Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ASMA

OLEH: KELOMPOK 4

NAMA:

1. Fince Indrajaya Waruwu


2. Juliana simanjuntak
3. Nurhayati pangaribuan
4. Nora amara simbolon
5. Sri lestari siregar
6. Yolanda wulandari
7. Yuris dawinda waruwu

PROGRAM STUDINERS

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

MEDAN 2019
KATA PENGHANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatNya yang diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah mata kuliah Falsafah dan Teori Keperawatan dengan tepat waktu.

Kami menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan oleh sebab itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi penyempurnaan makalah
ini.

Pada kesempatan ini kelompok mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu:

1. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku ketua Yayasan Sari Mutiara Medan.
2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara
Indonesia.
3. Taruli Sinaga SP, M.KM, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu
Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
4. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi Ners
Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
5. Ns. Rumondang Gultom,. MKM selaku dosen pengajar yang telah
memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada kelompok dalam
menyelesaikan topik keperawatan komunitas.

Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses pengajaran dan pembuatan
makalah Asuhan Keperawatan dengan Asma ini yang namanya tidak kami
cantumkan satu persatu, demikian makalah Asuhan Keperawatan dengan Asma
ini dibuat semoga bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 06 November 2019


Penyusun

Kelompok 4
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Asma merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di negara maju
maupun di negara-negara sedang berkembang. Asma adalah penyakit
inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel imun terutama
sel mast, eosinofil, limposit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel, serta
meningkatnya respon saluran napas (hipereaktivitas bronkus) terhadap
berbagai stimulant. Inflamasi kronik ini akan menyebabkan penyempitan
(obstruksi) saluran napas yang reversible, membaik secara spontan dengan
atau tanpa pengobatan. Gejala yang timbul dapat berupa batuk, sesak nafas
dan mengi.

Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat
bersifat menetap dan menggaggu aktivitas bahkan kegiatan harian sehigga
menurunkan kualitas hidup, salah satu faktor pencetus serangan asma adalah
kondisi psikologis klien yang tidak stabil termasuk di dalamnya cemas.
Hal ini sering diabaikan oleh klien sehingga frekwensi kekambuhan menjadi
lebih sering dan klien jatuh pada keadaan yang lebih buruk, kondisi ini
merupakan suatu rantai yang sulit ditentukan mana yang menjadi penyebab
dan mana yang merupakan akibat. Keadaan cemas menyebabkan atau
memperburuk serangan, serangan asthma dapat menyebabkan kecemasan
besar pada klien asthma padahal kecemasan justru memperburuk keadaan.
Cris Sinclair, (1990).

Kondisi sesak dapat menimbulkan kecemasan karena klien merasa adanya


ancaman kematian (Barbara C. Long, 1996). Menurunkan tingkat kecemasan
pada klien asma baik pada saat serangan ataupun saat tidak terjadi serangan
sangat penting. Sebab seperti yang telah dijelaskan di atas maka lingkaran
mengenai penyebab dan akibat cemas harus diputus. Dengan demikian berarti
memutus salah satu faktor pencetus asma dan memutus keadaan cemas yang
disebabkan oleh asma. Sehingga dapat memperpendek masa serangan dan
memperkecil frekwensi kekambuhan.

1.2. TUJUAN PENULISAN


a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui tentang Asuhan Keperawatan dengan
Asma
b. Tujuan Khusus
- Mahasiswa mampu mengetahui defenisi Asma
- Mahasiswa mampu mengetahui etiologi Asma
- Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi Asma
- Mahasiswa mampu mengetahui menifestasi Asma
- Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang Asma
- Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan Asma
- Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi Asma
BAB II

TINJAUAN TRIORITIS

2.1. PENGERTIAN

Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang


dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama
pada jalan nafas)
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikarakteristikan
dengan bronkospasme yang reversibel (joyce M. Black:1996)
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu.
(Smelzer Suzanne:2001).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu
penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel,
ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan
jalan nafas.

2.2. ANATOMI DAN FISIOLOGI ASMA

a. Hidung
Ketika udara masuk ke rongga hidung udara tersebut disaring, di
hangatkan dilembabkan. Partikel – partikel yang kasar disaring oleh
rambut – rambut yang terdapat oleh hidung, sedangkan partikel halus akan
dijerat dalam lapisan mukosa, gerakan silia mendorong lapisan mukus ke
posterior didalam rongga hidung dan ke superior didalam saluran
pernafasan bagian bawah.
b. Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan
makanan. Terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung
dan mulut setelah depan ruas tulang leher.
c. Trakea
Trakea atau bantang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang
terbentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan
yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) . Sebelah dalam diliputi oleh
selaput lender yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak
ke arah luar. Panjang trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan
ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk
mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara
pernafasan. Yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan
disebut karina.

d. Bronkus
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan
dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea,
hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian
bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen
dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.
2.3. ETIOLOGI

Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut
mereka, secara umum pemicu asma adalah:

1. Faktor predisposisi
- Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa
diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
- Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
- Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-
buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-
obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
- Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh :
perhiasan, logam dan jam tangan

Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas


merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu
binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga
pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat mengakibatkan
degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease
sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
1. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi
oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise
Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah
latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan
dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan
wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3
menit sebelum latihan.
2. Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan
eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada
sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena
itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
3. Stress
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan
motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan Asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan
musim, seperti musim hujan, musim kemarau
2.4 PATOFISIOLOGI

Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah
spasme otot polos edama dan inflamasi memakan jalan nafas dan eksudasi
muncul intra minimal, sel-sel radang dan deris selular. Obstruksi,
menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume
ekspirasi paksa dan kecepatan aliran penutupan prematur jalan udara,
hiperinflasi paru. Bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan
frekuensi pernafasan. Walaupun jalan nafas bersifat difusi, obstruksi
menyebabkan perbedaan suatu bagian dngan bagian lain ini berakibat perfusi
bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-

gas terutama penurunan CO2 akibat hiperventilasi.

Pada respon alergi disaluran nafas antibodi COE berikatan dengan alergi
degrenakulasi sel mati, akibat degrenakulasi tersebut histomin dilepaskan.
Histomin menyebabkan konstruksi otot polos bronkiolus. Apabila respon
histamin juga merangsang pembentukan mulkus dan meningkatkan
permiabilitas kapiler maka juga akan terjadi kongesti dan pembanguan ruang
intensium paru.

Individu yang mengalami asma mungkin memerlukan respon yang sensitif


berlebihan terhadap sesuatu alergi atau sel-sel mestinya terlalu mudah
mengalami degravitasi dimanapun letak hipersensitivitas respon peradangan
tersebut. Hasil akhirnya adalah bronkapasme, pembentukan mukus edema
dan obstruksi aliran udara (Amin 2013:47)
2.5. PATHWAY

(Sumber : Amin Huda. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Nanda NIC NOC Dalam Berbagai Kasus.Yogyakarta: Mediaction.)

2.6. MENIFESTASI KLINIS

Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronkial adalah batuk dispnea
dan mengi. Selain gejala di atas ada beberapa gejala yang menyertai
diantaranya sebagai berikut (Mubarak 2016:198):

1. Takipnea dan Orthopnea


2. Gelisah
3. Nyeri abdomen karena terlibat otot abdomen dalam pernafasan.
4. Kelelahan
5. Tidak toleran terhadap aktivitas seperti makan berjalan bahkan berbicara.
6. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada
disertai pernafasan lambat.
7. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi.
8. Sionsis sekunder
9. Gerak-gerak retensi karbon dioksida, seperti berkeringat, takinardi dan
pelebaran tekanan nadi.
10. Serangan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat
hilang secara spontan

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan:
a. Kristal-kristal Charcot leyden yang merupakan degranulasi duri kristal
eosinofil.
b. Terdapatnya spiral cursehman, yakni spiral yang merupakan silinder
sel-sel cabang-cabang bronkus.
c. Terdapatnya creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil.
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi
sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat
komplikasi asma.
a. Gas analisa darah

Terdapat aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat PaCO2
maupun penurunan PH menunjukan prognosis yang buruk.
b. Kadang-kadang pada darah terdapat SGOT dan LDTI yang meninggi
c. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada
waktu serangan dan menurun pada waktu penderita bebas dari
serangan.
3. Foto Rontgen
Pada umumnya pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada
serangan asma gambaran ini menunjukan hiperinflasi paru berupa
radiolusen yang bertambah dan pelebaran rongga interkostal serta
diafragma yang menurun. (Amin 2013:49)

2.8. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan asma bronkial menurut : (Amin 2013:49)

