Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

APPENDICITIS

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Afrilia Nursanti P27220019140

Alda Putri Damayanti P27220019141

Anisa Susilowati P27220019144

Bais Nias Shofiyah P27220019147

Vazela Putri Cegame P27220019137

Yuliana Nur Kolifah P27220019139

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
SURAKARTA
2021
KONSEP TEORI

1. Definisi
Apendisitis adalah radang pada usus buntu atau dalam bahasa
latinnya appendiks vermivormis, yaitu suatu organ yang berbentuk
memanjang dengan panjang 6-9 cm dengan pangkal terletak pada bagian
pangkal usus besar bernama sekum yang terletak pada perut kanan bawah
(Handaya, 2017).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (apendiks) (Nurarif, 2015). Apendisitis merupakan keadaan
inflamasi dan obstruksi pada vermiforis. Apendisitis adalah inflamasi
saluran usus yang tersembunyi dan kecil yang berukuran sekitar 4 inci
yang buntu pada ujung sekum (Rosdahl dan Mary T. Kowalski, 2015).

2. Etiologi
Penyebab dari apendisitis adalah adanya obstruksi pada lamen
apendikeal oleh apendikolit, tumor apendiks, hiperplasia folikel limfoid
submukosa, fekalit (material garam kalsium, debris fekal), atau parasit E-
Histolytica. (Muttaqin, & Kumala Sari, 2011).
Selain itu apendisitis juga bisa disebabkan oleh kebiasaan makan
makanan rendah serat sehingga dapat terjadi konstipasi. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intrasekal yang mengakibatkan terjadinya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon.

3. Klasifikasi
Apendisitis dibagi menjadi 2, antara lain sebagai berikut :
a. Apendisitis akut
Peradangan pada apendiks dengan gejala khas yang memberi tanda
setempat. Gejala apendisitis akut antara lain nyeri samar dan
tumpul merupakan nyeri visceral di saerah epigastrium disekitar
umbilikus. Keluhan ini disertai rasa mual muntah dan penurunan
nafsu makan. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik
McBurney. Pada titik ini, nyeri yang dirasakan menjadi lebih tajam
dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik
setempat (Mardalena,Ida 2017)
b. Apendisitis Kronis
Apendisitis kronis baru bisa ditegakkan apabila ditemukan tiga hal
yaitu pertama, pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan
bawah abdomen selama paling sedikit tiga minggu tanpa alternatif
diagnosa lain. Kedua, setelah dilakukan apendiktomi, gejala yang
dialami pasien akan hilang. Ketiga, secara histopatologik gejala
dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi kronis yang aktif atau
fibrosis pada apendiks (Mardalena, Ida 2017).

4. Manifestasi Klinis
Beberapa manifestasi klinis yang sering muncul pada apendisitis antara
lain sebagai berikut :

a. Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium disekitar umbilikus


atau periumbilikus. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri beralih ke
kuadaran kanan bawah ke titik Mc Burney (terletak diantara
pertengahan umbilikus dan spina anterior ileum) nyeri terasa lebih
tajam.
b. Bisa disertai nyeri seluruh perut apabila sudah terjadi perionitis
karena kebocoran apendiks dan meluasnya pernanahan dalam rongga
abdomen
c. Mual
d. Muntah
e. Nafsu makan menurun
f. Konstipasi
g. Demam
(Mardalena 2017 ; Handaya, 2017)
5. Patofisiologi

Apendisitis terjadi karena disebabkan oleh adanya obstruksi pada


lamen apendikeal oleh apendikolit, tumor apendiks, hiperplasia folikel
limfoid submukosa, fekalit (material garam kalsium, debris fekal),
atauparasit E-Histolytica. Selain itu apendisitis juga bisa disebabkan oleh
kebiasaan makan makanan yang rendah serat yang dapat menimbulkan
konstipasi. Kondisi obstruktif akan meningkatkan tekanan intraluminal
dan peningkatan perkembangan bakteri. Hal ini akan mengakibatkan
peningkatan kongesti dan penurunan perfusi pada dinding apendiks yang
berlanjut pada nekrosis dan inflamasi apendiks. Pada fase ini penderita
mengalami nyeri pada area periumbilikal. Dengan berlanjutnya pada
proses inflamasi, akan terjadi pembentukan eksudat pada permukaan
serosa apendiks. Ketika eksudat ini berhubungan dengan perietal
peritoneum, maka intensitas nyeri yang khas akan terjadi (Santacroce,
2009 dalam dalam muttaqin & kumala sari, 2011).

