Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PELATIHAN PERAWATANASTESI DASAR

ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI PADA KLIEN DENGAN


DIAGNOSA MEDIS PERITONITIS GENERALISTADENGAN ANASTESI
INTUBASI ENDOTRACHEAL TUBE
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR PROVINSI JATIM

OLEH :

RAHMAWATI NINGSIH, S.Kep


KLINIK UTAMA SUKMA WIJAYA SAMPANG

INSTALASI ANESTESI
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR PROVINSI JATIM
2023
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI


PADA Nn. NDENGAN DIAGNOSA PERITONITIS GENERALISTA
DENGAN ANESTESI INTUBASI ENDOTRACHEAL TUBE
RSUD Dr SAIFUL ANWAR PROVINSI JATIM

Telah Disetujui pada :

Hari : Selasa

Tanggal : 17 Mei 2023

Tempat : RSUD Dr. Saiful Anwar

Malang, 17 Mei 2023


Peserta Pelatihan Pembimbing

(Cholid Juhana, AMD.Kep)


(Rahmawati Ningsih, S.Kep) 19740401 200701 1 011
BAB I

KONSEP DASAR TENTANG PENYAKIT

1.1 Pengertian

Peritonitis generalista adalah suatu proses inflamasi local atau menyeluruh pada

peritoneum (membrane serosa yang melapisi rongga abdomen dan menutupi visera abdomen)

yang terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ abdomen, perforasi saluran cerna atau dari

luka tembus abdomen yang tersebar luas pada permukaan peritoneum.

Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum yang merupakan pembungkus dalam

rongga perut.Peritonitis adalah suatu respon inflamasi atau supuratif yang disebabkan oleh

iritasi kimiawi atau invasi bakteri.

1.2 Etiologi

a. Infeksi bakteri

1) Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal

2) Appendicitis yang meradang dan perforasi

3) Tukak peptic (lambung/duodenum)

4) Tukak thypoid

5) Salpingitis

6) Diverticulitis

Kuman yang paling sering adalah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik,

stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium

wechii.

b. Secara langsung dari luar

1) Operasi yang tidak steril

2) Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamide, terjadi peritonitis

yang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap

benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis

local.

3) Trauma pada kecelakaan seperti rupture limpa, rupture hati, trauma tumpul

abdomen

4) Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula

peritonitis granulomatosa
c. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran

pernapasan atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah

streptokokus atau pnemokokus.

1.3 Patofisiologi

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat

fibrinosa.Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa yang

menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.Perlekatan

biasanya menghilang bisa infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa

yang dapat mengakibatkan obstruksi usus.Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena

kapiler dan membrane mengalami kebocoran.Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat

dan agresif maka menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator seperti misalnya

interleukin dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa keperkembangan

selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi

dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk.

Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu hipovolemia.

Organ-oragan didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami

edema.Edema disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut

meninggi.Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta

edema seluruh organ intra peritoneal dan edema dinding abdomen termasuk retroperitoneal

menyebabkan hipovolemia.Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu dan

muntah.Terjebaknya cairan dicavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan

tekanan intra abdomen membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan

penurunan perfusi.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi

menyebar dapat timbul peritonitis umum.Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas

peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi meregang.Cairan

dan elektrolit hilang kedalam lumen usus mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi

dan oliguria.Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan

dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.Sumbatan

yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan

mekanik maka terjadi peningkatan peristaltic usus sebagai usaha untuk mengatasi
hambatan.Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai

terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi

obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir

dengan nekrosis atau gangrene yang akhirnya terjadi perforasi usus karena penyebaran bakteri

pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.

Pada apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi

folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut

menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan, makin lama mucus

tersebut makin banyak namun elastisitas dinding appendik mempunyai keterbatasan sehingga

menyebabkan peningkatan tekanan intramulen dan menghambat aliran limfe yang

mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa dan obstruksi vena sehingga

edema bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendik yang

diikuti dengan nekrosis atau gangrene dinding appendik sehingga menimbulkan perforasi dan

akhirnya mengakibatkan peritonitis baik local maupun general.

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen dapat

mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra

peritoneal.Rangsangan peritoneal yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut,

mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses.Rangsangan

kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas

misalnya didaerah lambung makaakan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan

terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak

terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru

setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.

1.4 Manifestasi Klinis

a. Syok (neurogenik, hipovolemik atau septic) terjadi pada beberapa penderita peritonis

umum.

b. Demam

c. Distensi abdomen

d. Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang local, difus, atrofi umum tergantung

perluasan iritasi peritonitis


e. Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah dari lokasi

peritonitisnya

f. Nausea

g. Vomiting

h. Penurunan peristaltic

1.5 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada peritonitis ialah inflamasi tidak local dan seluruh rongga

abdomen menjadi terkena pada sepsis umum.Sepsis adalah penyebab umum dari kematian

pada peritonitis.Syok dapat diakibatkan dari septikimia atau hipovolemik. Proses inflamasi

dapat menyebabkan obstruksi usus yang terutama berhubungan dengan terjadinya perlekatan

usus. Dua komplikasi pasca operatif paling umum adalah eviserasi luka dan pembentukan

abses.Luka yang tiba-tiba mengeluarkan drainase serosanguinosa menunjukkan adanya

dehisens luka.

1.6 Pemeriksaan Diagnostik

a. Laboratorium

1) Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra abdomen

menunjukkan adanya leukositosis (>11.000 sel/µL) dengan adanya shift to the

left.

2) PT,PTT dan INR

3) Tes fungsi hati jika diindikasikan

4) Amilase dan lipase jika adanya dugaan pancreatitis

5) Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih

6) Kultur darah untuk menentukan jenis kuman dan antibiotic. BGA untuk

melihat adanya asidosis metabolik

b. Radiologis

1) Foto polos

Foto polos abdomen (tegak/supine, setengah duduk dan lateral dekubitus)

adalah pemeriksaan radiologis utama yang paling sering dilakukan pada

penderita dengan kecurigaan peritonitis. Ditemukannya gambaran udara bebas

sering ditemukan pada perforasi gaster dan duodenum tetapi jarang ditemukan

pada perforasi colon dan juga appendik


c. USG

USG abdomen dapat membantu dalam evaluasi pada kuadran kanan atas (abses

perihepatik, kolesistitis) kuadran kanan bawah dan kelainan didaerah pelvis. Tetapi

kadang pemeriksaan akan terganggu karena penderita merasa tidak nyaman, adanya

distensi abdomen dan gangguan distribusi gas abdomen.

