
 Haemophillus influenza
Pirogen eksogen dan Proses nekrotik meluas
pirogen endogen
dikeluarkan

ABSES PARU
Merangsang
endothelium hipotlamus

Ekspansi paru Komplikasi : Perubahan Peningkatan


Abses Pecah membrane tekanan
Hipertermi Peningkatan produksi (berupa cairan alveoli pada gaster
panas, terjadi peningkatan sputum/ kapiler
suhu tubuh eksudat)
ABSES PARU

Ekspansi paru Komplikasi : Perubahan Peningkatan


Abses Pecah membrane tekanan
(berupa cairan alveoli pada gaster
sputum/ kapiler
eksudat)
Peningkatan
8. produksi
sputum

Sputum masuk di ruang (PCO2 meningkat, PO2 Anoreksia (Mual dan


pleura menurun) muntah )
Obstruksi bronkus

empiema Kadar O2 menurun Nafsu makan menurun

Batuk produktif

Pleuritis
Kelemahan Fisik
Defisit Nutrisi
Brsihan jalan napas
tidak efektif Nyeri Dada

Intoleransi Fisik
Hyperventilasi Nyeri Akut
Alveolar

Oksigen menurun Hail AGD abnormal Gangguan


(PCO2 meningkat, PO2 Pertukaran Gas
menurun)
9. Pemeriksaan Penunjang

1) Laboratorium

a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih

dari 12.000/mm3 bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan

32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam.

b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam merupakan

pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat.

c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotika merupakan

cara terbaik

dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis serta tujuan therapi.

d. Pemeriksaan AGD menunjukkan penurunan angka tekanan O2 dalam

darah arteri
2) Radiologi

Gambar Kiri: Foto thorax menunjukkan abses paru di lobus bawah paru,

Segment superior. Kanan : Foto thorax pasien dengan bad tasting sputum /

Foetor ex oroe yang didiagnosa anaerobic abses paru.

Pada foto thorak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan

tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau

tunggal dengan ukuran f 2– 20 cm. Gambaran ini sering dijumpai pada

paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus

maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada

hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi. Sedangkan

gambaran khas CT-Scan abses paru ialah berupa Lesi dens bundar dengan

kavitas berdinding tebal tidak teratur dan terletak di daerah jaringan paru

yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara

mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Sisa-

sisa pembuluh darah paru dan bronkhus yang berada dalam abses dapat

terlihat dengan CT-Scan, juga sisa-sisa jaringan paru dapat ditemukan di

dalam rongga abses. Lokalisasi abses paru umumnya 75% berada di lobus

bawah paru kanan bawah.


3) Bronkoskopi

Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan

therapi drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.

4) CT Scan : Untuk pemeriksaan yang lebih detil, identifikasi abses di

dalam paru pasien dapat dilakukan melalui tes pemindaian seperti

CT scan.

5) USG atau Ultrasonografi : Penggunaan gelombang ultrasonik akan

membantu dokter dalam mendeteksi adanya abses pada paru pasien

secara lebih jelas.

10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan

mikrobiologi dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang

mempengaruhi berat ringannya infeksi paru. Ada beberapa modalitas terapi

yang diberikan pada abses paru :

1) Medikamentosa

 Medika Mentosa

Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai

33%, pada era antibiotika maka tingkat kematian dan prognosa

abses paru menjadi lebih baik. Pilihan pertama antibiotika adalah

golongan Penicillin, pada saat ini dijumpai peningkatan abses paru

yang disebabkan oleh kuman anaerobs (lebih dari 35% kuman

gram negatif anaerob). Maka bisa dipikirkan untuk memilih


kombinasi antibiotika antara golongan penicillin G dengan

clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi

clindamycin dan Cefoxitin.

Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan β Lactamase

inhibitase pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang

berkembang menjadi Abses paru.

Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan

respon radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu

setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan

antibiotika minimal 2-3 minggu.

 Drainage

Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama

15 menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi Abses

paru. Pada penderita Abses paru yang tidak berhubungan dengan

bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase melalui

bronkoskopi.

 Bedah

Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:

1. Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika.

2. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi

perfusi
3. Infeksi paru yang berulang

4. Adanya gangguan drainase karena obstruksi.

2) non-medikamentosa

 Terapi pada non-medikamentosa yaitu berupa edukasi tentang

penyakit abses paru kepada pasien dan keluarganya.

 Memulai hidup sehat dengan berhenti merokok, serta menghindari

faktor yang dapat memperberat terjadinya abses paru seperti

terjadi aspirasi.

 Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya

abses paru, yaitu dengan makan makanan yang bergizi, pola hidup

yang sehat, tidak mengonsumsi alcohol.