Dengan berlanjutnya proses obstruksi, bakteri akan berproliferasi dan


meningkatkan tekanan intraluminal dan membentuk infiltrat pada mukosa
dinding apendiks yang ditandai dengan ketidaknyamanan pada abdomen.
Adanya penurunan perfusi pada dinding akan menimbulkan iskemia dan
nekrosis serta diikuti peningkatan tekanan intraluminal, juga akan
meningkatkan risiko perforasi dari apendiks. Pada proses fagositosis
terhadap respon perlawanan terhadap bakteri ditandai dengan
pembentukan nanah atau abses yang terakumulasi pada lumen apendiks.

Berlanjutnya kondisi apendisitis akan meningkatkan resiko


terjadinya perforasi dan pembentukan masa periapendikular. Perforasi
dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke rongga abdomen kemudian
akan memberikan respon inflamasi permukaan peritoneum atau terjadi
peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai dengan abses, maka akan
ditandai dengan gejala nyeri lokal akibat akumulasi abses dan kemudian
akan memberikan respons peritonitis. Gejala yang khas dari perforasi
apendiks adalah adanya nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada
abdomen kanan bawah (Muttaqin, Arif & Kumala Sari, 2011).

6. Pathway

Nausea

Hipertermia Nyeri akut

Resiko infeksi Ansietas

Nyeri akut

Resiko hipovolemi
7. Komplikasi

Komplikasi bisa terjadi apabila adanya keterlambatan dalam


penanganannya. Adapun jenis komplikasi menurut (LeMone, 2016)
diantaranya sebagai berikut:

a. Perforasi apendiks
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi nanah sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi dapat diketahui dengan
gambaran klinis seperti suhu tubuh lebih dari 38,50C dan nyeri tekan
pada seluruh perut yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit.
b. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum (lapisan membran serosa
rongga abdomen). Komplikasi ini termasuk komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.
c. Abses
Abses adalah peradangan pada spendiks yang berisi nanah. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis.

8. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Kenaikan sel darah putih (Leukosit) hingga 10.000 – 18.000/mm3.


Jika terjadi peningkatan yang lebih, maka kemungkinan apendiks
sudah mengalami perforasi

b. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang
membantu)
2) Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dilakukan untuk menilai inflamasi dari
apendiks
3) CT – Scan
Pemeriksaan CT – Scan pada abdomen untuk mendeteksi
apendisitis dan adanya kemungkinan perforasi.

4) C – Reactive Protein (CRP)


C – Reactive Protein (CRP) adalah sintesis dari reaksi fase akut
oleh hati sebagai respon dari infeksi atau inflamasi. Pada
apendisitis didapatkan peningkatan kadar CRP (Mutaqqin, Arif
& Kumala Sari 2011)

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita apendisitis yaitu dengan tindakan
pembedahan. Apendiktomi adalah intervensi bedah untuk melakukan
pengangkatan bagian tubuh yang mengalami masalah atau mempunyai
penyakit. Apendiktomi dapat dilakukan dengan dua metode pembedahan
yaitu pembedahan secara terbuka/ pembedahan konveksional (laparotomi)
atau dengan menggunakan teknik laparoskopi yang merupakan teknik
pembedahan minimal infasif dengan metode terbaru yang sangat efektif
(Manurung, Melva dkk, 2019) Laparoskopi apendiktomi adalah tindakan
bedah invasive minimal yang paling banyak digunakan pada apendisitis
akut. Tindakan ini cukup dengan memasukkan laparoskopi pada pipa kecil
(trokar) yang dipasang melalui umbilikus dan dipantau melalui layar
monitor. Sedangkan Apendiktomi terbuka adalah tindakan dengan cara
membuat sayatan pada perut sisi kanan bawah atau pada daerah Mc
Burney sampai menembus peritoneum.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasien berupa nama, alamat, status, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal lahir, nomor RM, diagnosa medis, jenis
kelamin.
b. Identitas penanggung jawab berupa nama, alamat, tanggal lahir,
status, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasien,
jenis kelamin.

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : keluhan yang biasanya dirasakan pasien saat
pengkajian.
b. Riwayat kesehatan sekarang : merupakan lanjutan dari keluhan
utama biasanya tergantung pada ganas/tidaknya rasa sakit akan
bertambah bila klien banyak aktivitas.
c. Riwayat kesehatan dahulu : prenatal, natal, post natal
d. Riwayat imunisasi : biasanya imunisasi tidak lengkap rentan
terkena virus
e. Riwayat kesehatan keluarga : dalam keluarga biasanya ada yang
menderita akan penyakit yang sama.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan kesadaran umum
b. Tanda vital berupa tekanan darah, respirasi, suhu, nadi
c. Pemeriksaan head to toe
1) Kepala
2) Mata
3) Telinga
4) Hidung
5) Mulut
6) Leher
7) Dada : I,Pa,Pe,A
8) Abdomen : I,Pa,Pe,A
9) Genetalia
10) Ekstremitas

B. Diagnosa Keperawatan (SDKI,2017)

1. Nyeri Akut (D.0077)

2. Hipertermia (D.0130)

3. Nausea (D.0034)

4. Ansietas (D.0080)

5. Resiko infeksi (D.0142)

C. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi


O hasil
1. Nyeri akut (D.0077) Setelah dilakukan Manajemen nyeri
tindakan keperawatan (I.08238).
diharapkan tingkat
Observasi :
nyeri dapat menurun
 Identifikasi lokasi ,
dengan Kriteria Hasil
karakteristik,durasi,
:
frekuensi, kulaitas
1. Keluhan nyeri
nyeri, skala nyeri,
menurun.
intensitas nyeri
2. Meringis menurun
 Identifikasi respon
nyeri non verbal.
3. Sikap protektif
menurun.  Identivikasi factor

4. Gelisah menurun. yang memperberat


memperingan nyeri.
Terapeutik :

 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri.

 Fasilitasi istirahat
dan tidur.

 Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri.
Edukasi :

 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Ajarkan teknik non
farmakologisuntuk
mengurangi rasa
nyeri .
Kolaborasi :
 Kolaborasi
pemberian analgetik
jika perlu
2. Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen hipertermia
(D.0130) tindakan keperawatan Observasi :
diharapkan  Identifikasi penyebab
termoregulasi hipertermia.
membaik dengan  Monitor suhu tubuh.
Kriteria Hasil :
 Monitor
1. Menggigil
menurun. haluaran urine.

2. Takikardi menurun. Terapeutik :


3. Suhu  Sediakan
tubuh membaik. lingkunganyang
4. Suhu kulit dingin.
membaik.
 Longgarkan
atau lepaskan
pakaian.
 Berikan cairan oral
Edukasi :
 Anjurkan
tirah baring
Kolaborasi :
 Kolaborasi
pemberian cairan dan
elektrolit intravena,
jika perlu.
3. Nausea (D.0076) Setelah dilakukan Manajemen mual
tindakan keperawatan (I.03117)
diharapkan tingkat Observasi
nausea menurun Dengan  Identifikasi
kriteria hasil : pengalaman mual
Nafsu makan meningkat  identifikasi isyarat
Keluhan mual menurun nonverbal
Perasaan ingin muntah ketidaknyamanan
menurun  identifikasi dampak
Perasaan asam di mulut mual terhadap kualitas
menurun hidup
Sensasi panas menurun  identifikasi faktor
Sensasi dingin menurun penyebab mual
Frekuensi menelan  indifikasi antiemetik
menurun untuk mencegah mual
Diaforesis menurun  monitor mual
Jumlah saliva menurun  monitor asupan nutrisi
Pucat membaik dan kalori
Takikardia membaik Terapeutik
Dilatasi pupil membaik  Kendalikan faktor
lingkungan penyebab
mual
 kurangi atau
hilangkan keadaan
penyebab mual
 berikan makanan
dalam jumlah kecil
dan menarik
 berikan makanan
dingin
Edukasi
 Anjurkan istirahat dan
tidur yang cukup
 anjurkan sering
membersihkan mulut
 anjurkan makanan
tinggi karbohidrat
rendah lemak
 ajarkan penggunaan
teknik non
farmakologis untuk
mengatasi mual
Kolaborasi
 kolaborasi pemberian
antiemetik
4. Ansietas (D.0080) Setelah dilakukan Reduksi ansietas
tindakan keperawatan Observasi :
tingkat ansietas  Identivikasi saat
menurun dengan tingkat ansietas
Kriteria Hasil : berubah.
1. Verbalisasi  Monitor tanda tanda
kebingunga ansietas verbal non
n menurun. verbal.
2. Verbalisasi Teraupetik :
khawatir akibat  Temani klien untuk
menurun. mengurangi
3. Prilaku kecemasan jika perlu.
gelisah menurun.  Dengarkan dengan
4. Prilaku penuh perhatian.
tegang menurun.  Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan.
Edukasi :
 Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami.
 Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
klien, jika perlu.
 Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi.
 Latih teknik relaksasi.

Kolaborasi :

 Kolaborasi
pemberian obat
antiansietas jika
perlu.
5. Risiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
(D.0142). tindakan keperawatan Observasi :
tingkat infeksi dengan  Monitor tanda dan
Kriteria Hasil : gejala infeksi local
1. Kebersihan tangan dan sistemik.
meningkat. Teraupetik :
2. Kebersihan badan  Batasi jumlah
meningkat. pengunjung
3. Demam,
 Berikan perawatan
kemerahan, nyeri,
kulit pada area
bengkak menurun.
edema.
4. Kadar sel darah
 Cuci tangan seblum
putih meningkat.
dan sesudah kontak
dengan klien dan
lingkungan klien.
 Pertahankan teknik
aseptic pada klien
beresiko tinggi.
Edukasi :

 Jelaskan tanda dan


gejala infeksi.
 Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan benar.
Kolaborasi :
 Kolaborasi
pemberian
imunisasi , jika perlu

D. Implementasi

Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan


yang tekah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon pasien selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru. Pada proses
keperawatan, implementasi adalah fase ketika perawat
mengimplementasikan intervensi keperawatan. Perawat melaksanakan
atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun
dalam tahap perencanaan kemudian mengakhiri tahap implementasi
dengan mencatat tindakan keperawatan dan respon klien terhadap tindakan
tersebut.

E. Evaluasi
S : Data berdasarkan keluhan yang disampaikan pasien (data subjektif)
O : Data berdasarkan hasil pengukuran langsung kepada pasien (data
objektif)
A : Suatu masalah/ diagnosis keperawatan yang masih terjadi/ baru terjadi
akibat perubahan status klien yang telah teridentifikasi datanya dalam
data subjektif dan objektif
P :Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi / menambahkan rencana tindakan keperawatan yang
telah ditentukan
DAFTAR PUSTAKA

LeMone, Priscilla. 2016 .Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Gangguan


Gastrointestinal ed.5 ; Alih bahasa oleh Bhetsy Angelina & Egi Komara
Yudha.Jakarta : EGC.

Mardalena, Ida. 2017.Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Gangguan Sistem


Pencernaan.Yogyakarta : Pustaka Baru Press.

Manurung, Melva, Tumpal Manurung dan Perawaty Siagian. 2019. Pengaruh


Teknik Relaksasi Benson Terhadap Penurunan Skala Nyeri Post Operasi
Appendixtomy Di RSUD Porsea. Jurnal Keperawatan Priority, Vol 2 No 2
Juli 2019 ISSN 2614-4719. Diakses tanggal 14 September 2021 dari
http://jurnal.unprimdn.ac.id/index.php/jukep/article/download/541/3817

Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis


Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai
Kasus. Jogjakarta: Mediaction.

Rosdahl, Caroline Bunker & Mary T. Kowalski. (2015). Buku Ajar Keperawatan
Dasar ed. 10 vol. 5. ; Alih bahasa oleh Setiawan & Anastasia Onny.
Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai