Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PERITONITIS GENERALISATA

DIRUANGAN PERAWATAN ICU

RSUD AMPANA

Oleh :
NAMA : HALISA KARADJO
NIM : PO0220219012

……………………. …………………….
Pembimbing Klinik Pembimbing akademik

POLTEKKES KEMENKES PALU


PRODI DIII KEPERAWATAN POSO
TAHUN AJARAN 2021
BAB I
KONSEP PENYAKIT

A. Definisi
Peritonitis merupakan keradangan akut maupun kronis pada peritoneum
parietale, dapat terjadi secara lokal (localized peritonitis) ataupun
menyeluruh (general peritonitis). Suatu peritonitis dapat terjadi karena
kontaminasi yang terus-menerus oleh kuman, kontaminasi dari kuman
dengan strain yang ganas, adanya benda asing ataupun cairan bebas seperti
cairan ascites akan mengurangi daya tahan peritoneum terhadap bakteri.
Peritonitis generalisata adalah suatu proses inflamasi local atau
menyeluruh pada peritoneum (Membrane serosa yang melapisi rongga
abdomen menutupi visera abdomen) yang terjadi akibat penyebaran infeksi
dari organ abdomen, perforasi saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen
yang tersebar luas pada permukaam peritoneum. (Desiana Dewi, 2013)

B. Etiologi
Menurut Anggi Yuwita (2014) , penyebab dari peritonitis generalisata antara
lain :
1. Infeksi bakteri
a) Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
b) Appendisitis yang meradang dan perforasi
c) Tukak peptik (lambung / dudenum) d.
d) Tukak thypoide.
e) Tukan disentri amuba / colitis
f) Tukak pada tumor
g) Salpingitis
h) Divertikulitis Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli,
streptokokus alpha dan beta hemolitik, stapilokokus aurens,
enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.
2. Faktor ekstrinsik (dari luar)
a) Operasi yang tidak steril
b) Trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa, ruptur hati
C. Patofisiologi
Reaksi awal keradangan peritoneum adalah keluarnya eksudat fibrinosa
diikuti terbentuknya nanah dan perlekatan-perlekatan fibrinosa untuk
melokalisisr infeksi. Bila infeksi mereda, perlekata akan menghilang, tetapi
bila proses akan berlanjut terus maka pita-pita perlengketan peritoneum akan
sampai ke bagian lengkung usus ataupun organ - organ . Eksudasi cairan
dapat berlebihan hingga menyebabkan dehidrasi yang terjadi penumpukan
cairan di rongga peritoneal. Cairan dan elektrolit tadi akan masuk kedalam
lumen usus dan menyebabkan terbentuknya sekuestrasi. Dengan disertai
perlekatan-perlekatan usus , maka dinding usus menjadi atonia. Atonia
dinding usus menyebabkan permeabilitas dinding usus terganggu
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, oliguri. Sedangkan
perlekatan-perlekatan menyebabkan ileus paralitik atau obstruksi. Ileus
menyebabkan kembung, nausea, vomitting, sedangkan reaksi inflamasi
menyebabkan febris.
Keluarnya eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses)
diantara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan
permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita
fibrinosa, yang kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Bila
bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar akan menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata.
(Desiana Dewi, 2013)

D. Manifestasi Klinis
Menurut Desiana Dewi (2013), manifestasi klinis yang terjadi pada pasien
peritonitis generalisata adalah :
1. Nyeri abdomen kuat

2. Nyeri tekan (+)


3. Sakit berat (toksis)

4. Demam tinggi

5. Kedaan umum jelek.

E. Komplikasi
Menurut Desiana Dewi (2013), komplikasi yang terjadi pada peritonisi
generalisata adalah :
1) Lokal
a. Infeksi pada luka dalam
b. Abses residual
c. Sepsis intraperitoneal
d. Pembentukan fistula biasanya muncul pada akhir minggu pertama
postoperasi
2) Sistemik
a. Demam tinggi yang peristen
b. Edema generalisata
c. Peningkatan distensi abdomen
d. Apatis yang berkepanjangan
e. Sepsis yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kegagalan organ
yang multiple yaitu organ respirasi, ginjal, hepar, perdarahan, system
imun.

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nuzulul (2011) , pemeriksaan penunjang pada pasien peritonitis
generalisata adalah sebagai berikut :
1. Test laboratorium
a) Leukositosis
b) Hematokrit meningkat
c) Metabolic asidosis
2. X. Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
a. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
b. Usus halus dan usus besar dilatasi.
c. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

G. Penatalaksanaan
Pentalaksaan pada kasus peritonitis generalisata menurut Nuzulul (2011)
adalah :
Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir
semua penyebab penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan
(laparotomi eksplorasi).

Pertimbangan dilakukan pembedahan a.l:


1. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler Pada pemeriksaan
fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama ang
meluas, nyeri tekan terutama  jika meluas, distensi perut, massa yang
nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia progresif), tanda sepsis (panas
tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya
pasien saat ditangani).
2. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo Pada pemeriksaan
radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus, extravasasi
neum, distensi usus, extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena
atau arteri mesenterika.
3. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan cerna dan
perdarahan saluran cerna perdarahan saluran cerna yang tidak teratasi.
4. Pemeriksaan laboratorium.

Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :


a) Mengeliminasi sumber infeksi.
b) Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
c) Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.

Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus


mempersiapkan pasien untuk tindakan bedah a.l :
a) Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.
b) Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
c) Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.
d) Pemberian terapi cairan melalui I.V.
e) Pemberian antibiotic.

Terapi bedah pada peritonitis a.l :


a) Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe
ber infeksi. Tipe dan luas dari dan luas dari pembedahan tergantung dari
proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.
b) Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement,
suctioning,kain kassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan
untuk menghilangkan untuk menghilangkan pus, darah, dan pus, darah,
dan jaringan yang nekrosis.
c) Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin. n fibrin.
d) Irigasi kontinyu pasca operasi.

Terapi post operasi a.l:


1) Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, c Pemberian cairan I.V, dapat
berupa air, cairan elek airan elektrolit, dan nutrisi. trolit, dan nutrisi.
2) Pemberian antibiotic
3) Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, gt
minimal, peristaltic usus pulih, dan peristaltic usus pulih, dan tidak ada
distensi abdomen.

1. Terapi
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit
yang hilang yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang
sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan
intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab
radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-
tindakan menghilangkan nyeri.
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting.
Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan
pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine
tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai
keadekuatan resusitasi.
a) Terapi antibiotika harus diberikan ses Terapi antibiotika harus diberikan
sesegera diagnos egera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibio is
peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik  berspektrum luas diberikan secara
empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar.
Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai
menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan
tambahan drainase n drainase bedah. Harus tersedia dosis bedah. Harus
tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia
akan berkembang selama operasi.
b) Pembuangan fokus septik atau penyebab radang la Pembuangan fokus
septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi.
ilakukan dengan operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi
vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan tengah yang
menghasilkan jalan masuk ke masuk ke seluruh abdomen dan mudah
seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jik dibuka serta
ditutup. Jika peritonitis terlokalisas a peritonitis terlokalisasi, insisi
ditujukan i, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang
digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan
sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya,
gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus
menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi
viskus yang perforasi.
c) Lavase peritoneum dilakukan pada Lavase peritoneum dilakukan pada
peritonitis yang peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan l
difus, yaitu dengan menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak
terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi maka
dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal
povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi,
sebaiknya tidak dilakukan lavase i, sebaiknya tidak dilakukan lavase
peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria
menyebar ketempat lain.
d) Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena k
dianjurkan, karena pipa drain itu dengan pipa drain itu dengan segera
akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat m um, dan
dapat menjadi tempat masuk bagi enjadi tempat masuk bagi kontaminan
eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi
yang terus- menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis
terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.
2. Pengobatan
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat,
terutama bila terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi
atau divertikulitis. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau
penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak
dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam
antibiotik  diberikan bersamaan.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien yang mencakup tiga fase yaitu :
a) Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika
keputusan f dimulai ketika keputusan untuk  intervensi bedah dibuat dan
berakhir ketika intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien
digiring kemeja operasi. Lingkup digiring kemeja operasi. Lingkup
aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan
pengkajian dasar  pasien ditatanan kliniik atau dirumah, menjalani
wawancaran praoperatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang
diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun, aktivitas keperawatan
mungkin dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien praoperatif
ditempat ruang operasi.
b) Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dketika pasien
masuk atau dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini
lingkup aktivitas keperawatan dapat meliputi: memasang infuse (IV),
memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis
menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan
pasien. Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanyapada
menggemgam tangan pasien selama induksi anastesia umum, bertindak
dalam  peranannya sebagai perawat scub, atau membantu dalam
mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan
prinsip-prinsip dasar kesejajaran tubuh.
c) Fase pascaoperatif pascaoperatif dimulai dengan dimulai dengan
masuknya pasien masuknya pasien keruang pemulihan keruang
pemulihan dan berakhir  berakhir  dengan evaluasi tindak lanjut pada
tatanan kliniik atau dirumah. Lingkup keperawatan mencakup rentang
aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase pascaoperatif  ini. Pada
fase pascaoperatif  langsung, focus terhadap mengkaji efek dari a
langsung, focus terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan
memantau fungsi vital astesia dan memantau fungsi vital serta mencegah
komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus
pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak
lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan
rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap fase ditelaah lebih detail
lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan memungkinkan, proses
keperawatan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi
diuraikan.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
Menurut Nuzulul (2011) data focus pengkajian keperawatan pada kasus
peritonitis generalisata adalah :
1. Pengkajian Data Subyektif
a. Pasien mengatakan nyeri didaerah perutnya, nyeri sedang
b. Pasien mengatakan mual dan muntah
c. Pasien mengatakan tidak nafsu makan
d. Pasien mengatakan demam
e. Pasien mengatakan badannya meriang
f. Pasien mengatakan susah buang air besar
g. Pasien mengatakan dadanya berdebar-debar, pusing dan nafasnya cepat
h. Pasien bertanya-tanya tentang penyakitnya
2. Data Obyektif
a. Pasien tampak meringis
b. Mukosa mulut pasien kering
c. Turgor kulit pasien buruk
d. Pasien tampak gelisah
e. Pasien tampak lemas
f. Badan pasien teraba panas
g. RR pasien meningkat
h. Nadi pasien meningkat
i. Tekanan Darah pasien meningkat
j. Berat badan pasien menurun
k. Perut pasien kembung

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016), diagnosa keperawatan pada pasien
Peritonitis generalisata adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
2. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit
3. Hipovolemia
4. Resiko defisit nutrisi

C. Rencana/Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut b.d proses inflamasi
Intervensi utama : Manajemen nyeri
Observasi :
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, fdurasi, frekuensi, kualitas,
inseitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi respon nyeri non verbal
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan analgesic
Terapeutik :
a. Berikan tekhnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e. Ajarkan tekhnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik
2. Hipertemia b.d proses penyakit
Intervensi Utama : Manajemen hipertermia
Observasi :
a. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
b. Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin
meningkat
c. Monitor kadar glukosa darah
d. Monitor tanda dan gejala hiperglekemia
e. Monitor intake dan output cairan
f. Monitor keton urin, kadar analisa gas darah, elektrolit, tekanan
darah ortostatik dan frekuensi nadi
Terapeutik :
a. Berikan asupan cairan oral
b. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap
ada atau memburuk
c. Fasilitas ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
Edukasi :
a. Anjurkan meghindari olahraga saat kadar glukosa darah lebih
dari 250 mg/dL
b. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
c. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
d. Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine
e. Ajarkan pengelolaan diabetes
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian insulin
b. Kolaborasi pemberian cairan IV
c. Kolaborasi pemberian kalium

3. Hipovolemia b.d kekurangan intake cairan


Intervensi utama : Manajemen Hipovolemia
Observasi :
a. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
b. Monitor intake dan output cairan
Terapeutik :
a. Hitung kebutuhan cairan
b. Berikan posisi modifield trendelunburg
c. Berikan asupan cairan oral
Edukasi :
a. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
b. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
b. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis
c. Kolaborasi pemberian cairan koloid
d. Kolaborasi pemberian produk darah
4. Resiko defisit nutrisi
Intervensi utama : Manajemen Nutrisi
Observasi :
a. Identifikasi status nutrisi
b. Identifikasi alergi dan introleransi makanan
c. Identifikasi makanan yang disukai
d. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
e. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
f. Monitor asupan makanan
g. Monitor berat badan
h. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik :
a. Lakukan oral hygiene sebelum makan
b. Fasilitasi menentukan pedoman diet
c. Sajikan makanan yang menarik dan suhu yang sesuai
d. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
e. Berikan suplemen makanan
f. Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi :
a. Anjurkan posisi duduk
b. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yeng dibutuhkan

DAFTAR PUSTAKA
Desi, D. 2013. laporan resum peritonitis generalisata. Jakarta

Nuzulul. 2011. Asuhan keperawatan peritonitis

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016 .Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta

Yasirin, M (2012) Pathway peritonitis

Yuwita, A. 2014. Laporan pendahuluan peritonitis. Malang

PATHWAY
Sterptokok.
Stapilokok
eksternal
Bakteri Cedera perforasi Benda asing,
saluran cerna dialysis, tumor

Masuk saluran Masuk ke Keluarnya enzim Porte de entre


cerna ginjal pancreas, asam benda asing,
lambung, bakteri
empedu
Masuk saluran
cerna Masuk saluran
cerna

Masuk ke rongga
peritonium

PERITONITIS

Fase PenyembuhanMerangsang aktivitas parasimpatik


Merangsang pusat
Perangsangan
nyeri pirogen di hipotalamus

Perlekatan fibrosa Nyeri akut


Absorpsi menurun Hipertermi

Obstruksi usus
Diare
Refluk makan
ke atas
Hipovolemia
Mual, muntah,
anoreksi

Intake in
adekuat

Resiko defisit
nutrisi

Anda mungkin juga menyukai