11. Komplikasi

Abses paru yang terlambat ditangani atau tidak ditangani secara tepat

mampu meningkatkan berbagai risiko komplikasi kesehatan, diantaranya

adalah :

 Abses Pecah : Abses paru yang pecah adalah salah satu komplikasi yang

paling buruk dan serius walaupun hal ini sangat jarang terjadi.

 Penyebaran Infeksi : Infeksi yang berawal dari paru dapat menyebar ke

organ tubuh lainnya dan menghasilkan abses, tak terkecuali di bagian otak

yang juga dikenal dengan istilah sepsis.


 Perdarahan : Perdarahan adalah salah satu bentuk komplikasi yang bisa

terjadi secara ringan maupun serius karena terlalu banyak darah yang

keluar. Perdarahan umumnya terjadi dari dinding dada pasien atau paru-

paru.

 Fistula Bronkopleural : Jika abses benar-benar pecah di dalam paru-paru,

kebocoran yang terjadi kemudian menyebabkan fistula bronkopleural. Ini

adalah kondisi keluarnya udara dari dalam paru-paru ke luar paru-paru dan

untuk memperbaikinya hanya dapat dilakukan melalui tindakan operasi.

 Empiema : Pembentukan nanah yang cukup banyak pada pleura (ruang

antara bagian dalam dinding dada dan paru-paru) dapat terjadi khususnya

jika jaringan paru-paru mengalami infeksi.

12. Pencegahan Abses Paru

 Menjaga kebersihan diri adalah cara paling ampuh dalam mencegah

berbagai jenis infeksi bakteri, tak terkecuali infeksi penyebab abses paru.

 Pencegahan dapat juga dilakukan dengan mengatasi secepatnya penyakit

infeksi pada organ tubuh lain agar tidak menyebar dan menyebabkan abses

paru.

 Meningkatkan daya tahan tubuh dan mengasup makanan bergizi seimbang

pun adalah cara menjaga tubuh tetap kuat dan sehat.


B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Penderita Abses Paru

1. Pengkajian

a. Identitas Pasien : Nama, Umur, Jenis kelamin, Pendidikan terakhir, Pekerjaan,

Agama, Alamat, Tanggal/ Jam masuk Rumah Sakit , Jam pengkajian, Diagnosa

Medis, No. Rekam Medik.

b. Identitas Penanggung Jawab : Nama, Umur, Jenis kelamin, Agama, Alamat,

Hubungan dengan pasien.

c. Keluhan Utama

 Keluhan saat pengkajian pada klien dengan abses paru, umumnya akan

ditemukan pasien mengeluh batuk dengan sputum yang berlebih serta bau

yang khas serta batuk darah, nyeri yang dirasakan didalam dada,

kelelahan, nafsu makan yang menurun dan peningkatan suhu tubuh.

d. Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat penyakit sekarang pada pasien abses paru ditemukan riwayat faktor

resiko seperti: Adanya riwayat aspirasi, infeksi saluran nafas(radang mulut, gigi

dan gusi, tenggorokan), higiene oral yang kurang.

e. Riwayat Penyakit dahulu

Riwayat penyakit dahulu pada pasien abses paru, biasanya akan ditemukan

riwayat penyakit infeksi saluran nafas kronis seperti TBC, Bronkitis dan Abses

hepar serta riwayat penyakit gigi dan gusi yang tidak segera ditangani.

f. Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat kesehatan keluarga pada pasien Abses paru biasanya akan terlihat pada

genogram terdapat riwayat penyakit infeksi saluran napas kronis seperti TBC
pada salah satu anggota keluarga, karena penyakit TBC diketahui penyakit

menular.

g. Perilaku Yang Mempengaruhi Kesehatan

Perilaku kesehatan yang mempengaruhi pasien terkena abses paru adalah

peminum minuman keras (alcohol) dan pola hidup tidak sehat seperti merokok,

dan perilaku kesehatan yang tidak baik seperti makan sampil berbicara dan

berjalan maka akan terjadi resiko aspirasi.

h. Observasi Dan Pemeriksaan Fisik

1. Tanda tanda vital

Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan abses paru biasanya

didapatkan peningkatan suhu tubuh 38-400c, frekuensi napas meningkat dari

frekuensi normal, denyut nadi biasanya seirama dengan peningkatan suhu tubuh

dan frekuensi pernapasan, dan apabila tidak melibatkan infeksi sistem yang

berpengaruh pada hemodinamika kardiovaskuler tekanan darah biasanya tidak ada

masalah.

2. Sistem Pernafasan (B1)

Pemeriksaan fisik pada klien dengan abses paru merupakan pemeriksaan fokus, berurutan

pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi, yaitu :

- Inspeksi

Bentuk dada dan gerakan pernapasan, Pergerakan pernafasan menurun, gerakan

pernapasan tertinggal pada sisi yang sakit. Pada klien dengan abses paru

sering ditemukan tampak sesak nafas dan kelelahann, serta adanya retraksi

sternum dan intercostal space (ICS). Napas cuping hidung pada sesak berat
dialami terutama oleh anak-anak. Batuk dan sputum. Saat dilakukan pengkajian

batuk pada klien dengan abses paru, biasanya didapatkan batuk produktif disertai

dengan adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum yang

purulent.

- Palpasi

Gerakan dinding thorak anterior/ ekskrusi pernapasan. Pada palpasi klien

dengan abses paru, Adanya fremitus raba yang meningkat di daerah yang

terinfeksi.

- Perkusi

Terdengar redup pada daerah yang terinfeksi.

- Auskultasi

Pada klien dengan abses paru, didapatkan bunyi napas melemah dan bunyi napas

tambahan ronkhi / suara nafas bronkhial pada sisi yang sakit atau terinfeksi.

- Pemerikeriksaan tambahan terutama laboratorium penurunan tekanan O2 arteri.,

serta terdapat analisa gas darah yang abnormal seperti PCO2 meningkat dan PO2

menurun akibat terganggunya ventilasi dan perfusi

3. Sistem Kardiovaskuler (B2)

Pada klien dengan abses paru pengkajian yang didapat meliputi :

- Pada inspeksi pasien biasanya tidak terdapat sianosis, clubbing finger tidak ada,

namun pasien dengan abses paru akan terlihat melindungi area dada yang sakit

akibat Nyeri dada pleuritik

- Pada palpasi ictus cordis tidak teraba, tidak terdapat nyeri dada. CRT dapat

kembali ≤ 3 detik. Namun biasanya pada pasien abses paru akan teraba
peniingkatan vena jugularisi (JVP) akibat penyebaran infeksi hingga ke jantung

sehingga terjadi tamponade jantung.

- Pada auskultasi pasien abses paru biasanya ditemukan irama jantung reguler,

bunyi jantung S1 S2 tunggal, tidak ada suara tambahan seperti murmur.

- Pada pemeriksaan thorax Pada foto thorak terdapat kavitas dengan dinding tebal

dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau

tunggal dengan ukuran f 2 – 20 cm. Gambaran ini sering dijumpai pada paru

kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam

kavitas terdapat Air fluid level

- Gambaran khas CT-Scan abses paru ialah berupa Lesi dens bundar dengan kavitas

berdinding tebal tidak teratur dan terletak di daerah jaringan paru yang rusak.

Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada

dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Sisa-sisa pembuluh darah paru

dan bronkhus yang berada dalam abses dapat terlihat dengan CT-Scan, juga sisa-

sisa jaringan paru dapat ditemukan di dalam rongga abses. Lokalisasi abses paru

umumnya 75% berada di lobus bawah paru kanan bawah.

4. Sistem Persyarafan (B3)

Pasien dengan abses paru biasanya Kesadaran pasien composmentis (GCS 4-5-6),

orientasi pasien baik. Pasien tidak mengalami kejang, kaku kuduk, dan brudzinsky.

Tidak terdapat kelainan nervus cranialis.

5. Sistem Perkemihan (B4)

Pada pasien abses paru :


- Pemeriksaan inspeksi didapatkan bentuk alat kelamin normal, tidak ada

massa/benjolan, kebersihan alat kelamin bersih. Frekuensi berkemih 3-4 kali

per hari. Bau khas amonia, warna kuning jernih dan tempat yang

digunakan klien adalah pispot karena pasien merasa lemah dan letih , dengan

jumlah 1500 cc/hr.

- Dilkukan perkusi di atas region suprapubic. Jika kandung kemih penuh atau

sedikitnya volume urin 500 ml, maka akan terdengar bunyi dullness (redup) di

atas simphysis pubis.

- Dilakukan Auskultasi, menggunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi

bagian atas sudut kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika terdengar bunyi

bruit (bising) pada aorta abdomen dan arteri renalis, maka indikasi adanya

gangguan aliran darah ke ginjal (stenosis arteri ginjal), pada pasien abses paru

terdapat kondisi normal yaitu tidak terdengar bunyi bruit.

- Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh

karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut

merupakan tanda awal dari syok. Syok bisa terjadi jika pasien abses paru sudah

terjadi komplikasi .

6. System Pencernaan (B5)

Pada system pencernaan pasien abses paru ditemukan :

- Mulut

 Pada inspeksi mukosa bibir pasien kering, mulut bersih. Bentuk bibir normal. Gigi

caries, selama sakit pasien tidak menggosok gigi. Tidak ada kesulitan menelan.

 Pada Palpasi tidak terdapat nyeri dan tidak teraba benjolan


- Abdomen

Abdomen supel tidak terdapat benjolan ataupun asites. Pada auskultasi peristaltik usus 15

kali per menit. Kebiasaan BAB 1 kali per hari dengan konsistensi lembek.

Keluhan pasien dengan abses paru adalah pasien biasanya mengalami mual, muntah,

penurunan napsu makan, dan penurunan berat badan.

7. System Penglihatan

Pada pasien abses paru ditemukan system penglihatan dalam batas normal, seperti berikut

- Mata

a. Inspeksi: Normal/ simetris mata kanan dan kiri, simetris bola mata kanan dan kiri,

warna konjungtifa merah muda , dan sclera berwarna putih.

b. Palpasi : tidak terdapat benjolan saat dilakukan perabaan dan tidak terasa nyeri

- Ketajaman penglihatan

visus centralis dekat pada pasien abses paru biasanya ditemukan dalam keadaan

normal, yaitu mata pasien berakomodasi sehingga bayangan benda tepat jatuh di

retina.

8. System Pendengaran

Pada pasien abses paru ditemukan system pendengaran dalam batas normal :

- Telinga

a. Inspeksi : bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus, warna sama

dengan kulit lain, tidak ada tand-tanda infeksi, dan tidak menggunakan alat

bantu dengar

b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak teraba benjolan


- Pemeriksaan dengan menggunakan garpu tala

a. Pemeriksaan Rinne, pasien mengintruksikan bahwa mampu mendengar suara

rinne tersebut

b. Pemeriksaan Webber, pasien mampu mendengar bunyi sama jelas pada kedua

telinga.

9. Sistem Muskuloskeletal (B6)

Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan

ketergantungan pasien abses paru terhadap bantuan orang lain dalam melakukan

aktivitas sehari-hari.

Namun dalam pemeriksaan system musculoskeletal pada pasien abses paru ditemukan :

 Pada pasien tidak terdapat fraktur. Kemampuan pergerakan sendi dan

tungkai bebas.

 Pada inspeksi kulit kurang bersih.

 Pada palpasi akral hangat, turgor kulit dapat kembali ≤ 3 detik.

 Kekuatan otot tangan dan kaki kanan (5 5)

 sedangkan tangan dan kaki kiri (5 5).

 Pasien tampak lemas ketika berjalan pasien dibantu oleh keluarga saat turun dari

tempat tidur. Pasien abses paru biasanya mengatakan badannya lemah karena tidak

beraktivitas seperti biasanya.

10. Sistem Integumen

Pemeriksaan kulit pada pasien penderita abses paru tanpa ada indikasi peyakit lain seperti

luka bakar, maka kulit dalam batas normal, seperti :

- Pemeriksaan kulit
Inspeksi : warna kulit sama, tidak tampak lesi atau benjolan pada kulit

Palpasi : kulit teraba lembab, dan teraba hangat . turgor kulit kembali cepat <2 detik

- Pemeriksaan rambut

 Inspeksi : warna rambut biasanya ditemukan warna hitam dan pewarnaan sama

pada seluruh rambut. Kebersihan kulit kepala kurang karena pasien dengan abses

paru mengalami kelemahan sehingga terjadi intoleransi aktifitas yang

mengakibatkan kurang memperhatikan kebersihan diri

 Palpasi : tidak teraba nyeri dan tidak teraba benjolan . konsistensi rambut agak

kasar, karena pasien abses paru kurang melakukan kebersihan rambut yaitu

keramas akibat kelemahan kondisi fisik.

- Pemeriksaan kuku

 Inspeksi : kelengkungan dan sudut kuku pada pasien biasanya dalam batas normal

(< 60 derajat )

 Palpasi : CRT <3 detik

11. Sistem endokrin

Pada pasien dengan abses paru yang tidak diikuti penyakit penyerta seperti Diabetes

mellitus maka system endokrin dalam batas normal.

 Inspeksi : tidak tampak Jaringan parut, massa, tortikolis dan benjola pada leher .

 Palpasi : tidak teraba kelenjar tyroid membesar, tidak teraba pembesaran kelenjar

getah bening dan teraba nyeri.


2. Diagnosa Keperawatan

1. D.0001 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang

tertahan

2. D.0003 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

ventilasi-perfusi

3. D.0019 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan

(Mual dan Muntah )

4. D.0130 Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi)

5. D.0077 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencendera fisiologis (pleuritis)

6. D.0056 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan.

7. D.0109 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan


3. Rencana Keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI

1. D.0001 Bersihan A. Latihan Batuk Efektif (I.01006)

jalan napas tidak Kriteria Menurun Cukup sedang Cukup Meningkat


1. Observasi
hasil menurun meningkat
1 2 3 4 5 o Identifikasi kemampuan
efektif
batuk
Batuk ⩗
o Monitor adanya retensi
berhubungan Efektif
Kriteria Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun sputum
dengan sekresi hasil meningkat menurun o Monitor tanda dan gejala
1 2 3 4 5 infeksi saluran napas
yang tertahan o Monitor input dan output
Produk i ⩗
sputum cairan ( mis. jumlah dan
Mengi ⩗ karakteristik)
Wheezing ⩗ 2. Terapeutik
o Atur posisi semi-Fowler
Bersihan Jlan napas (L.01001)
atau Fowler
o Pasang perlak dan bengkok
di pangkuan pasien
o Buang sekret pada tempat
sputum
3. Edukasi
o Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
o Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2
detik, kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
o Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali
o Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah tarik
napas dalam yang ke-3
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu

B.Manajemen Jalan Nafas (I. 01011)

1. Observasi
o Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
o Monitor bunyi napas
tambahan (mis. Gurgling,
mengi, weezing, ronkhi
kering)
o Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
2. Terapeutik
o Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-tilt
dan chin-lift (jaw-thrust
jika curiga trauma cervical)
o Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
o Berikan minum hangat
o Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
o Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
o Lakukan hiperoksigenasi
sebelum
o Penghisapan endotrakeal
o Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsepMcGill
o Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
o Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
o Ajarkan teknik batuk
efektif
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

C. Pemantauan Respirasi (I.01014)

1. Observasi
o Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya
napas
o Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul,
Cheyne-Stokes, Biot,
ataksik)
o Monitor kemampuan batuk
efektif
o Monitor adanya produksi
sputum
o Monitor adanya sumbatan
jalan napas
o Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
o Auskultasi bunyi napas
o Monitor saturasi oksigen
o Monitor nilai AGD
o Monitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
o Atur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
o Dokumentasikan hasil
pemantauan
3. Edukasi
o Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
o Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

2. D.0003 Gangguan Kriteria Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik Pert A. PEMANTAUAN RESPIRASI
hasil memburuk membaik (I.01014)
pertukaran gas 1 2 3 4 5 uka
PCO2 ⩗ 1. Observasi
berhubungan ran
o Monitor frekuensi, irama,
PO2 ⩗
dengan Gas kedalaman, dan upaya
Ph ⩗ napas
Arteri
ketidakseimbangan (L.0 o Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea,
ventilasi-perfusi 1003) hiperventilasi, Kussmaul,
Cheyne-Stokes, Biot,
ataksik0
o Monitor kemampuan batuk
efektif
o Monitor adanya produksi
sputum
o Monitor adanya sumbatan
jalan napas
o Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
o Auskultasi bunyi napas
o Monitor saturasi oksigen
o Monitor nilai AGD
o Monitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
o Atur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
o Dokumentasikan hasil
pemantauan
3. Edukasi
o Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
o Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

B. TERAPI OKSIGEN (I.01026)

1. Observasi
o Monitor kecepatan aliran
oksigen
o Monitor posisi alat terapi
oksigen
o Monitor aliran oksigen
secara periodic dan
pastikan fraksi yang
diberikan cukup
o Monitor efektifitas terapi
oksigen (mis. oksimetri,
analisa gas darah ), jika
perlu
o Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
o Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
o Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelektasis
o Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
o Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
2. Terapeutik
o Bersihkan secret pada
mulut, hidung dan trachea,
jika perlu
o Pertahankan kepatenan
jalan nafas
o Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
o Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
o Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengat tingkat
mobilisasi pasien
3. Edukasi
o Ajarkan pasien dan
keluarga cara menggunakan
oksigen dirumah
4. Kolaborasi
o Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
o Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur
3. D.0019 Defisit A. MANAJEMEN NUTRISI (I. 03119)

nutrisi Kriteria Menurun Cukup sedang Cukup Meningkat


1. Observasi
hasil menurun meningkat
1 2 3 4 5 o Identifikasi status nutrisi
berhubungan
o Identifikasi alergi dan
Porsi ⩗
dengan intoleransi makanan
makanan
yang o Identifikasi makanan yang
ketidakmampuan dihabiskan disukai
Kriteria Memburuk Cukup Seda g Cukup Membaik o Identifikasi kebutuhan
mencerna hasil memburuk membaik kalori dan jenis nutrient
o Identifikasi perlunya
makanan (Mual 1 2 3 4 5 penggunaan selang
dan Muntah ) Berat ⩗ nasogastrik
badan o Monitor asupan makanan
Indeks ⩗ o Monitor berat badan
Masa
o Monitor hasil pemeriksaan
Tubuh
(IMT) laboratorium
Frekuensi ⩗ 2. Terapeutik
makan o Lakukan oral hygiene
Status Nutrisi (L.03030) sebelum makan, jika perlu
o Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
o Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
o Berikan makan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
o Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
o Berikan suplemen
makanan, jika perlu
o Hentikan pemberian makan
melalui selang nasigastrik
jika asupan oral dapat
ditoleransi
3. Edukasi
o Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
o Ajarkan diet yang
diprogramkan
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
o Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlU

B.PROMOSI BERAT BADAN (1.03136)

1. Observasi
o Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
o Monitor adanya mual dan
muntah
o Monitor jumlah
kalorimyang dikomsumsi
sehari-hari
o Monitor berat badan
o Monitor albumin, limfosit,
dan elektrolit serum
2. Terapeutik
o Berikan perawatan mulut
sebelum pemberian makan,
jika perlu
o Sediakan makan yang tepat
sesuai kondisi pasien( mis.
Makanan dengan tekstur
halus, makanan yang
diblander, makanan cair
yang diberikan melalui
NGT atau Gastrostomi,
total perenteral nutritition
sesui indikasi)
o Hidangkan makan secara
menarik
o Berikan suplemen, jika
perlu
o Berikan pujian pada pasien
atau keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
3. Edukasi
o Jelaskan jenis makanan
yang bergizi tinggi,
namuntetap terjangkau
o Jelaskan peningkatan
asupan kalori yang
dibutuhkan

4. D.0130 Hipertermi Termoregulasi (L.14134) A. MANAJEMEN HIPERTERMIA


(I.15506)
berhubungan Kriteria Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
hasil memburuk membaik 1. Observasi
dengan proses 1 2 3 4 5 o Identifkasi penyebab
Suhu ⩗ hipertermi (mis. dehidrasi
penyakit (infeksi)
tubuh terpapar lingkungan panas
Suhu ⩗ penggunaan incubator)
kulit
o Monitor suhu tubuh
o Monitor kadar elektrolit
o Monitor haluaran urine
2. Terapeutik
o Sediakan lingkungan yang
dingin
o Longgarkan atau lepaskan
pakaian
o Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
o Berikan cairan oral
o Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebih)
o Lakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen,aksila)
o Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
o Batasi oksigen, jika perlu
3. Edukasi
o Anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi
o Kolaborasi cairan dan
elektrolit intravena, jika
perlu
B. REGULASI TEMPERATUR (I.14578)

1. Observasi
o Monitor suhu bayi sampai
stabil ( 36.5 C -37.5 C)
o Monitor suhu tubuh anak
tiap 2 jam, jika perlu
o Monitor tekanan darah,
frekuensi pernapasan dan
nadi
o Monitor warna dan suhu
kulit
o Monitor dan catat tanda
dan gejala hipotermia dan
hipertermia
2. Terapeutik
o Pasang alat pemantau suhu
kontinu, jika perlu
o Tingkatkan asupan cairan
dan nutrisi yang adekuat
o Bedong bayi segera setelah
lahir, untuk mencegah
kehilangan panas
o Masukkan bayi BBLR ke
dalam plastic segera setelah
lahir ( mis. bahan
polyethylene, poly
urethane)
o Gunakan topi bayi untuk
memcegah kehilangan
panas pada bayi baru lahir
o Tempatkan bayi baru lahir
di bawah radiant warmer
o Pertahankan kelembaban
incubator 50 % atau lebih
untuk mengurangi
kehilangan panas Karena
proses evaporasi
o Atur suhu incubator sesuai
kebutuhan
o Hangatkan terlebih dahulu
bhan-bahan yang akan
kontak dengan bayi (mis.
seelimut,kain
bedongan,stetoskop)
o Hindari meletakkan bayi di
dekat jendela terbuka atau
di area aliran pendingin
ruangan atau kipas angin
o Gunakan matras
penghangat, selimut hangat
dan penghangat ruangan,
untuk menaikkan suhu
tubuh, jika perlu
o Gunakan kasur pendingin,
water circulating blanket,
ice pack atau jellpad dan
intravascular cooling
catherization untuk
menurunkan suhu
o Sesuaikan suhu lingkungan
dengan kebutuhan pasien
3. Edukasi
o Jelaskan cara pencegahan
heat exhaustion,heat stroke
o Jelaskan cara pencegahan
hipotermi karena terpapar
udara dingin
o Demonstrasikan teknik
perawatan metode
kangguru (PMK) untuk
bayi BBLR
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
antipiretik jika perlu
5. D.0077 Nyeri akut Tingkat nyeri (L.08066) A. MANAJEMEN NYERI (I. 08238)

berhubungan 1. Observasi
Kriteria Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun o lokasi, karakteristik, durasi,
dengan agen hasil meningkat menurun frekuensi, kualitas,
1 2 3 4 5
pencendera intensitas nyeri
Keluhan ⩗ o Identifikasi skala nyeri
nyeri o Identifikasi respon nyeri
fisiologis
Meringis ⩗
non verbal
(pleuritis) Sikap ⩗ o Identifikasi faktor yang
protektif memperberat dan
memperingan nyeri
o Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
o Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
o Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
o Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
o Monitor efek samping
penggunaan analgetik
2. Terapeutik
o Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
o Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
o Fasilitasi istirahat dan tidur
o Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
o Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
o Jelaskan strategi meredakan
nyeri
o Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
o Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
o Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

B. PEMBERIAN ANALGETIK (I.08243)

1. Observasi
o Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi)
o Identifikasi riwayat alergi
obat
o Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik (mis. Narkotika,
non-narkotika, atau
NSAID) dengan tingkat
keparahan nyeri
o Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
o Monitor efektifitas
analgesik
2. Terapeutik
o Diskusikan jenis analgesik
yang disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
o Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
o Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk
mengoptimalkan respon
pasien
o Dokumentasikan respon
terhadap efek analgesic dan
efek yang tidak diinginkan
3. Edukasi
o Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
6. D.0056 Intoleransi A. MANAJEMEN ENERGI (I. 05178)

aktivitas Kriteria Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


1. Observasi
hasil meningkat menurun
1 2 3 4 5 o Identifkasi gangguan fungsi
berhubungan
tubuh yang mengakibatkan
Keluhan ⩗
dengan ketidak kelelahan
lelah
o Monitor kelelahan fisik dan
Disnea ⩗
seimbangan antara saat emosional
aktivitas o Monitor pola dan jam tidur
suplai dan Dyspnea ⩗ o Monitor lokasi dan
setelah ketidaknyamanan selama
kebutuhan aktivitas melakukan aktivitas
Kriteria Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
oksigen, 2. Terapeutik
hasil memburuk membaik
o Sediakan lingkungan
1 2 3 4 5
kelemahan nyaman dan rendah
Frekuensi ⩗
stimulus (mis. cahaya,
napas
Toleransi Aktivitas (L.05047) suara, kunjungan)
o Lakukan rentang gerak
pasif dan/atau aktif
o Berikan aktivitas distraksi
yang menyenangkan
o Fasilitas duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
3. Edukasi
o Anjurkan tirah baring
o Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
o Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
o Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
4. Kolaborasi
o Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

B. TERAPI AKTIVITAS (I.05186)

1. Observasi
o Identifikasi deficit tingkat
aktivitas
o Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam
aktivotas tertentu
o Identifikasi sumber daya
untuk aktivitas yang
diinginkan
o Identifikasi strategi
meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
o Identifikasi makna aktivitas
rutin (mis. bekerja) dan
waktu luang
o Monitor respon emosional,
fisik, social, dan spiritual
terhadap aktivitas
2. Terapeutik
o Fasilitasi focus pada
kemampuan, bukan deficit
yang dialami
o Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuensi
danrentang aktivitas
o Fasilitasi memilih aktivitas
dan tetapkan tujuan
aktivitas yang konsisten
sesuai kemampuan fisik,
psikologis, dan social
o Koordinasikan pemilihan
aktivitas sesuai usia
o Fasilitasi makna aktivitas
yang dipilih
o Fasilitasi transportasi untuk
menghadiri aktivitas, jika
sesuai
o Fasilitasi pasien dan
keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasikan
aktivitas yang dipilih
o Fasilitasi aktivitas fisik
rutin (mis. ambulansi,
mobilisasi, dan perawatan
diri), sesuai kebutuhan
o Fasilitasi aktivitas
pengganti saat mengalami
keterbatasan waktu, energy,
atau gerak
o Fasilitasi akvitas motorik
kasar untuk pasien
hiperaktif
o Tingkatkan aktivitas fisik
untuk memelihara berat
badan, jika sesuai
o Fasilitasi aktivitas motorik
untuk merelaksasi otot
o Fasilitasi aktivitas dengan
komponen memori implicit
dan emosional (mis. kegitan
keagamaan khusu) untuk
pasien dimensia, jika sesaui
o Libatkan dalam permaianan
kelompok yang tidak
kompetitif, terstruktur, dan
aktif
o Tingkatkan keterlibatan
dalam aktivotasrekreasi dan
diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan (
mis. vocal group, bola voli,
tenis meja, jogging,
berenang, tugas sederhana,
permaianan sederhana,
tugas rutin, tugas rumah
tangga, perawatan diri, dan
teka-teki dan kart)
o Libatkan kelarga dalam
aktivitas, jika perlu
o Fasilitasi mengembankan
motivasi dan penguatan diri
o Fasilitasi pasien dan
keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan
o Jadwalkan aktivitas dalam
rutinitas sehari-hari
o Berikan penguatan positfi
atas partisipasi dalam
aktivitas
3. Edukasi
o Jelaskan metode aktivitas
fisik sehari-hari, jika perlu
o Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
o Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, social,
spiritual, dan kognitif,
dalam menjaga fungsi dan
kesehatan
o Anjurka terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai
o Anjurkan keluarga untuk
member penguatan positif
atas partisipasi dalam
aktivitas
4. Kolaborasi
o Kolaborasi dengan terapi
okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas, jika sesuai
o Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu
7. D.0109 Defisit A.Dukungan perawatan diri : Mandi
(1.11352)
perawatan diri Kriteria Menurun Cukup sedang Cukup Meningkat
1. Observasi :
hasil menurun meningkat
o Identifikasi usia dan budaya dalam
berhubungan
1 2 3 4 5 membantu kebersihan diri
dengan kelemahan o -Identifikasi jenis bantuan yang
Kemampuan ⩗ dibutuhkan
mandi
o Monitor kebersihan tubuh (mis.
Kemampuan ⩗
mengenakan Rambut, mulut, kulit, kuku-
pakaian Monitor integritas kulit)
Kemampuan ⩗ 2. Terapeutik
ke toilet o Sediakan peralatan mandi (mis.
(BAK/BAB) Sabun, sikat gigi, shampoo,
Minat ⩗ pelembab kulit)
melakukan
o Sediakan lingkungan yang aman
perawatan
diri dan nyaman
Perawatan Diri (L.11103) o Fasilitasi menggosok gigi, sesuai
kebutuhan
o Fasilitasi mandi sesuai kebutuhan
o Pertahankan kebiasaan kebersihan
diri-Berikan bantuan sesuai tingkat
kemandirian
3. Edukasi
o Jelaskan manfaat mandi dan
dampak tidak mandi terhadap
kesehatan
o Ajarkan kepada keluarga cara
memandikan pasien, jika perlu
B.Dukungan Perawatan Diri : Berpakaian
(1.11350)
1. Observasi
o Identifikasi usia dan budaya dalam
membantu berpakaian/berhias

2. Terapeutik
o Sediakan pakaian pada tempat
yang mudah dan terjangkau
o Sediakan pakaian pribadi, sesuai
kebutuhan
o Fasilitasi mengenakan pakaian, jika
perlu
o Fasilitasi berhias (mis. Menyisir
rambut, merapikan kumis/jenggot)
o Jaga privasi selama berpakaian-
Tawarkan untuk laundry, jika
perluBeri pujian terhadap
kemampuan berpakaian secara
mandiri
3. Edukasi
o Informasikan pakaian yang tersedia
untuk dipilih, jika perlu
o Ajarkan mengenakan pakaian, jika
perlu
C. Dukungan Perawatan Diri : BAB/ BAK
(1.11349)
1. Observasi
o Identifikasi kebiasaan BAK/BAB
sesuai usia
o Monitor integritas kulit pasien
2. Terapeutik
o Buka pakaian yang
diperlukanuntuk memudahkan
eliminasI
o Dukung penggunaan
toilet/commode/pispot/urinal
secara konsisten
o Jaga privasi selama eliminasi
o Ganti pakaian pasien setelah
eliminasi, jika perlu-Bersihkan alat
bantuBAK/BAB setelah digunakan
o Latih BAK/BAB sesuai jadwal,jika
perlu
o Sediakan alat bantu (mis. Kateter
eksternal, urinal), jika pelu
3. Edukasi
o Anjurkan BAK/BAB secara rutin
o Anjurkan kekamar mandi/toilet,
jika perlu
5. Evaluasi Keperawatan

1) Bersihan jalan napas pada pasien abses paru meningkat

2) Pertukaran gas meningkat

3) Status nutrisi pasien abses paru membaik

4) Termoregulasi pasien abses paru membaik

5) Tingkat nyeri pasien abses paru menurun

6) Toleransi aktivitas pada pasien abses paru meningkat

7) Perawatan diri pada pasien abses paru meningkat


Daftar Pustaka

Alsagaff Hood & Abdul Mukty. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Air
Langga University.
Beddoe AE; Pravikoff D. (2011). Resilience in the health professions: A review of recent
literature. International Journal of Wellbeing, 3(1), 60-81. doi:10.5502/ijw.v3i1.4
Finegold, S.M.,dkk. 1998. Empyema and Lung Abscess ; in Fishman’s pulmonary
Diseases and disorders 3rd ed ; Philadelphia.
Gary Stanley. (1993). Human Capital : a theoretical and empirical analysis, with
special reference to education 3rd edition. London : The University of
Chicago Press, Ltd.
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC, 1022
Hammond.2002.Systematic Reviews: The Experiences Of A Phd Student. Department Of
Psychology, University Of York Psychology Learning And Teaching, 2(1), 32-35
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia . Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Ppni .

PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus


Pusat PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia . Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Ppni .

Rasyid, Ahmad. Abses Paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V.
Jakarta : Interna Publishing. 2009. Hal 2323-8
Snell, Richard S.,M.D,PhD. Anatomi Klinis :Berdasarkan Sistem . Jakarta: EGC;2012

Anda mungkin juga menyukai