Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu organ terpenting dalam manusia yang digunakan bagi

makhluk hidup sebagai penyimpan makanan yaitu lambung. Yang mana fungsi

lambung bagi tubuh yang paling utama adalah sebagai menerima makanan dan

bekerja sebagai penampung untuk jangka waktu pendek, semua makanan

dicairkan dan dicampurkan dengan asam hidroklorida dan dengan cara ini

disiapkan untuk dicerna oleh usus (Putri, 2017). Selama kadar asam lambung

dalam tubuh sesuai kadar normal tidak akan menyebabkan suatu gangguan atau

penyakit, tetapi jika kadar asam lambung dalam tubuh berlebih akan

menyebabkan nyeri perut/ gastritis. Gastritis merupakan peradangan pada

lambung dan merupakan gangguan yang sering terjadi dengan karakteristik

adanya anoreksia, rasa penuh dan tidak enak pada epigastrium, mual dan

muntah (Putri, 2017).

Menurut World Health Organization(WHO) pada tahun 2012 tinjauan

terhadap beberapa Negara di dunia dan mendapatkan hasil presentase dari

angka kejadian gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22%, China 31%, Jepang

14,5%, Kanada 35%, dan Prancis 29,5%. Di dunia, kasus gastritis sekitar 1,8-

2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Insiden terjadinya gastritis di Asia

Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya gastritis

biasanya dianggap sebagai suatu hal yang remeh namun gastritis merupakan

awal dari sebuah penyakit yang dapat menyusahkan kita (Putri, 2017).

1
Kejadian gastritis di Indonesia cukup tinggi hasil penelitian dan

pengamatan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI angka kejadian

gastritis dibeberapa kota di Indonesia ada yang tinggi mencapai 91,6 % yaitu

kota Medan, lalu dibeberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%, Riau 46%,

Jakarta 50%, Bandung 32,5%, Palembang 35,35%, Aceh 31,7%, dan Pontianak

31,2% (Alini, 2015).

Data dari survey yang dilakukanoleh Dinas Kesehatan Provinsi Kota

Palu didapatkan jumlah penderita gastritis dari tahun 2015 sebanyak pria

47.644 orang dan wanita 70.108 orang. Di tahun 2016 sebanyak pria 46.042

orang dan wanita 70.216 orang yang mencakup wilayah Kota Palu dan

sekitarnya.Bila dilihat secara garis besar gastritis di Kota Palu selalu

menduduki peringkat ke 2 selama 3 tahun ini (Dinkes Provinsi Sulawesi

Tengah).

Berdasarkan data dariDinas Kesehatan Kota Palu tahun 2016 menurut

urutan besar penyakit rawat inap Rumah Sakit Kota Palu, gastritis menempati

urutan ke-7 dengan jumlah penderita sebesar 1,734 orang (Dinas Kesehatan

Kota Palu, 2016).

Pengambilan data di rekam medik Rumah Sakit Umum Anutapura Palu,

kasus gastritis tahun 2016 sebanyak 346 jiwayang terbagi atas laiki-laki

sebanyak 103 jiwa dan perempuan sebanyak 243 jiwa, pada tahun 2017 jumlah

pasien gastritis mengalami peningkatan yaitu sebanyak 690 jiwa, yang terdiri

dari laki-laki 210 jiwa dan perempuan 480 jiwa.Hal ini menunjukan bahwa dari
tahun 2016 sampai dari tahun 2017 mengalami peningkatan (Rekam Medik

Rumah Sakit Anutapura Palu, 2016).

Gastritis disebabkan oleh infeksi kuman Helicobacter pylori dan pada

awal infeksi mukosa lambung menunjukan respons inflamasi akut dan jika

diabaikan akan menjadi kronik (Wijaya, 2013). Gastritis akut berasal dari

makan terlalu banyak atau terlalu cepat, makan-makanan yang terlalu

berbumbu atau yang mengandung mikroorganisme penyebab penyakit, iritasi

bahan semacam alkohol, aspirin, NSAID, lisol, serta bahan korosif, refluks

empedu atau cairan pankreas. Gastritis kronik yaitu inflamasi lambung yang

lama dapat disebabkan oleh ulkus beningna atau maligna dari lambung, atau

oleh bakteri Helicobacter pylori (H. pylori).

Nyeri merupakan respon subyektif dimana seseorang memperlihatkan

tidak nyaman secara verbal maupun non verbal atau keduanya, akut maupun

kronis (Dewi, 2009).Respon seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh emosi,

tingkat kesadaran, latar belakang budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri

dan pengertian nyeri.Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk

beristirahat, konsentrasi dan kegiatan yang biasa dilakukan (Dewi, 2009).

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan (Judha, 2012).Atau dapat

dikatakan bahwa nyeri adalah suatu rasa tidak nyaman atau tidak mengenakan

(Judha, 2012).Setiap orang yang mendapatkannya menginginkan rasa nyeri

yang mereka rasakan berkurang bahkan hilang, sehingga mereka bisa

merasakan nyaman dan dapat melakukan aktivitas dengan normal.Oleh karena


itu tujuan yang diinginkan dari asuhan keperawatan klien dengan gangguan

rasa nyaman nyeri adalah klien merasa nyerinya berkurang atau hilang.Teknik

relaksasi nafas dalam merupakan metode yang efektif untuk menghilangkan

rasa nyeri terutama pada klien yang mengalami nyeri yang sifatnya kronis

(Dewi, 2009).

Metode penanganan nyeri mencakup terapi farmakologis dan terapi non

farmakologis.Tehnik relaksasi nafas dalam adalah sebuah tekhnik yang telah

lama diperkenalkan untuk mengatasi nyeri terutama pada klien yang

mengalami nyeri kronis (Dewi, 2009).Berbagai tehnik relaksasi dapat dipakai

untuk menciptakan ketenangan dan mengurangi tekanan supaya klien merasa

nyaman dan menghilangkan nyeri terutama pada klien yang mengalami nyeri

yang sifatnya kronis.

Pernapasan diafragma dapat merelaksasikan otot, meningkatkan kadar

oksigen, dan menciptakan perasaan terbebas dari ketegangan. Teknik ini lebih

efektif ketika pasien berbaring atau duduk dengan nyaman, tetap berada

dilingkungan yang tenang, dan menjaga kelopak mata tetap tertutup.Menarik

dan mengembuskan napas secara perlahan dan teratur juga membantu. Dengan

relaksasi nafas dalam diharapkan ventilasi paru bertambah baik, tubuh kaya

akan oksigen, maka diharapkan metabolisme dapat berjalan baik dan otak akan

relaksasi, sehingga impuls nyeri yang diterima akan diolah dengan baik dan

diinterprestasikan sehingga nyeri berkurang atau hilang (Judha, 2012).

Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 melakukan wawancara

untuk menghitung proporsi gastritis pada usia 20 tahun keatas, didefinisikan


sebagai gastritis jika pernah didiagnosa penderita nyeri perut mual muntah oleh

dokter atau belum pernah didiagnosa menderita nyeri perut mual muntah oleh

dokter tetapi dalam satu bulan terakhir mengalami gejala mual muntah nyeri

perut dalam jumlah yang banyak (Putri, 2017).

Berdasarkan uraian diatas menunjukan bahwa tindakan teknik relaksasi

nafas dalam dapat mengurangi nyeri pada pasien gastritis serta banyaknya

kasus pasien gastritis di Rumah Sakit Anutapura Palu.

Hasil studi pendahuluan selama peneliti melakukan praktek belajar

Keperawatan Medikal Bedah diruangan rajawali bawah RSU Anutapura Palu,

perawat jarang melakukan tindakan teknik relaksasi nafas dalam pada pasien

gastritis.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang penerapan tindakan teknik relaksasi nafas dalam untuk

mengurangi nyeri pada asuhan keperawatan pasien gastritis di Rumah Sakit

Umum Anutapura Palu.

B. Batasan Masalah

Pada studi kasus ini “Penerapan Tindakan Teknik Relaksasi Nafas

Dalam Untuk Mengurangi Nyeri Pada Asuhan Keperawatan Pasien Gastritis Di

Ruangan Rajawali Bawah RSU Anutapura Palu”.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimanakah Penerapan

Tindakan Keperawatan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Untuk Mengurangi


Nyeri Pada Asuhan Keperawatan Pasien Gastritis Di Ruangan Rajawali Bawah

RSU Anutapura Palu?

D. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari studi kasus ini yaitu melaksanakan Penerapan

Tindakan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Untuk Mengurangi Nyeri Pada

Asuhan Keperawatan Pasien Gastritis Di Ruangan Rajawali Bawah RSU

Anutapura Palu.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu :

a. Melaksanakan pengkajian tentang penyakit gastritis di ruangan

rajawali bawah RSU Anutapura Palu

b. Malaksanakan Diagnosa keperawatan tentang penyakit gastritis di

ruangan rajawali bawah RSU Anutapura Palu

c. Melaksanakan Perencanaan keperawatan tentang penyakit gastritis di

ruangan rajawali bawah RSU Anutapura Palu

d. Melaksanakan implementasi pelaksanaan tindakan tentang penyakit

gastritis di ruangan rajawali bawah RSU Anutapura Palu

e. Melaksanakan Evaluasi tentang penyakit gastritis di ruangan rajawali

bawah RSU Anutapura Palu


E. Manfaat Studi Kasus

1. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat diaplikasikan bagi semua perawat dan

tenaga kesehatan dalam upaya penerapan tindakan teknik relaksasi nafas

dalam untuk mengurangi nyeri pada pasien gastritis khususnya di RSU

Anutapura Palu.

2. Bagi Poltekkes Kemenkes Palu

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dengan hasil

penelitian yang dilaksanakan sebagai tambahan referensi pada

perpustakaan Poltekkes Palu Jurusan Keperawatan Progam Studi DIII

Keperawatan Palu.

3. Bagi Peneliti

Memperoleh pengalaman dan mengimplementasikan prosedur

tindakan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri pada asuhan

keperawatan pasien gastritis.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Gastritis

1. Pengertian Gastritis

Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau pendarahan

mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, atau lokal.Dua jenis

gastritis yang sering terjadi adalah gastritis superficial akut dan gastritis

atrofik kronis (LeMone, 2015).

Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang dapat

bersifat akut, kronik, atau lokal.Menurut penelitian, sebagian besar

gastritis disebabkan oleh infeksi bakterial mukosa lambung yang

kronis.Selain itu beberapa bahan yang sering dimakan dapat menyebabkan

rusaknya sawar mukosa pelindung lambung (Wijaya, 2013).

Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung. Gastritis akut

berlangsung selama beberapa jam sampai beberapa hari dan sering kali

disebabkan oleh diet yang tidak bijaksana (memakan makanan yang

mengiritasi dan sangat berbumbu atau makanan yang terinfeksi). Penyebab

lain mencakup penggunaan aspirin secara berlebihan dan penggunaan obat

antiinflamasi nonsteroid (NSAID) lain, asupan alkohol yang berlebihan,

refluks empedu, dan terapi radiasi. Bentuk gastritis akut yang lebih berat

disebabkan oleh asam atau alkali yang kuat, yang dapat menyebabkan

gangrene atau perfusi pada mukosa lambung.Gastritis dapat juga menjadi

tanda pertama infeksi sistemik akut (Brunner & Suddarth, 2013).


8
Gastritis kronis adalah inflamasi lambung yang berkepanjangan

yang mungkin disebabkan oleh ulkus lambung jinak atau ganas atau

disebabkan oleh bakteria seperti Helicobacter pylori. Gastritis kronis dapat

disebabkan oleh penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa, faktor diet

seperti kafein, penggunaan obat seperti NSAID atau bifosfonat (misalnya,

alendronat (fosamax),risedronat (actonel), ibandronat (binival), alkohol,

merokok, atau refluks sekresi pankreas dan empedu ke dalam lambung

dalam waktu lama). Uleserasi superfisial dapat terjadi dan dapat memicu

perdarahan/hemoragi(Brunner & Suddarth, 2013).

2. Etiologi

Lapisan lambung menahan iritasi dan biasanya tahan terhadap

asam yang kuat. Tetapi lapisan lambung dapat mengalami iritasi dan

peradangan karena beberapa penyebab : (Wijaya, 2013)

a. Gastritis bakterialis biasanya merupakan akibat dari infeksi oleh

Helicobacter pylori (bakteri yang tumbuh di dalam sel penghasil lendir

di lapisan lambung). Tidak ada bakteri lainnya yang dalam keadaan

normal tumbuh di dalam lambung yang bersifat asam, tetapi jika

lambung tidak menghasilkan asam, berbagai bakteri bisa tumbuh di

lambung. Bakteri ini bisa menyebabkan gastritis menetap atau gastritis

sementara.

b. Gastritis karena stres akut, merupakan jenis gastritis yang paling berat,

yang disebabkan oleh penyakit berat atau trauma (cedera) yang terjadi

secara tiba-tiba. Cederanya sendiri mungkin tidak mengenai lambung


seperti yang terjadi pada luka bakar yang luas atau cedera yang

menyebabkan perdarahan hebat.

c. Gastritis erosif kronis bisa merupakan akibat dari : bahan-bahan seperti

obat-obatan, terutama aspirin dan obat anti peradangan non-steroid

lainnya, penyakit Crohn, infeksi virus dan bakteri. Gastritis ini terjadi

secara perlahan pada orang-orang yang sehat, bisa disertai dengan

perdarahan atau pembentukan ulkus (borok, luka terbuka), paling

sering terjadi pada alkoholik.

d. Gastritis karena virus atau jamur bisa terjadi pada penderita penyakit

menahun atau penderita yang mengalami gangguan sistem kekebalan.

e. Gastritis eosinofilik bisa terjadi sebagai akibat dari reaksi alergi

terhadap infestasi cacing gelang. Eosinofil (sel darah putih) terkumpul

di dinding lambung.

f. Gastritis atrofik terjadi jika antibodi menyerang lapisan lambung,

sehingga lapisan lambung menjadi sangat tipis dan kehilangan

sebagian atau seluruh selnya yang menghasilkan asam dan enzim.

Keadaan ini biasanya terjadi pada usia lanjut gastritis ini juga

cenderung terjadi pada orang-orang yang sebagian lambungnya telah

diangkat (menjalani pembedahan gastrektomi persial). Gastritis atrofik

bisa menyebabkan anemia pernisiosa karena mempengaruhi

penyerapan vitamin B12 dari makanan.

g. Penyakit meniere merupakan jenis gastritis yang penyebabnya tidak

diketahui. Dinding lambung menjadi tebal, lipatan melebar,


kelenjarnya membesar dan memiliki kista yang terisi cairan. Sekitar

10% penderita penyakit ini menderita kanker lambung.

h. Gastritis sel plasma merupakan gastritis yang penyebabnya tidak

diketahui. Sel plasma (salah satu jenis sel darah putih) terkumpul di

dalam dinding lambung dan organ lainnya. Gastritis juga bisa terjadi

jika seseorang menelan bahan korosif atau menerima terapi penyinaran

dengan dosis yang berlebihan.

3. Manifestasi klinis

a. Gastritis akut

Pasien gastritis akut dapat memiliki gejala ringan seperti

anoreksia (hilang nafsu makan), atau nyeri epigastrium ringan yang

dapat diredakan dengan sendawa atau defekasi.Manifestasi yang lebih

berat meliputi nyeri abdomen, mual, dan muntah.Perdarahan lambung

dapat terjadi, disertai hematemesis atau melena (feses gelap seperti tar

yang mengandung darah).Gastritis erosif biasanya tidak berhubungan

dengan nyeri.Gejala awal sering kali berupa perdarahan lambung tanpa

nyeri yang muncul lebih dari 2 hari setelah stresor awal.Perdarahan

biasanya minimal, tetapi dapat bersifat masif.Gastritis korosif dapat

menyebabkan perdarahan hebat, tanda syok, dan abdomen akut (nyeri

hebat dan abdomen yang keras seperti papan) jika terjadi perforasi

(LeMone, 2015).
b. Gastritis kronis

Gastritis kronis sering kali bersifat asimtomatik sampai atrofi

secara signifikan memengaruhi pengosongan lambung dan digesti.

Pasien dapat mengeluh distres lambung yang samar, rasa penuh pada

epigastrium setelah makan, atau gejala seperti ulkus. Gejala-gejala

tersebut biasanya tidak mereda dengan antasid. Selain itu, pasien dapat

mengalami keletihan dan gejala anemia lain. Jika faktor intrinsic

berkurang, parestesia dan manifestasi neurologik lain dari defisiensi

vitamin B12 dapat terjadi (LeMone, 2015).

4. Patofisiologi

a. Gastritis akut

Gastritis akut dicirikan dengan kerusakan sawar mukosa oleh

iritan lokal.Kerusakan ini memungkinkan asam hidroklat dan pepsin

mengalami kontak dengan jaringan lambung, yang menyebabkan

iritasi, inflamasi, dan erosi superficial.Mukosa lambung dengan cepat

beregenerasi untuk memulihkan kondisi mukosa sehingga gastritis

akut mereda sendiri, dengan penyembuhan yang biasanya muncul

dalam beberapa hari.

Minum aspirin atau agens NSAID, kortikosteroid, alkohol, dan

kafein biasanya dikaitkan dengan terjadinya gastritis akut. Ingesti

alkali korosif tak sengaja atau yang disengaja (seperti amonia, lye

(larutan alkali/air sabun), Lysol, dan agens pembersih lain) atau asam

yang menyebabkan peradangan berat dan kemungkinan nekrosis


lambung. Perforasi lambung, hemoragi, dan peritonitis dapat

terjadi.Penyebab iatrogenic dari gastritis akut meliputi terapi radiasi

dan pemberian agens kemoterapeutik lain (LeMone, 2015).

b. Gastritis erosif

Bentuk parah dari gastritis akut, gastritis erosif (yang diinduksi

oleh stres) terjadi sebagai komplikasi dari kondisi yang mengancam

hidup seperti syok, trauma berat, pembedahan mayor, sepsis, luka

bakar, atau cedera kepala.Jika erosi ini terjadi setelah mengalami luka

bakar, erosi ini disebut dengan ulkus curling (yang ditemukan oleh

Thomas Curling seorang dokter Inggris pada tahun 1842).Jika ulkus

stres terjadi setelah mengalami cedera kepala atau pembedahan SSP,

ulkus ini disebut ulkus Cushing (yang ditemukan oleh Harvey

Cushing, seorang dokter bedah AS).

Mekanisme utama yang mengarah pada gastritis erosif muncul

dalam bentuk iskemia mukosa lambung yang diakibatkan oleh

vasokontriksi simpatis, dan cedera jaringan karena asam lambung.

Akibatnya, erosi superficial multiple dari mukosa lambung pun

muncul. Dengan mempertahankan pH lambung lebih dari 3,5 dan

menghambat sekresi asam lambung melalui terapi, gastritis erosif

dapat dicegah (LeMone, 2015).

c. Gastritis kronis

Tidak terkait dengan gastritis akut, gastritis kronis adalah

penyakit progresif yang diawali dengan peradangan superfisial dan


secara bertahap menyebabkan atrofi jaringan lambung.Karakteristik

tahap awal adalah adanya perubahan superfisial pada mukosa lambung

dan penurunan mukus.Seiring perkembangan penyakit, kelenjar

mukosa lambung terganggu dan rusak. Proses peradangan melibatkan

bagian dalam mukosa yang tipis dan mengalami atrofi. Terdapat

beberapa jenis gastritis kronis.Gastritis H. pylori dan gastritis autoimun

merupakan jenis yang paling lazim terjadi.