1. Edukasi penderita
2. Menilai dan memonitor besarnya penyakit secara obyektif dengan
mengukur fungsi paru.
3. Mengurangi pengobatan jangka panjang untuk pencegahan.
4. Merencanakan pengobatan untuk serangan akut.
5. Menghindari dan mengendalikan pencetus asma bronchial

2.9. KOMPLIKASI

Komplikasi menurut (manjoer 2007:477) yang mungkin timbul adalah:

1. Phemothora : Keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang


dicurigai.
2. Phemothoran : Dikenal juga sebagai enfisema mediustrum adalah
kondisi dimana udara hadir di mediastrium
3. Bronkitis : Lapisan bagian dalam dari saluran pernafasan di paru-paru
yang masih mengalami bengkak.
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ASMA

1. PENGKAJIAN
a. Biodata klien (nama, umur, pekerjaan, pendidikan dan lain-lain)
b. Keluhan utama (pada umumnya klien mengatakan sesak napas)
c. Riwayat penyakit masa lalu (apa klien pernah mengalami penyakit
asma sebelumnya atau mempunyai riwayat alergi)
d. Riwayat penyakit keluarga (adakah keluarga klien yang memiliki
penyakit asma sebelumnya)
e. Aktivitas istirahat
 Gejala: Ketidakmampuan melakukan aktivitas, Ketidakmampuan
untuk tidur, Keletihan, kelemahan, malaise.
 Tanda : Keletihan, gelisah, insomnia, Kehilangan/kelemahan massa
otot.
f. Sirkulasi
 Gejala:Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
 Tanda :Peningkatan tekanan darah, Peningkatan frekuensi paru,
Distensi vena leher, Warna kulit/membran mukosa: normal/abu-
abu/sianosis, Pucat dapat menunjukan anemia.
g. Integritas Ego
 Gejala:Mual, muntah, Perubahan pola tidur.
 Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsangan.
h. Makanan Cairan
 Gejala:Mual, muntah, Nafsu makan burukanoreksia, Ketidakmampuan
untuk makan karena distress pernapasan.
 Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, Berkeringat, penurunan
berat badan.
i. Hygiene
 Gejala:Penurunan kemampuan, Penurunan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas
 Tanda : Kebersihan tubuh kurang, Bau badan
j. Pernapasan
 Gejala:Nafas pendek, dispenea husus saat beraktifitas, rasa dada
tertekan,ketidakkmampuan untuk bernafas, Batuk menetap dengan
produksi sputum setiap hari selama 3 bulan berturut-turut, Episode
batuk hilang timbul, Iritan pernafasan dalam jangka panjang misalnya:
merokok,debu,sabes,asap,batk,bulu-bulu, serbuk gergaji.Pengguna
oksigen pada malam hari terus menerus, Faktor keturunan dan
keluarga.
 Tanda : Pernafasan biasa capat dan lambat, Peggunaan otot Bantu
pernafasan, Kesulitan berbicara, Pucat, syanosis pada bibir dan dasar
kuku.
k. Keamanan
 Gejala:Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat factor
lingkungan, adanya berulangnya infeksi.
 Tanda : Beringat,berkemerahan.
l. Seksualitas
 Gejala:Penurunan libido

m. Intervensi Sosial
 Gejala: Ketergantungan, Gagal dukungan dari perorangan orang
terdekat, Penyakit.
 Tanda : Ketidakmampuan membuat suara atau mempertahankan suara
karena distres pernafasan, Keterbatasan mobilitas fisik, Kelainan
hubungan dengan anggota keluaga lain

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan serangan asma menetap.
2. Ansietas berhubungan dengan takut sulit bernafas disebabkan gagal nafas
yang berat.
3. INTERVENSI
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan serangan asma
menetap.
Tujuan: Mendemonstrasikan perbaikan ventilasi. Dengan kriteria hasil
: Frekuensi napas 12-24/menit, Bunyi nafas bersih, Frekuensi nadi 60-
100/menit, Tidak ada dispnea, GDA Dalam batas-batas normal.

Intervensi Keperawatan :
 Kaji status pernafasan setiap 4 jam, hasil GDA, fungsi paru dan
analisa sputum.
R/ untuk mengidentifikasi indikasi kearah kemajuan atau
penyimpangan dari hasil pasien
 Tempatkan pasien pada posisi fowlers.
R/ Posisi tegak memungkinkan ekspansi paru-paru lebih baik.
 Berikan oksigen melalui kanul nasal.
R/ Pemberian oksigen mengurangi beban kerja otot -otot pernapasan
 Berikan pengobatan yang telah ditentukan seperti
epinefrin,terbutalim,aminofilin dan kortikosteroid. Evaluasi
keektifannya.Konsul Dokter jika terjadi reaksi yang merugikan.
R/ Epinefrin dan terbutalim menghentikan reaksi alergi dan dilatasi
bronkiolus dengan meniadakan aktifitas histamine.Aminofilin
melebarkan bronkiolus dengan merangsang peningkatan produksi zat
kimia yang menghambat penyempitan otot bronchial.Kortikosteroid
membantu mengurangi peradangan lapiasan mukosa bronchial.
 Yakinkan bahwa pengobatan paru (fisioterapi paru,terapi aerosol)
diberikan sesuai dengan yang telah diterntukan.
R/ Tindakan ini membantu mengurangi sekresi bronkial.
b. Ansietas berhubungan dengan takut sulit bernafas disebabkan gagal

nafas yang berat.

Kurang pengetahuan tentang rencana pengobatan yang pemeriksaan

Tujuan: Mendemonstrasikan ansietas berkurang dengan kriteria hasil :

Ekspresi wajah terang, Pernafasan 12-24/menit, Rasa takut dan gugup

berkurang.

Intervensi Keperawatan :

 Tetap berada disamping pasien atau meminta seseorang untuk

mendampinginya sampai gawat napas berkurang. Pertahankan

pendekatan yang tenang dan percaya diri.

R/ ansiestas akan berkurang apabila pasien merasa di tangani atau tim

kesehatan yang kompeten.

 Batasi pengunjung sampai napas gawat teratasi.

R/ pengujung dapat menjadi sumber stress.

 Gunakan penjelasan yang mudah dan singkat bila memberikan

informasi contoh duduk, napas dalam dan napas lambat. Jelaskan

tentang semua tujuan pengobatan yang ditentukan. Berikan penjelasan

tentang pemeriksaan diagnostik.

R/ tingkat asiestas yang tinggi menghambat pembelajaran. Penjelasan

tentang apa yang diharapkan membantu mengontrol asiestas.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kasus kelolaan individu pada pasien Ny.S dengan asma,individu
melakukan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian dan ditemukannya
data-data yang dapat mendukung untuk menegakan 2 diagnosa yaitu pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas dan
gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak nafas. Individu dapat
membuat perencanaan sesuai kebutuhan untuk mengatasi masalah pada
Ny.S dan melaksanaan tindakan sesuai dengan perencanaan dan sesuai
SOP serta individu dapat mengevaluasi untuk mengetahui perkembangan
dan respon dari rencana asuhan keperawatan yang telah dibuat dengan
hasil pola nafas tidak efektif belum teratasi, gangguan pola tidur teratasi.

3.2.Saran
Asma dapat dicegah dengan menganjurkan pasien untuk banyak istirahat
(mengurangi aktivitas-aktivitas yang cukup berat), mengkonsumsi
makanan yang tidak menimbulkan alergi, mengurangi stres emosional,
serta menghindari polusi udara seerti asap rokok, dan lain-lain. Apabila
penyakit ini tidak dicegah maka akan menimbulkan komplikasi yang lebih
lanjut.Penyakit asma dapat ditangani dengan baik, tergantung dari motivasi
anak sendiri dan suport dari orang tua serta keluarga. Peran perawat sangat
dibutuhkan dalam memberikan penyuluhan akan penyebabnya, cara
penanggulangannya dan komplikasinya untuk menambah pengetahuan
anak serta terutama pada orang tua yang mengasuh anak.
DAFTAR PUSTAKA

Manjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1Edisi 3. Jakarta: Media


Aesculuplus.

Mubarak, W dkk. 2015. Standar Asuhan Keperawatan dan Prosedur Tetap


Dalam Praktik Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.

Amin Huda. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Nanda


NIC NOC Dalam Berbagai Kasus.Yogyakarta: Mediaction.

Newman, Porland. 2012. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC

http://blognuraziz.blogspot.co.id/2017/05/laporan-pendahuluan-asma-
bronchial.html

http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2014/01/laporan-pendahuluan-
asma.html#.WkPNOvCWbIU

http://digilib.unila.ac.id/20701/14/BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai