E
DENGAN DIAGNOSA TYPHOID FEVER
DI RUANG RAWAT INAP LANTAI 2
DI SUSUN OLEH
Ully Faturrohmah
KC.1907.434
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberikan
hidayah-Nya sehingga Iman dan Islam tetap terjaga. Shalawat dan salam
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, tabiin, dan
tabiut yang senantiasa istiqomah di jalanNya. Berkah dan Rahmat Allah serta
pertolongan-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas “LAPORAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. E DENGAN DIAGNOSA THYPOID
FEVER” . DI RS MNA?????
Ully faturrohmah
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................... ii
Daftar Isi.................................................................................................................. iii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Tujuan penulisan.......................................................................................... 4
C. Ruang Lingkup keperawatan/Kebidanan..................................................... 4
D. Metode penulisan......................................................................................... 4
E. Sistematika penulisan.................................................................................. 5
BAB IV Pembahasan
A. Pengkajian.................................................................................................. 45
B. Diagnosa Keperawatan............................................................................... 46
C. Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi..............................................................46
D. Implementasi Keperawatan.........................................................................47
Daftar Pustaka..........................................................................................................51
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Typhoid fever adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang
disebabkan oleh salmonella typhi. (Nugroho, 2011). Typhoid Fever
merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B,
salmonella paratyphi C. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda khas
berupa perjalanan yang cepat berlangsung kurang lebih 3 minggu
disertai gejala demam, nyeri perut, dan erupsi kulit. Penyakit ini
termasuk dalam penyakit daerah tropis dan penyakit ini sangat sering
dijumpai di Asia termasuk di Indonesia (Widodo, 2009). Typhoid fever
juga merupakan salah satu penyakit infeksi endemis di Asia, Amerika
Latin, Karibria, Oceana dan jarang terjadi di Amerika Serikat dan
Eropa.
Menurut data WHO (Word Health Organization) pada tahun
2010 terdapat 16 juta hingga 30 juta kasus Typhoid fever di seluruh
dunia dan diperkirakan sekitar 500.000 orang meninggal setiap
tahunnya akibat penyakit ini. Asia menempati urutan tertinggi pada
kasus typhoid ini, dan terdapat 13 juta kasus dengan 400.000 setiap
tahunnya. 91% kasus Typhoid fever menyerang anak-anak usia 3-19
tahun dan angka kematian 20.000/ tahunnya. Di Indonesia 14% demam
enteris ini disebabkan oleh Salmonella typhi (Suratun, 2010).
Menurut laporan Ditjen Pelayanan Medis, Depkes RI, pada
tahun 2008, Typhoid fever menempati urutan kedua dari 10 penyakit
terbanyak pasien rawat inap dirumah sakit di Indonesia dengan jumlah
kasus 81.116 dengan proporsi 3,15% urutan pertama ditempati oleh
diare dengan jumlah kasus 193.856 dengan proporsi 7,52%, urutan
ketiga ditempati oleh Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan jumlah
kasus 77.539 dengan proporsi 3,01% (Depkes RI, 2009).
1
WHO (Word Health Organization) menyatakan jumlah kasus
Typhoid fever di Indonesia pada tahun 2012 ada 600-1,3 juta setiap
tahunnya dengan lebih dari 20.000 kematian. Rata-rata di Indonesia,
orang yang berusia 3-19 tahun memberikan angka sebesar 91%
terhadap kasus Typhoid fever (WHO, 2012).
Berdasarkan penelitian Cyrus H. Simanjuntak di provinsi Jawa
Barat pada tahun 2009, insidens rate Typhoid fever pada masyarakat di
daerah semi urban adalah 357,6 per 100.000 penduduk per tahun.
Insiden Typhoid fever bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait
dengan sanitasi lingkungan; di daerah Jawa Barat, terdapat 157 kasus
per 100.000 peduduk sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810
per 100.000 penduduk (Simajuntak,C.H, 2009).
Di Rumah Sakit Kartika Cibadak klien yang di rawat inap
dengan diagnosa thypoid fever bulan April 2019 101 pasien, pada
bulan Mei 2019 99 pasien dan bulan Juli 69 Pasien.
Menurut Raflizar (2010), Penyakit Typhoid fever merupakan
penyakit infeksi bakteri yang ditularkan melalui konsumsi makanan
atau minuman yang terkontaminasi oleh tinja atau urin orang yang
terinfeksi. Penyakit Typhoid fever di Indonesia banyak disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu makanan yang terkontaminasi dan kebersihan
lingkungan yang kurang memadai. Hal ini terbukti dengan tingginya
angka kesakitan dan kematian karena penyakit typhoid. Angka
kesakitan Typhoid fever adalah sebesar 500 per 100.000 penduduk, dan
angka kematiannya yaitu 0,65%.
2
dengan nyeri perut, muntah-muntah dan adanya gejala peritonitis yang
dapat berlanjut menjadi sepsis. Komplikasi lain yaitu pneumonia dan
bronchitis. Komplikasi ini ditemukan sekitar 10% pada anak-anak.
Komplikasi lain yang lebih berat dengan akibat fatal adalah apabila
mengenai jantung (myocarditis) dengan Arhytmiasis, blok sinoarterial,
perubahan ST-T elektrokardiogram atau cardiogenic shock (Ranuh,
2013).
Menurut Widoyono (2012), Upaya penyembuhan bisa dengan
istirahat, menjaga kebersihan pakaian, diri dan lingkungan. Untuk
upaya pencegahan, peran pelaksana kesehatan sangatlah penting. Yaitu
dengan penyediaan air minum yang memenuhi syarat, perbaikan
sanitasi, imunisasi, pengobatan karier, dan juga pendidikan kesehatan
masyarakat. Penulis berharap peran keluarga dan lingkungan juga tak
kalah penting untuk mendorong penurunan terjadinya Typhoid fever
yaitu dengan cara berperilaku hidup sehat.
Tingginya kasus Typhoid fever dan mudahnya penularan
penyakit Typhoid fever serta komplikasi yang dapat berakibat
kematian, maka dibutuhkan peran perawat untuk menurunkan angka
kejadian demam Typhoid fever pada dewasa. Perawat dapat melakukan
berbagai cara diantaranya peran perawat sebagai care giver yaitu
melakukan proses keperawatan yang profesional untuk memberikan
asuhan keperawatan secara tepat sasaran sesuai kebutuhan klien. Salah
satu contoh peran perawat sebagai care giver dalam kasus Typhoid
fever adalah memberikan penyuluhan kepada orang tua atau klien
untuk menjaga kebersihan lingkungan dan pribadi.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis merasa tertarik untuk
melakukan studi kasus dalam bentuk karya ilmiah dengan judul asuhan
keperawatan pasien Typhoid fever di ruang Irna 2 RS Kartika Cibadak.
3
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar penulis dapat
memahami dan mampu menerapkan asuhan keperawatan pada
pasien dewasa dengan Typhoid fever menggunakan pendekatan
proses keperawatan.
2. Tujuan khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian klien dengan Typhoid
fever di RS Kartika Cibadak
b. Mampu mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada klien
dengan Typhoid fever di RS Kartika Cibadak
c. Mampu mendeskripsikan rencana tindakan asuhan keperawatan
pada klien dengan Typhoid fever di RS Kartika Cibadak
d. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada klien
dengan Typhoid fever di RS Kartika Cibadak
e. Mampu membandingkan konsep dengan kenyataan pada klien
Typhoid fever di RS Kartika Cibadak
D. Metode Penulisan
Metode yang di gunakan dalam mendapatkan informasi adalah
metode wawancara dan pegkajian yang di lakukan secara langsung ke
klien dan keluarga klien. Dan metode observasi yang di gunakan untuk
4
mengamati prilaku klien untuk memperoleh data tentang kesehatan
klien.
E. Sistematika Penulisan
a. BAB I Pendahuluan (latar belakang, tujuan penulisan, ruang
lingkup keperawatan, metode penulisan, sistematika penulisan)
b. BAB II Tinjauan Teori (anatomi dan fisiologis, pengertian,etiologi,
patofisiologis, gejala klinis, pemeriksaan diagnostik, komplikasi,
penatalaksanaan medis, pencegahan, asuhan keperawatan)
c. BAB III Tinjauan kasus (pengkajian, data fokus,analisa data,
diagnosa keperawatan, perencanaan pelaksanaan evaluasi )
d. BAB IV Pembahasan (pengkajian, data fokus,analisa data,
diagnosa keperawatan, perencanaan pelaksanaan evaluasi ).
e. BAB V kesimpulan dan saran (kesimpulan, saran)
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
1. Rongga Mulut
Secara umum berfungsi untuk menganalisis makanan sebelum
menelan, proses penghancuran makanan secara mekanis oleh gigi,
lidah dan permukaan palatum, lubrikasi oleh sekresi saliva serta digesti
pada beberapa material karbohidrat dan lemak.
2. Mulut
Mulut dibatasi oleh mukosa mulut, pada bagian atap terdapat palatum
dan bagian posterior mulut terdapat uvula yang tergantung pada
palatum.
3. Lidah
Lidah terdiri dari jaringan epitel dan jaringan epitelium lidah dibasahi
oleh sekresi dari kelenjar ludah yang menghasilkan sekresi berupa air,
mukus dan enzim lipase. Enzim ini berfungsi untuk menguraikan
lemah terutama trigleserida sebelum makanan di telan. Fungsi utama
lidah meliputi, proses mekanik dengan cara menekan, melakukan
fungsi dalam proses menelan, analisis terhadap karakteristik material,
suhu dan rasa serta mensekresikan mukus dan enzim.
4. Kelenjar saliva
Kira-kira 1500 mL saliva disekresikan per hari, pH saliva pada saat
istirahat sedikit lebih rendah dari 7,0 tetapi selama sekresi aktif, pH
mencapai 8,0. Saliva mengandung 2 enzim yaitu lipase lingual
disekresikan oleh kelenjar pada lidah dan α-amilase yang disekresi
oleh kelenjar-kelenjar saliva. Kelenjar saliva tebagi atas 3, yaitu
kelenjar parotis yang menghasilkan serosa yang mengandung ptialin.
Kelenjar sublingualis yang menghailkan mukus yang mengandung
musin, yaitu glikoprotein yang membasahi makanan dan melndungi
mukosa mulut dan kelenjar submandibularis yang menghasilkan
gabungan dari kelenjar parotis dan sublingualis. Saliva juga
mengandung IgA yang akan menjadi pertahanan pertama
terhadapkuman dan virus. Fungsi penting saliva antara lain,
memudahkan poses menelan, mempertahankan mulut tetap lembab,
7
bekerja sebagai pelarut olekul-molekul yang merangsang indra
pengecap, membantu proses bicara dengan memudahkan gerakan bibir
dan lidah dan mempertahankan mulut dan gigi tetap bersih.
REFERENSI MANA???? YG TERBARU
5. Gigi
Fungsi gigi adalah sebagai penghancur makanan secara mekanik. Jenis
gigi di sesuaikan dengan jenis makanan yang harus dihancurkannya
dan prosses penghancurannya. Pada gigi seri, terdapat di bagian depan
rongga mulut berfungsi untuk memotong makanan yang sedikit lunak
dan potongan yang dihasilkan oleh gigi seri masih dalam bentuk
potongan yang kasar, nantinya potongan tersebut akan dihancurkan
sehingga menjadi lebih lunak oleh gigi geraham dengan dibantu oleh
saliva sehingga nantinya dapat memudahkan makanan untuk menuju
saluran pencernaan seterusnya. Gigi taring lebih tajam sehingga
difungsikan sebagai pemotong daging atau makanan lain yang tidak
mampu dipotong oleh gigi seri. REFERENSI MANA???? YG
TERBARU
6. Faring
Faring merupakan jalan untuk masuknya material makanan, cairan dan
udara menuju esofagus. Faring berbentuk seperti corong dengan bagian
atasnya melebar dan bagian bawahnya yang sempit dilanjutkan sabagai
esofagus setinggi vertebrata cervicalis keenam. Bagian dalam faring
terdapat 3 bagian yaitu nasofaring,orofaring dan laringfaring.
Nasofaring adalah bagian faring yang berhubungan ke hidung.
Orofaring terletak di belakang cavum oris dan terbentang dari palatum
sampai ke pinggir atas epiglotis. Sedangkan laringfaring terletak
dibelakang pada bagian posterior laring dan terbentang dari pinggir
atas epiglotis sampai pinggir bawah cartilago cricoidea. REFERENSI
MANA???? YG TERBARU
7. Laring
8
Laring adalah organ yang mempunyai sfingter pelindung pada pintu
masuk jalan nafas dan berfungsi dalam pembentukan suara. Sfingter
pada laring mengatur pergerakan udara dan makanan sehingga tidak
akan bercampur dan memasuki tempat yang salah atau yang bukan
merupakan tempatnya. Sfingter tersebut meupakan epiglotis. Epiglotis
akan menutup jalan masuk udara saat makanan ingin masuk ke
esofagus.
8. Esofagus
Esofagus adalah saluran berotot dengan panjang sekitar 25 cm dan
diameter sekitar 2 cm yang berfungsi membawa bolus makanan dan
cairan menuju lambung. Otot esofagus tebal dan berlemak sehingga
moblitas esofagus cukup tinggi. Peristaltik pada esofagus mendorong
makanan dari esofagus memasuki lambung. Pada bagian bawah
esofagus terdapat otot-otot gastroesofagus (lower esophageal sphincter,
LES) secara tonik aktif, tetapi akan melemas sewaktu menelan.
Aktifasi tonik LES antara waktu makan mencegah refluks isi lambung
ke dalam esofagus. Otot polos pada esofagus lebih menonjol
diperbatasan dengan lambung (sfingter intrinsik). Pada tempat lain,
otot rangka melingkari esofagus (sfrinter ekstrinsik) dan bekerja
sebagai keran jepit untuk esofagus. Sfringte ekstrinsik dan intrinsik
akan bekerjasama untuk memungknkan aliran makanan yang teratur
kedalam lambung dan mencegah refluks isi lambung kembali ke
esofagus. REFERENSI MANA???? YG TERBARU
9. Lambung
Lambung terletak di bagian kiri atas abdomen tepat di bawah
diafragma. Dalam keadaan kosong, lambung berbentuk tabung J dan
bila penuh akan tampak seperti buah alpukat. Lambung terbagi atas
fundus, korpus dan pilorus. Kapasitas normal lambung adalah 1-2 L.
Pada saat lambung kosong atau berileksasi, mukosa masuk ke lipatan
yang dinamakan rugae. Rugae yang merupakan dinding lambung yang
berlipat-lipat dan lipatan tersebut akan menghilang ketika lambung
9
berkontraksi. Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluarn
dan pemasukan lambung. Sfingter kardia, mengalirkan makanan masuk
ke lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus
kembali. Sedangkan sfingter pilorus akan berelaksasi saat makanan
masuk ke dalam duodenum dan ketika berkontraksi, sfingter ini akan
mencegah aliran balik isi usus halus ke lambung.
Fisiologi lambung terdiri dari dua fungsi yaitu, fungsi motorik sebagai
proses pergerakan dan fungsi pencernaan yang dilakukan untuk
mensintesis zat makanan, dimana kedua fungsi ini akan bekerja
bersamaam, berikut adalah fisiologi lambung : REFERENSI
MANA???? YG TERBARU
a. Fungsi motorik :
Reservoir, yaitu menyimpan makanan sampai makanan tersebut
sedkit demi sedikit dicernkan dan bergerak pada saluran cerna.
Menyesuaikan peningkatan volume tanpa menambah tekanan dan
relaksasi reseptif otot polos.
Mencampur, yaitu memecahkan makanan menjadi partikel partikel
kecil dan mencampurnya dengan getah lambung melauli kontraksi
otot yang mengeliligi lambung.
Pengosongan lambung, diatur oleh pembukaan sfingter pilorus
yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas
osmotik, keadaan fisik, emosi, aktivitas dan obat-obatan.
b. Fungsi pencernaan : REFERENSI MANA???? YG TERBARU
Pencernaan protein, yang dilakukan oleh pepsin dan sekresi HCl
dimulai pada saat tersebut. Pencernaan kabohidrat dan lemak oleh
amilase dan lipase dalam lambung sangat kecil.
Sistesis dan pelepasan gastrin, hal ini dipengaruhi oleh protein
yang dimakan, peregangan antrum, alkalinisasi antrum dan
rangsangan vagus.
Sekresi faktor intrinsik, yang memungkinkan terjadinya absorpsi
vitamin B2 dari usus halus bagian distal.
10
Sekresi mukus, sekresi ini membentuk selubung yang melindungi
lambung serta berfungsi sebagai pelumas sehigga makanan lebih
mudah diangkut.
Sekesi caian lambung memiliki 3 fase yang bekerja selama berjam-
jam. Berikut adalah fase-fase tersebut :
Fase sefalik, berfungsi untuk mempersiapkan lambung dari
kedatangan makanan dengan memberikan reaksi terhadap stimulus
lapar, rasa makanan atau stimulus bau dari indra penghidu. Reaksi
lambung pada fase ini dengan meningkatkan volume lambungdari
stimulasi mukus, enzim dan prooduksi asam, serta pelepasan
gastrin oleh sel-sel G dalam durasi yang relatif singkat.
Fase gaster, berfungsi untuk memulai pengeluaran sekresi dari
kimus dan terjadinya permulaan digesti protein oleh pepsin. Reaksi
tersebut terjadi dalam durasi yang agak lama mencapai 3-4 jam.
Saat reaksi ini selain terjadi peningkatan produksi asam dan
pepsinogen juga terjadi penigkatan motiltas dan proses
penghancuran material.
Fase intestinal, berfungsi untuk mengontrol pengeluaran kimus ke
duodenum dengan durasi yang lama dan menghasilkan reaksi
berupa umpan balik dalam menghambat produksi asam lambung
dan pepsinogen serta pengurangan motilitas lambung.
10. Usus Halus
Bagian awal dar usus halus adalah duodenum atau lebih sering disebut
duodenal cup atau bulb. Pada bagian ligamentum Treitz, duodenum
berubah menjadi jejunum. duodenum mempunyai panjang sekitar 25
cm dan berhubungan dengan lambung, jejunum mempunyai panjang
sekitar 2,5 m, dimana proses digesti kimia dan absorpsi nutrisi terjadi
dalam jejunum sedangkan ileum mempunyai panjang sekitar 3,5 m.
Disepanjang usus halus terdapat kelenjar usus tubular. Diduodenum
terdapat kelenjar duodenum asinotubular kecil yang membentuk
kumparan. Disepanjang membran mukosa usushalus yang diliputi oleh
11
vili. Terdapat 20 sampai 40 vili per milimeter persegi glukosa. Ujung
bebes sel-sel evitel virus dibagi menjadi mikrovili yang halus dan
diseilmuti glikokaliks yang membentuk brush border. Mukus usus
terdiri dari berbagai macam enzim,seperti disakaridase, peptidase dan
enzim lain yang terlibat dalam penguraian asam nukleat. REFERENSI
MANA???? YG TERBARU
Ada 3 jenis kontraksi otot polos pada usus halus antara lain :
Peristaltik, yaitu gerakan yang akan mendorong isi usus (kimus) ke
arah usus besar.
Kontraksi segmentalis, merupakan kontrasi mirip-cincin yang muncul
dalam interval yang relatif teratur di sepanjang usus lalu menghilang
dan digantikan oleh serangkaian kontrakisi cincin lain di segmen-
segmen diantara kontraksi sebelumnya. Kontrasi ini mendorong kimus
maju mundur dan meningkatkan pemajanannya dengan pemukaan
mukosa.
Kontrasi tonik, merupakan kontraksi yang relatif lama untuk
mengisolasi satu segmen usus dngan segmen lain.
11. Usus Besar (Kolon)
Kolon memiliki diameter yang lebih besar dari usus halus. Kolon
terdiri atas sekum-sekum yang membentuk kantung-kantung sebagai
dinding kolon (haustra). Pada pertengahannya terdapat serat- serat
lapisan otot eksterrnalnya tekumpul menjadi 3 pita longitudinal yang
disebut taenia koli. Bagian ileum yang mengandung katup ileosekum
sedikit menonjol ke arah sekum, sehingga peningkatan tekanan kolon
akan menutupnya sedangkan peningkatan tekanan ileum akan
menyebabkan katup tersebut terbuka. Katup ini akan secara efektif
mencegah refluks isi kolon ke dalam ileum. Dalam keadaan normal
katup in akan tertutup. Namun, setiap gelombang peristaltik, katup
akan terbuka sehingga memungkinkan kimus dari ileum memasuki
sekum. Pada kolon terjadi penyerapan air, natrium dan mineral lainnya.
Kontraksi kerja massa pada kolon akan mendorong isi kolon dari satu
12
bagian kolon ke bagian lain. Kontraksi ini juga akan mendorong isi
kolon menuju ke rektum. Dari rektum gerakan zat sisa akan terdorong
keluar menuju anus dengan perenggangan rektum dan kemudian
mencetus refleks defekasi. REFERENSI MANA???? YG TERBARU
B. Definisi
Typhoid fever ialah suatu sindrom sistemik yang terutama
disebabkan oleh salmonella typhi. Typhoid fever merupakan jenis
terbanyak dari salmonelosis. Jenis lain dari demam enterik adalah
demam paratifoid yang disebabkan oleh S. Paratyphi A, S.
Schottmuelleri (semula S. Paratyphi B), dan S. Hirschfeldii (semula S.
Paratyphi C). Demam tifoid memperlihatkan gejala lebih berat
dibandingkan demam enterik yang lain (Widagdo, 2011).
Typhoid fever merupakan masalah kesehatan yang penting di
Indonesia maupun di daerahdaerah tropis dan subtropis di seluruh
dunia. Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit
demam tifoid atau tifus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut
yang menyerang manusia khususnya pada saluran pencernaan yaitu
pada usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella typhi yang
masuk melalui makanan atau minuman yang tercemar dan ditandai
dengan demam berkepanjangan lebih dari satu minggu, gangguan pada
saluran pencernaan, dan lebih diperburuk dengan gangguan penurunan
kesadaran.
C. Etiologi
Menurut Widagdo (2011) Etiologi dari Typhoid fever adalah
Salmonella typhi, termasuk genus Salmonella yang tergolong dalam
famili Enterobacteriaceae. Salmonella bersifat bergerak, berbentuk
spora, tidak berkapsul, gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan kimia,
tahan beberapa hari / minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan
makanan kering, bahan farmasi, dan tinja. Salmonella mati pada suhu
13
54,4º C dalam 1 jam atau 60º C dalam 15 menit. Salmonella
mempunyai antigen O (somatik) adalah komponen dinding sel dari
lipopolisakarida yang stabil pada panas dan antigen H (flagelum)
adalah protein yang labil terhadap panas. Pada S. typhi, juga pada S.
Dublin dan S. hirschfeldii terdapat antigen Vi yaitu polisakarida
kapsul.
D. Patofisiologis
Kuman masuk melalui mulut, sebagian kuman akan
dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung. Sebagian kuman lagi
masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak
menyerang usus halus. Kemudian kuman masuk ke peredaran darah
(bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati,
limpa dan organ lainnya.Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan
berakhir saat sel-sel retikulo endoteleal melepaskan kuman ke dalam
peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya.
Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh terutama
limpa, usus, dan kandung empedu (Suriadi &Yuliani, 2006). Pada
minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks player. Ini terjadi pada
kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada
minggu ketiga terjadi ulserasi plaks player. Pada minggu keempat
terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus
dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain
itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa membesar. Gejala
demam disebabkan oleh endotoksil, sedangkan gejala pada saluran
pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus halus Menurut
Widagdo (2011)
E. Manifestasi Klinis
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu :
demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis.
14
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat. Sifat
demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore
hingga malam hari. ( Widodo Djoko, 2009 ).
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Widagdo (2011) pemeriksaan penunjang Typhoid fever
adalah:
1. Pemeriksaan darah tepi
Leukopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia, trombositopenia
2. Pemeriksaan sumsum tulang
Menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum tulang
3. Biakan empedu
Terdapat basil salmonella typhosa pada urin dan tinja. Jika pada
pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil
salmonella typhosa pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan
betul betul sembuh
4. Pemeriksaan widal
Didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih,
sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi
tidak bermakna untuk menegakkan diagnosis karema titer H dapat
tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita telah
lama sembuh.
G. Komplikasi
Menurut Widagdo (2011) Komplikasi dari Typhoid fever dapat
digolongkan dalam intra dan ekstra intestinal.
1. Komplikasi intestinal diantaranya ialah :
Perdarahan
Dapat terjadi pada 1-10 % kasus, terjadi setelah minggu pertama
dengan ditandai antara lain oleh suhu yang turun disertai dengan
peningkatan denyut nadi.
Perforasi usus
15
Terjadi pada 0,5-3 % kasus, setelah minggu pertama didahului
oleh perdarahan berukuran sampai beberapa cm di bagian distal
ileum ditandai dengan nyeri abdomen yang kuat, muntah, dan
gejala peritonitis.
2. Komplikasi ekstraintestinal diantaranya ialah :
Sepsis
Ditemukan adanya kuman usus yang bersifat aerobik
Hepatitis dan kholesistitis
Ditandai dengan gangguan uji fungsi hati, pada pemeriksaan
amilase serum menunjukkan peningkatan sebagai petunjuk
adanya komplikasi pankreatitis
Pneumonia atau bronkhitis
Sering ditemukan yaitu kira-kira sebanyak 10 %, umumnya
disebabkan karena adanya superinfeksi selain oleh salmonella
Miokarditis toksik
Ditandai oleh adanya aritmia, blok sinoatrial, dan perubahan
segmen ST dan gelombang T, pada miokard dijumpai infiltrasi
lemak dan nekrosis
Trombosis dan flebitis
Jarang terjadi, komplikasi neurologis jarang menimbulkan
gejala residual yaitu termasuk tekanan intrakranial meningkat,
trombosis serebrum, ataksia serebelum akut, tuna wicara, tuna
rungu, mielitis tranversal, dan psikosis
3. Komplikasi lain
Pernah dilaporkan ialah nekrosis sumsum tulang, nefritis, sindrom
nefrotik, meningitis, parotitis, orkitis, limfadenitis, osteomilitis,
dan artritis.
H. Penatalaksanaan
16
Menurut Ngastiyah (2005) & Ranuh (2013) pasien yang dirawat
dengan diagnosis observasi Typhoid fever diberikan pengobatan
sebagai berikut :
1. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu
normal kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak
panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan di ruangan
2. Diet Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi
protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat,
tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari.
Apabila kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair,
melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik
dapat juga diberikan makanan lunak.
3. Pemberian antibiotik Dengan tujuan menghentikan dan mencegah
penyebaran bakteri. Obat antibiotik yang sering digunakan adalah :
Chloramphenicol dengan dosis 50 mg/kg/24 jam per oral atau
dengan dosis 75 mg/kg/24 jam melalui IV dibagi dalam 4
dosis. Chloramphenicol dapat menyembuhkan lebih cepat
tetapi relapse terjadi lebih cepat pula dan obat tersebut dapat
memberikan efek samping yang serius b. Ampicillin dengan
dosis 200 mg/kg/24 jam melalui IV dibagi dalam 6 dosis.
Kemampuan obat ini menurunkan demam lebih rendah
dibandingkan dengan chloramphenicol.
Amoxicillin dengan dosis 100 mg/kg/24 jam per os dalam 3
dosis
Trimethroprim-sulfamethoxazole masing-masing dengan dosis
50 mg SMX/kg/24 jam per os dalam 2 dosis, merupakan
pengobatan klinik yang efisien
Kotrimoksazol dengan dosis 2x2 tablet (satu tablet
mengandung 400 mg sulfamethoxazole dan 800 mg
trimethroprim. Efektivitas obat ini hampir sama dengan
chloramphenicol.
17
PATWAY PENEMPATANYA BUKAN DISININ TAPI SETELAH
PATOFISIOLI
18
Skema 2.1 Pathway Typhoid fever (Nanda, 2015)
1. Pengkajian
Menurut Nursalam (2008) adalah sebagai berikut:
a. Identitas klien
Keluhan utama Perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,
pusing, dan kurang bersemangat serta nafsu makan berkurang
(terutama selama masa inkubasi).
Suhu tubuh Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama
3 minggu, bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali.
Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik tiap
harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada
sore dan malam hari. Pada minggu kedua, pasien terus berada
dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur-
angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
Kesadaran Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun
berapa dalam, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi sopor,
koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut
mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota
gerak terdapat reseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena
emboli basil dalam kapiler kulit yang ditemukan dalam minggu
19
pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardi dan
epitaksis pada anak besar.
b. Pemeriksaan fisik
Mulut Terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir
kering dan pecah-pecah (ragaden), lidah tertutup selaput putih,
sementara ujung dan tepinya bewarna kemerahan, dan jarang
disertai tremor
Abdomen Dapat ditemukan keadaan perut kembung
(meteorismus), bisa terjadi konstipasi atau mungkin diare atau
normal
Hati dan Limfe Membesar disertai nyeri pada perabaan
c. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pada pameriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia,
limfositosis, relatif pada permukaan sakit
2. Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal
Biakan empedu hasil salmonella typhi dapat ditemukan dalam
darah pasien pada minggu pertama sakit, selanjutnya lebih
sering ditemukan dalam feces dan urine
3. Pemeriksaan widal
Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah
titer zat anti terhadap antigen 0, titer yang bernilai 1/200 atau
lebih menunjukkan kenaikan yang progresif.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Diagnosa yang biasanya muncul pada Typhoid fever menurut
Nanda NIC NOC (2014) adalah sebagai berikut:
2. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan
tidak adekuat
4. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
malabsorbsi nutrien
20
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa NOC NIC
o Keperawatan
1 Hipertermi Setelah dilakukan tindakan Fever treatment
berhubungan keperawatan selama 2x24 jam 1. Monitor suhu tubuh
dengan masalah hipertermi teratasi dengan 2. Monitor warna dan
proses kriteria hasil : suhu kulit
penyakit Risk control 3. Monitor tekanan darah
Indikator Awal Tujuan 4. ,nadi dan RR
Suhu tubuh 2 5 5. Monitor penurunan
dalam rentang
normal tingkat kesadaran
Nadi dan RR 6. Monitor intake dan
dalam rentang 3 5
normal output
TTV normal 7. Berikan anti piretik
3 5
Keterangan :
Ekstrem
1. Berat
2. Sedang
3. Ringan
4. Tidak ada
2 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Pain Management
berhubunga n keperawatan selama 2x24 jam 1. Kaji nyeri secara
dengan agen diharapakan masalah nyeri pasien komprehensif
injury teratasi dengan kriteria hasil: 2. Observasi reaksi non
21
biologis Pain Level, Pain control, Comfort verbal dan ketidaknyama
level nan
Indikator Awal Tujuan 3. Monitor vital sign
Melaporkan 2 5 Gunakan tekhnik
adanya nyeri
Frekuensi nyeri komunikasi terpeutik
Pernyataan 2 5 untuk mengetahui
nyeri 2 5
Ekspresi nyeri penggalaman nyeri
pada wajah 4. Kaji tipe dan sumber
Perubahan 2 5
tanda tanda nyeri un tuk menentukan
vital intervensi
5. Ajarkan tentang tekhnik
2 5 nonfarmakolo gi, nafas
Keterangan :
dalam, relaksasi,
1.Ekstrem
distraksi, dan kompres
2.Berat
hangat
3.Sedang
6. Tingkatkan istsrahat
4.Ringan
7. Berikan analgetik untuk
5.Tidak ada
mengurangi nyeri
8. Kolaborasika n dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
3 Ketidakseimb Setelah dilakukan tindakan Nutrition Management
angan nutrisi keperawatan selama 2x24 jam 1. Kaji adanya alergi
kurang dari diharapakan masalah makanan
kebutuhan ketidakseimbangan nutrisi pasien 2. Kolaborasi dengan ahli
tubuh teratasi dengan kriteria hasil: gizi untuk menentukan
berhubungan Nutrition Status: food and Fluid jumlah kalori dan
dengan Intake nutrisi yangdi butuhkan
intake yang Indikator Awal Tujuan pasien
tidak adekuat Peningkatan berat 2 5 3. Anjurkan untuk
22
badan Meningkatkan intake
Berat badan ideal 2 5 4. Anjurkan pasien untuk
sesuai dengan meningkatka n protein
tinggi badan dan vitamin c Ajarkan
Tidak ada tanda pasien bagaimana
tanda malnutrisi 2 5 membuatt catatan
Menunjukan makanan harian
peningkatan fungsi 5. Monitor jumlah kalori
pengecapan dari 2 5 dan nutrisi
menelan 6. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan
Keterangan : nutrisi yang dibutuhkan
1.Ekstrem
2.Berat
3.Sedang
4.Ringan
5.Tidak ada
4 kekuranaga n Setelah dilakukan tindakan Fluid management
volume keperawatan selama 2x24 jam 1. pertahankan intake outpit
cairan diharapakan masalah kekurangan yang akurat
berhubunga n volume cairan pasien teratasi dengan 2. Monitor status hidrasi
dengan kriteria hasil: 3. Monitor masukan
intake yang Nutritional Status: food and Fluid makann/caira n dan
tidak adekuat intake hitung intke kalori harian
24
No. RM : 0.03.75.46
Diagnosa Masuk : TF
IDENTITAS
A. Identitas Klien
1. Nama Klien : Ny. E
2. Tanggal Lahir : 20-02-1984
3. Umur : 35 Tahun
4. Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
5. Agama : Islam
6. Pendidikan : SMA
7. Pekerjaan : Karyawan
8. Alamat : Kp. Cipamutih RT 01/01 Cikembar
25
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
1. Pernah Dirawat : Ya
- Kapan : 1 tahun lalu
- Diagnosa : Hiperemesis
2. Riwayat Penyakit Kronik dan Menular : Tidak
- Jenis : - Tidak ada
- Riwayat Kontrol : - Tidak ada
- Riwayat Penggunaan Obat : - Tidak ada
Klien mengatakan memiliki riwayat hipertensi namun tidak memiliki
riwayat penyakit kronik seperti DM, asam urat dan menular seperti
TBC, hepatitis, Asma dll
3. Riwayat Alergi : Tidak
26
napas vesikuler, tidak terdapat bronco vesikuler/ronki/wheezing. Tidak
menggunakan alat bantu napas.
Masalah Keperawatan : -
3. Sistem Kardiovaskuler :
Tidak terdapat keluhan nyeri dada. Irama jantung regular, tidak terdapat
irama ireguler/ ireguler S1/ireguler S2. Suara jantung normal, tidak
terdapat suara jantung murmur/gallop. CRT < 2 detik. Akral panas (suhu
38oC). JVP Normal, Tidak ada peningkatan jugularis vena pressure.
Masalah Keperawatan : Hipertermi
4. Sistem Persyarafan
Keasadaran Compos mentis GCS 15 (E4 M6 V5). Reflekfisiologi seperti
Patella positif, Reflekfisiologi seperti trisep Positif, Reflekfisiologi seperti
biseps positif. Reflek patologis seperti babinsky positif, reflek patologis
seperti kernig positif. Keluhan pusing sudah tidak dirasakan. Pupil isokor,
reflek cahaya positif, dengan diameter 2 mm. Sklera merahmuda,
konjungtiva merah muda, sclera dan konjungtiva ridak terdapat
anemis/ikterus. Tidak terdapat gangguan pendengaran. Tidak terdapat
gangguan pandang. Tidak terdapat gangguan penciuman. Istirahat/tidur 6-
8 jam perhari, tidak terdapat gangguan tidur.
Masalah Keperawatan : -
5. Sistem Perkemihan
Kebersihan refroduksi (tidak dikaji karna alas an privacy). Tidak terdapat
keluhan kencing seperti nokturia/gross hematuri/disuria/retensi/anuria/
inkontinensia/poliuria/oliguria/hesistensi. Produksi urine ±750 - ± 1400cc
perhari, warna urine kuning jernih, bau urine khas. Tidak terdapat nyeri
tekan pada kandung kemih. Intake cairan peroral ±1500cc, intake
parinteral 1000cc/hari. Tidak menggunakan alat bantu cateter.
Masalah Keperawatan : -
6. Sistem Pencernaan
Mulut bersih, mulut tidak kotor/berbau. Mukosa bibir lembab, mukosa
tidak kering/stomatitis. Tenggorokan tidak terdapat sakit
27
menelan/kesulitan menelan/pembesaran tonsil/nyeri tenggorokan.
Abdomen terasa kembung dan nyeri tekan pada uluhati, namun abdomen
tidak terdapat acites. Tidak terdapat luka operasi pada abdomen. Tidak
terpasang atau terdapat drine. Peristaltik usus 8x/menit. BAB 1x perhari,
terakhir BAB tanggal 7-9-2019, kosistensi peses lunak. Nafsu makan
menurun, frekuensi makan 3x perhari, porsi makan habis ¼ porsi, terdapat
mual dan muntah 1 kali sekitar ±50 cc,
Sebelum masuk rumah sakit klien mengatakan makan 3 kali sehari, porsi
makan habis 1 porsi.
Masalah Keperawatan :
- Nyeri
- Resiko Nutrisi kurang dari kebutuhan
7. Sistem Muskuloskletal dan Integumen
5 5
4 4
Pergerakan sendi bebas dalam batas normal seorang manusia, tidak
terdapat pergerakan sendi yang tidak bebas atau abnormal. Kekuatan otot
Tidak terdapat kelainan estremitas. Tidak terdapat kelainan tulang
belakang. Tidak terdapat fraktur, tidak terpasang traksi/spalk/gips, tidak
terdapat kompartemen syindrom. Kulit tidak terdapat
ikterik/sianosis/hiperpigmentasi/kemerahan. Turgor kulit baik (elastis).
Tidak terdapat luka.
Masalah keperawatan :
8. Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid. Tidak terdapat pembesaran
kelenjar getah bening. Tidak terdapat hiperglikemi/hipoglikemi. Tidak
terdapat luka gangrene.
Masalah Keperawatan : -
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Persepsi Klien Terhadap Penyakitnya :
28
Klien menganggap penyakit yang dideritanya merupakan cobaan dari
tuhan
b. Ekspresi Klien Terhadap Penyakitnya :
Klien menunjukan ekspresi sakitnya dengan cara diam dan mau
bekerja sama dalam mengatasi masalah kesehatannya.
c. Reaksi Saat Interaksi
Reaksi interaksi klien kooperatif terbukti dengan keterbukaan klien
dalam memberikan informasi terkait maslah kesehatannya
d. Gangguan Konsep Diri
Klien tidak mengalami gangguan konsep diri
Masalah Keperawatan : -
PENGKAJIAN SPIRITUAL
a. Kebiasaan Beribadah Sebelum Sakit : Sering (tidak meninggalkan shalat 5
waktu)
b. Kebiasaan Beribadah Selama Sakit : Sering (tidak meninggalkan shalat 5
waktu)
Masalah Keperawatan : -
29
- Jumlah ±1500 cc/hari ± 1000cc /hari
- Jenis Air putih Air putih
- Pantangan Tidak ada Tidak ada
- Keluhan Tidak ada Tidak ada
3. Pola eliminasi BAB
- Frekuensi 3 x sehari 1xsehari ±100 cc
- Warna Kuning kuning
- Bau Khas feses khas fese
tidur
- Kesulitan tidur Tidak ada Tidak ada
30
16.00
- Lama bekerja 8 jam Tidak ada
- Jenis olahraga Tidak ada Tidak ada
- Frekuensi olahraga Tidak ada Tidak ada
= 1070 (1,2)
= 1284 cc
Ma/mi = 1000
Infus = 1500
AM = 290 (5 x BB)
= 3,790 cc
BAB = 100
Muntah = 50
= 2,834 cc
31
BC = Intake - Output = 954 cc/hari
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Tanggal 08-09-2019 / Pukul 13.15 WIB (dr. Irvan )
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan Keterangan
HEMATOLOGI
RUTIN 1
Hemoglobin 13.0 12.0 – 14.0 g/dl Normal
Hematokrit 38,8 36.0 – 46.0 % Normal
32
Jumlah Leukosit 12.200 4.500 – 11.000 /µl meningkat
Jumlah Trombosit 190.000 150.000 – /µl Normal
350.000
SEROLOGI
WIDAL
Typhi- O 1/160 NEGATIF
Paratyphi - AO 1/80 NEGATIF
Paratyphi – B O 1/320 NEGATIF
Paratyphi - C O 1/160 NEGATIF
Typhi- H 1/320 NEGATIF
Paratyphi – A H 1/160 NEGATIF
Paratyphi – B H 1/320 NEGATIF
Paratyphi – C H 1/80 NEGATIF
ANALISA DATA
Nama : Ny. E No. RM : 0.03.75.46
Ruang :IRNA 2 Tanggal :08-09-2019
No Pengelompokan Data Etiologi Problem
1 Ds : Helicobacter pylori Hipertermi
Klien mengeluh demam,
33
badan terasa panas Infeksi mukosa lambung
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi b.d proses penyakit
2. Nyeri akut b.d agen cidera biologis
34
3. Resiko Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Ny. E
No. RM : 0.03.75.46
Ruang :IRNA 2
Tanggal :08-09-2019
35
3x24 jam, suhu untuk banyak cairan saat demam
tubuh klien stabil istirahat terjadi
dengan criteria hasil 3. Anjurkan klien 3. Membantu dalam
: untuk mempercepat
Thermoregulation: menggunakan penyerapan keringat
Klien pakaian yang tipis 4. Membantu pelepasan
mengatakan dan dapat mnyerap penguapan panas
demam keringat 5. Mempercepat
berkurang 4. Berikan kompres penurunan panas
bahkan tidak hangat pada dahi, dalam upaya
mengeluh ketiak dan menstabilkan suhu
demam selangkangan saat tubuh
Suhu tubuh demam
dalam batas 5. Lanjutkan
normal (36,5 – pemberian terapi
37,5oC)
2 08-09-2019 Nyeri akut b.d agen Managemen Nyeri 1. Mengetahui kondisi
cidera biologis 1.Observasi keadaan umum dan perubahan
Tujuan: umum dan tanda- status tanda vital klien
Setelah dilakukan tanda vital klien 2. Acuan pemenuhan
tindakan 2.Kaji keluhan nyeri, kebutuhan rasa nyaman
keperawatan selama skala dan intensitas klien dalam keputusan
3x24 jam, nyeri nyeri manajemen nyeri
klien berkurang 3.Posisikan klien 3. Posisi yang tepat lebih
bahkan hilang senyaman mungkin membantu klien dalam
dengan criteria 4.Ajarkan teknik kenyamanan merespon
hasil: relaksasi napas dari stimulus nyeri
Pain Level : dalam dan lakukan yang di hadapi
Skala Nyeri 1 (0- saat nyeri 4. Memberikan
10) 5. Kendalikan faktor ketenangan dalam
Klien lingkungan yang usaha menurunkan rasa
mengatakan dapat nyeri
sakitnya mempengaruhi 5. Muntuk mengurangi
berkurang dan respon pasien rasa nyeri dan
dapat rileks terhadap kenyamanan klien
Keadaan umum ketidaknyamanan
klien baik (misalnya, suhu
ruangan,
pencahayaan, suara
bising)
36
tindakan porsi kecil namun berkelanjutan
keperawatan selama sring 2. Mempermudah klien
3x24 jam, 2.Berikan makanan dalam proses intake
kebutuhan nutrisi yang lunakdan nutrisi
klien dapat makanan yang 3. Merangsang nafsu
terpenuhi dengan sesuai dengan makan untuk
criteria hasil : kemauan klien tapi mengurangi rasa tidak
Nutritional Status : sesuaikan dengan enak pada mulut dalam
food and Fluid program gizi proses intake nutrisi
Intake : rumahsakit 4. Pertimbangan dalam
Makan habis 3.Lakukan oral menentukan
1 porsi hygiene satu hari 2 terpenuhinya
Turgor kulit kali kebutuhan nutrisi klien
elastis dan 4.Pantau turgor kulit 5. Mempercepat
mukosa dan mukosa bibir pemenuhan kebutuhan
bibir lembab nutrisi dengan
Klien tidak pemberian menu yang
mengeluhka tepat sasaran
n mual
37
IMPLEMENTASI
Nama : Ny. E No. RM : 0.03.75.46
Ruang :IRNA 2 Tanggal :08-09-2019
38
Nutrisi klien mengerti
kurang dari 16.00 - Menganjurkan klien untuk melakukan
kebutuhan kompres hangat di dahi dan axila R/ klien
tubuh mengerti
17.00 - Memonitor mual dan muntah R/ klien
kadang-kadang masih mual dan tidak muntah
17.15 - Menganjurkan klien makan minum sedikit
tapi sering R/ klien mengerti, makan habis 1
18.00 porsi
- Memberikan terapi oral Ibu Profen R/ sudah
diberikan
39
Nama : Ny. E No. RM : 0.03.75.46
Ruang :IRNA 2 Tanggal :08-09-2019
No Tanggal EVALUASI DAN CATATAN PERKEMBANGAN TTD
08/09/19 ully
20.00 S : klien mengatakan demam, nyeri ulu hati, mual,
muntah
O: klien tampak lemas, kesadaran CM, IVFD Nacl
1500cc/jam TD: 110/70 mmHg S:380C RR:
22x/menit N: 80x/menit Nyeri skala 5 (0-10)
A: - Hipertermi b.d proses penyakit
20.10 - Nyeri akut b.d agen cidera biologis
- Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
20.30 P : - obs. TTV
- anjurkan klien untuk posisi nyaman
- kaji skla nyeri
- monitor adanya mual dan muntah
- anjurkan klien makan, minum sedikit tapi
sering
- anjurkan kompres hangat bila demam
- ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
- lanjutkan pemberian terapi
I:
21.00 - Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
R/ nyeri ulu hati, nyeri seperti di tusuk-tusuk, di
bagian perut atas, skala 4, hilang timbul
21.30 - Mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam R/ klien
mengerti
23.45 - Melakukan skin tes antibiotik ceftriaxon R/ sudah
dilakukan dan tidak ada tanda-tanda alergi
24.00 - Memberikan terapi inj. Ceftri 2 gr dan Omz 40 mg
R/ sudah di berikan, tidak ada alergi
05.00 - Mengobservasi TTV dan Ku R/ Ku sedang, TD :
130/80, N : 84 RR : 20, S : 37,7
05.30 - Menganjurkan klien untuk melakukan kompres
hangat di dahi dan axila R/ klien mengerti
06.00 - Memonitor mual dan muntah R/ klien masih mual
- Menganjurkan klien makan minum sedikit tapi
06.30 sering R/ klien mengerti, makan habis ½ porsi
07.00 - Memberikan terapi oral paracetamol 650 mg R/
40
sudah diberikan
09-09-19 Ully
15.00 S : klien mengatakan nyeri ulu hati skala 3, demam
naik turun, mual sudah berkurang
41
O: klien tampak lemas, kesadaran CM, IVFD Nacl
1500cc/jam TD: 120/80 mmHg S:37,50C RR: 22
x/menit N: 86 x/menit Nyeri skala 3 (0-10)
15.10 A: - hipertermi b.d proses penyakit
- nyeri akut b.d agen cidera biologis
- Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
15.00 P : - obs. TTV
- anjurkan klien untuk posisi nyaman
- kaji skla nyeri
- monitor adanya mual dan muntah
- anjurkan klien makan, minum sedikit tapi
sering
- anjurkan kompres hangat bila demam
- ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
- lanjutkan pemberian terapi
15.30 I : - Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
R/ nyeri ulu hati, nyeri seperti di tusuk-tusuk, di bagian
perut atas, skala 3, hilang timbul
16.00 - mendampingi dokter andri visit R/ advice
paracetamol di stop, di ganti ibu profen 3 x 400 mg
17.00 - Mengobservasi TTV dan Ku R/ Ku sedang, TD :
120/80, N : 80 RR : 20, S : 37
18.00 - Mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam R/ klien
mengerti
19.00 - Menganjurkan klien untuk melakukan kompres
hangat di dahi dan axila R/ klien mengerti
20.00 - Menganjurkan klien makan minum sedikit tapi
sering R/ klien mengerti, makan habis 1 porsi
- Memberikan terapi oral Ibu Profen 400mg R/ sudah
diberikan
42
20.10 Nyeri skala 2 (0-10)
43
09.00 - anjurkan klien untuk posisi nyaman
- kaji skla nyeri
- anjurkan klien makan, minum sedikit tapi
sering
- anjurkan kompres hangat bila demam
- ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
- lanjutkan pemberian terapi
09.30 - I : Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
R/ nyeri ulu hati, nyeri seperti di tusuk-tusuk, di
bagian perut atas, skala 1, hilang timbul
11.00 - Mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam R/ klien
mengerti
11.15 - Mengobservasi TTV dan Ku R/ Ku sedang, TD :
120/80, N : 82 RR : 20, S : 36,5
12.00 - Mendampingi dr. Andri visit R/ advice klien blpl
kontrol tgl 15 september 2019
12.15 - Memberikan terapi inj. Omeprazole 40 mg R/ sudah
di berikan
13.00 - Menganjurkan klien makan minum sedikit tapi
sering R/ klien mengerti, makan habis
13.30 - Memberikan terapi oral Ibu Profen 400mg R/
sudah diberikan
14.00 - Menjelaskan obat yang harus di minum saat di
rumah R/keluarga klien mengerti
E: masalah teratasi
R: hentikan intervensi
P/klien BLPL
44
BAB IV
PEMBAHASAN
a. Pengkajian
Menurut Nursalam (2008) keluhan utama pada pasien dengan
thypoid fever adalah perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing,
dan kurang bersemangat serta nafsu makan berkurang (terutama selama
masa inkubasi). Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3
minggu, bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama
minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik tiap harinya, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Pada minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada
minggu ketiga, suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada
akhir minggu ketiga.
Dalam pengkajian di dapatkan hasil yaitu klien mrngatakan nyeri
ulu hati skala nyeri 5 (0-10) disertai demam dengan suhu 38 oC, mual dan
porsi makan tidak habis dan badan terasa lemas, di mana di dapatkan hasil
tekanan darah: 130/90 mmhg, nadi: 85 x/menit respirasi rate: 20x/menit
suhu badan: 38oC, BB 59 kg, nafsu makan klien menurun dikarenakan
adanya mual . Hal yang menyebabkan pasien mengalami demam yaitu
pola makan yang tidak sesuai dengan kondisi klien dan jadwal makan
yang tidak teratur.
b. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan
menjadi dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan
yang merupakan tanggung jawab perawat (Nanda. (2015).
Menurut Nanda NIC-NOC (2014) diagnosa keperawatan yang muncul
untuk pasien demam thypoid adalah :
1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi
45
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak
adekuat
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan malabsorbsi
nutrien
Berdasarkan pengkajian dan analisa data yang dilakukan pada
kasus pasien ny. E ditemukan ada 3 diagnosa keperawatan yaitu :
1. Nyeri b/d agen cidera biologis d.d Klien mengeluh nyeri ulu hati,
nyeri di perut atas, seperti di tusuk-tusuk, , sklala nyeri 5 (0-10)
nyeri dirasakan hilang timbul. Ku sedang, Kes Composmetis
(GCS:14 E3 M6 V5), wajah tampak menahan sakit, TD :110/70
mmHg RR : 15 x/menit N : 88x/menit S : 38 C, CRT: < 2 detik
2. Hipertermi b.d proses penyakit d.d Klien mengeluh demam, badan
terasa panas, Akral teraba panas, klien tampak gelisah, ku sedang,
TD :110/70 mmHg RR : 15 x/menit N : 88x/menit S : 38 C, CRT: <
2 detik, hasil lab : leukosit : 12.200.
3. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan d.d Klien mengeluh mual dan
muntah, tidak nafsu makan, klien terlihat mual saat makan, muntah 1
kali, makan habis ¼ porsi IMT : 25 BB : 58 kg
c. Intervensi
Intervensi adalah rencana keperawatan yang akan penulis
rencanakan kepada klien sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan
sehingga kebutuhan pasien dapat terpenuhi (Wilkinson, 2011).
Dari tiga diagnosa keperawatan selanjutnya dibuat rencana keperawatan
sebagai tindakan pemecahan masalah keperawatan dimana penulis
membuat rencana keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan
kemudian menetapkan tujuan dan kriteria hasil, selanjutnya menetapkan
tindakan yang tepat.
d. Implementasi
Implementasi yang merupakan kategori dari proses keperawatan
adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
46
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan diselesaikan. (Wilkinson, 2011).
Pelaksanaan tindakan yang di lakukan atau implementasi di
dasarkan atas intervensi yang disusun sebelumnya maka tindakan
keperawatan yang di lakukan dari tanggal 8/9/2019 sampai tanggal
10/9/2019 dari diagnosa keperawatan yang pertama yaitu Nyeri akut b.d
agen cidera biologis adalah : mengobservasi keadaan umum dan tanda-
tanda vital klien, mengkaji keluhan nyeri serta skala dan intensitas nyeri,
memposisikan klien senyaman mungkin, mengajarkan teknik relaksasi
napas dalam dan lakukan saat nyeri, memberikan obat oral paracetamol
500 mg, ceftriaxone 2 gr, Omz 40 mg. Serta cairan infus Ns 1500cc/ jam.
Tindakan yang di lakukan dari diagnosa keperawatan yang kedua yaitu
Hipertermi b.d proses penyakit yaitu : menganjurkan klien untuk banyak
minum (1500 – 2000 cc /24 jam), menganjurkan klien untuk banyak
istirahat, menganjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan
dapat mnyerap keringat, memerikan kompres hangat pada dahi, ketiak dan
selangkangan saat demam. Tindakan yang di lakukan dari diagnosa
keperawatan yang ketiga resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yaitu
mengobservasi mual dan muntah, menganjurkan klien makan sedikit tapi
sering.
e. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Namun,
evaluasi dapat dilakukan pada setiap tahap dari proses perawatan.
Evaluasi mengacu pada penilaian, tahapan dan perbaikan. Pada tahap ini,
perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat
berhasil atau gagal (Alfaro-Lefevre, 1994 dalam Deswani, 2009).
Dari evaluasi yang dilakukan selama 3 hari di dapatkan hasil
untuk diagnosa yang pertama menunjukan hasil bahwa klien merasakan
nyeri ulu hati berkurang skala nyeri 1 (0-10) data yang di TD: 120/80
mmHg S:36,50C RR: 21 x/menit N: 80 x/menit, klien tampak rileks dan
dapat melakukan tekhnik relaksasi nafas dalam yang sudah diajarkan oleh
47
perawat. Selanjutnya dari diagnosa keperawatan yang kedua menunjukkan
hasil klien sudah tidak merasakan demam, suhu normal 36,5 oC. Dari
diagnosa yang ketiga yaitu dengan menunjukkan hasil: klien sudah tidak
mual, porsi makan habis.
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan keperawatan selama empat hari dan melakukan
pengkajian kembali baik secara teoritis maupun secara tijauan kasus
didapatkan simpulan sebagai berikut :
1. Pada pengkajian yang dilakukan terhadap Ny. E didapatkan hasil dengan
klien mrngatakan nyeri uluhati skala nyeri 5 (0-10) disertai demam
dengan suhu 38,oC, mual serta porsi makan tidak habis.
2. Diagnosa yang muncul pada kasus Ny. E yaitu nyeri akut b.d agen
cidera biologis, hipertermi b.d proses penyakit, nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan.
3. Tindakan keperawatan dari diagnosa keperawatan yang pertama yaitu
Nyeri akut b.d agen cidera biologis adalah : mengobservasi keadaan
umum dan tanda-tanda vital klien, mengkaji keluhan nyeri serta skala
dan intensitas nyeri, memposisikan klien senyaman mungkin,
mengajarkan teknik relaksasi napas dalam dan lakukan saat nyeri,
memberikan obat oral paracetamol 500 mg, ceftriaxone 2 gr, Omz 40
mg. Serta cairan infus Ns 1500cc/ jam. Tindakan yang di lakukan dari
diagnosa keperawatan yang kedua yaitu Hipertermi b.d proses penyakit
yaitu : menganjurkan klien untuk banyak minum (1500 – 2000 cc /24
jam), menganjurkan klien untuk banyak istirahat, menganjurkan klien
untuk menggunakan pakaian yang tipis dan dapat mnyerap keringat,
memerikan kompres hangat pada dahi, ketiak dan selangkangan saat
demam. Tindakan yang di lakukan dari diagnosa keperawatan yang
ketiga nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan
yaitu mengobservasi mual dan muntah, menganjurkan klien makan
sedikit tapi sering.
4. Untuk diagnosa yang pertama menunjukan hasil bahwa klien merasakan
nyeri ulu hati berkurang skala nyeri 1 (0-10) data yang di 120/80, N : 82
49
RR : 20, S : 36,5, klien tampak rileks dan dapat melakukan tekhnik
relaksasi nafas dalam yang sudah diajarkan oleh perawat. Selanjutnya
dari diagnosa keperawatan yang kedua menunjukkan hasil klien sudah
tidak merasakan demam, suhu normal 36,5oC. Dari diagnosa yang ketiga
yaitu dengan menunjukkan hasil klien sudah tidak mual lagi dan nafsu
makan meningkat, makan habis 1 porsi.
B. Saran
Setelah penulis melakukan studi kasus, tidak terlepas dari beberapa
hambatan dalam penulisan karya ilmiah ini namun dengan bantuan dari
pihak-pihak yang ikut berkontribusi sehingga penulis mampu menyelesaikan
karyatulis ilmiah ini tepat pada waktunya, agar terjadi kemajuan selanjutnya
maka penulis mrnyarankan:
1. Klien dengan masalah Typhoid Fever harus lebih kooperatif
bekerjasama dalam pemberian infomrasi maupun dalam penanganan
tindakan medis dan bisa patuh dalam berbagai terapi serta diet yang
diberikan atau dengan kata lain tidak menyimpang dari pfofesional
pemberi asuhan.
2. Untuk perawatan klien Typhoid Fever harus terjalin kerjasama antara
perawat ruangan dan keluarga agar selalu memberikan dukungan serta
informasi tentang perkembangan kesehatan klien dan memberikan
pendidikan kesehatan pada keluarga yang paling sederhana dengan
informasi terkait masalah penyakit
3. Perawat sebagai tim kesehatan yang paling sering berinteraksi dengan
pasien sangat perlu meningkatkan keterampilan dan pengetahuan agar
mampu merawat pasien dengan komperhensif dan optimal serta
senantiasa bekerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter, ahli
gizi,analis, farmasi) dalam melakukan perawatan serta penanganan
pasien dengan Typhoid Fever.
50
DAFTAR PUSTAKA
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi. Edisi 10. Alih
Bahasa : Keliat, A,B, dkk.
Nurarif. A.H. & Kusuma. H. 2015. Aplikasi NANDA NIC-NOC. Jilid 1, 2 dan
3. Yogyakarta. Media Action.
Potter & Perry. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. EGC,
jakarta.
Suriadi & Yuliani, R., 2006, Asuhan Keperawatan Pada Anak,Jakarta: PT.
Percetakan Penebar Swadaya,
Suyono, Slamet. 2003. Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi ke 3. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
51
Widagdo, 2011, Masalah & TataLaksana Penyakit Infeksi Pada Anak, Jakarta:
CV Sagung Seto.
52