Gastritis H. pylori merupakan bentuk gastritis kronis yang

paling lazim terjadi. Insiden-nya meningkat sesuai usia, dan signifikan

lebih tinggi terjadi di Negara berkembang dibandingkan Negara

industri. Gastritis ini disebabkan oleh infeksi kronis H. pylori, suatu

bakteri gram negatif berbentuk spiral terhadap mukosa lambung.

Infeksi H. pylori menyebabkan peradangan mukosa lambung yang

disertai inflamasi oleh neutrofil dan limfosit.Lapisan terluar dari

mukosa lambung menipis dan mengalami atrofi, sehingga sawar tidak

efektif dalam melindungi mukosa dari substansi autodigestif asam

hidroklorat dan pepsin (LeMone, 2015).


5. Pathway

Adanya gangguan pada


Mukosa sebagai barrier

merangsang pengeluaran Peningkatan asam lambung


zat bradikinin, histamin
dan serotin terjadi iritasi pada mukosa
lambung
rangsangan dihantar ke
hipotalamus merangsang medulla
vomiting centre
Nyeri Gangguan
dipersepsikan Anoreksia/munt keseimbangan
ah cairan dan
elektrolit
(Firwan, 2016) Gambar 2.1
6. Komplikasi

a. Perdarahan saluran cerna.

b. Ulkus.

c. Perforasi (jarang terjadi).

7. Pemeriksaan penunjang

a. Endoskopi.

b. Hispatologi biopsy.

c. Radiologis dan zat kontras.

d. Analisis cairan lambung.

8. Penatalaksanaan

a. Gastritis superfisial akut biasanya mereda bila agen-agen penyebab

dapat dihilangkan.
b. Penatalaksanaan medik yang diberikan :

1) Obat anti mual/muntah.

2) Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit IV jika masih muntah.

3) Penghambat H2 (ranitidine).

4) Antacid.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Gastritis

1. Pengkajian

a. Riwayat kesehatan

1) Gejala nyeri ulu hati.

2) Tidak dapat makan.

3) Mual/muntah.

4) Kapan gejala dirasakan : sebelum/sesudah makan, setelah

mencerna makanan pedas atau mengiritasi lambung, atau setelah

mencerna obat tertentu atau alkohol.

5) Apakah gejala berhubungan dengan ansietas, stress, alergi, makan

atau minum terlalu banyak, atau makan terlalu cepat.

6) Bagaimana gejala hilang.

7) Apakah ada riwayat penyakit lambung sebelumnya atau menjalani

pembedahan lambung.

8) Pola makan dan riwayat diet.

9) Identifikasi lamanya gejala, kapan hilang atau berkurang, dengan

metode apa pasien mengatasi keluhan, efek gejala terhadap pasien.


b. Pemeriksaan fisik

1) Nyeri tekan abdomen.

2) Dehidrasi (perub turgor kulit, membran mukosa kering).

3) Gangguan sistemik yang dapat diketahui menjadi penyebab

gastritis.

2. Diagnosa keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik

b. Ansietas berhubungan dengan pengobatan.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake nutrisi yang tidak adekuat.

d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan

tidak cukup dan kehilangan berlebihan karena muntah.

3. Intervensi keperawatan

a. Menghilangkan/mengurangi nyeri

1) Jelaskan pada pasien untuk menghindari makanan/ minuman yang

dapat mengiritasi lambung.

2) Kaji tingkat nyeri dan kenyamanan.

3) Ajarkan tehnik relaksasi seperti nafas dalam.

4) Kolaborasi dalam pemberian analgetik.

b. Mengurangi ansietas

1) Libatkan keluarga dalam persiapan pemeriksaan.

2) Siapkan pasien untuk pemeriksaan diagnostic (endoskopi).

3) Lakukan pendekatan dengan komunikasi terapeutik.


4) Berikan informasi tentang prosedur yang akan dijalani pasien

sesuai tingkat pemahaman pasien.

c. Meningkatkan nutrisi

1) Berikan dukungan fisik dan emosi pada pasien terutama pada

pasien gastritis akut dalam menghadapi perasaan mual, muntah,

nyeri ulu hati dan kelelahan.

2) Hentikan intake makanan melalui mulut selama beberapa jam atau

beberapa hari sampai gejala berkurang.

3) Pantau terapi IV jika dilakukan.

4) Bila gejala berkurang, berikan es batu diikuti dengan cairan jernih.

5) Berikan makanan padat sesegera mungkin melalui oral.

6) Minimalkan pemenuhan kebutuhan ml terapi IV.

7) Minimalkan iritasi pada mukosa lambung.

8) Laporkan segera apabila gejala muncul setelah pemberian

makanan.

9) Jelaskan pada pasien hal-hal yang harus dihindari seperti kafein,

alkohol, merokok.

d. Meningkatkan keseimbangan cairan

1) Pantau masukan dan haluaran urin setiap hari.

2) Berikan terapi IV sesuai program terapi bila makanan dan

minuman ditunda.

3) Awasi adanya indikasi gastritis hemorragie seperti hematemesis,

takikardia, dan hipotensi.


4) Monitor TTV.

5) Lakukan penatalaksanaan perdarahan dengan kolaborasi. (Bruner

&Suddarth, 2013)

C. Tinjauan Tentang Nyeri

1. Pengertian Nyeri

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan

bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang

dalam hal skala atau tingkatnya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat

menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat,

2014).

Berikut adalah pendapat beberapa ahli mengenai pengertian nyeri.

a. Mc. Coffery mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang

memengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika

orang tersebut pernah mengalaminya.

b. Wolf Weifsel Feurst mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu

perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa

menimbulkan ketegangan

c. Arthur C. Curton mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu

mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang

dirusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk

menghilangkan rangsangan nyeri.

d. Scrumum, mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak

menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut


saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis dan

emosional.

2. Fisiologi nyeri

Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya

rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan

ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak

memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada

visera, persendian,dinding arteri, hati,dan kandung empedu.reseptor nyeri

dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi atau rangsangan.

Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamin, bradikinin,

prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepas apabila terdapat

kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain

dapat berupa termal, listrik, atau mekanis.

Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut

ditransmisikan berupa impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang belakang

oleh dua jenis serabut yang bermielin rapat atau serabut A (delta) dan

serabut lamban (serabut C). Impuls-impuls yang ditransmisikan oleh

serabut delta A mempunyai sifat inhibitor yang ditransmisikan ke serabut

C. Serabut-serabut aferen masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal

root) serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal hornterdiri atas beberapa

lapisan atau lamina yang saling bertautan.Di antara lapisan dua dan tiga

terbentuk substantia gelatinosayang merupakan saluran utama impuls.

Kemudian, impuls nyeri menyeberangi sumsum tulang belakang pada


interneuron dan bersambung ke jalur spinal asendens yang paling utama,

yaitu jalur spinothalamic tract (STT) atau jalur spinotalamus dan

spinoreticular tract (SRT) yang membawa informasi tentang sifat dan

lokasi nyeri. Dari proses transimisi terdapat dua jalur mekanisme

terjadinya nyeri, yaitu jalur opiate dan jalur nonopiate. Jalur opiate

ditandai oleh pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas jalur spinal

desendens dari talamus yang melalui otak tengah dan medula ke tanduk

dorsal dari sumsum tulang belakang yang berkonduksi dengan

nociceptorimpuls supresif. Serotonin merupakan neurotransmitter dalam

impuls supresif.Sistem supresif lebih mengaktifkan stimulasi nociceptor

yang ditransmisikan oleh serabut A. Jalur nonopiate merupakan jalur

desenden yang tidak memberikan respons terhadap naloxone yang

berkurang banyak diketahui mekanismenya (Hidayat, 2014).

3. Klasifikasi nyeri

a. Nyeri akut

Nyeri akut berlangsung tiba-tiba dan umumnya berhubungan

dengan adanya suatu trauma atau cedera spesifik.Nyeri akut

mengindikasikan adanya suatu kerusakan atau cedera yang baru saja

terjadi.

Sensasi dari suatu nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan

adanya proses penyembuhan. Nyeri akut memiliki tujuan untuk

memperingatkan adanya suatu cedera atau masalah.Nyeri akut

umumnya berlangsung kurang dari enam bulan.


Hal ini menarik perhatian perawat pada kenyataan bahwa nyeri

ini benar-benar terjadi dan mengajarkan kepada perawat untuk

menghindari situasi serupa yang secara potensial akan menimbulkan

sensasi nyeri pada klien (Muttaqin, 2011).

b. Nyeri kronis

Nyeri kronis merupakan suatu keadaan yang berlangsung secara

konstan atau intermitan dan menetap sepanjang suatu periode

waktu.Nyeri ini berlangsung diluar waktu penyembuhan yang

diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau

cedera spesifik.

Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan (onset) yang

ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya

nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang

diarahkan pada penyebabnya.Meski nyeri akut dapat menjadi sinyal

yang sangat penting tentang sesuatu yang tidak berjalan sebagaimana

mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya.

Nyeri kronis adalah suatu keadaan ketidaknyamanan yang

dialami individu yang berlangsung selama enam bulan atau lebih.Suatu

periode nyeri yang dapat mempunyai karateristik nyeri kronis sebelum

enam bulan telah berlalu, atau beberapa jenis nyeri dapat tetap bersifat

akut secara primer selama lebih dari enam bulan (Muttaqin, 2011).
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri antara lain

(Judha, 2012).

a. Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,

khususnya pada anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang

ditemukan diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana

anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri.

b. Jenis kelamin

Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara makna

dalam respon terhadap nyeri.Diragukan apakah hanya jenis kelamin

saja yang merupakan suatu faktor dalam mengekspresikan nyeri.

Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi subjek penelitian yang

melibatkan pria dan wanita, akan tetapi toleransi terhadap nyeri

dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik

pada setiap individu tanpa memperhatikan jenis kelamin.

c. Kebudayaan

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu

mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa

yang diterima oleh kebudayaan mereka. Sosialisasi budaya

menentukan perilaku psikologis seseorang. Dengan demikian, hal ini


dapat mempengaruhi pengeluaran fisiologis opiate dan endogen dan

sehingga terjadilah persepsi nyeri.

d. Makna nyeri

Pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap

nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya

individu tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara

berbeda-beda apabila nyeri tersebut memberikan kesan ancaman, suatu

kehilangan, hukuman dan tantangan. Misalnya seorng wanita yang

melahirkan akan mempersepsikan nyeri, akibat cedera karena pukulan

pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan nyeri klien

berhubungan dengan makna nyeri.

e. Perhatian

Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang

meningkat sedangkan upaya pengalihan dihubungkan dengan respon

nyeri yang menurun. Dengan memfokuskan perhatian dan kosentrasi

klien pada stimulus yang lain, maka perawat menempatkan nyeri pada

kesadaran yang perifer. Biasanya hal ini menyebabkan toleransi nyeri

individu meningkat, khususnya terhadap nyeri yang berlangsung hanya

selama waktu pengalihan.

f. Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks.Ansietas

seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat

menimbulkan suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan otonom adalah


sama dalam nyeri dan ansietas. Bukti bahwa stimulus nyeri

mengaktifkan bagian sistim limbik dapat memproses reaksi emosi

seseorang, khususnya ansietas.Sistem limbik dapat memproses reaksi

emosi seseorang terhadap nyeri, yakni memperburuk atau

menghilangkan nyeri.

g. Keletihan

Keletihan meningkatkan persepsi nyeri, rasa kelelahan

menyebabkan sensasi sensori nyeri semakin intensif dan menurunkan

kemampuan koping.Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap

individu yang menderita penyakit dalam jangka lama. Apabila

keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri terasa lebih berat

dan jika mengalami suatu proses periode tidur yang baik maka nyeri

berkurang.

h. Pengalaman sebelumnya

Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa

individu akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang

akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami

serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh maka rasa takut akan

muncul, dan juga sebaliknya. Akibatnya klien akan lebih siap

melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan

nyeri.

i. Gaya koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang

membuat merasa kesepian, gaya koping mempengaruhi mengatasi

nyeri.

j. Dukungan keluarga dan sosial

Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri adalah

kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka

terhadap klien. Walaupun nyeri dirasakan, kehadiran orang yang

bermakana bagi pasien akan meminimalkan kesepian dan ketakutan.

Apabila tidak ada keluarga atau teman, seringkali pengalaman nyeri

membuat klien semakin tertekan, sebaliknya tersedianya seseorang

yang member dukungan sangatlah berguna karena akan membuat

seseorang merasa nyaman. Kehadiran orang tua sangat penting bagai

anak-anak yang mengalami nyeri.

D. Tehnik Relaksasi

1. Pengertian

Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan

fisik dari ketegangan dan stress sehingga dapat meningkatkan toleransi.

Teknik relaksasi yang sederhana terdiri dari nafas abdomen dengan

frekuensi lambat berirama.Pasien dapat memejamkan matanya dan

bernafas dengan perlahan dan nyaman.Irama yang konstan dapat

dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap

inhalasi dan ekhalasi. Pada saat perawat mengajarkan ini, akan sangat

membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien pada awalnya.


Napas yang lambat, berirama juga dapat digunakan sebagai teknik

distraksi.Hampir semua orang dengan nyeri kronis mendapat manfaat dari

metode-metode relaksasi.Periode relaksasi yang teratur dapat membantu

untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri

kronis dan yang meningkatkan nyeri.

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan

keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien

bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi

secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan,

selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam

juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigen darah.

Menurut Brunner dan Suddart (2002), relaksasi nafas dalam adalah

pernapasan abdomen dengan frekuensi lambat atau perlahan, berirama,

dan nyaman yang dilakukan dengan memejamkan mata.

Relaksasi merupakan metode yang efektif untuk mengurangi nyeri

pada klien yang mengalami nyeri kronis.Latihan pernapasan dan teknik

relaksasi menurunkan konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi

jantung, dan ketegangan otot, yang menghentikan siklus nyeri, ansietas

dan ketegangan otot.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa relaksasi

merupakan metode efektif untuk menurunkan nyeri yang merupakan

pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan dengan

mekanisme yang menghentikan siklus nyeri.


2. Tujuan

Tujuan teknik relaksasi nafas dalam adalah meningkatkan ventilasi

alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru,

meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stress baik stress fisik maupun

emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan.

3. Pengaruh relaksasi nafas dalam

a. Menurunkan nadi, tekanan darah, dan pernapasan

b. Penurunan konsumsi oksigen

c. Penurunan ketegangan otot

d. Penurunan kecepatan metabolisme

e. Peningkatan kesadaran global

f. Kurang perhatian terhadap stimulus lingkungan

g. Tidak ada perubahan posisi yang vounter

h. Perasaan damai dan sejahtera

i. Periode kewaspadaan yang santai, terjaga, dan dalam

Menurut Andarmoyo (2013) penting bagi perawat untuk memberikan

posisi yang nyaman dalam pelaksanaan relaksasi ini. Posisi yang tidak

nyaman akan membuat pasien tidak focus pada tindakan dan membuat

pasien menjadi kelelahan. Relaksasi dapat dilakukan dengan posisi duduk

maupun berbaring, yaitu dengan cara :

a. Duduk

1) Duduk dengan seluruh punggung bersandar pada kursi

2) Letakan kaki datar pada lantai


3) Letakan kaki terpisah satu sama lain

4) Gantungkan lengan pada sisi atau letakan pada lengan kursi

5) Pertahankan kepala sejajar dengan tulang belakang

b. Berbaring

1) Letakan kaki terpisah satu sama lain dengan jari-jari kaki agak

meregang lurus kearah luar

2) Letakan lengan pada sisi tanpa menyentuh sisi tubuh

3) Pertahankan kepala sejajar dengan tulang belakang

4) Gunakan bantal yang tipis dan kecil dibawah kepala

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi teknik relaksasi nafas dalam

terhadap penurunan nyeri

Teknik relaksasi nafas dalam dipercaya dapat menurunkan

intensitas nyeri melalui mekanisme yaitu :

a. Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang

disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi

vasodilatasi pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah ke daerah

yng mengalami spasme dan iskemik.

b. Teknik relaksasi nafas dapat dipercayai mampu merangsang tubuh

untuk melepaskan opiod endogen yaitu endorphin dan enkefalin.

c. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat, relaksasi melibatkan

sistem otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehingga

mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu.


Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi

terletak pada fisiologi sistem saraf otonom yang merupakan bagian dari

sistem saraf perifer yang mempertahankan hemoestasis lingkungan

internal individu. Pada saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti

bradikinin, prostaglandin dan substansi, akan merangsang saraf simpatis

sehingga menyebabkan vasokontriksi yang akhirnya meeningkatkan tonus

otot yang menimbulkan berbagai efek seperti spasme otot yang akhirnya

menekan pembuluh darah, mengurangi aliran darah dan meningkatkan

kecepatan metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman impuls nyeri

dari medulla spinalis ke otak dan di persepsikan sebagai nyeri.

5. Standar Operasional Prosedur

Adapun langkah-langkah teknik relaksasi nafas dalam adalah

sebagai berikut :

a. Ciptakan lingkungan yang tenang

b. Usahakan tetap rileks dan tenang

c. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara

melalui hitungan 1,2,3

d. Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut

e. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali

f. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut

secara perlahan-lahan

g. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks

h. Usahakan agar tetap konsentrasi atau mata sambil terpejam


i. Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri

j. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang

k. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali

l. Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas secara dangkal dan

cepat.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah studi kasus deskriptif yang dipilih untuk studi

kasus yang akan dilaksanakan. Penelitian studi kasus ini adalah

mengeksplorasi suatu masalah keperawatan, penelitian studi kasus ini dibatasi

oleh waktu dan tempat, serta kasus yang dipelajari berupa peristiwa, aktivitas,

atau individu.

Penelitian studi kasus ini adalah studi yang mengeksplorasi masalah

asuhan keperawatan pada pasien gastritis yang akan diobservasi selama 3 hari

di RSU Anutapura Palu.

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian studi kasus ini dilakukan di rumah sakit Anutapura Palu di

Ruangan Rajawali Bawah pada tanggal 26 Agustus 2018 sampai tanggal 28

Agustus 2018.

C. Subyek Studi Kasus

Subyek penelitian ini pada pasien gastritis dan dilakukan tindakan

tehnik relaksasi nafas dalam.

D. Fokus Studi

Fokus studi pada penelitian ini adalah tindakan tehnik relaksasi nafas

dalam untuk mengurangi nyeri pada pasien gastritis.

32
E. Definisi Operasional

Definisi operasional yaitu memuat definisi dan cara mengukur setiap

variabel independen dan dependen pada kerangka konsep.

1. Asuhan keperawatan

Asuhan keperawatan adalah yang dimaksud dan dipahami dalam

penelitian ini adalah proses keperawatan yang dimuali dari tahap

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,

implementasi keperawatan, serta dilakukan evaluasi.

2. Gastritis adalah peradangan pada permukaan mukosa lambung yang

bersifat akut dan kronis yang disebabkan oleh bacteri Helicobacter pylori

3. Nyeri adalah perasaan yang tidak menyenangkan yang bersifat subjektif

karena setiap orang mempunyai skala atau tingkat nyeri yang berbeda-

beda.

4. Teknik relaksasi nafas dalam adalah teknik yang dapat merelaksasikan

tubuh dan fikiran yang dapat mengurangi efek stress akibat nyeri.

F. Pengumpulan Data

Dalam penelitian menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :

1. Wawancara : hasil anamnesis tentang identitas pasien, keluhan utama,

riwayat penyakit sekarang dahulu, keluarga. Wawancara bisa dengan

pasien, keluarga, perawat.

2. Observasi dan pemeriksaan fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)

pada system tubuh.

3. Studi dokumentasi dan angket : misalnya hasil pemeriksaan diagnostik.


G. Analisa Data

Analisa data dilakukan sejak pengumpulan data sampai semua data

terkumpul. Analisa dilakukan dengan cara mengemukakan fakta dan

membandingkan dengan teori. Tehnik digunakan adalah dengan menarasikan

jawaban-jawaban dari hasil pengumpulan data (wawancara, observasi) yang

dilakukan untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian. Urutan

dalam analisis adalah :

1. Pengumpulan data

Data yang dikumpul dari hasil wawancara, observasi, studi dokumen

dituliskan dalam bentuk catatan lapangan yang selanjutnya disalin bentuk

transkip.

2. Meredukasi data dengan membuat koping dan kategori :

Data yang sudah dibuat bentuk transkip dibuat bentuk koding oleh

peneliti sesuai dengan topik penelitian.Data objektif dianalisis berdasarkan

hasil pemeriksaan diagnostik dan dibandingkan dengan nilai normal.

3. Penyajian data

Penyajian data dilakukan dalam bentuk table, gambar, bagan disertai

narasi kerahasiaan responden tetap harus diperhatikan.

4. Kesimpulan

Data yang disajikan selanjutnya dibahas dan dibandingkan dengan

hasil-hasil penelitian sebelumnya dan teori-teori yang

mendukung.Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode


induktif.Pembahasan dilakukan sesuai dengan tahapan asuhan

keperawatan pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, evaluasi.

H. Etika Penelitian

Ethical clearance merupakan izin etika.Ethical clearance adalah

pernyataan, bahwa rencana kegiatan penelitian yang tergambar dalam

protocol, telah dilakukan kajian yang telah memenuhi kaidah etik sehingga

layak dilaksanakan.Seluruh peneliti/riset yang menggunakan manusia sebagai

subjek penelitian harus mendapatkan Ethical clearance, baik penelitian yang

melakukan specimen. Terdapat tiga etika penelitian yang harus dipenuhi :

a. Informed concent

Yaitu sebuah lembar persetujuan yang diberikan oleh peneliti

kepada responden untuk menjalankan suatu kegiatan atau tindakan yang

berhubungan dengan penelitian.

b. Anominity

Yaitu jika nama responden tidak ingin dicantumkan pada lembar

alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau

hasil penelitian yang disajikan.

c. Confidentiality

Yaitu menjaga kepercayaan responden dengan menjaga kerahasian.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

Pada bab ini peneliti akan melaporkan asuhan keperawatan yang

dilakukan pada Tn. A dengan Gastritis di ruangan Rajawali Bawah RSU

Anutapura Palu, selama 3 hari, mulai pada tanggal 26 juli 2018 sampai 28 juli

2018. Asuhan keperawatan ini meliputi pengkajian data, analisa data, diagnosa

keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

1. Identitas Klien Dan Penanggung Jawab

Hasil dari pengkajian tersebut didapat identitas klien Tn. A, umur

46 tahun, jenis kelamin laki-laki, agama Islam, pendidikan terakhir SD,

pekerjaan wiraswasta, suku Bugis, alamat Parigi, masuk rumah sakit pada

tanggal 24 Juli 2018 dengan nomor RM 518122, dengan diagnosa medis

Gastritis.

Identitas penanggung jawab, Ny. K, umur 30 tahun, agama Islam,

jenis kelamin perempuan, pekerjaan ibu rumah tangga, hubungan dengan

klien merupakan istri klien, alamat Parigi.

2. Pengkajian

a. Keluhan utama saat di kaji

Klien mengatakan nyeri ulu hati

b. Riwayat saat masuk RS

Klien masuk RSU Anutapura Palu pada tanggal 24 Juli 2018

dengan keluhan Nyeri ulu hati,


36 klien mengatakan nyeri seperti di
tusuk-tusuk, keluhan di rasakan 2 hari sebelum masuk rumah sakit,

skala nyeri 4, nyeri dirasakan secara terus menerus karena tidak

kunjung sembuh keluarga klien memutuskan untuk membawa klien ke

RSU Anutapura Palu.

c. Keluhan yang menyertai

Klien mengatakan nyeri perut tembus belakang

d. Riwayat kesehatan dahulu

Klien sebelumnya pernah masuk RS dengan keluhan yang sama

e. Riwayat kesehatan keluarga

Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga klien yang memiliki

penyakit yang sama dengan klien

3. Pola fungsi kesehatan

a. Pola nutrisi dan metabolisme

Klien mengatakan sebelum sakit frekuensi makan klien 3 kali

sehari, porsi makan 1 porsi dan saat sakit frekuensi makan 3 x sehari

dan porsi makan 1 porsi

b. Pola eliminasi

Klien mengatakan sebelum sakit pola eliminasi BAK frekuensi

5-6 kali sehari, warna kuning, saat sakit frekuensi dan warna urine

klien sama saat sebelum sakit. Pola eliminasi BAB klien yaitu

frekuensi 1 kali sehari, warna kuning, konsistensi semi padat, begitu

juga saat sakit pola eliminasi klien baik.

c. Pola aktivitas
Sebelum sakit klien selalu mengerjakan sesuatu secara mandiri

saat sakit sebagian aktivitas klien di bantu oleh keluarga.

d. Pola kebersihan diri

Klien mengatakan sebelum sakit klien mandi 2 kali sehari, sikat

gigi 2 kali sehari, dan selalu mengganti pakaian klien.Saat sakit klien

mandi 1 kali sehari, sikat gigi 2 kali sehari dan mengganti pakaian 1

kali sehari.

e. Pola istirahat tidur

Klien mengatakan sebelum sakit tidak ada gangguan saat tidur,

saat sakit klien merasakan ada gangguan tidur pada malam hari karena

nyeri pada ulu hati

4. Pemeriksaan fisik

a) Status Kesehatan Umum

1) Kesadaran : Composmentis

2) Tanda-Tanda Vital

TD : 130/80 mmHg

N : 86 x/menit

R : 22 x/menit

S : 36,50C

b) Kepala

Inspeksi : Bentuk kepala brakhiocephalus, keadaan kulit kepala

bersih, rambut klien bersih, tidak rontok, dan tidak ada

masa pada kepala.


Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan

c) Mata

Inspeksi : Konjungtiva tidak anemis, sclera putih, keadaan pupil

isokor

Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada tulang palpebra

d) Hidung

Inspeksi : Mukosa hidung lembab, tidak ada polip hidung

Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada sinus

e) Telinga

Inspeksi : Bentuk telinga seperti huruf c, tidak ada serumen, tidak

terdapat lesi

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada tulang maskoid

f) Mulut

Inspeksi : Mukosa bibir lembab, gigi klien utuh, tidak ada sianosis

g) Leher

Inpeksi : Tidak terdapat benjolan

Palpasi : Teraba nadi carotis pada leher, tidak ada pembengkakan

pada kelenjar tyroid

h) Thoraks

1) Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak pada ICS 5 dan 6

Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan

Perkusi : Pekak
Auskultasi : Tidak ada suara tambahan

2) Paru-Paru

Inspeksi : Bentuk dada simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi

dinding dada, pernafasan 22 kali per menit

Palpasi : Vocal fermitus baik, getaran seimbang antara paru kiri

dan kanan

Perkusi : Terdengar sonor

Auskultasi : Vesikuler

i) Abdomen

Inspeksi : Bentuk perut simetris kiri dan kanan

Auskultasi : Peristaltik usus 7 kali per menit

Perkusi : Timpani

Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada perut sebelah kanan

j) Ekstremitas

1) Ekstremitas Atas

Inspeksi : Jumlah jari tangan lengkap, kuku klien bersih, tangan

sebelah kanan terpasang infuse RL 20 tetes per menit

Palpasi : Reflex tangan baik, tidak ada pembengkakan pada

tangan

2) Ekstremitas Bawah

Inspeksi : Jumlah jari kaki lengkap, kuku nampak kotor

Palpasi : Tidak ada oedema


5. Pemeriksaan penunjang

Pada tanggal 24 Juli 2018 di dapatkan hasil pemeriksaan

laboratorium yaitu, WBC 9,0 103/mm3 (nilai normal 4,0 – 10,0 103/mm3),

RBC 4,33 106/mm3 (nilai normal 4,00 – 6,00 106/mm3), HGB 14,0 g/dL

(nilai normal 12,0 – 16,0 g/dL), HCT 37,6 % (nilai normal 37,0 – 47,0 %),

PLT 299 103/mm3 (nilai normal 150 – 400 103/mm3), PCT 0,218 % (nilai

normal 0,150 – 0,500%).

6. Penatalaksanaan medis

Selama sakit Tn. A diberikan terapi RL 20 tetes per menit,

ranitidine 2 ml IV, ketorolac 2 ml IV, ceftriaxone 1 gr IV.

7. Pengumpulan data

a. Tn. A mengatakan nyeri pada ulu hati

b. Tn. A mengatakan nyeri seperti di tusuk-tusuk

c. Tn. A mengatakan nyeri perut tembus belakang

d. Keadaan umum baik

e. Klien nampak meringis kesakitan

f. Skala nyeri 4

g. Tanda-tanda vital

TD : 130/80 mmHg

N : 86 kali per menit

R : 22 kali per menit

S : 36,50C
8. Klasifikasi data

a. Data subjektif

1) Tn. A mengatakan nyeri pada ulu hati

2) Tn. A mengatakan nyeri seperti di tusuk-tusuk

3) Tn. A mengatakan nyeri perut tembus belakang

b. Data objektif

1) Keadaan umum baik

2) Klien nampak meringis kesakitan

3) Skala nyeri 4

4) Tanda-tanda vital

TD : 130/80 mmHg

N : 86 kali per menit

R : 22 kali per menit

S : 36,50C
9. Analisa data

Tabel 4.1

Data Etiologi Masalah

DS : Tn. A mengatakan Agens cedera fisik Nyeri Akut


nyeri pada ulu hati

Tn. A mengatakan
nyeri seperti di
tusuk-tusuk

Tn. A mengatakan
nyeri perut
tembus belakang

DO : Keadaan umum baik

Klien nampak
meringis kesakitan

Skala nyeri 4

Tanda-tanda vital
TD : 130/80 mmHg
N : 86 kali per
menit
R : 22 kali per menit
S : 36,50C

10. Diagnosa keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik


11. Perencanaan

Tabel 4.2

Perencanaan
Diagnosa Rasional
Tujuan dan
Keperawatan Intervensi
kriteria hasil
Nyeri akut Setelah 1. Observasi skala 1. untuk
berhubungan dilakukan nyeri klien mengetahui skala
dengan agens tindakan 2. Observasi nyeri klien
tanda-tanda 2. untuk
cedera fisik ditandai keperawatan
vital mengetahui ttv
dengan : selama 3 x 24 3. Berikan teknik
DS: jam di harapkan dalam batas
relaksasi nafas normal
 Tn. A nyeri berkurang dalam
3. untuk
mengatakan dengan kriteria 4. Anjurkan klien
nyeri ulu hati mengurangi rasa
hasil : untuk istirahat
nyeri klien
 Tn. A  Skala nyeri 0 yang cukup
mengatakan 5. Kolaborasi
 Wajah klien 4. agar klien dapat
nyeri seperti dalam
nampak rileks beristirahat
ditusuk-tusuk pemberian
 Ttv dalam
 Tn. A analgetik
batas normal 5. pemberian
mengatakan
nyeri perut terapi akan
tembus mempercepat
belakang dalam proses
DO : penyembuhan
 Keadaan
umum baik
 Klien nampak
meringis
kesakitan
 Skala nyeri 4
 Ttv
TD : 130/80
mmHg
N : 86x/menit
R : 22x/menit
S : 36,50C
12. Implementasi

Tabel 4.3

Diagnosa Hari 1 Hari 2 Hari 3


keperawatan Tgl 26/07/2018 Tgl 27/07/2018 Tgl 28/07/2018

Nyeri akut 07.00 Mengobservasi 07.00 Mengobservasi 07.00 Mengobservasi


berhubungan skala nyeri skala nyeri skala nyeri
dengan klien klien klien
agens cedera Hasil : skala Hasil : skala Hasil : skala
fisik nyeri 4 nyeri 2 nyeri 0
07.00 Mengobservasi 07.00 Mengobservasi 07.15 Mengobservasi
tanda-tanda tanda-tanda tanda-tanda
vital vital vital
Hasil : Hasil : Hasil :
Td: 130/80 Td: 120/80 Td: 120/80
mmHg mmHg mmHg
N : 84x/m N : 84x/m N : 88x/m
R : 22x/m R : 22x/m R : 20x/m
S : 36,20C 0
S : 36,5 C S : 36,50C
07.30 Memberikan 07.10 Memberikan
teknik relaksasi teknik relaksasi
nafas dalam nafas dalam
Hasil : Hasil :
Klien Skala nyeri 2
melakukan
teknik relaksasi penatalaksanaan
nafas dalam 12.00 pemberian
08.00 Menganjurkan analgetik
klien untuk Hasil :
istirahat yang Ranitidine 2 ml
cukup Iv
12.00 penatalaksanaan
pemberian
analgetik
Hasil :
Ranitidine 2 ml
Iv
13. Evaluasi

Tabel 4.4

Diagnosa Hari 1 Hari 2 Hari 3


keperawatan Tgl 26/07/2018 Tgl 27/07/2018 Tgl 28/07/2018

Nyeri akut 14.00 14.00 14.00


berhubungan S: S: S:
dengan agens Tn.A Tn.A Tn.A
cedera fisik mengatakan mengatakan mengatakan
nyeri pada ulu nyeri berkurang sudah tidak nyeri
hati

O: O: O:
 Skala nyeri 4  Skala nyeri 2  Skala nyeri 0
 klien nampak  Ttv  Wajah klien
meringis Td : 120/80 nampak rileks
kesakitan mmHg
N : 84x/m
R : 22x/m
S : 36,50C
A : Tujuan belum A : Tujuan
tercapai A : tujuan teratasi tercapai
sebagian
P : Intervensi P : intervensi di
dilanjutkan P : intervensi di hentikan
1. Observasi tanda- lanjutkan
tanda vital 1. Observasi tanda-
2. Berikan teknik tanda vital
relaksasi nafas 2. Berikan teknik
dalam relaksasi nafas
3. Kolaborasi dalam dalam
pemberian
analgetik
B. PEMBAHASAN

1. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk

mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat

mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan

keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.Tujuan dari

pengkajian adalah untuk memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan

pasien, menentukan masalah keperawatan dan kesehatan pasien, menilai

keadaan kesehatan pasien, membuat keputusan yang tepat, dalam

menentukan langkah-langkah berikutnya.

Dalam pengkajian peneliti melakukan empat kegiatan yaitu

observasi, wawancara, studi dokumentasi dan studi pustaka. Observasi

dilakukan melalui pengamatan pada pasien melalui inspeksi, palpasi,

perkusi, dan auskultasi pada pasien.

Pengkajian yang dilakukan pada tanggal 26 juli 2018 jam 07:00

WITA terfokus pada masalah nyeri Tn. A mengatakan nyeri pada ulu hati,

respon Tn.A wajah klien nampak meringis kesakitan, Tn.A mengatakan

nyeri seperti di tusuk-tusuk. Masalah utama pada Tn.A adalah nyeri akut

berhubungan dengan agens cedera fisik. Hasil pengkajian di dapatkan hasil

Tn. A mengatakan nyeri pada ulu hati, Tn. A mengatakan nyeri seperti di

tusuk-tusuk. Menurut Judha (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi

nyeri antara lain usia, jenis kelamin, makna nyeri, perhatian, ansietas,

keletihan, pengalaman sebelumnya, dan gaya koping klien.


Penelitian yang dilakukan oleh Dewantari (2014), mendapatkan

hasil pengkajian yaitu klien mengatakan nyeri bertambah ketika makan,

nyeri seperti di tusuk-tusuk, klien mengatakan nyeri pada bagian perut,

klien mengatakan nyeri sewaktu-waktu bertambah ketika beraktivitas.

Menurut asumsi peneliti perbedaan keluhan pada pengkajian

tersebut disebabkan oleh tingkat keparahan suatu penyakit yang di derita

sehingga mereka mempunyai cara tersendiri untuk mendeskripsikan

perasaan mereka.

2. Diagnosa keperawatan

Pada teori yang di dapat peneliti diagnosa keperawatan yang

muncul pada pasien gastritis yaitu nyeri akut berhubungan dengan agens

cedera fisik, ansietas berhubungan dengan pengobatan, perubahan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang

tidak adekuat, dan resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan

intake cairan tidak cukup dan kehilangan berlebihan karena muntah

(wijaya, 2013).

Diagnosa yang diambil peneliti khusus masalah gastritis yaitu nyeri

akut berhubungan dengan agens cedera fisik ditandai dengan data subjektif

Tn. A mengatakan nyeri pada ulu hati, Tn. A mengatakan nyeri seperti

ditusuk-tusuk, Tn.A mengatakan nyeri perut tembus belakang. Data

objektif keadaan umum baik, klien nampak meringis kesakitan, skala nyeri

4, tanda-tanda vital tekanan darah 130/80 mmHg, denyut nadi 86 kali per

menit, suhu 36,50C, pernafasan 22 kali per menit.


Nyeri akut berlangsung tiba-tiba pada umumnya berhubungan

dengan adanya suatu trauma atau cedera spesifik.Nyeri akut

mengindikasikan adanya suatu kerusakan atau cedera yang baru saja

terjadi. Sensasi dari suatu nyeri akut biasanya menurunsejalan dengan

adanya proses penyembuhan. Nyeri akut memiliki tujuan untuk

memperingatkan adanya suatu cedera atau masalah.Nyeri akut umumnya

berlangsung kurang dari enam bulan.

Hal ini menarik perhatian perawat pada kenyataan bahwa nyeri ini

benar-benar terjadi dan mengajarkan kepada perawat untuk menghindari

situasi serupa yang secara potensial akan menimbulkan sensasi nyeri pada

klien (Muttaqin, 2011).

3. Intervensi keperawatan

Tujuan dari perencanaan tindakan untuk diagnosa nyeri akut

berhubungan dengan agens cedera fisik adalah setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 kali 24 jam diharapkan nyeri berkurang dengan

kriteria hasil : Skala nyeri 0, wajah klien nampak rileks, tanda-tanda vital

dalam batas normal. Intervensi yang akan diberikan yaitu observasi skala

nyeri, observasi tanda-tanda vital, berikan teknik relaksasi nafas dalam,

anjurkan klien untuk beristirahat yang cukup, kolaborasi dalam pemberian

analgetik.

Menurut asumsi peneliti tindakan teknik relaksasi nafas dalam

sangat penting diberikan oleh pasien gastritis karena dapat mengurangi

nyeri pada pasien gastritis baik nyeri yang bersifat akut maupun kronis
4. Implementasi keperawatan

Peneliti melakukan implementasi pada diagnosa nyeri akut

berhubungan dengan agens cedera fisis selama 3 hari tindakan yang

pertama yaitu :

Berdasarkan masalah keperawatan tersebut peneliti melakukan

implementasi hari pertama diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agens

cedera fisik.Tindakan pertama yang dilakukan yaitu mengobservasi skala

nyeri klien, mengobservasi tanda-tanda vital, tindakan kedua yaitu

memberikan teknik relaksasi nafas dalam dengan hasil klien melakukan

teknik relaksasi nafas dalam ketika klien merasa nyeri, tindakan yang

ketiga yaitu menganjurkan klien untuk beristirahat yang cukup, tindakan

ke empat yaitu melakukan penatalaksanaan pemberian ranitidine 2 ml IV.

Pemberian tindakan hari ke dua dengan diagnosa nyeri akut

berhubungan dengan agens cedera fisik, tindakan pertama mengobservasi

skala nyeri, mengobservasi tanda-tanda vital, tindakan ke dua memberikan

teknik relaksasi nafas dalam dengan hasil data subjektif Tn. A mengatakan

nyeri berkurang, data objektif skala nyeri 2, tindakan ke tiga melakukan

penatalaksanaan pemberian ranitidine 2 ml IV.

Pemberian tindakan hari ke tiga untuk diagnosa nyeri akut

berhubungan dengan agens cedera fisik untuk tindakan pertama

mengobservasi skala nyeri dengan hasil klien mengatakan sudah tidak

nyeri, mengobservasi tanda-tanda vital.


Asumsi dari peneliti bahwa penerapan tindakan teknik relaksasi

nafas dalam untuk mengurangi nyeri pada pasien gastritis saat memberikan

tindakan teknik relaksasi nafas dalam klien merasa sangat nyaman dan

nyeri berkurang.

Penelitian yang dilakukan peneliti (Dewantari, 2014), sejalan

dengan hasi penelitian, bahwa pemberian teknik relaksasi nafas dalam

dapat mengurangi nyeri pada pasien gastritis.

5. Evaluasi keperawatan

Hasil evaluasi diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agens

cedera fisik di dapatkan data subjektif Tn. A mengatakan sudah tidak

nyeri, data objektif skala nyeri 0 wajah klien nampak rileks, analisa tujuan

tercapai, planning intervensi dihentikan.

Asumsi dari peneliti tidak ada kesenjangan dengan teori pemberian

teknik relaksasi nafas dalam karena dengan memberikan teknik relaksasi

nafas dalam klien akan merasa nyaman serta nyeri berkurang oleh karena

itu pemberian tindakan teknik relaksasi nafas dalam efektif mengurangi

nyeri pada pasien gastritis.

Penelitian ini didukung oleh teori (Dewi, 2009) teknik relaksasi

nafas dalam merupakan metode yang efektif untuk menghilangkan rasa

nyeri terutama pada klien yang mengalami nyeri yang sifatnya akut dan

kronis.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Setelah peneliti melakukan pemberian tindakan teknik relaksasi nafas

dalam Tn. A yang mengalami gastritis di rumah sakit anutapura palu maka

penulis dapat menarik kesimpulan :

1. Pengkajian

Setelah peneliti melakukan pengkajian di dapatkan hasil Tn. A

mengatakan nyeri pada ulu hati, Tn. A mengatakan nyeri seperti di tusuk-

tusuk, Tn. A mengatakan nyeri perut tembus belakang, keadaan umum

baik, klien nampak meringis kesakitan, skala nyeri 4, tanda-tanda vital

tekanan darah 130/80 mmHg, denyut nadi 86 kali per menit, suhu 36,50C,

pernafasan 22 kali per menit.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang didapatkan untuk masalah gastritis pada Tn. A yaitu

nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik.

3. Intervensi Keperawatan

Rencana keperawatan yang dilakukan pada Tn. A untuk diagnose

keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik dengan

tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 kali 24 jam diharapkan

nyeri berkurang dengan kriteria hasil : Skala nyeri 0, wajah klien nampak

rileks, tanda-tanda vital dalam batas normal. Intervensi yang akan

diberikan yaitu observasi skala nyeri, observasi tanda-tanda vital, berikan


teknik relaksasi nafas dalam, anjurkan klien untuk beristirahat yang cukup,

penatalaksanaan pemberian terapi analgetik.

4. Implementasi

Implementasi yang diberikan Tn. A yaitu mengobservasi skala

nyeri, mengobservasi tanda-tanda vital, memberikan teknik relaksasi nafas

dalam, menganjurkan klien untuk beristirahat yang cukup,

penatalaksanaan pemberian terapi analgetik.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi untuk diagnose nyeri akut berhubungan dengan agens

cedera fisik di dapatkan data subjektif Tn. A mengatakan sudah tidak

nyeri, data objektif skala nyeri 0 wajah klien nampak rileks, analisa tujuan

tercapai, planning intervensi dihentikan..

B. SARAN

Setelah peneliti melakukan asuhan keperawatan pada Tn. A yang

mengalami gastritis, peneliti akan memberikan usulan dan masukan positif

dibidang kesehatan antara lain :

1. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan kepada rumah sakit untuk lebih sering

melakukan penyuluhan kesehatan kepada pasien gastritis dan keluarga

khususnya tentang penerapan tindakan teknik relaksasi nafas dalam untuk

mengurangi nyeri dan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan maupun

medis.
2. Bagi Poltekkes Kemenkes Palu

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk

meningkatkan mutu dalam pembelajaran untuk menghasilkan perawat-

perawat yang lebih professional, inovatif, terampil dan lebih berkualitas.


DAFTAR PUSTAKA

Alini. 2015. Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Skala
Nyeri Pada Lansia Dengan Gastritis Di Desa Sibiruang Wilayah Kerja
Puskesmas Kota Kampar Hulu. (http://journal.stkiptam.ac.id, diakses 13
Maret 2018).
Bruner. & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Dewi, D., Setyoadi. & Widastra, N. M. 2009. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas
Dalam Dalam Terhadap Penurunan Nyeri Pada Lansia Dengan Arthritis
Rheumatoid. (http://download.portalgaruda.org, diakses 26 Februari
2018).
Dinkes Kota Palu. 2016. Profil Kesehatan Kota Palu.
Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tengah.
Firwan. 2016. Penyimpangan Kdm Gastritis.
(https://www.scribd.com/doc/196803599, diakses 17 Maret 2018).
Hasdianah., Siyoto, S., Indasah. & Wardani, R. 2015. Dasar-Dasar Riset
Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Hidayat, A. Aziz Alimul dkk. 2014. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Buku 1,
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Judha, Muhamad, dkk. 2012. Teori Pengukuran Nyeri Dan Nyeri Persalinan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
LeMone, Priscilla dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 1 Edisi 5.
Jakarta: EGC.
LeMone, Priscilla dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 2 Edisi 5.
Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Ndama, M., Adiono, S., Amyadin., Zainul. 2018. Panduan Penulisan Karya Tulis
Ilmiah. Palu
Nurarif, Amin Huda. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda Nic-Noc Edisi Refisi Jilid 2.
Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Putri, Intan. 2017. Relaksasi Nafas Dalam Untuk Mengurangi Nyeri Pada Pasien
Dengan Gastritis. (http://eprints.ums.ac.id, diakses 26 Februari 2018).
Riyadi, Suyono. & Harmoko, H. 2012. Standard Operating Procedure. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Wijaya, Andra Saferi. & Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 1.
Yogyakarta: Nuha Medika.
1. Pengkajian

Tgl masuk : 24 Juli 2018

Tgl pengkajian : 26 Juli 2018

No. RM : 518122

Diagnosa medis : Gastritis

Ruangan : Rajawali Bawah

b. biodata

1) Identitas klien

Nama : Tn. A

Umur : 46 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku : Bugis

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Parigi

2) Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. K

Umur : 30 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : URT

Hub Dgn Klien : Istri klien

Alamat : Parigi
c. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama : Nyeri ulu hati

2) Riwayat Saat Masuk RS : Klien masuk RSU Anutapura Palu pada

tanggal 24 Juli 2018 dengan keluhan Nyeri ulu hati, keluhan di rasakan

2 hari sebelum masuk rumah sakit, skala nyeri 4, nyeri dirasakan

secara terus menerus karena tidak kunjung sembuh keluarga klien

memutuskan untuk membawa klien ke RSU Anutapura Palu.

3) Riwayat Penyakit Sekarang: klien mengatakan nyeri ulu hati, nyeri

pada perut sebelah kanan tembus belakang.

4) Riwayat kesehatan dahulu: sebelumnya klien pernah masuk rumah

sakit dengan keluhan yang sama nyeri pada ulu hati

5) Riwayat Kesehatan Keluarga: klien mengatakan tidak ada anggota

keluarga klien yang memiliki penyakit seperti klien

d. Genogram

A B

C D

E
Keterangan : A : Orang tua dari ayah klien

B : Orang tua dari ibu klien

C : Ayah dan saudara ayah klien

D : Ibu dan saudara ibu klien

E : Klien dan saudara klien

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Klien

e. Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Keterangan Sebelum sakit Saat sakit


a) Makanan
- Frekuensi 3 x sehari 3 x sehari
Makan
- Porsi makan 1 porsi 1 porsi

b) Minuman
- Jenis Minuman Air putih Air putih
- Frekuensi 1500 cc/ hari 1500 cc/ hari
minum

2) Pola Eliminasi

Keterangan Sebelum sakit Saat sakit


a) Pola eliminasi
BAK
- Frekuensi 5-6 x sehari 5-6 x sehari
- Warna kuning Kuning
b) Pola eliminasi
BAB
- Frekunsi 1 x sehari 1 x sehari
- Warna Kuning Kuning
- Konsistensi Semi padat Semi padat

3) Pola Aktivitas

Keterangan Sebelum sakit Saat sakit


a) Kegiatan Klien beraktivitas Saat sakit klien di
sehari-hari secara mandiri dan bantu oleh keluarga
klien selalu bekerja dank lien tidak bekerja

4) Pola Kebersihan Diri

Keterangan Sebelum sakit Saat sakit


a) Mandi 2 x sehari 1 x sehari
b) Sikat gigi 2 x sehari 2 x sehari
c) Mengganti 2 x sehari 1 x sehari
baju

5) Pola Istirahat Tidur

Keterangan Sebelum sakit Saat sakit


a) Malam 10.00 - 05.00 11.00 – 06.00
b) Siang 12.00 – 13.00 Tidak menentu
c) Gangguan tidur Tidak ada Ada gangguan tidur
gangguam tidur karena nyeri

f. Pemeriksaan fisik

1) Status Kesehatan Umum

a) Kesadaran : Composmentis

b) Tanda-Tanda Vital

TD : 130/80 mmHg

N : 86 x/menit
R : 22 x/menit

S : 36,50C

2) Kepala

Inspeksi : Bentuk kepala brakhiocephalus, keadaan kulit kepala

bersih, rambut klien bersih, tidak rontok, dan tidak ada

masa pada kepala.

Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan

3) Mata

Inspeksi : Konjungtiva tidak anemis, sclera putih, keadaan pupil

isokor

Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada tulang palpebra

4) Hidung

Inspeksi : Mukosa hidung lembab, tidak ada polip hidung

Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada sinus

5) Telinga

Inspeksi : Bentuk telinga seperti huruf c, tidak ada serumen, tidak

terdapat lesi

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada tulang maskoid

6) Mulut

Inspeksi : Mukosa bibir lembab, gigi klien utuh, tidak ada sianosis

7) Leher

Inpeksi : Tidak terdapat benjolan


Palpasi : Teraba nadi carotis pada leher, tidak ada pembengkakan

pada kelenjar tyroid

8) Thoraks

a) Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak pada ICS 5 dan 6

Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan

Perkusi : Pekak

Auskultasi : Tidak ada suara tambahan

b) Paru-Paru

Inspeksi : Bentuk dada simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi

dinding dada, pernafasan 22 kali per menit

Palpasi : Vocal fermitus baik, getaran seimbang antara paru kiri

dan kanan

Perkusi : Terdengar sonor

Auskultasi : Vesikuler

9) Abdomen

Inspeksi : Bentuk perut simetris kiri dan kanan

Auskultasi : Peristaltik usus 7 kali per menit

Perkusi : Timpani

Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada perut sebelah kanan

10) Ekstremitas

a) Ekstremitas Atas
Inspeksi : Jumlah jari tangan lengkap, kuku klien bersih, tangan

sebelah kanan terpasang infuse RL 20 tetes per menit

Palpasi : Reflex tangan baik, tidak ada pembengkakan pada

tangan

b) Ekstremitas Bawah

Inspeksi : Jumlah jari kaki lengkap, kuku nampak kotor

Palpasi : Tidak ada oedema

g. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Laboratorium

Data Hasil Nilai Rujukan

WBC 9,0 103/mm3 4,0 – 10,0 103/mm3

RBC 4,33 106/mm3 4,00 – 6,00 106/mm3

HGB 14,0 g/dL 12,0 – 16,0 g/dL

HCT 37,6 % 37,0 – 47,0 %

PCT 0,218 % 0,150 – 0,500 %

PLT 299 103/mm3 150 – 400 103/mm3

2) Therapy medis

a) Ivfd RL 20 tetes per menit

b) Ranitidine 1 amp per 12 jam

c) Ketorolac 1 amp per 8 jam


d) Ceftriaxone 1 gr per 12 jam

2. Pengumpulan data

a. Tn. A mengatakan nyeri pada ulu hati

b. Tn. A mengatakan nyeri seperti di tusuk-tusuk

c. Tn. A mengatakan nyeri perut tembus belakang

d. Keadaan umum baik

e. Klien nampak meringis kesakitan

f. Skala nyeri 4

g. Tanda-tanda vital

TD : 130/80 mmHg

N : 86 kali per menit

R : 22 kali per menit

S : 36,50C

3. Klasifikasi Data

a. Data subjektif

1) Tn. A mengatakan nyeri pada ulu hati

2) Tn. A mengatakan nyeri seperti di tusuk-tusuk

3) Tn. A mengatakan nyeri perut tembus belakang

a. Data objektif

1) Keadaan umum baik

2) Klien nampak meringis kesakitan

3) Skala nyeri 4
4) Tanda-tanda vital

TD : 130/80 mmHg

N : 86 kali per menit

R : 22 kali per menit

S : 36,50C

4. Analisa data

Data Etiologi Masalah

DS : Tn. A mengatakan Agens cedera fisik Nyeri Akut


nyeri pada ulu hati

Tn. A mengatakan
nyeri seperti di
tusuk-tusuk

Tn. A mengatakan
nyeri perut
tembus belakang

DO : Keadaan umum baik

Klien nampak
meringis kesakitan

Skala nyeri 4

Tanda-tanda vital
TD : 130/80 mmHg
N : 86 kali per
menit
R : 22 kali per menit
S : 36,50C
5. Diagnosa keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik

6. Intervensi

Perencanaan
Diagnosa Rasional
Tujuan dan
Keperawatan Intervensi
kriteria hasil
Nyeri akut Setelah 6. Observasi skala 1. untuk
berhubungan dilakukan nyeri klien mengetahui skala
dengan agens tindakan 7. Observasi nyeri klien
tanda-tanda 2. untuk
cedera fisik ditandai keperawatan
vital mengetahui ttv
dengan : selama 3 x 24 8. Berikan teknik
DS: jam di harapkan dalam batas
relaksasi nafas normal
 Tn. A nyeri berkurang dalam
3. untuk
mengatakan dengan kriteria 9. Anjurkan klien
nyeri ulu hati mengurangi rasa
hasil : untuk istirahat
nyeri klien
 Tn. A  Skala nyeri 0 yang cukup
mengatakan 10. Kolaboras
 Wajah klien 4. agar klien dapat
nyeri seperti i dalam
nampak rileks beristirahat
ditusuk-tusuk pemberian
 Ttv dalam
 Tn. A analgetik
batas normal 5. pemberian
mengatakan
nyeri perut terapi akan
tembus mempercepat
belakang dalam proses
DO : penyembuhan
 Keadaan
umum baik
 Klien nampak
meringis
kesakitan
 Skala nyeri 4
 Ttv
TD : 130/80
mmHg
N : 86x/menit
R : 22x/menit
S : 36,50C
7. Implementasi

Diagnosa Hari 1 Hari 2 Hari 3


keperawatan Tgl 26/07/2018 Tgl 27/07/2018 Tgl 28/07/2018

Nyeri akut 07.00 Mengobservasi 07.00 Mengobservasi 07.00 Mengobservasi


berhubungan skala nyeri skala nyeri skala nyeri
dengan klien klien klien
agens cedera Hasil : skala Hasil : skala Hasil : skala
fisik nyeri 4 nyeri 2 nyeri 0
07.00 Mengobservasi 07.00 Mengobservasi 07.15 Mengobservasi
tanda-tanda tanda-tanda tanda-tanda
vital vital vital
Hasil : Hasil : Hasil :
Td: 130/80 Td: 120/80 Td: 120/80
mmHg mmHg mmHg
N : 84x/m N : 84x/m N : 88x/m
R : 22x/m R : 22x/m R : 20x/m
S : 36,20C 0
S : 36,5 C S : 36,50C
07.30 Memberikan 07.10 Memberikan
teknik relaksasi teknik relaksasi
nafas dalam nafas dalam
Hasil : Hasil :
Klien Skala nyeri 2
melakukan
teknik relaksasi
nafas dalam
08.00 Menganjurkan 12.00 penatalaksanaan
klien untuk pemberian
istirahat yang analgetik
cukup Hasil :
12.00 penatalaksanaan Ranitidine 2 ml
pemberian Iv
analgetik
Hasil :
Ranitidine 2 ml
Iv
8. Evaluasi

Diagnosa Hari 1 Hari 2 Hari 3


keperawatan Tgl 26/07/2018 Tgl 27/07/2018 Tgl 28/07/2018

Nyeri akut 14.00 14.00 14.00


berhubungan S: S: S:
dengan agens Tn.A Tn.A Tn.A
cedera fisik mengatakan mengatakan mengatakan
nyeri pada ulu nyeri berkurang sudah tidak nyeri
hati

O: O: O:
 Skala nyeri 4  Skala nyeri 2  Skala nyeri 0
 klien nampak  Ttv  Wajah klien
meringis Td : 120/80 nampak rileks
kesakitan mmHg
N : 84x/m
R : 22x/m
S : 36,50C
A : Tujuan belum A : Tujuan
tercapai A : tujuan teratasi tercapai
sebagian
P : Intervensi P : intervensi di
dilanjutkan P : intervensi di hentikan
4. Observasi tanda- lanjutkan
tanda vital 3. Observasi tanda-
5. Berikan teknik tanda vital
relaksasi nafas 4. Berikan teknik
dalam relaksasi nafas
6. Kolaborasi dalam dalam
pemberian
analgetik

Anda mungkin juga menyukai