USG juga dapat mendeteksi peningkatan jumlah cairan peritonium (asites), tetapi

kemampuan mendeteksi jumlah cairan <100 ml sangat terbatas.Area sentral dari

rongga abdomen tidak dapat divisualisasikan dengan baik dengan USG

tranabdominal. USG dapat dijadikan penuntun untuk dilakukannya aspirasi dan

penempatan drain yang termasuk sebagai salah satu diagnosis dan terapi pada

peritonitis.

d. CT Scan

CT Scan abdomen dan pelvis lebih sering digunakan pada kasus intraabdominal abses

atau penyakit pada organ lainnya. CT Scan dapat mendeteksi cairan dalam jumlah

yang sangat minimal, area inflamasi dan kelainan patologi GIT lainnya dengan

akurasi mendekati 100%. Abses peritoneal dan pengumpulan cairan bisa dilakukan

aspirasi dengan panduan CT Scan.

1.7 Penatalaksanaan Medis

Prinsip utama terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan

secara intravena, pemberian antibiotic yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan

penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan focus septic (appendik) atau penyebab

radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan

menghilangkan nyeri.

1. Konservatif, indikasi terapi konservatif :

- Infeksi terlokalisir misal massa appendik

- Penyebab peritonitis tidak memerlukan pembedahan (pancreatitis akut)

- Penderita tidak cukup baik untuk dilakukan general anesthesia, pada orang tua

dan komorbid

- Fasilitas tidak memungkinkan dilaukannya terapi pembedahan


Prinsip terapinya meliputi rehidrasi dan pemberian antibiotic.Terpai supportif harus

diberikan termasuk pemberian nutrisi parenteral pada penderita dengan sepsis

abdomen di ICU.

Terapi konservatif meliputi :

a) Cairan intravena

Pada peritonitis terjadi pindahnya CIS kedalam rongga peritoneum, jumlah

cairan ini harus diganti dengan jumlah yang sesuai. Jika ditemukan sistemik

atau pada penderita dengan usia tua dan keadaan umum yang buruk, CVP

(Central Venous Pressure) dan kateter perlu dilakukan, balance cairan harus

diperhatikan, pengukuran berat badan serial diperlukan untuk memonitoring

kebutuhan cairan.

b) Antibiotic

Terapi antibiotic harus diberikan sesegera setelah diagnosis peritonitis bakteri

dibuat. Antibiotic berspektrum luas diberikan secara empiric dan kemudian

diubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotic didasarkan pada

organism mana yang dicurigai menjadi penyebab.

c) Oksigenasi

Sangat diperlukan pada penderita dengan syok. Hipoksia dapat dimonitor

dengan pulse oximetri atau dengan pemeriksaan BGA

d) Pemasangan NGT

Akan mengurangi muntah dan mengurangi resiko terjadinya pneumonia

aspirasi

2. Defenitif (pembedahan)

a) Laparatomi

Pembuangan focus septic atau penyebab radang dilakukan dengan operasi

laparatomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertical digaris tengah yang

menghasilkan jalan masuk keseluruh abdomen dan mudah dibuka serta

ditutup.Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi

b) Laparaskopi

Laparaskopi terbukti efektif dalam manajemen appendicitis akut dan perforasi

ulkus duodenal.Dan dapat juga dilakukan pada kasus perforasi kolon, tetapi
lebih sering dilakukan laparatomy. Kontraindikasi pada penderita dengan syok

dan ileus

c) Lavase peritoneum dan drainase

Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus yaitu dengan

menggunakan larutan kristaloid (saline). Pemberian antiseptic maupun

antibiotic (tetrasiklin, povidon iodine) tidak dianjurkan karena akan

menyebabkan adesi. Setelah lavase selesai dilakukan aspirasi seluruh cairan

dalam rongga abdomen karena akan menghambat mekanisme defens local.

Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa

drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum dan

dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen.

d) Terapi post operatif

Terjadinya stabilitas hemodinamik dan perfusi organ yang baik dalam hal ini

perlu diperhatikan, pemberian cairan dan suplai darah. Pemebrian antibiotic

dilanjutkan 10-14 hari post operasi tergantung pada tingkat keparahan

peritonitis
WOC (Web Of Caution) Peritonitis

Infeksi bakteri (E coli, Faktor ekstrinsik (operasi


streptokokus aureus, tidak steril, trauma)
enterokokus

Luka abdomen
Invasi bakteri
BAB II
KONSEP DASAR ANESTESI
Robekan pada usus
Eksudat fibrosa

2.1 Pengertian Anestesi


Rupture usus
Anestesia
Abses adalah suatu keadaan narcosis, analgesia, relaksasi dan hilangnya reflek.

Anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan


Peritonitis
dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.

2.2 Macam-Macam Anestesi


Pemasangan kolostomi Pemebedahan/Laparatomi
a. Anestesi Umum

Klien yang mendapat anestesi umum akan kehilangan seluruh sensasi dan
Peningkatan leukosit Post operasi
kesadarannya. Relaksasi otot mempermudah manipulasi anggota tubuh.Pembedahan

yang menggunakan anestesi umum melibatkan prosedur mayor, yang membutuhkan


MK : Resiko infeksi Luka insisi Merangsang serabut
manipulasi jaringan yang luas. saraf nyeri

b. Anestesi
Distensi Regional
abdomen Perubahan jaringan
Hipotalamus
Induksi anestesi regional menyebabkan hilangnya sensasi pada daerah tubuh

tertentu.Anestesi
Suara peristaltic berubah regional terdiri dari spinal anestesi, epidural anestesi, kaudal
MK : gangguan
(tidak ada, Korteks serebri
kerusakan integritas
anestesi.Metode induksi mempengaruhi bagian alur sensorik yang diberi anestesi.Ahli
hipoaktif/hiperaktif)
jaringan/kulit
anestesi memberi regional secara infiltrasi dan lokal.Pada bedah mayor, seperti
Nyeri dipersepsikan
MK : Disfungsi motilitas
perbaikan hernia, histerektomi vagina, atau perbaikan pembuluh darah kaki, anestesi
gastrointestinal
regional atau spinal anestesi hanya dilakukan dengan induksi infiltrasi.Blok anestesi
MK : Nyeri Akut
pada saraf vasomotorik simpatis dan serat saraf nyeri dan motoric menimbulkan

vasodilatasi yang luas sehingga klien dapat mengalami penurunan tekanan darah yang

tiba – tiba.

c. Anestesi Lokal

Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan.Obat

anestesi menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi.Anestesi

lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah sehari.

2.3 Konsep General Anestesi

A. Pengertian

Anestesi umum ialah suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap

semua sensasi akibat induksi obat.Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri,

kesadaran juga hilang. Obat anestesi umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang
heterogen, yang mendepresi SSP secara reversibel dengan spektrum yang hampir

sama dan dapat dikontrol. Obat anastesi umum dapat diberikan secara inhalasi dan

secara intravena.

B. Tujuan

1) Menginduksi hilangnya kesadaran dengan menggunakan obat hipnotik yang

dapat diberikan secara intravena (misalnya: propofol) atau inhalasi (misalnya:

sevofluran).

2) Menyediakan kondisi operasi yang cukup untuk lamanya prosedur

pembedahan dengan menggunakan anestesi seimbang, yaitu kombinasi obat

hipnotik untuk mempertahankan anestesi (misalnya: propofol, sevofluran),

analgesik untuk nyeri, dan bila diindikasikan relaksan otot, atau anestesi

regional.

3) Mempertahankan fungsi fisiologis yang penting dengan cara berikut:

a) Menyediakan jalan napas yang bersih (masker laring atau selang trakea

kurang lebih ventilasi tekanan positif intermitten).

b) Mempertahankan akses vaskular yang baik.

c) Pemantauan fungsi tanda tanda vital (oksimetri nadi, kapnografi,

tekanan darah arteri, suhu, EKG, keluaran urin setiap jam).

d) Membangunkan pasien dengan aman saat akhir prosedur pembedahan.

C. Indikasi

Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang

memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan bedah yang lebih panjang,

misalnya pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi

tulang dan lain-lain. Selain itu, anestesi umum biasanya dilakukan pada pembedahan

yang luas

D. Kontra Indikasi

1) Jantung : hindarkan pemakaian obat-obat yang mendespresi miokard atau

menurunkan aliran darah coroner

2) Hepar : hindarkan obat hepatotoksik, obat yang toksis terhadap hepar atau

dosis obat diturunkan


3) Ginjal : hindarkan atau seminim mungkin pemakaian obat yang diekskresi

melalui ginjal

4) Paru : hindarkan obat-obat yang menaikkan sekresi dalam paru

5) Endokrin : hindarkan pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis

pada diabetes penyakit basedow, karena bisa menyebabkan peninggian gula

darah.

2.4 Persiapan Anestesi

1. Kunjungan pra anestesi

Persiapan anestesi dapat dilakukan dengan adanya kunjungan pra anestesi, dimana hal

tersebut dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :

a) Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal

b) Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obatan anestesi dengan kondisi

pasien

c) Menentukan status fisik pasien menurut ASA (American Society of

Anesthesiologist ) yaitu

 ASA 1 : pasien tanpa disertai penyakit sistemik

 ASA 2 : pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang tanpa

pembatasan aktifitas

 ASA 3 : pasien dengan penyakit sistemik berat yang tidak mengancam jiwa

 ASA 4 : pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung bisa

mengancam jiwa sewaktu-waktu

 ASA 5 : pasien dengan tidak ada harapan, dengan atau tanpa pembedahan

diperkirakan meninggal dalam 24 jam

2. Persiapan alat (STATICS)

Adapun hal yang harus diperhatikan selain kesiapan pasien adalah kesiapan alat meliputi

 S : Scope (laringoskop, stetoskop)

 T : Tube (ETT dengan berbagai ukuran)

 A : Airway (LMA, BMV, guedel, oronasal airway)

 T : Tape (plester)

 I : Introducer (magil, mandrain, bougie)

 C : Connector (end to end, corrugate, breathing circuit)


 S : Suction (alat dan selang suction)

3. Persiapan obat anestesi dan emergency

A. Obat anestesi

1. Golongan sedasi

a. Midazolam

Tujuan memberikan rasa nyaman dan tenang, mengurangi kecemasan,

amnesia retrograde. Gologan obat benzodiazepine misalnya midazolam.

Efek induksi terjadi sekitar 1,5 menit setelah pemberian intravena bila

sebelumnya diberikan premedikasi obat narkotika dan 2-2,5 menit tanpa

premedikasi narkotika sebelumnya.

Dosis premedikasi sebelum operasi :

 Pemberian intramuskular ataupun intravena pada penderita yang

mengalami nyeri sebelum tindakan bedah, pemberian tunggal atau

kombinasi dengan antikolinergik atau analgesic

 Dosis : 0,07-0,1 mg/kgBB, onset 30 detik-1 menit, durasi 15-80 menit

 Dosis anak-anak : 0,05 mg/kbBB

b. Pethidin

Merupakan narkotik yang sering digunakan untuk premedikasi.

Keuntungannya untuk memudahkan induksi, mengurangi kebutuhan obat

anestesi, menghasilkan anestesi pre dan pasca bedah.

Dosis pemberian :

 0,5-2 mg/kgBB onset kerja 1 menit durasi 2-4 jam

2. Analgesia

a. Fentanyl

Fentanyl adalah golongan obat opioid kuat yang digunakan sebagai

analgesic dan obat bius jika diberikan bersamaan dengan obat lain. Obat

ini bekerja pada SSP. Efek samping dari fentanyl adalah mual dan

mengantuk.

Dosis pemberian :

 1-2 mcg/kgBB onset kerja 30 detik durasi 30-60 menit


b. Sufentanyl

Merupakan obat anestesi primer yang digunakan sebagai agen induksi

dan pemeliharaan anestesi.

Dosis pemebrian :

 Efek analgesik 1-2 mcg/kgBB dengan durasi 1-2 jam

 Dosis pemeliharaan tidak boleh melebihi 1 mcg/kg/jam

c. Morphin

Morphin digunakan untuk meredakan dan menghilangkan nyeri hebat

yang tidak dapat diobati dengan analgesic non-opiod.

Dosis pemberian :

 0,1-0,2 mg/kgBB onset kerja <1 menit durasi 2-7 jam

3. Induksi

a) Propofol

Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi

efek ini disebebkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah

jantung.

Efek samping propofol pada system pernapasan adanya depresi

nafas, apnea, bronkospasme dan laringospasme.Pada kardiovaskuler

hipotensi, aritmia.Pada SSP adanya sakit kepala, pusing, kebingungan,

mual dan muntah.Dosis pemberian secara intravena : 2-2,5 mg/kgBB,

onset kerja 40 detik dengan durasi 5-10 menit

b) Tiopenthal

Suplementasi dari anestesi regional, antikonvulsan, pengurangan dari

tekanan intracranial, proteksi cerebral. Efek samping depresi sirkulasi,

aritmia, depresi pernapasan, apnea, laringospasme

Dosis pemberian :

 Dewasa : induksi IV 3-5 mg/kgBB

 Anak : induksi IV 5-6 mg/kgBB

 Bayi : induksi IV 7-8 mg/kgBB

 Infuse 0,05-0,35 mg/kgBB/menit

Onset 20-30 detik dengan durasi 5-15 menit


c) Ketamin

Anestetik disosiatif, induksi dan pemeliharaan anestesi khususnya pada

pasien hipovolemi atau beresiko tinggi, satu-satunya anestetik untuk

prosedur bedah singkat. Efek samping hipertensi, takikardi, depresi nafas,

apnea dan delirium

Dosis pemberian :

 Sedasi atau analgesia : 0,5-1 mg/kgBB

 Induksi : 1-2,5 mg/kgBB, onset 30 detik, durasi 5-15 menit

4. Obat muscle relaxan

Adalah obat pelumpuh otot yang bekerja pada otot bergaris/otot lurik.

Pelumpuh otot dibagi menjadi 2 yaitu depolarisasi dan non depolarisasi :

a. Pelumpuh otot depolarisasi : termasuk golongan obat ini adalah

suksinilkolin dan dekametonium

b. Pelumpuh otot non depolarisasi

 Atracurium

Keunggulannya adalah metabolisme terjadi didalam darah, tidak

bergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek

akumulasi pada pemberian berulang. Efek samping dan pertimbangan

klinis histamine release pada dosis duatas 0,5 mg/kgBB

Dosis pemberian :

 0,3-0,5 mg/kgBB onset kerja 1-3 menit durasi 20-30 menit

 0,1 mg/kgBB setiap 10-20 menit

 Infuse 5-10 mcg/kg/menit

 Rokuronium

Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal sedangkan

kerugiannya adalah terjadi gangguan hati dan efek kerja yang lebih

lama

Dosis pemberian :

 0,6-1,2 mg/kg/BB 0nset 45-90 detik durasi 15-150 menit


5. Maintenance obat inhalasi

a. Isoflurane

Anestesi inhalasi berbentuk cairan yang tidak berwarna, berbau tajam,

tidak mudah terbakar. Efek dari isoflurane yaitu

 Efek bronchodilator tapi tidak kuat

 Mempunyai bau yang tajam sehingga pasien merasa tidak nyaman

 Menimbulkan depresi ringan pada jantung

 Dalam waktu 7-10 menit biasanya sudah mencapai stadium

pembedahan anestesi

 1 MAC = 1,15%

b. Sevoflurane

Anestesi inhalasi berbentuk cairan, tidak berwarna, berbau enak, tidak

iritatif, tidak mudah terbakar. Efek dari sevoflurane yaitu

 Menimbulkan relaksasi pada anak

 Pada system kardiovaskuler sedikit menimbulkan depresi kontraksi

jantung

 Memicu bronchospasme

 1 MAC = 2%

B. Obat emergency

1. Adrenalin

Indikasi : asistole, PEA, VF/VT pulsesis, hipotensi, bradikardi

Dosis :1 mg tiap 3-5 menit IV

2. Sulfas Atropin

Indikasi : bradikardi (denyut nadi <60x/menit)

Dosis : 0,5-1 mg

3. Lidocain

Indikasi : VF dan VT bila tidak ada amiodaron, PVC

Dosis : 3 mg/kgBB tiap 3-5 menit, maksimal 3 mg/kgBB

4. Efedrin

Indikasi : hipotensi systole <90 mmHg

Dosis : IV 5-10 mg
2.5 Tahap-Tahap General Anestesi

a) Stadium I (tahap analgesia) yaitu dari mulainya induksi anestesi hingga hilangnya

kesadaran

b) Stadium II (tahap eksitasi) yaitu dari hilangnya kesadaran hingga mulainya respirasi

teratur misalnya terdapat batuk, kegelisan, muntah dan perubahan tekanan darah serta

takikardi

c) Stadium III (pembedahan) yaitu dari mulai respirasi teratur hingga berhentinya

respirasi, dibagi menjadi 4 plane yaitu :

 Plane I yaitu dari timbulnya pernapasan teratur hingga berhentinya pergerakan

bola mata

 Plane II yaitu dari tidak adanya pergerakan bola mata hingga mulainya paralisis

intercostals

 Plane III yaitu dari mulainya paralisis interkostal hingga total paralisis intercostals

 Plane IV yaitu dari kelumpuhan interkostal hingga paralisis diafragma

d) Stadium IV (depresi medulla oblongata) yaitu overdosis dari timbulnya paralisis

diafragma hingga cardiac arrest

Dalam memberikan obat-obatan pada pasien yang akan menjalani operasi maka perlu

diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance dan lain-lain.

2.6 Efek General Anestesi

1) Pernapasan

Pasien dengan keadaan tidak sadar dapat terjadi gangguan pernapasan dan peredaran

darah.Obat anestesi inhalasi menekan fungsi mukosilia saluran pernapasan

menyebabkan hipersekresi ludah dan lendir sehingga terjadi penimbunan mukus di jalan

napas.

2) Kardiovaskuler

Keadaan anestesi, jantung dapat berhenti secara tiba-tiba.Jantung dapat berhenti

disebabkan oleh karena pemberian obat yang berlebihan, mekanisme reflek nervus yang

terganggu, perubahan keseimbangan elektrolit dalam darah, hipoksia dan anoksia,

katekolamin darah berlebihan, keracunan obat, emboli udara dan penyakit jantung.
3) Gastrointestinal

Regurgitasi yaitu suatu keadaan keluarnya isi lambung menuju faring tanpa adanya

tanda-tanda. Salah satunya dapat disebabkan karena adanya cairan atau makanan dalam

lambung, tingginya tekanan darah ke lambung dan letak lambung yang lebih tinggi dari

letak faring. General anestesi juga menyebabkan gerakan peristaltik usus akan

menghilang.

4) Ginjal

Anestesi menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal yang dapat menurunkan filtrasi

glomerulus sehingga dieresis juga menurun.

5) Perdarahan

Selama pembedahan pasien dapat mengalami perdarahan, perdarahan dapat

menyebabkan menurunnya tekanan darah, meningkatnya kecepatan denyut jantung dan

pernapasan, denyut nadi melemah, kulit dingin, lembab, pucat serta gelisah.

2.7 Konsep General Anestesi Intubasi Endotracheal

A. Pengertian

Intubasi endotracheal adalah tindakan memasukan pipa endotrakhea ke dalam trakhea

sehingga jalan nafas bebas hambatan dan pertukaran gas adekuat .Intubasi endotrakea

dapat dilakukan melalui beberapa lintasan antara lain melalui hidung (nasotrakeal),

mulut (orotrakeal) dan melalui tindakan trakeostomi

B. Tujuan

1) Pembebasan jalan nafas

2) Pemberian nafas buatan dengan bag and mask

3) Pemberian nafas buatan secara mekanik (respirator)

4) Memungkinkan penghisapan sekret secara adekuat

5) Mencegah aspirasi asam lambung (dengan adanya balon yang dikembangkan)

6) Mencegah distensi lambung

7) Pemberian oksigen dosis tinggi

C. Indikasi

1. Ada obstruksi jalan nafas bagian atas

2. Pasien yang memerlukan bantuan nafas dengan respirator

3. Pemberian anestesi
4. Terdapat banyak sputum (pasien tidak dapat mengeluarkan sendiri)

D. Kontra Indikasi

1) Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan

untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah

cricothyroidectomy pada beberapa kasus

2) Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra

servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

E. Persiapan Intubasi

1. Cuci tangan

2. Posisi pasien terlentang

3. Kepala diganjal bantal kecil setinggi 10 cm

4. Tinggikan bed pasien sampai umbilikus perawat

5. Pilih ukuran ETT

a) Laki-laki : no 7-8

b) Wanita : no 6,5-7,5

c) Anak-anak : usia (th)+4


4
6. Periksa balon pipa/cuff ETT dengan spuit 20 cc

7. Pasang blade yang sesuai

8. Minta pasien nafas dalam 3x atau oksigenasi dengan bag and mask atau ambu

bag dengan O2 100% 5 menit agar pasien tidak hipoksia

9. Masukkan obat-obat sedasi dan muscle relaxan (fentanyl, midazolam,

propofol)

10. Bagging dulu, masukkan relaxan

11. Ventilasi dulu 2-3 menit

12. Buka mulut dengan laringoskop sampai terlihat epiglotis

13. Dorong blade sampai pangkal epiglotis, masukkan ETT sesuai ukuran

14. Cek apakah ETT benar masuk, isi cuff lalu fiksasi

F. Kriteria Ekstubasi

1. Hipoksia

2. Hipercarbi

3. Volum tidal tercapai


4. Pernafasan reguler

5. Ada pernafasan torakal

6. Ada pergerakan tangan

7. Pasien sadar
BAB III

PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANESTESI


PADA FASE PERIANESTESI

Nama Pasien : Nn. N No.Register : 11570221


Umur : 18 tahun Dokter Operator : dr.Bri
Ruang Rawat : Singkarak Asisten Operasi : dr.Iko
Diagnosa Medis : Peritonitis Generalista dt. Perawat Instrumen : Arif
Leakage Stamp Post Perawat Sirkuler : Eka
Appendiktomy Dokter Anestesi : dr.Isngadi SpAn
Tindakan : Re Explorasi laparatomy Perawat Anestesi : Niluh
Stoma
Tgl. Pengkajian : 21-03-2023 Tanggal Operasi : 21-03-2023
Jam Mulai OP. : 09.00 WIB Jam Selesai OP. :11.00 WIB

PENGKAJIAN PRE ANESTESI


DATA SUBYEKTIF
 Keluhan Utama :nyeri

 Riwayat penyakit saat ini:keluarga pasien mengatakan luka operasi keluar pus seperti feses
sejak 3 hari yang lalu pada drainage sebanyak 800 cc, pasien post operasi appendiktomy pada
tanggal 16-03-2023

 Riwayat penyakit yang lalu: pasien tidak ada riwayat diabetes mellitus dan hipertensi

 Riwayat anestesi/ operasi terdahulu : pasien pernah dioperasi appendiktomy pada tanggal
16-03-2023 dengan general anestesi intubasi endotracheal

 Riwayat kebiasaan pasien (Perokok, alcohol, obat obatan) : -

DATA OBYEKTIF
a. Sistem Pernafasan (B1)
Jalan Nafas : Paten / Obstruksi
Sesak nafas : Ya / Tidak terpasang O2 nasal : 4 lpm
Artificial airway : Oro/Nasofaringeal tube/ ETT / Tracheocanule
RR : 20x/menit
SpO2 : 98%
Gigi : Palsu ( - ) Cakil ( - ) Tongos ( - ) Ompong ( - )
Buka Mulut : 3 jari
MALAMPATTI : 1 / 2 / 3 / 4
Jarak Mentothyroid : 6 cm
Gerak leher : Flexy / Ekstensi
Suara nafas : Vesikuler / Bronkovesikuler

Ronchi : - - Whezing : - -
- - - -
Riwayat Asthma : Ya / Tidak
Lain lain : -
a. Sistem Kardiovaskuler (B2)
Tensi : 105/73 mmHg
Nadi : 90x/menit
Suhu : 36,5’C
CRT : <2’ , >2’
Sirkulasi : S1 S2 Tunggal ( reguler / irreguler) / extra systole / Gallop
Lain2 :
Konjungtiva : Anemis / Pink pale
Sianosis : Ya / Tidak
Perfusi : AHKM

b. Sistem Persyarafan (B3)


Keadaan Umum : baik
GCS :E4V5M6
Skala nyeri :5
Reflek pupil : Isokor / Anisokor / Miosis / Pint point / Midriasis
Reflek cahaya : +/+
Motorik : 5 5
5 5
Plegi : Ya ( Tetra D S / Hemi D S ) Tidak
Parese : Ya ( Tetra D S / Hemi D S ) Tidak
Lain lain :-

c. Sistem Perkemihan (B4)


Produksi urine :300 cc
Keluhan : Kencing menetes ( - ), Inkontinensia ( - ), Retensi Urine ( - )
Oliguri ( - ),Anuria ( - ), Hematuri ( - ),
Disuria ( - ), Poliuria ( - ), tidak ada keluhan ( √)
Warna urine : kuning jernih
Kandung Kemih : Membesar / Tidak
Kateter : Terpasang / Tidak
Blass punctie : Terpasang / Tidak

d. Sistem Pencernaan (B5)


Mukosa bibir : Lembab / Kering
Abdomen : Supel / Distended / Nyeri tekan
Bising Usus : 16 x/menit
Terpasang NGT : Tidak / Ya
Terpasang Drain : Tidak /Ya
Diare : Tidak / Ya Frekuensi : -
Lain-lain : terdapat luka operasi

e. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)


Pergerakan sendi : Bebas / terbatas
Fraktur : Tidak / Ya lokasi : -
Kompartemen Syndrom : Tidak / Ya lokasi :
Turgor : Baik / Kurang / Jelek
Hiperpigmentasi : Tidak / Ya
Dekubitus : Tidak / Ya
Ikterik : Tidak / Ya
Lain -lain :-

Keadaan Umum : lemah


Tanda Vital : Tensi : 105/73 mmHg Nadi : 90x/menit Suhu : 36,5’C
RR : 20x/menit SpO2 : 98%
TB / BB : 160 cm / 50 kg
Surat Persetujuan Operasi : Tidak ada / Ada
Protese dan Gigi Palsu : Tidak ada / Ada
Cat kuku dan Lensa Kontak : Tidak ada / Ada
Perhiasan : Tidak pakai / Pakai
Folley Catheter : Tidak ada / Ada produksi : 300 cc ( Ditampung / Dibuang )
NGT : Tidak ada / Ada
Persiapan Skiren / Cukur : Tidak / Ya
Huknah / Gliserin : Tidak / Ya Jam :
Persiapan darah : Tidak ada / Ada, Berapa kantong ( 2 PRC )
Contoh darah : Tidak ada / Ada
IV line : Tidak ada / Ada ( TaKa / TaKi)
Lokasi : Vena perifer / Central / Lain-lain ...............
Jenis Cairan : Kristaloid / Koloid / Darah Tetesan : 20 tpm
Terakhir makan & minum : Makan : 01.00 WIB Minum : 01.00 WIB
Obat yang telah dikonsumsi : Tidak ada / Ada Jenis : -
Alergi obat : Tidak ada / Ada Jenis : -
Obat Premedikasi : Tidak ada / Ada Jenis : -
Jam : -
Status ASA : 1 2 3 4 5
Jenis Operasi : Emergency /Elektif
Pemeriksaan Penunjang
Data Penunjang Laboratorium

Darah lengkap 20/03/2023


JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN DEWASA
NORMAL
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 10,50 g/dL 10,85 – 14,90
Eritrosit (RBC) 3,94 Juta 4,11 – 5,55
Leukosit (WBC) 16,87 10³/mm³ 4,79 – 11,34
Hematokrit 31,40 % 34,00 – 45,10
Trombosit (PLT) 151,00 10³/mm³ 216,0 – 451,0
MCV 79,70 µm³ 71,80 – 92,00
MCH 26,60 Pg 22,60 – 31,01
MCHC 33,40 g/dL 30,80 – 35,20
RDW 15,40 % 11,30 – 14,60
PDW 9,4 fL 9 – 13
MPV 9,7 fL 7,2 – 11,1
P-LCR 20,9 % 15,0 – 25,0
PCT 0,15 % 0,150 – 0,400
NRBC Absolute 0,00 10³/µL
NRBC Percent 0,0 %
Hitung Jenis
Eusofil 0,00 % 0,70 – 5,40
Basofil 0,10 % 0,00 – 1,00
Neutrofil 88,00 % 42,50 – 71,00
Limfosit 5,90 % 20,40 – 44,60
Monosit 6,00 % 3,60 – 9,90
Eosinofil Absolut 0,00 10³/mm³ 0,04 – 0,43
Basofil Absolut 0,01 10³/mm³ 0,02 – 0,09
Neutrofil Absolut 14,85 10³/mm³ 2,72 – 7,53
Limfosit Absolut 1,00 10³/mm³ 1,46 – 3,73
NLR (Hematologi) 14,85
Monosit Absolut 1,01 10³/mm³ 0,33 – 0,91
Immature Granulosit (%) 5,3 %
Immature Granulosit 0,89 10³/µL
FAAL HEMOSTATIS
PPT
Pasien 12,60 Detik 9,4 - 11,3
Control 10,3 Detik
INR 1,22 <1,5
APTT
Pasien 28,50 Detik 24,6 – 30,6
Kontrol 24,5 Detik
KIMIA KLINIK
FAAL HATI
AST/SGOT 8 U/L 0 – 32
ALT/SGPT 5 U/L 0 – 33

Kimia klinik (20/03/2023)


JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN DEWASA
NORMAL
KIMIA KLINIK
ELEKTROLIT
ELEKTROLIT SERUM
Natrium (Na) 130 mmol/L 136 – 145
Kalium (K) 3.23 mmol/L 3,5 – 5,0
Clorida (Cl) 100 mmol/L 98 – 106

JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN DEWASA


NORMAL
FAAL GINJAL
Ureum 30,0 mg/dL 16,6 – 48,5
Kreatinin 0,35 mg/dL <1,2
eGFR (CKD-EPI) 158,888 mL/menit/1,73 m²

Data Penunjang :
Foto Rontgen :thorax PA

 Cor : besar dan bentuk normal


 Pulmo : kesan normal

CT Scan : -

MRI :-

EKG :-
ANALISA DATA (PRE ANESTESI)

NO DATA PENYEBAB MASALAH


1 DS :pasien mengatakan nyeri Luka insisi (D.0077)
didaerah perut, nyeri terus menerus Nyeri akut
dengan skala nyeri 8 Merangsang serabut
DO : saraf nyeri
- Wajah tampak meringis
- Gelisah Hipotalamus
- TD : 130/70 mmHg
- Nadi : 100x/menit Korteks serebri
- RR : 20x/menit
- SpO2 : 98 % Nyeri dipersepsikan
- Terpasang O2 nasal 4 lpm
Nyeri akut
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Nn. N
No RM :11570221
Tanggal : 21 Maret 2023

NO Diagnosis Luaran Intervensi

1 (D.0077) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 15 1. Manajemen nyeri


Nyeri akut berhubungan dengan agen menit diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria Observasi
pencidera fisik (luka operasi) yang luaran - Identifikasi lokasi, karakteristik, dan frekuensi nyeri
ditandai dengan - Wajah tampak tenang - Identifikasi skala nyeri
- Wajah tampak meringis - Tidak gelisah - Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Gelisah - TTV normal Terapeutik
- TD : 130/70 mmHg - Skala nyeri menurun - Berikan teknik relaksasi dan distraksi nyeri
- Nadi : 100x/menit Kolaborasi
- RR : 20x/menit - Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
- SpO2 : 98 %
- Terpasang O2 nasal 4 lpm
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Nama (Inisial):Ny. H
No RM :11570221
OK : IGD

TGL/ JAM TINDAKANKEPERAWATAN TGL / JAM EVALUASI PPA

21-03- 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, dan frekuensi nyeri 21-03-2023 S : pasien mengatakan nyeri sedikit berkurang Ningsih
2023 2. Mengidentifikasi skala nyeri 08.35
08.20
3. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
O:
nyeri
- Pasien tampak tenang
4. Memberikan teknik relaksasi dan distraksi nyeri - TTV dalam batas normal
- Skala nyeri 6
5. Berkolaborasi pemberian analgetik jika perlu

A : masalah teratasi sebagian

P : intervensi dilanjutkan
INTRA ANESTESI
Anestesi mulai : 08.35 WIB s/d 11.25 WIB

Pembedahan mulai : 09.00 WIB s/d 11.00 WIB


Jenis pembiusan : General : a. Intubasi Endotracheal Tube
b. Laringeal Mask Airway (LMA)
c. Face Mask
d. Total Intravena Anestesi (TIVA)
Regional : a. Sub Arachnoid Block (SAB)
b. Epidural Block
c. Combined Subarachnoid-epidural (CSE)
d. Block Ganglion / saraf perifer
e. Kaudal
Lain – Lain :
Jenis Operasi : 1. Bersih 2. Bersih kontaminasi
3. Kotor 4. Kontaminasi
Golongan Operasi : 1. Khusus 2. Besar 3. Sedang 4. Kecil
Plate Diathermi : Lokasi : 1. Bokong 2. Tungkai kaki 3. Bahu
4. Tangan 5. Paha
Dipasang oleh : perawat serkuler
Pemeriksaan sebelumnya : 1. Utuh 2. Menggelembung
Pemeriksaan sesudah : 1. Utuh 2. Menggelembung
Monitor Anestesi : 1. Tidak 2. Ya3. Standby
Mesin Anestesi : 1. Tidak 2. Ya 3. Standby
Persiapan Statics : 1. Lengkap. 2. Belum Lengkap
Anestesi Dengan : 1. Induksi : Midazolam dan Ketamin
2. Analgesik : Fentanyl
3. Maintenance : Isoflurane
Relaksasi dengan : Atracurium
Ukuran ETT & kedalaman : ETT no 7 kedalaman 20 cm
Mode (Presure/Volume) : Pressure Control
Teknik Anestesi : General Anestesi Intubasi Sleep Apnea
Stadium Anestesi : Stadium 3 Plana 2
Lembar observasi Intra operasi
Tabel 3.3 Obat obatan

Jam Nama Obat/ Dosis Jam Nama Obat/ Dosis Jam Nama Obat/dosis
08.35 Midazolam 2 mg 09.05 Ondansentron 4 mg
08.36 Ketamin 80 mg 09.10 Asam traneksamat 1 g
08.37 Fentanyl 150 mcg
08.38 Atracurium 30 mg
08.45 Propofol 20 mg
09.00 Ketorolac 30 mg

08.35 09.35 10.35

N TD

220
200
180 180
160 160
140 140
120 120
100 100
80 80
60 60
40
20
Keseimbangan Cairan
BALANCE CAIRAN 1 2 3 4 5 6
BB : 50 kg Hb : 10,5 Kristaloid 1000 2000    
EBV : 3.250 cc Input Koloid 1000 1500    
ABL (10) : 154 cc Darah 0  0     
M: 90 cc Urine  300 500    
O:200 Output Darah  1000 1500    
  M+O 290 580    
Defisit / Excess Defisit / Excess Defisit / Excess Defisit / Excess Defisit /Excess Defisit /Excess
TOTAL
+410 +920    

BALANCE CAIRAN 7 8 9 10 11 12
BB: Hb: Kristaloid        
EBV : Input Koloid        
ABL : Darah        
M: Urine        
O: Output Darah        
  M+O        
Defisit / Excess Defisit / Excess Defisit / Excess Defisit / Excess Defisit /Excess Defisit /Excess
TOTAL
       
ANALISA DATA (INTRA ANESTESI)

NO DATA PENYEBAB MASALAH


1 DS :- Agen farmakologis (D.0005)
DO: (obat anestesi) Pola napas tidak
- Pasien terpasang ETT no 7 efektif berhubungan
- Pernapasan dibantu mesin Kelemahan otot-otot dengan efek agen
- Pernapasan dengan pressure contol pernapasan farmakologis (obat
- RR : 16 anestesi)
- M.V : 5.0 Pola nafas tidak
- TD : 105/58 mmHG efektif
- Nadi : 90x/menit
- SpO2 : 99%
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Nn. M
No RM :11570221
Tanggal : 21 Maret 2023

NO Diagnosis Luaran Intervensi

1 (D.0005) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Manajemen jalan napas


Pola napas tidak efektif berhubungan selama 2x60 menit diharapkan pola napas Observasi
dengan efek agen farmakologis (obat membaik dengan kriteria luaran - Monitor TTV pasien
anestesi) yang ditandai dengan - Dispnea menurun - Monitor sputum pasien
- Pasien terpasang ETT no 7 - Frekuensi napas membaik Terapeutik
- Pernapasan dibantu mesin - Kedalaman napas membaik - Pertahankan kepatenan jalan napas
- Pernapasan dengan pressure contol - Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- RR : 16 - Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
- M.V : 5.0 endotracheal
- TD : 105/58 mmHG 2. Pemantauan respirasi
- Nadi : 90x/menit Observasi
- SpO2 : 99% - Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai BGA jika perlu
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Nama (Inisial) : Nn. N
No RM :11570221
OK : IGD

TGL/ JAM TINDAKANKEPERAWATAN TGL / JAM EVALUASI PPA

21-03-2023 1. Memonitoring TTV pasien 21-03-2023 S : - Ningsih


08.35 2. Memonitoring sputum pasien 11.25
3. Mempertahankan kepatenan jalan napas
4. Melakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik O:
5. Melakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan - Jalan napas paten
endotracheal - Tidak ada lendir/sekret
6. Memonitoring saturasi oksigen - SpO2 : 99%
7. Memonitoring nilai BGA jika perlu - Nadi : 90x/menit
- RR : 16x/menit

Amasalah teratasi

P : intervensi dihentikan
POST ANESTESI

Data Subyektif :-
Data Obyektif
( √ ) KU Cukup, GCS 456 TD : 120/60 mmHg ( √ ) Skala nyeri = 1
( -) Sesak (+) Nadi :90x/mnt ( √ ) Menggigil
( √) Terpasang O2 8 lpm SpO2 :98 % ( - ) Mual & Muntah
RR :18 x/mnt ( √ ) Aldrete/Bromage skore = 10
11.30 12.30 13.30

N TD

220
200
180 180
160 160
140 140
120 120
100 100
80 80
60 60
40
20

A. Bromage score Nilai


Jika terdapat gerakan penuh tungkai 3
Jika mampu fleksikan lutut ttp tidak bisa angkat tungkai 2
Jika tidak mampu memfleksikan lutut 1
Jika tidak mampu memfleksikan pergelangan kaki 0
Pasien boleh pindah ruang jika nilai bromage score ≥ 2

B. Aldrete Score (dewasa)


Nilai Warna:
         Merah muda    (2)√
         Pucat               (1)
         Sianosis           (0)
Pernapasan:
         Dapat bernapas dalam dan batuk                    (2)√
         Dangkal namun pertukaran udara adekuat     (1)
         Apnea atau obstruksi                                    (0)
Sirkulasi:
         Tekanan darah menyimpang <20% dari normal         (2)√
         Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal     (1)
         Tekanan darah menyimpang >50% dari normal         (0)
Kesadaran:
         Sadar, siaga dan orientasi                               (2)√
         Bangun namun cepat kembali tertidur            (1)
         Tidak berespons                                              (0)
Aktivitas:
         Seluruh ekstremitas dapat digerakkan            (2)√
         Dua ekstremitas dapat digerakkan                  (1)
         Tidak bergerak                                                (0)
Jika jumlahnya > 8, pasien dapat dipindahkan ke ruangan.

C. Steward Score (anak-anak)


Pergerakan: Kesadaran:
         Gerak bertujuan                      (2)          Menangis                                             (2)
         Gerak tak bertujuan                (1)          Bereaksi terhadap rangsangan              (1)
         Tidak bergerak                       (0)          Tidak bereaksi                                     (0)
Pernafasan:
         Batuk, menangis                     (2) Jika jumlah > 5, pasien dapat dipindahkan
         Pertahankan jalan nafas          (1) ke ruangan
         Perlu bantuan                         (0)
ANALISA DATA (POST ANESTESI)
NO DATA PENYEBAB MASALAH
1 DS :pasien mengatakan badannya Terpapar suhu (D.0131)
menggigil kedinginan lingkungan rendah Hipotermia
DO:
- Pasien menggigil
- Pucat
- TD : 120/60 mmHg
- Nadi : 100x/menit
- Terpasang O2 8 lpm
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Nn. N
No RM :11570221
Tanggal : 21 Maret 2023
NO Diagnosis Luaran Intervensi

1 (D.0131) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 15 1. Manajemen hipotermia


Hipotermia berhubungan dengan menit diharapkan hipotermia menurun dengan Observasi
terpapar suhu lingkungan rendah yang kriteria luaran - Monitor suhu tubuh
ditandai dengan - Menggigil menurun - Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia
- Pasien menggigil - Pasien tidak pucat Terapeutik
- Pucat - TTV normal - Sediakan lingkungan yang hangat
- TD : 120/60 mmHg - Lakukan penghangatan masif (misal selimut)
- Nadi : 100x/menit
- Terpasang O2 8 lpm
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Nama (Inisial) : Nn. N
No RM :11570221
OK : IGD

TGL/ JAM TINDAKANKEPERAWATAN TGL / JAM EVALUASI PPA

21-03-2023 1. Memonitoring suhu tubuh 21-03-2023 S : pasien mengatakan badannya hangat dan tidak Ningsih
11.30 2. Memonitoring tanda dan gejala akibat hipotermia 12.30 menggigil lagi

3. Menyediakan lingkungan yang hangat


4. Melakukan penghangatan masif (misal selimut) O:
- Pasien tenang
- Akral hangat kering dan merah
- TTV normal

A : masalah teratasi

P : intervensi dihentikan

`
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif.(2005).Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta: Media
Aesculapius.
SOP Keperawatan.2006. Standar Operasional Proseedur. Yogyakarta : Asosiasi Institusi
Pendidikan DIII
Bararah, T., Mohammad Jauhar.2013. Asuhan Keperawatan; panduan Lengkap menjadi Perawat
Profesional.Jilid 2.Jakarta : Prestasi Pustaka.
Copaescu, C. (2007). Laparoscopic Hysterectomy. Chirurgia (Bucur). Volume 102.No. 2.
Romanian
Manuaba.(2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Manuaba.(2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.Edisi 2. Jakarta: EGC
Nursalam. 2015. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis Ed. 3. Jakarta :
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai