Oleh :
Khanty Kurniawati
NIM S20129008
3. Etiologi
DM mempunyai etiologi yang heterogen, penyebab berbagai lesi sehingga
dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik memegang
peranan penting pada mayoritas penderita DM (Agatha et al., 2015). Faktor-faktor
yang dapat menyebabkan risiko DM diantaranya:
1) Kelainan genetika, DM dapat diturunkan dari keluarganya, hal tersebut terjadi
karena penderita DM mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik
kearah terjadinya penyakit DM, wilayah genom yang mengandung gen human
leukocyte antigen (HLA), dan risiko genetik terbesar untuk DM terkait dengan
alel, genotipe, dan haplotipe dari gen HLA. HLA merupakan kumpulan gen
yang bertanggung jawab atas antigen transplatasi dan proses imun lainnya dan
merupakan wilayah gen yang terletak di kromosom 6.
2) Usia, Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis
menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Penurunan ini akan berisiko pada
penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
3) Gaya hidup stress, stres akan meningkatkan kerja metabolisme dan kebutuhan
akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas oleh sebab itu
beban yang tinggi menyebabkan pankreas mudah rusak sehingga berdampak
pada penurunan insulin.
4) Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan
berpengaruh terhadap produksi insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena
peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk
mencukupi energi sel yang terlalu banyak.
5) Pola makan yang salah, pola makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat
juga akan berperan pada ketidakstabilan kerja sel beta pankreas. Malnutrisi
dapat merusak pankreas, sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau
resistensi insulin.
6) Infeksi bakteri atau virus yang telah masuk ke pankreas akan mengakibatkan
sel-sel pankreas rusak. Kerusakan ini akan berakibat pada penurunan fungsi
pankreas (Arnold et al., 2019).
Menurut (Yulia, 2015). beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
ulkus diabetikum adalah: Trauma hal ini berhubungan dengan luka akibat jatuh/hal
lainnya, Iskemia merupakan kekurangan darah dalam jaringan sehingga jaringan
mengalami kekurangan oksigen, Infeksi dan edema, Kontrol gula darah yang tidak
bagus, Hiperglikemia yang terjadi selama berkepanjangan dan keterbatasan
perawatan kaki.
4. Manifestasi klinis ulkus diabetic
Menurut (Nasution & Siregar, 2020) tanda dan gejala ulkus diabetik dapat dilihat
berdasarkan stadium antara lain sebagai berikut:
1) Stadium I Mulai ditandai dengan adanya tanda-tanda asimptomatis atau terjadi
kesemutan
2) Stadium II Mulai ditandai dengan terjadinya klaudikasio intermitten yaitu nyeri
yang terjadi dikarenakan sirkulasi darah yang tidak lancar dan juga merupakan
tanda awal penyakit arteri perifer yaitu pembuluh darah arteri mengalami
penyempitan yang menyebabkan penyumbatan alirah darah ke tungkai
3) Stadium III Nyeri terjadi bukan hanya saat melakukan aktivtitas saja tetapi
setelah berektivitas atau beristirahat nyeri juga tetap timbul
4) Stadium IV Mulai terjadi kerusakan jaringan karena anoksia (nekrosis ulkus)
5. Patofisiologi
Awal mula terjadinya masalah kaki atau ulkus diabetikum karena terjadi
peningkatan hiperglikemia yang menyebabkan kelainan pada bagian pembuluh darah
dan neuropati. Neuropati, sensorik, motorik atau pun autonomik dapat menyebabkan
berbagai perubahan pada bagian kulit dan otot yang kemudian dapat mengakibatkan
terjadinya perubahan distribusi tekanan pada bagian telapak kaki lalu akan
mempermudah timbulnya ulkus. Adanya resiko rentan terhadap infeksi menjadikan
infeksi menjadi mudah melebar dan semakin luas. Faktor aliran darah yang tidak
cukup juga menjadikan semakin susahnya pengelolaan pada kaki diabetes
Neuropati motorik menyebabkan terjadinya atrofi otot, perubahan biomekanik,
deformitas pada kaki dan redistribusi tekanan pada kaki hal tesebut yang dapat
mengarah pada terjadinya ulkus. Neuropati sensorik mempengaruhi dan terjadi
ketidaknyamanan yang membuat trauma berulang pada kaki. Syaraf otonom yang
mengalami kerusakan menjadi penyebab penurunan keringat sehingga kulit menjadi
kering, pecah-pecah ditandai dengan adanya fisura yang mempermudah masuknya
bakteri. Kerusakan pada bagian persyarafan simpatis pada kaki membuat timbulnya
taut (shunting) arteriovenosa dan distensi vena. Kondisi itu memintas bantalan
kapiler pada bagian yang terkena dan menghambat adanya suplai oksigen dan nutrisi
sehingga dapat menggagu terjadinya suplai nutrisi oleh darah ke jaringan kaki
(Saberzadeh-Ardestani et al., 2018).
6. Klasifikasi
Klasifikasi paling banyak digunakan secara menyeluruh untuk penilaian lesi
pada ulkus kaki diabetikum. Sistem penilaian ini memiliki 6 kategori. Empat kelas
pertama (Kelas 0,1,2 dan 3) berdasarkan kedalaman pada lesi, jaringan lunak pada
kaki. Dua nilai terakhir (Kelas 4 dan 5) berdasarkan pada tingkat gangrene serta
perfusi yang sudah hilang. Kelas 4 lebih mengacu pada gangrene kaki parsial lalu
kelas 5 lebih kepada gangrene yang menyeluruh (Parkeni, 2013).
Derajat Lesi Penanganan
Grade 0 Tidak terdapat ulkus pada kaki yang berisiko Pencegahan
tinggi
Grade 1 Ulkus superfisial yang melibatkan seluruh Kontrol gula darah dan
bagian lapisan kulit tanpa menyebar ke bagian pemberian antibiotik
jaringan
Grade 2 Ulkus dalam, menyebar sampai ligament, Kontrol gula darah,
otot, tapi tidak ada keterlibatan dengan tulang debridement dan pemberian
serta pembentukan abses antibiotik
Grade 3 Ulkus dalam disertai oleh pembentukan abses Debridement, perawatan
atau selulitis sering disertai dengan luka dan amputasi kecil
osteomyelitis
Grade 4 Gangren pada satu lokasi kaki Debridement serta amputasi
luas
Grade 5 Gangren melebar hingga seluruh kaki Amputasi dibawah lutut
7. Komplikasi
Komplikasi awal pada penderita DM yang tidak terkontrol kadar gula darahnya yaitu
kondisi hiperglikemia dan hipoglikemia. Komplikasi lebih lanjut dapat menyebabkan
penyakit pembuluh koroner (jantung koroner), pembuluh darah perifer, gangrene
diabetic, neuropathic diabetic (gangguan pada pembuluh saraf), amputasi dan
katarak (Targher, Lonardo, & Byrne, 2018).
9. Penatalaksanaan
Penataksanaan ulkus diabetic menurut (Chawla, Chawla, & Jaggi, 2016).
1) Manajemen Perawatan Kaki,
2) perawatan kuku kaki,
Gunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk normal jari, tidak terlalu pendek, dekat
dengan kulit kemudian mengikir kuku agar tidak tajam untuk menghindari
hangnails. Hindari terjadinya luka pada jaringan disekitar kuku. Apabila kuku
keras sulit untuk dipotong rendam kaki dengan air hangat ± 5 menit. Memotong
kuku kaki sebaiknya dilakukan minimal seminggu 1 kali. Kuku kaki yang
menusuk daging dan terdapat kalus sebaiknya di obati oleh dokter
3) pemilihan alas kaki yang tepat,
Memakai alas kaki sepatu atau sandal untuk melindungi kemungkinan resiko
terjadinya luka tidak terkecuali di dalam rumah. Pilih sepatu dengan ukuran yang
sesuai, pastikan bagian terlebar dari kaki terpasang pada sepatu dengan aman,
nyaman (sepatu yang agak lebar) jangan menggunakan model sepatu yang tinggi
atau lancip khususnya wanita karean untuk menghindari adanya resiko cidera.
4) konsultasi dengan dokter,
Konsultasikan dengan dokter apabila terjadi luka yang membengkak dan
bernanah. Tidak adanya pemulihan setelah melakukan perawatan sendiri selama 3
hari terjadinya perubahan warna misalnya menjadi hitam dan kaki bengkak
5) senam kaki diabetik
- jari kaki mencengram
- memutar telapak kaki
- angkat tumit kaki, lalu lakukan gerakan memutar
- gerakan mengayunkan telapak kaki kedepan dan kebelakang
- angkat kedua kaki sejajar dengan paha
- angkat kedua kaki, lalu gerakan jari kaki ke arah depan dan belakang
- membuat angka 0-9
- membuat bola koran dengan gerakan kaki
- lalu buka kembali bola koran dengan gerakan kaki
- belah koran menjadi dua, lalu sisihkan satu koran
- robek koran menjadi bagian kecil menggunakan kaki
2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan Integritas Kulit (D.0129) berhubungan dengan neuropati perifer
2) Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009) berhubungan dengan hiperglikemia
3) Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis.
Inflamasi, iskemia, neoplasma)
4) Risiko Infeksi (D.0142) berhubungan dengan penyakit kronis (mis. Diabetes
Mellitus)
5) Risiko Hipovolemia (D.0034) berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif
6) Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah (D.0027) berhubungan dengan resistensi
insulin
7) Defisit Nutrisi (D.0019) berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme
8) Intoleransi Aktivitas (D.0056) berhubungan dengan kelemahan
9) Defisit Pengetahuan (D.0111) berhubungan dengan kurang terpapar informasi
10) Risiko Jatuh (D.0143) berhubungan dengan neuropati
3. Intervensi Keperawatan
5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan dari proses keperawatan, proses yang berkelanjutan untuk
menjamin kualitas dan ketepatan perawatan yang diberikan, yang dilakukan dengan
meninjau respons pasien untuk melakukan keefektifan rencana keperawatan dalam
memenuhi kebutuhan pasien. Evaluasi dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi proses setiap
selesai dilakukan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil membandingkan antara tujuan
dengan kriteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Agatha, R., & Aveonita, R. (2015). Effect of aloe vera in lowering blood glucose levels on
diabetes melitus. J Majority, 4, 104–109. Retrieved from
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/533
Arnold, S. V., Inzucchi, S. E., Echouffo-Tcheugui, J. B., Tang, F., Lam, C. S. P., Sperling, L.
S., & Kosiborod, M. (2019). Understanding contemporary use of thiazolidinediones an
analysis from the diabetes collaborative registry. Circulation: Heart Failure, 12(6), 1–5.
https://doi.org/10.1161/CIRCHEARTFAILURE.118.005855
Chawla, A., Chawla, R., & Jaggi, S. (2016). Microvasular and macrovascular complications
in diabetes mellitus: Distinct or continuum? Indian Journal of Endocrinology and
Metabolism, 20(4), 546–553. https://doi.org/10.4103/2230-8210.183480
Khorgami, Z., Shoar, S., Saber, A. A., Howard, C. A., Danaei, G., & Sclabas, G. M. (2019).
Outcomes of Bariatric Surgery Versus Medical Management for Type 2 Diabetes
Mellitus: a Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials. Obesity Surgery, 29(3),
964–974. https://doi.org/10.1007/s11695-018-3552-x
Kochar Kaur, K., Allahbadia, G., & Singh, M. (2019). Importance of Simultaneous
Treatment of Obesity and Diabetes Mellitus: A Sequelae to the Understanding of
Diabesity-A Review. Obesity Research – Open Journal, 6(1), 1–10.
https://doi.org/10.17140/oroj-6-136
Nasution, F., & Siregar, A. A. (2020). Edukasi Pencegahan Risiko Diabetes Melitus pada
Masyarakat di Pematang Bandar Simalungun. Pengabdian Harapan Ibu (JPHI), 2(2),
35–42. https://doi.org/http://doi.org/10.30644/jphi.v1i1.416
Parkeni. (2013). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta: Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.
Jakarta Selatan.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP . (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.
Jakarta Selatan.
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.
Jakarta Selatan.
Quandt, Z., Young, A., & Anderson, M. (2020). Immune checkpoint inhibitor diabetes
mellitus: a novel form of autoimmune diabetes. Clinical and Experimental Immunology,
200(2), 131–140. https://doi.org/10.1111/cei.13424
Saberzadeh-Ardestani, B., Karamzadeh, R., Basiri, M., Hajizadeh-Saffar, E., Farhadi, A.,
Shapiro, A. M. J., … Baharvand, H. (2018). Type 1 diabetes mellitus: Cellular and
molecular pathophysiology at a glance. Cell Journal, 20(3), 294–301.
https://doi.org/10.22074/cellj.2018.5513
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui CI Pontianak,............... 2022