Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN An.

A
DENGAN POST OPERASI APENDIKSITIS DI BANGSAL BOUGENVILLE RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH KOTA YOGYAKARTA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh:
Papri Atmawati
24.19.1350

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXIII


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN An. A DENGAN POST OPERASI
APENDIKSITIS DI BANGSAL BOUGENVILLE RUMAH SAKIT UMUM
KOTA YOGYAKARTA

A. DEFINISI
Apendisitis merupakan suatu kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing.
Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi.Sebagai penyakit yang
paling sering memerlukan tindakan bedah kedaruratan, apendisitis merupakan keadaan
inflamasi dan obstruksi pada apendiks vermiformis. Apendiks vermiformis yang disebut
pula umbai cacing atau lebih dikenal dengan nama usus buntu, merupakan kantung kecil
yang buntu dan melekat pada sekum. (Nurfaridah, 2015)
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering (Dermawan & rahayuningsih, 2010 dalam
Aini, 2018).

Apendisitis
B. ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi
yaitu:
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa
tersebut.
4. Bentuk :
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks
C. TANDA DAN GEJALA
Menurut Mansjoer, 2010 Tanda dan gejala apendisitis bervariasi tergantung stadiumnya:
a. Apendisitis akut (mendadak)
Gejala yang ditimbulkan, demam tinggi, mual–muntah, nyeri perut kanan bawah,
saat berjalan terasa sakit, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti
ini, bisa juga bersifat meriang atau mual–muntah saja.
b. Apendisitis Kronik
Gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maaq dimana terjadi nyeri samara
(tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Kadang
disertai dengan rasa mual, bahkan muntah, kemudian nyeri tersebut akan pindah ke
perut kanan bawah dengan tanda – tanda yang khas pada apendiks akut nyeri pada
titik penyakit Mc Burney.
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik:
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut ialah nyeri samar dan
tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus.
Keluhan ini sering disertai mual,muntahdan umumnya nafsu makan menurun.
Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney. Nyeri dirasakan lebih
tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Apendisitis akut dibagi menjadi :
a. Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa
appendiks menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di
daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise dan demam ringan
(Rukmono, 2011).
b. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding apendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Apendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen
terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri
pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh
perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum (Rukmono, 2011).
c. Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu
sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda - tanda supuratif,
apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna
ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa
terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulent (Rukmono,
2011).
d. Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat
dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang
lainnya (Rukmono, 2011).
e. Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus),
biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan
pelvikal (Rukmono, 2011).
f. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan
nekrotik (Rukmono, 2011)
2. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik.
Insiden apendisitis kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik kadang-kadang dapat
menjadi akut lagi dan disebut apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang
tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat (Rukmono, 2011).
E. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan
tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis akut.
Kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang
telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Apabila Semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut
infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang
masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2010)
F. PATWAY
G. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor keterlambatan
dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan dan
biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa,
terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan. (Mansjoer,
2010)
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70%
kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,5 C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorpho nuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan leukositosis.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut (Mansjoer, 2010) pemeriksaan diagnostik dibagi menjadi :
1. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi akan tanpak adanya pembengkakan rongga perut dan dinding perut
tempak mengencang (distensi) pada palpasi di daerah perut kanan bawah, bila
ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan kenaikan sel darah putih (leukosit)
hingga sekitar 10.000–18.000 / mm3
3. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit, namun pemeriksaan ini jarang
membantu dalam menegakkan diagnosa apendisitis. USG cukup membantu dalam
menegakkan diagnosa (71–97 %) terutama pada wanita hamil dan anak–anak.
Tingkat keakuratan yang paling tinggi dengan pemeriksaan CT. Scan (93–98 %).
4.   Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
5. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan
hati, kandung empedu, dan pankreas.
6. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
7. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan
karsinoma colon.
8. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus
atau batu ureter kanan.
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operatif.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik.
2. Operatif
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks. Penundaan appendektomi dengan
pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks
dilakukan drainase.
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke
perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa
jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam
beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang
atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya
klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
b.  Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan
klien sekarang.
c. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat. 
d.  Kebiasaan eliminasi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
b. Sirkulasi : Takikardia.
c. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
3. Aktivitas/istirahat : Malaise.
4. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
5. Abdomen
 Inspeksi: di dapat penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya
yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan
bawah terlihat pada apendikuler abses (Departemen Bedah UGM, 2010).
 Palpasi: abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding
abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari
tempat yang jauh dari lokasi nyeri.
Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah adalah:
a. Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran
kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
b. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri
lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan
secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan
dan dalam di titik Mc. Burney.
c. Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.
d. Rovsing sign (+) adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila
dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh
adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang
berlawanan.
e. Psoas sign(+) terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan
yang terjadi pada apendiks.
f. Obturator sign(+) adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal
tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium
(Departemen Bedah UGM, 2010)
 Perkusi: akan terdapat nyeri ketok
 Auskultasi: akan terdapat peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus
paralitik karena peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata
6. Demam lebih dari 38oC.
7. Data psikologis klien nampak gelisah.
8. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
9. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri
pada daerah prolitotomi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
   Post operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
3. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d
kurang informasi.
RENCANA KEPERAWATAN
POST OPERASI
N DIAGNOSA
NOC NIC
O KEPERAWATAN
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama Managemen nyeri (1400)
berhubungan 3 x 24 jam, diharapkan nyeri klien berkurang dengan
dengan agen cidera kriteria hasil: 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif yang
fisik (pembedahan) Kontrol Nyeri (1605) meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas, atau beratnya nyeri dan faktor
Pengalaman sensori N KRITERIA AWAL AKHIR pencetus.
dan emosi yang O 2. Ajarkan tehnik non farmakologi (nafas dalam, guide
tidak 1. Klien mampu 2 4 imajeri, distraksi)
menyenangkan mengontrol nyeri jarang Sering 3. Ajarkan prinsip-prinsip managemen nyeri
berkaitan dengan (tahu penyebab menunjukan menunjukan 4. Mulai dan modifikasi tindakan pengontrol nyeri
kerusakan jaringan nyeri, mampu berdasarkan respon pasien
actual atau potensial menggunakan 5. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap
atau yang tehnik kualitas hidup pasien ( misalnya, tidur, nasu makan,
digambarkan nonfarmakologi pengertian, perasaan, hubungan, peorma kerja, dan
sebagai kerusakan; untuk tanggung jawab peran)
awitan yang tiba- mengurangi 6. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab,
tiba atau lambat nyeri, mencari berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi
dengan intensitas bantuan) ketidaknyamanan akibat prosedur
ringan hingga berat, 7. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
dengan 2. Melaporkan 2 4 mempengaruhi respon pasien terhadap
berakhirnyadapat perubahan Jarang Sering ketidaknyamanan (misalnya suhu, ruangan,
diantisipasi atau terhadap gejala menunjukan menunjukan pencahayaan, suara bising)
diprediksi dan nyeri 8. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk
dengan durasi membantu penurunan nyeri
kurang dari 3 bulan 9. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
analgetik
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama Perlindungan infeksi (6550)
berhubungan 3 x 24 jam, diharapkan nyeri klien berkurang dengan
dengan prosedur kriteria hasil: 1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi
invasi (insisi post Keparahan infeksi (0703) 2. Pantau adanya perubahan tingkat energy/malaise
pembedahan) 3. Anjurkan istirahat
No KRITERIA AWAL AKHIR 4. Periksa kulit dan selaput lender untuk adanya
Rentan mengalami 1. Ketidak stabilan 2 4 kemerahan, kehangatan ekstrime, atau drainase
infasi dan suhu tubuh Cukup berat Ringan 5. Periksa kondisi setiap sayatan bedah atau luka
multiplikasi 2. Kemerahan 3 4 6. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
organisme Sedang Ringan 7. Anjurkan asupan cairan dengan tepat
patogenik yang 3. Gejala-gejala 2 3 8. Anjurkan peningkatan mobilitas dan latihan dengan
dapat mengganggu gastrointestinal Cukup berat Sedang tepat
kesehatan. 9. Pertahankan asepsis untuk pasien beresiko
10. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan
gejala infeksi
11. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai perbedaan-
perbedaan antara infeksi-infeksi virus dan bakteri
12. Kolaborasikan tim medis dalam pemberian
antibiotik
DAFTAR PUSTAKA

Aini. Dkk. 2018. Pengaruh Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri
Pasien Post Operasi Appendiktomy Di Rsud Dr. H. Soewondo Kendal di akses pada
tanggal 20 maret 2019. Program Ners. Stikes Widya Husada Semarang
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjKr6jn
wZDhAhVD6XMBHeYZAuQQFjADegQIAxAC&url=http%3A%2F
%2Fstikeswh.ac.id%3A8082%2Fjournal%2Findex.php%2Fjners%2Farticle
%2Fdownload%2F175%2F166&usg=AOvVaw3hXoc0O3FqvSJg_PTJnEQs

Ardiyansyah M. (2012). Buku Keperawatan Medikal Bedah untuk Mahasiswa. Yogyakarta: Diva
pres.

Bulecheck, G., Butcher, H., Dochterman, J. and Wagner, C. (eds.) (2018). Nursing Intervention
Classification (NIC)., Sixth. In Mosby, Elsevier

http://digilib.unila.ac.id/20879/15/BAB%20II.pdf di akses pada tanggal 20 Maret 2019

Moorhead, S., Johnson, M., L.Maas, M. and Swanson, E. (eds.) (2018). Nursing Outcomes
Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes., Fifth.In St.Louis Missouri,
Mosby Elsevier

Nanda. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018-2020 Edisi 11 editor T
Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta:EGC.
Nurfaridah, V. (2015). E- Journal (E. Kep) Vol. 7 No. 2 : Penurunan Tingkatan Nyeri Post
Operasi Appendistis dengan Teknik distraksi Nafas Ritmik. Di akses pada tanggal 13
Maret 2019 https://stikesmuhla.ac.id/wp-content/uploads/68-74-Virgianti-Nur-
Faridah.pdf

Anda mungkin juga menyukai