DISUSUN OLEH:
SUTILAWATI
(PO71202200038)
Puji syukur dengan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia, berkat,
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Praktek yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn. T Dengan Serosis Hepatis di Ruang Penyakit
Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi ” ini tepat waktu. Kami berharap semoga dengan
diterbitkannya makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan wawasan bagi
para pembacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
dan masih terdapat kesalahan-kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat
dalam pembuatan makalah ini.
Sutilawati
i
DAFTAR ISI
KATA PENGATAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit hati merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi permasalahan di
indonesia. Ditinjau dari pola penyakit hati yang dirawat, secara umum mempunyai
urutan sebagai berikut: hepatitis virus akut, sirosis hati, kanker hati, abses hati. Dari data
tersebut ternyata sirosis hati menempati urutan kedua. Sirosis hati merupakan salah satu
penyakit hati kronis yang paling banyak ditemukan dimasyarakat dan merupakan
stadium terakhir dari penyakit hati menahun (Hadi S, 2000 dalam Stiphany, 2010).
Cedera pada struktur seluler dari hati menyebabkan fibrosis terkait dengan radang kronis
dan perubahan necrotic menghasilkan sirosis (Digiulio & Donna Jackson, 2014). Sirosis
hepatis adalah penyakit hati menahun (penyakit hati kronis) dan merupakan stadium
akhir dari penyakit hati kronis (Nurdjanah, 2009 dalam Sitompul, dkk, 2012).
Menurut World Health Organization (WHO) (2015), Sekitar 700.000 umat manusia
meninggal karena sirosis hepatis. Sedangkan Data WHO (2011) dalam Ika (2015)
mencatat sebanyak 738.000 pasien dunia meninggal akibat sirosis hati ini. Penyakit ini
menjadi penyebab kematian terbesar pada penderitanya.
Pada tahun 2012 Indonesia memiliki penduduk yang terserang penyakit hati kronis
sebanyak 20 juta jiwa. Informasi kesehatan untuk pasien sangat penting untuk
kelangsungan pemulihan pasien. Pemulihan tidak berlangsung dengan cepat atau mudah
apabila pasien tidak mengetahui hal-hal yang baik untuk mempercepat penyembuhannya
(Fitriani, 2013).
Berdasarkan laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi
sirosis hepatis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat dibangsal penyakit dalam
atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. Perbandingan
prevalensi sirosis pada pria:wanita adalah 2,1:1 dan usia rata-rata 44 tahun. (Sulaiman
Akhbar, dkk, 2007 dalam Perhimpunan Penelitian Hati Indonesia, 2013).
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2014, Kejadian Luar Biasa
(KLB) Hepatitis A pada tahun 2013 di 6 provinsi 11 kabupaten/kota yaitu berjumlah 495
kasus, dan Jambi termasuk prevalensi terbanyak yaitu 26 kasus.
1
Menurut Black & Hawks, (2009) dalam Riris, (2014) bahwa penyebab sirosis hepatis
belum diketahui dengan pasti, tetapi faktor genetik dalam keluarga turut ambil bagian
dalam penyakit ini. Kondisi yang menjadi faktor predisposisi munculnya penyakit ini
adalah konsumsi alkohol yang berlebihan dalam jangka waktu yang lama, riwayat
terinfeksi virus (B ataupun C), obstruksi bilier, intoksikasi bahan kimia industri, dan
penggunaan obat, seperti acetaminophen, methotrexate, atau isoniazid.
Menurut Burroughs, Dooley, Heathcote,& Lok, (2011) dalam Rahayu (2013),
Berdasarkan dari etiologi, prevalensi sirosis alkoholik, sirosis non alkoholik, dan sirosis
viral khususnya hepatitis C tergolong tinggi. Di sisi lain, prevalensi sirosis viral di
negara berkembang termasuk Indonesia, tergolong tinggi khususnya hepatitis B dan C.
Meskipun demikian, terdapat beberapa faktor yang juga memengaruhi proses penyakit
yaitu usia, gender (laki-laki), obesitas, dan gangguan metabolik. Faktor-faktor ini
mempunyai pengaruh yang bervariasi pada pasien yang berbeda.
Gejala dapat berkembang secara bertahap, atau mungkin tidak terlihat gejala sama
sekali. Ketika timbul gejala, dapat meliputi: Jaundice, yaitu menguningnya kulit, mata,
dan selaput lendir karena bilirubin yang meningkat. Urin juga terlihat menjadi lebih
gelap seperti air teh. warna tinja pucat / tinja menjadi hitam, kehilangan nafsu makan,
mual & muntah darah, mimisan & gusi berdarah, kehilangan berat badan.
Komplikasi yang dapat timbul yaitu pembekakkan atau penumpukan cairan pada
kaki (edema) dan pada perut (asites) (Perhimpunan Penelitian Hati Indonesia /PPHI
2013). Menurut Saputra (2013), beberapa komplikasi dari sirosis hepatis asites, varises
esofagus, hemoroid, perdarahan, melena, hipertensi portal, koma hepatikum, kanker hati.
Sedangkan menurut Lovena, (2015) bahwa sirosis hepatis sering disebabkan oleh
hepatitis B, asites sebagai komplikasi terbanyak.
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien sirosis hepatis
terkait masalah nutrisi adalah dengan memberikan informasi pada pasien dan keluarga
tentang pentingnya diet tinggi protein, khususnya yang banyak mengandung asam amino
rantai cabang (AARC). Salah satu jenis makanan yang kaya akan AARC adalah putih
telur. Consensus European Society for Clinical Nutrition and Metabolism
merekomendasikan AARC untuk terapi nutrisi pada ensefalopati hepatikum karena
terbukti memperbaiki klinis pada pasien sirosis lanjut (Tsiaousi, Hatzitolios, Trygonis, &
2
Savopoulos, 2008 dalam Riris, 2014). Perawat juga beperan dalam melakukan
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian diuretik dan juga memantau intake dan
output cairan untuk mengatasi masalah kelebihan volume cairan serta melakukan
tindakan mengukur lingkar perut setiap hari.
Berdasarkan data yang diambil dari ruang penyakit dalam RSUD Raden Mattaher
Jambi, jumlah penderita serosis hepatis 3 bulan terakhir yaitu dari bulan Desember 2020
hingga Februari 2021 sebanyak 18 orang. Selama 3 hari kami praktek di ruang penykit
dalam, ada 2 pasien dengan serosis hepatis yang sedang menjalani perawatan.
Berdasarkan data-data di atas kami tertarik dan berkesempatan untuk mengambil
kasus kelolaan yaitu Asuhan Keperawatan pada Tn. T Dengan Serosis Hepatis di RSUD
Raden Mattaher Jambi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat kita rumuskan masalah sebagai
berikut: “ Bagaimana Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Serosis
Hepatis di Ruang Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pasien dengan serosis
hepatis.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran hasil pengkajian pada pasien dengan Serosis Hepatis di
Ruang Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi
b. Mengetahui gambaran diagnosa keperawatan yang terjadi pada pasien dengan
Serosis Hepatis di Ruang Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi
c. Mengetahui gambaran intervensi keperawatan pada pasien dengan Serosis
Hepatis di Ruang Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi
d. Mengetahui gambaran pelaksanaan implementasi pada pasien dengan Serosis
Hepatis di Ruang Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi
3
e. Mengetahui gambaran evaluasi pada pasien dengan Serosis Hepatis di Ruang
Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi
.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Etiologi
Penyebab sirosis hepatis belum teridentifikasi dengan jelas, meskipun
demikian, Menurut Black & Hawks, 2009 ada beberapa faktor yang menyebabkan
sirosis hepatis yaitu:
5
a. Sirosis Pascanekrosis (Makronodular)
Merupakan bentuk paling umum di seluruh dunia.Kehilangan masif sel hati,
dengan pola regenerasi sel tidak teratur. Faktor yang menyebabkan sirosis ini
pasca- akut hepatitis virus (tipe B dan C).
b. Sirosis Billier
Merupakan turunnya aliran empedu bersamaan dengan kerusakan sel hepatosit
disekitar duktus empedu seperti dengan kolestasis atau obstruksi duktus
empedu.
c. Sirosis Kardiak
Merupakan penyakit hati kronis terkait dengan gagal jantung sisi kanan jangka
panjang, seperti atrioventrikular perikarditis konstriktif lama.
d. Sirosis Alkoholik (mikronodular Laenec)
Merupakan bentuk nodul kecil akibat beberapa agen yang melukai terus-
menerus, terkait dengan penyalahgunaan alcohol.
3. Patofisiologi
Menurut Black & Hawks tahun 2009 sirosis adalah tahap akhir pada banyak tipe
cedera hati. Sirosis hati biasanya memiliki konsistensi noduler, dengan berkas fibrosis
(jaringan parut) dan daerah kecil jaringan regenerasi. Terdapat kerusakan luas
hepatosit. Perubahan bentuk hati merubah aliran sistem vaskuler dan limfatik serta
jalur duktus empedu. Periode eksaserbasi ditandai dengan stasis empedu, endapan
jauundis.
Menurut Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, (2012), gangguan hematologik
yang sering terjadi pada sirosis adalah kecendrungan perdarahan, anemia, leukopenia,
dan trombositopenia. Penderita sering mengalami perdarahan hidung, gusi,
menstruasi berat, dan mudah memar. Masa protrombin dapat memanjang. Manifestasi
ini terjadi akibat berkurangnya pembentukan faktor-faktor pembekuan oleh hati.
Anemia, leukopenia, dan trombositopenia diduga terjadi akibat hipersplenisme.
Limpa tidak hanya membesar (spelenomegali) tetapi juga lebih aktif menghancurkan
sel-sel darah dari sirkulasi. Mekanisme lain yang menimbulkan anemia adalah
defisiensi folat, vitamin B12, dan besi yang terjadi sekunder akibat kehilangan darah
dan peningkatan hemolisis eritrosit. Penderita juga lebih mudah terserang infeksi.
6
Kerusakan hepatoseluler mengurangi kemampuan hati mensintesis normal
sejumlah albumin. Penurunan sintesis albumin mengarah pada hipoalbuminemia,
yang dieksaserbasi oleh kebocoran protein ke dalam ruang peritonium. Volume darah
sirkulasi menurun dari kehilangan tekanan osmotik koloid. Sekresi aldosteron
meningkat lalu merangsang ginjal untuk menahan natrium dan air. Sebagai akibat
kerusakan hepatoseluler, hati tidak mampu menginaktifkan aldosteron. Sehingga
retensi natrium dan air berlanjut. Lebih banyak cairan tertahan, volume cairan asites
meningkat.
Hipertensi vena porta berkembang pada sirosis berat. Vena porta menerima darah
dari usus limpa. Jadi peningkatan di dalam tekanan vena porta menyebabkan: (1)
aliran balik meningkat pada tekanan reistan dan pelebaran vena esofagus, umbilikus,
dan vena rektus superior, yang mengakibatkan perdarahan varises (2) asites (akibat
pergesaran hidrostastik atau osmotik mengarah pada akumulasi cairan di dalam
peritoneum) dan (3) bersihan sampah metabolik protein tidak tuntas dengan akibat
meningkat amonia, selanjutnya mengarah kepada esefalopati hepatikum.
Kelanjutan proses sebagai akibat penyebab tidak diketahui atau penyalahgunaan
alkohol biasanya mengakibatkan kematian dari ensefalopati hepatikum, infeksi
bakteri (gram negatif) peritonitis (bakteri), hepatoma (tumor hati), atau komplikasi
hipertensi porta.
Gangguan endokrin sering terjadi pada sirosis. Hormon korteks adrenal, testis
dan ovarium, dimetabolisme dan diinaktifkan oleh hati normal. Atrofi testis,
ginekomastia, alopesia, pada dada dan aksila, serta eritema palmaris (telapak tangan
merah), semuanya diduga disebabkan oleh kelebihan esterogen, dalam sirkulasi.
Peningkatan pigmentasi kulit diduga aktivitas hormon perangsang melanosit yang
bekerja secara berlebihan.
7
4. WOC
Kerusakan hepatosit
- Hipertermi
Inflamasi hati - Nyeri
- Resiko infeksi
Perubahan aliran darah dan limfe
Nekrosis hati
SIROSIS HEPATIS
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom
mikrositer / hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme
dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang selalu rendah
mempunyai prognosis yang kurang baik.
9
2) Kenaikan kadar enzim transaminase - SGOT, SGPT bukan merupakan
petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul
dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin,
transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3) Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga
globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan
menghadapi stress.
4) Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun,
kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan
menunjukan prognasis jelek.
5) Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam
dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan
kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
6) Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi
hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari
varises esophagus, gusi maupun epistaksis.
7) Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila
terus meninggi prognosis jelek.
8) Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb,
HBV DNA, HCV RNA., untuk menentukan etiologi sirosis hati dan
pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah
terjadi transpormasi kearah keganasan.
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esophagus
untuk konfirmasi hipertensi portal.
2) Esofagoskopi : dapat dilihat varises esophagus sebagai komplikasi sirosis
hati/hipertensi portal.
3) Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai
alat pemeriksaan rutin pada penyakit hati.
7. Penatalaksanaan Medis
10
Terapi dan prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi kegagalan hati
dan hipertensi portal. Dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini akan dapat
dipertahankan keadaan kompensasi dalam jangka panjang dan kita dapat
memperpanjang timbulnya komplikasi.
a. Diet rendah protein diet hati III : Protein 1g/kg bb, 55g protein, 200 kalori),
bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1000-
2000 mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori (2000-3000)
dan tinggi protein (80-125g/hari).
b. Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam
makanan dihentikan (diet hati I )untuk kemudian diberikan sedikit demi
sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi
kemampuan klien atau meningginya hasil metabolisme protein dalam darah
viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik
dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
c. Mengatasi infeksi dengan antibiotik, dengan pengunaan obat-obatan yang
jelas tidak hepatotoksik.
d. Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan memberikan asam
aminoesensial berantai cabang dan glukosa.
e. Pemberian robboransia Vitamin B kompleks. (Setya, 2011)
Sedangkan menurut Lyndon Saputra (2014), penatalaksanaan medis
pada sirosis hepatis yaitu sebagai berikut:
a. Memberikan oksigen
b. Memberikan cairan infuse
c. Memasang NGT (pada perdarahan)
d. Terapi transfusi: platelet, packed red cells, fresh frozen plasma (FFP)
e. Diuretik: spironolakton (Aldactone), Furosemid (lasix)
f.Sedatif: fenobarbital (Luminal)
g. Pelunak feses : dekusat
h. Detoksikan Amonia: Laktulosa
i.Vitamin: zink
j.Analgetik: Oksikodon
11
k. Antihistamin: difenhidramin (Benadryl)
l.Endoskopik skleroterapi: entonolami
m. Temponade balloon varises: pipa Sengstaken-Blakemore (pada perdarah
aktif)
n. Profilaksis trombosis vena provunda : stocking kompresi sekuensial.
8. Komplikasi
1. Pengkajian
a. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab)
Biasanya identitas klien/ penanggung jawab dapat meliputi : nama, umur, jenis
kelamin, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk
12
rumah sakit, diagnosa medis, nomor registrasi, hubungan klien dengan
penanggung jawab.
b. Keluhan Utama:
Pada awal sirosis hepatis biasaya orang dengan sirosis sering terungkap
kondisinya secara tidak sengaja ketika mencari pelayanan kesehatan untuk
masalah lain. Beberapa kondisi menjadi alasan masuk pasien yaitu dengan
keluhan Nyeri abdomen bagian atas sebelah kanan, mual, muntah, dan demam.
Sedangkan pada tahap lanjut dengan keluhan adanya ikterus, melena, muntah
berdarah.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat perawat melakukan pengkajian biasanya akan diperoleh komplikasi
berat dengan dasar fisiologis; asites disebabkan malnutrisi, GI muncul dari
varises esofagus (pembesaran vena), sehingga pasien mengeluhkan bengkak pada
tungkai, keletihan, anoreksia.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya adanya riwayat Hepatitis, pasca intoksikasi dengan kimia industri,
sirosis bilier dan yang paling sering ditemukan dengan riwayat mengonsumsi
alkohol.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Sirosis Hepatis merupakan penyakit yang menular, jadi jika ada keluarga yang
menderita hepatitis maka akan menjadi faktor resiko.
Pola aktivitas sehari-hari
1) Nutrisi
Biasanya nafsu makan pasien akan berkurang, karena adanya mual, muntah.
2) Eliminasi
BAB : biasanya berwarna hitam (melena)
BAK : biasanya urine berwarna gelap
3) Personal Hygiene
Biasanya pasien mengalami defisit perawatan diri karena kelelahan.
4) Pola Istirahat dan tidur
13
Biasanya pada ensefalopati pola tidur terbalik, malam hari terbangun dan
siang hari tertidur
5) Pola aktivitas
Biasanya aktivitas dibantu keluarga dan perawat karena adanya kelelahan
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum dan Tanda-tanda vital
Biasanya pada diperiksa tingkat kesadaran, bila pada ensefalopati hepatikum
akan terjadi penururnan kesadaran, Tanda- tanda vital juga diperiksa untuk
mengetahui keadaan umum pasien
2) Kepala
Biasanya akan tampak kotor karena pase mengalami defisit perawatan diri
3) Wajah
Wajah biasanya tampak pucat
4) Mata
Biasanya sklera tampak ikterik dan konjungtiva tampak anemis
5) Hidung
Biasanya tampak kotor
6) Mulut
Adanya bau karateristik pernapasan yaitu fetor hepaticus
7) Telinga
Biasanya tampak kotor kaena defisit perawatan diri
8) Paru
a) Inspeksi : pasien terlihat sesak
b) Palpasi : fremitus seimbang bila tidak ada komplikasi
c) Perkusi : bila terdapat efusi pleura maka bunyinya hipersonor
d) Auskultasi : secara umum normal, akan ada stridor bila ada akumulasi
sekret.
9) Jantung
a) Inspeksi : anemis, terdapat tanda gejala perdarahan.
b) Palpasi : peningkatan denyut nadi.
14
c) Auskultasi : biasanya normal
10) Abdomen
a) Inspeksi : perut terlihat membuncit karena terdapat asites.
b) Palpasi : terdapat nyeri tekan pada perut kuadran kanan atas, hepar
teraba membesar, terdapat shifting dullnes atau gelombang cairan
c) Perkusi : Redup
d) Auskultasi : penurunan bising usus
11) Ekstremitas
Biasanya Terdapat udem tungkai, penurunan kekuatan otot, Eritema
Palmaris pada tangan, Jaundis dan CRT >2 detik
12) Genitalia
Biasanya pada wanita menstruasi tidak teratur
g. Pemeriksaan Diagnostik
1) Hemoglobin biasanya rendah
2) Leukosit biasnya meningka
3) Trombosit biasanya meningkat
4) Kolesterol biasanya rendah
5) SGOT dan SGPT biasanya meningkat
6) Albumin biasanya rendah
7) Pemerikaan CHE (koloneterase): penting dalam menilai sel hati.
Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun, pada perbaikan
terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal.
8) Pemeriksaan kadar elektrolit dalam penggunaan diuretik dan pembatasan
garam dalam diet (Diyono dan Sri Mulyanti, 2013)
9) Uji fungsi hati (misalnya fosatase alkali serum, aspartat aminotransferase
[AST], [tranaminase glutamate oksaloasetat serum (SGOT)], alanin
aminotransferase [ALT], [transaminasen glutamat piruvat serum
(SGPT)], GGT, kolinesterase serum dan bilirubin), masa protrombin, gas
darah arteri, biopsy
15
10) Pemidaian ultrasonografi
11) Pemindaian CT
12) MRI
1) Pemindaian hati radioisotope
(Brunner & Suddart, 2013)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual atau
potensial pasien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan
berkompeten untuk mengatasinya. Respon aktual dan potensial pasien didapatkan
dari data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan, catatan medis pasien
masa lalu dan konsultasi dengan profesional lain. Diagnosa keperawatan pada
serosis hepatis meliputi :
16
n. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema tungkai.
(NANDA,2015)
3. Perencanaan
MonitorTTV
a. Monitor vital sign.
b. Identifikasi perubahan
17
status vital sign.
4. Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah
dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan
perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas
perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang
dilaksanakan serta mendokumentasikan intervensi keperawatan.
Implementasi, yang merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah
kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan (Wijayaningsih, 2013).
a. Tindakan Keperawatan Mandiri
Tindakan yang dilakukan Tanpa Pesanan Dokter. Tindakan keperawatan
mendiri dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan lingkungan yang
tenang, mengompres hangat saat klien demam.
b. Tindakan Keperawatan Kolaboratif
Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawata bekerja dengan
anggota perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama
yang bertahan untuk mengatasi masalah klien.
5. Evaluasi
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons klien terhadap
tindakan keperawatan dan kemajuan klien kea rah pencapaian tujuan. Evaluasi
terjadi kapan saja perawat berhubungan dengan klien. Penekanannya adalah pada
hasil klien. Perawat mengevaluasi apakah perilaku klien mencerminkan suatu
kemunduran atau kemajuan dalam diagnose keperawatan (Wijayaningsih, 2013).
Pada saat akan melakukan pendokumentasian, menggunakan SOAP, yaitu :
S : Data subyektif merupakan masalah yang diutarakan klien
18
O : Data obyektif merupakan tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan
diagnosa keperawatan.
A : Analisis dan diagnosa.
P : Perencanaan merupakan pengembangan rencana untuk yang akan datang dari
intervensi.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. T Suami/Isteri/Ortu : Isteri
KELUHAN UTAMA
Pasien mengeluh lemah, muntah 1 x, BAB hitam, perut membesar
19
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan BAB hitam sejak 1 hari SMRS, frekuensi 3x, urine
berwarna pekat, perut terasa nyeri di ulu hati pasien ada riwayat serosis hepatis dan sudah
sering keluar masuk rumah sakit.
Terapi yang telah diberikan : Kifovir, vit hati 1 x sehari, hepamed, kalnex 500 mg
20
Pasien mengatakan sakit ini karena beliau tidak patuh terhadap diet/makanan yang
dipantangkan. Pasien sudah berkali-kali dirawat dengan penyakit yang sama
5. 6. Pola eliminasi
Sebelum sakit: BAK 6-7 x/hari, warna kuning pucat. BAB 1 x sehari, konsistensi lunak
Selama sakit: BAK < 5X/ hari, warna pekat, BAB 3 X/hari lunak dan berwarna hitam
7. 8. Pola aktivitas
Sebelum sakit: Klien dapat beraktivitas sendiri, dan bekerja membelah pinang di rumah untuk
kebutuhan hidup sehari-hari
Selama sakit: Aktivitas klien dibantu oleh isteri dan anak, karena perut yang membesar dan
terasa sesak bila berjalan lama.
21
Tidak dikaji
PEMERIKSAAN FISIK
1. Status kesehatan umum
Keadaan/ penampilan umum : Klien tampak
lemah
Kesadaran : Compos mentis GCS : 15
2. Kepala
Bentuk kepala bulat, simetris, tidak ada lesi dan nyeri kepala, rambut bewarna hitam, rambut
bersih, tidak ada ketombe, mata tampak cekung, sclera ikterik, konjungtiva pucat (anemis)
3. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ditemukan kaku kuduk, ukuran JVP ( Jugularis
vena Pressure) 5 cmH2O
4. Thorak (dada)
Inspeksi: Dada simetris, tidak ada luka, tidak ada benjolan, ictus cordis tidak tampak, tampak
spider angioma di kulit dada.
Palpasi: Fremitus seimbang kiri dan kanan
22
Perkusi: suara paru tympani, suara jantung: Pekak, tidak ada nyeri
Auskultasi: bunyi jantung1 dan II tunggal (lub dup), bunyi paru ronci saat inspirasi
5. Abdomen
Inspeksi: bentuk perut cembung( membuncit), tidak ada luka, dan benjolan.
Palpasi: Perut teraba keras, nyeri tekan di ulu hati
Perkusi: pekak
Auskultasi: bising usus + 12 x/menit
6. Tulang belakang
Inspeksi: Tidak ada bekas luka, tidak ada kelainan bentuk tulang belakang
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan.
7. Ekstremitas
Anggota gerak lengkap, tangan kiri terpasang infuse NaCl 0,9% 20 tts/mnt, kekuatan otot 5 5
5 5, edema +1, CRT < 2detik, akral teraba dingin
9. Pemriksaan neurologis
GCS 15 ( E4M6V5), kesadaran compos mentis, tidak ada kejang.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium
Tgl 22/2/2021 Tgl 1/3/2021
HB: 8,16 g/dl
HT: 27,7% Hb: 7,86 g/dl
Trombosit: 25,9 x 103/µL
Leukosit: 3,59 x 103/µL HT: 25,6%
GDS 102 mg/dl
SGOT: 80 u/l Trombosit: 34,9 x 103 /µL
SGPT:46 u/l
Ur: 29 mg/dl Leukosit: 3,5 x 103/µL
Cr: 0,82 mg/dl
Natrium: 138 mmol/L
Kalium: 3,99 mmol/L
Chlorida: 105,4 mmol/L
2. Radiologi
USG ; serosis hepatis
Rothorax: Bronchopneumonia
3. Lain-lain
23
TERAPI
1. Oral
Curcuma 3x1 tab
Furosemide 2x1 tab
KSR 1x1 tab
Spirolacton 2x25 mg
2. Parenteral
IVFD RL 20 tts/mnt
Inj OMZ 2x1
Transfuse TC 300 cc
Transfuse PRC 1 kolf/hari
3. Lain-lain
Diet MC 6 x 200 cc
Jambi, Maret 2021
Kelompok
24
ANALISA DATA
Nama : Tn. T
Umur : 51 Tahun
Ruangan : Penyakit Dalam
DATA PENYEBAB MASALAH
DS: Serosis hepatis Ketidak efektifan
- klien mengatakan badan perfusi perifer
terasa lemah
DO:
- konjungtiva pucat
(anemis)
- sclera ikterik
- akral teraba dingin
- TD : 100/80 mmhg
- Hb: 7,86 g/dl
- edema +1
- USG : serosis hepatis
DO :
- Klien tampak lemah
- Distensi abdomen
25
DO:
- Klien tampak pucat
- Akral dingin teraba dingin
- HB : 7,86 g/dl
- Trombosit: 34,9 x 103 /µL
26
DIAGNOSA KEPERAWATAN
27
PERENCANAAN
DIAGNOSA
Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
KEPERAWATAN
Ketidak efektifan Setelah dilakukan asuhan 1. Periksa sirkulasi perifer
perfusi perifer b. d keperawatan selama 3x24 2. Identifikasi faktor risiko
Serosis hepatis jam diharapkan masalah gangguan sirkulasi
ketidak efektifan perfusi 3. Hindari pemasangan infus
jaringan perifer teratasi atau pengambilan darah di
dengan kriteria hasil : area keterbatasan perfusi
1. Tidak ada tanda - 4. Ajarkan program diet untuk
tanda anemis memperbaiki sirkulasi
2. Tekanan darah 5. Informasikan tanda dan
meningkat gejala darurat yang harus
dilaporkan
28
meningkatkan kenyamanan
7. Jelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit
8. Ajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara non
29
IMPLEMENTASI
30
terkadang meringis
4. Mengajarkan teknik relaksasi
nafas dalam
EVALUASI
Masalah
Tgl/ Jam Evaluasi Paraf
Keperawatan
Ketidak efektifan 03-03-2021 S: klien mengatakan badan Kelompok
perfusi perifer b. d masih terasa lemah
Serosis hepatis O:
- konjungtiva masih pucat
- TD : 100/70 mmhg
- N : 80 x/i
- RR : 18 x/i
- Suhu : 36,8 ° C
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
31
O: klien tampak rileks,
terdapat penurunan skala
nyeri dari 3 ke 2
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pembahasan akan diuraikan kesenjangan antara teori dan praktek . Pada
dasarnya dalam memberikan asuhan keperawatan, proses keperawatan merupakan
alatnya. Dimana melalui pengkajian pada pasien akan diperoleh data-data (data primer
maupun data sekunder), baik yang bersifat objektif maupun yang bersifat subyektif.
Data-data yang diperoleh melalui pengkajian selanjutnya dianalisa untuk menemukan
adanya masalah kesehatan. Tentunya data-data yang dimaksudkan adalah data-data
yang menyimpang dari nilai normal yang pada umumnya mencirikan penyakit yang
sedang dialami oleh pasien. Setelah masalah keperawatan diangkat lalu diagnosa
keperawatan pun ditegakkan dimana komponen penyusunannya terdiri atas problem dan
etilogi.
Intervensi/perencanaan pun disusun berdasarkan diagnosa yang ada. Tujuan
pencapaian dari setiap intervensi untuk setiap diagnosa ditetapkan saat menyusun
perencanaan. Perencanaan yang telah ditentukan dilaksanakan untuk mengatasi
masalah-masalah yang telah teridentifikasi. Keberhasilan dari setiap tindakan untuk tiap
diagnosapun dinilai atau dievaluasi, dengan demikian rencana perawatan selanjutnya
dapat ditetapkan lagi. Demikianpun asuhan keperawatan pada pasien dengan sirosis
hepatis Pembahasan ini akan dilihat adanya kesenjangan antara teori dan praktek (kasus
nyata) yang ditemukan pada pasien dengan sirosis hepatis yang dirawat diruang
penyakit dalam Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi.
Pengkajian pada pasien yang dilakukan mahasiwa pada tanggal 01 maret 2021 jam
15.00 WIB dengan metode pengamatan dan observasi langsung, pemeriksaan fisik,
melihat catatan medis, dan catatan perawat. Pasien yang di kaji bernama Tn. T berusia
51 tahun, agama islam, pendidikan SMP, pekerjaan Petani, alamat rantau rasau. Pasien
masuk dengan diagnosa medis sirosis hepatis + Anemia.
32
Pasien saat di rawat di ruangn penaykit dalam dengan diagnosa medis sirosis
hepatis + Anemia. Saat di kaji keluahan yang dirasakan BAB hitam sejak 1 hari SMRS,
frekuensi 3x, urine berwarna pekat, perut terasa nyeri di ulu hati. Klien mengatakan ia
sudah sering keluar masuk rumah sakit dengan keluhan dan penyakit yang sama.
Saat dilakukan pemeriksaan fisik di dapatkan kesdaran pasien composmentis,
tekanan darah 100/80 mmhg, N : 78 x/i, S : 37, 2 ° C, RR : 20 x/i. Pemeriksaan kepala
di temukan : Bentuk kepala bulat, simetris, tidak ada lesi dan nyeri kepala, rambut
bewarna hitam, rambut bersih, tidak ada ketombe, mata tampak cekung, sclera ikterik,
konjungtiva pucat (anemis), Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak
ditemukan kaku kuduk, ukuran JVP ( Jugularis vena Pressure) 5 cmH2O, Thorak
(dada) : Inspeksi: Dada simetris, tidak ada luka, tidak ada benjolan, ictus cordis tidak
tampak, tampak spider angioma di kulit dada, Palpasi: Fremitus seimbang kiri dan
kanan, perkusi: suara paru tympani, suara jantung: Pekak, tidak ada nyeri, Auskultasi:
bunyi jantung1 dan II tunggal (lub dup), bunyi paru ronci saat inspirasi. Abdomen :
Inspeksi: bentuk perut cembung( membuncit), tidak ada luka, dan benjolan, Palpasi:
Perut teraba keras, nyeri tekan di ulu hati, Perkusi: peka, Auskultasi: bising usus + 12
x/menit. Tulang belakang : Inspeksi: Tidak ada bekas luka, tidak ada kelainan bentuk
tulang belakang, Palpasi: Tidak ada nyeri tekan. Ekstremitas : Anggota gerak lengkap,
tangan kiri terpasang infuse NaCl 0,9% 20 tts/mnt, kekuatan otot 5 5 5 5, edema +1,
CRT < 2detik, akral teraba dingin. Genitalia dan anus : Jenis kelamin laki-laki, tidak
terpasang kateter. Pemriksaan neurologis : GCS 15 ( E 4M6V5), kesadaran compos
mentis, tidak ada kejang.
Pada pemeriksaan laboratorium pada tanggal 22 februari 2021 di dapat hasil : HB:
8,16 g/dl, HT: 27,7%, Trombosit: 25,9 x 10 3/µL, Leukosit: 3,59 x 103/µL, GDS 102
mg/dl, SGOT: 80 u/l,SGPT:46 u/l, Ur: 29 mg/dl, Cr: 0,82 mg/dl, Natrium: 138
mmol/L,Kalium: 3,99 mmol/L,Chlorida: 105,4 mmol/L dan hasil labor pada tanggal 1
maret 2021 di dapatkan : Hb: 7,86 g/dl, HT: 25,6, Trombosit: 34,9 x 10 3 /µL dan
Leukosit: 3,5 x 103/µL.
33
d disfungsi hati, Gangguan pola tidur b. d hambatan lingkungan, Risiko syok b. d
pendarahan dan nyeri akut b. d cidera fisiologis.
Intervensi yang diberikan pada diagnosa : 1). Ketidak efektifan perfusi perifer b. d
Serosis hepatis yaitu : Periksa sirkulasi perifer, Identifikasi faktor risiko gangguan
sirkulasi, Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan
perfusi, Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi, Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus dilaporkan. 2) Risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif b. d
disfungsi hati yaitu : Identifikasi pengalaman mual, Identifikasi penyebab mual,Monitor
mual, Monitor asupan nutrisi dan kalori, Beriakn makanan dalam jumlah kecil, Anjurkan
makan tinggi karbohidrat dan rendah lemak, Ajarkan penggunaan teknik farmakologi
lainnya. 3) Gangguan pola tidur b. d hambatan lingkungan yaitu : Identifikasi pola aktivitas
dan tidur, Identifikasi faktor penganggu tidur, Identifikasi makanan dan minuman
penganggu tidur, Identifikasi obat yang di konsumsi, Modifikasi lingkungan, Lakukan
prosedur untuk meningkatkan kenyamanan, Jelaskan pentingnya tidur cukup selama
sakit, Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara non. 4) Risiko syok b. d pendarahan
yaitu : Monitor status kardiopulmonal, Monitor status oksigenasi, Monitor status cairan,
Monitor tingkat kesadaran dan repon pupi, Kolaborasi pemberian transfusi dara,
Kolaborasi pemberian atiinflamasi. 5) Nyeri Akut b. d cidera fisiologis yaitu :
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri,
Identifikasi skala nyeri,Identifikasi respons nyeri non verbal,Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri, Fasilitasi istirahat dan tidur, Jelaskan penyebab, periode, pemicu
nyeri, Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri, Berikan analgetik.
Pada saat melakukan implementasi tidak seluruh intervensi dilakukan implementasi
karena mahsiswa memiliki kterbatasan waktu dalam melakukan asuhan keperawatn pada
klien. Mahasiwa hanya meiliki waktu 3 hari dalam seminggu dan 3 jam dalam sehari
dalam melakukan asuhan keperawatan, sehingga implementasi yang dilakukan tidak
sesuai dengan intervensi yang telah di buat. Dan pada saat dilakukan evaluasi ada
bebrapa implemtasi yang sudah berhasil seperti : nyeri berkurang dari skala 3 menjadi 2
dan nilai Hb meningkat dari 7,86 g/dl menjadi 10 g/dl.,
34
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah mahasiswa melaksanakan perawatan dengan menggunakan pendekatan
asuhan keperawatan yang sistematis dan terorganisir pada Tn. T dengan sirosis hepatis
dapat disimpulkan bahwa mahasiswa telah mampu melakukan pengkajian yang lengkap
dengan menggunakan format pengkajian yang baku. Sesuai dengan hasil pengkajian
yang telah dilakukan maka didapatkan data sesuai keluhan pasien yaitu Tn. T BAB
hitam sejak 1 hari SMRS, frekuensi 3x, urine berwarna pekat, perut terasa nyeri di ulu
hati saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasil abnormal yang mendukung
keluhan pasien dan melihat pada pemeriksaan fisik serta hasil pemeriksaan diagnostik
yang telah dilakukan.
Dari data yang didapatan pada pasien, mahasiswa mampu mendukung mahasiswa
sehingga mampu menegakkan diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan yang
ditetapkan pada pasien Tn T antara lain : Ketidak efektifan perfusi perifer b. d Serosis
hepatis, Risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif b. d disfungsi hati, Gangguan pola
tidur b. d hambatan lingkungan, Risiko syok b. d pendarahan dan nyeri akut b. d cidera
fisiologis.
Selanjutnya pada perencanaan keperawatan dibuat oleh mahasiswa untuk mencapai
tujuan perawatan. Hasil dari pemberian asuhan keperawatn dinilai dari tercapai atau
tidaknya tujuan secara umum dan khusus , mahasiswa mampu membuat rencana
keperawatan untuk menyelesaikan masalah pada pasien. Mahasiswa mampu melakukan
tindakan keperawatan yang dilakukan selama 3 hari perawatan dan sesuai dengan
rencana tindakan yang telah ditetapkan, pasien dan keluarga memberikan respon yang
35
baik sehingga pada evaluasi tindakan yang dilakukan masalah pada pasien dapat teratasi
sebagian.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. EGC:
Jakarta
Doenges, M.E.et all. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (edisi 3). EGC: Jakarta
Mubarak, Ikbal Wahit. 2006. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia : Teori dan
Aplikasi Dalam Praktik. EGC : Jakarta.
Muttaqin. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pencernaan. Salemba
Medika : Jakarta.
Nursalam. 2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2. Salemba Medika :
Jakarta.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. MediAction: Jogjakarta.
Price, A.S (1995). Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (edisi 4), EGC:
Jakarta
Tarigan Pengarapen. 2016. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta : FKUI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia:2016
36
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia:2018
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia:2018
37
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
TERAPI RELAKSASI AUTOGENIK
PROSEDUR PERSIAPAN
A. Pasien/ klien
1. Beritahu klien
2. Atur posisi dalam posisi duduk atau berbaring
B. Alat
Tidak ada alat khusus yang dibutuhkan.
C. Lingkungan
Atur lingkungan senyaman dan setenang mungkin agar pasien/
klien mudah berkonsentrasi.
PELAKSANAAN