Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN


SISTEM PERKEMIHAN (GAGAL GINJAL KRONIK)

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:


RAHMAWATI NINGSIH (B832012006)

PRODI S1 KEPERAWATAN (NON REGULER)


STIKES NAZHATUT THULLAB SAMPANG
2021

KATA PENGANTAR

1
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
berkat rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan salah satu tugas
pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.
Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari adanya dukungan dan
bantuan dari dosen yang selalu membimbing kami, kepada ibu Yunita
Amilia, S.Kep.Ns.,M.Tr.Kep kami mengucapkan terima kasih. Penyusunan
makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan masukan yang
membangun sangat diharapkan untuk perbaikan baik dari segi materi
maupun sistematika penulisannya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.

Sampang, 5 Agustus 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................i


......................................................................................................
......................................................................................................
Daftar Isi ......................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ..............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................2
1.3 Tujuan ...........................................................................................3
BAB II Pembahasan
2.1 Pengertian dari Gagal Ginjal Kronik.............................................4
2.2 Etiologi dari Gagal Ginjal Kronik.................................................5
2.3 Patofisiologi dari Gagal Ginjal Kronik..........................................6
2.4 Klasifikasi dari Gagal Ginjal Kronik.............................................8
2.5 Manifestasi dari Gagal Ginjal Kronik............................................9
2.6 Komplikasi dari Gagal Ginjal Kronik............................................10
2.7 Pemeriksaan Penunjang pada Gagal Ginjal Kronik.......................11
2.8 Penatalaksanaan pada Gagal Ginjal Kronik...................................12
BAB III ASKEP Pasien Gangguan Perkemihan (GGK)..................................14
BAB IV Penutup
4.1 Simpulan .......................................................................................22
4.2 Saran .............................................................................................22
Daftar Pustaka ..................................................................................................23

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit ginjal merupakan salah satu penyakit kronik yang
paling banyak menyerang warga dunia. Siapapun dapat terserang
penyakit ginjal, tanpa memandang usia ataupun ras. Salah satunya
adalah gagal ginjal kronik yaitu terjadi kerusakan ginjal secara
perlahanlahan dalam waktu lebih dari tiga bulan atau bahkan sampai
bertahun-tahun dan juga merupakan akibat terminal destruksi
jaringan dan kehilangan fungsi ginjal yang berlangsung berangsur-
angsur. Keadaan ini dapat pula terjadi karena penyakit yang
progresif cepat disertai awitan mendadak yang menghancurkan
nefron dan menyebabkan kerusakan ginjal yang ireversibel. Dialisa
adalah suatu tindakan terapi pada perawatan penderita gagal ginjal
terminal.
Tindakan ini sering juga di sebut sebagai terapi pengganti
karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi
pengganti yang sering di lakukan adalah hemodialisis dan
peritonealialisa. Diantara kedua jenis tersebut, yang menjadi pilihan
utama dan metode perawatan yang umum untuk penderita gagal
ginjal adalah hemodialysis. Penyakit ginjal kronik stadium awal
sering tidak terdiagnosis, sementara PGK stadium akhir yang disebut
juga gagal ginjal memerlukan biaya perawatan dan penanganan yang
sangat tinggi untuk hemodialisis atau transplantasi 1ginjal. Penyakit
ini baik pada stadium awal maupun akhir memerlukan perhatian.
Penyakit ginjal kronik juga merupakan faktor risiko penyakit
kardiovaskuler. Kematian akibat penyakit kardiovaskuler pada PGK
lebih tinggi daripada kejadian berlanjutnya PGK stadium awal
menjadi stadium akhir. Terus meningkatnya angka GGK dengan
hemodialisa membuat Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
menetapkan program untuk mengatasinya melalui upaya pencegahan

4
dan pengendalian penyakit ginjal kronik dengan meningkatkan
upaya promotif dan preventif dengan modifikasi gaya hidup, yaitu
dengan melakukan aktivitas fisik teratur, makan makanan sehat
(rendah lemak, rendah garam, tinggi serat), kontrol tekanan darah
dan gula darah, monitor berat badan, minum air putih minimal 2 liter
perhari, tidak mengkonsumsi obat-obatan yang tidak dianjurkan, dan
tidak merokok. Selain itu pemerintah juga mendorong implementasi
program Posbindu Pelayanan Penyakit Tidak Menular agar dapat
dilakukan deteksi dini terhadap penyakit gagal ginjal kronik. Dalam
mengatasi berbagai permasalahan yang timbul pada pasien gagal
ginjal kronik, peran perawat sangat penting, diantaranya sebagai
pelaksana, pendidik, pengelola, peneliti dan advocate.
Sebagai pelaksana, perawat berperan 7 dalam memberikan
asuhan keperawatan secara professional dan kemprehensif yang
meliputi : mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit,
meningkatkan asupan nutrisi yang adekuat, menignkatkan aktivitas
yang dapat ditoleransi dan mencegah injury. Sebagai pendidik
perawat memberikan pendidikan kesehatan, khususnya tentang
pembatasan diet, cairan, dll. Perawat sebagai pengelola, yaitu
perawat harus membuat perencanaan asuhan keperawatan dan
bekerja sama dengan tenaga kesehatan yang lainnya sehinggal
program pengobatan dan perawatan dapat berjalan dengan baik.
Peran perawat sebagai peneliti adalah menerapkan hasil penelitian di
bidang keperawatan untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
Peran perawat sebagai advocate adalah membela hak pasien selama
perawatan, seperti hak pasien untuk mengetahui rasional
penatalaksanaan medis, pemeriksaan penunjang, dan sebagainya.
1.2 Rumusan masalah
a. Jelaskan pengertian dari gagal ginjal kronik ?
b. Bagaimana etiologi dari gagal ginjal kronik ?
c. Bagaimana patofisiologi dari gagal ginjal kronik ?
d. Bagaimana klasifikasi dari gagal ginjal kronik ?

5
e. Bagaimana manifestasi klinis dari gagal ginjal kronik ?
f. Bagaimana komplikasi dari gagal ginjal kronik ?
g. Bagaimana pemeriksaan penunjang gagal ginjal kronik ?
h. Bagaimana penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik ?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui pengertian dari gagal ginjal kronik
b. Mengetahui etiologi dari gagal ginjal kronik
c. Mengetahui patofisiologi dari gagal ginjal kronik
d. Mengetahui klasifikasi dari gagal ginjal kronik
e. Mengetahui manifestasi klinis dari gagal ginjal kronik
f. Mengetahui komplikasi dari gagal ginjal kronik
g. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik
h. Mengetahui penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dari Gagal Ginjal Kronik


Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan
asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua
kategori yaitu kronik dan akut.
Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu kondisi dimana organ
ginjal sudah tidak mampu mengangkut sampah sisa metabolik tubuh
berupa bahan yang biasanya dieliminasi melalui urin dan menumpuk
dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan
menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan,
elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan
klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang
tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses
patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan progresif dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan
uremiaGagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari
kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap.
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah gangguan fungsi ginjal
yang progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak
mampu memelihara metabolisme dan gagal memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat pada peningkatan
ureum. Pada pasien gagal ginjal kronis mempunyai karakteristik
bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan memerlukan
pengobatan berupa, trensplantasi ginjal, dialysis peritoneal,
hemodialysis dan rawat jalan dalam waktu yang lama.

7
2.2 Etiologi dari Gagal Ginjal Kronik
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan
laju filtrasi glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus
filtration rate (GFR). Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra &
Yessie, 2013):
1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler
dapat menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan
ginjal. Lesi yang paling sering adalah Aterosklerosis pada
arteri renalis yang besar, dengan konstriksi skleratik
progresif pada pembuluh darah. Hyperplasia fibromaskular
pada satu atau lebih artieri besar yang juga menimbulkan
sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi
yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak di obati,
dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastistisitas
system, perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan
aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
2. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis
3. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri
terutama E.Coli yang berasal dari kontaminasi tinja pada
traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal melalui
aliran darah atau yang lebih sering secara ascenden dari
traktus urinarius bagian bawah lewat ureter ke ginjal
sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversible ginjal
yang disebut pielonefritis.
4. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan
mobilisasi lemak meningkat sehingga terjadi penebalan
membrane kapiler dan di ginjal dan berlanjut dengan
disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosis yang
disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada
dinding pembuluh darah secara serius merusak membrane
glomerulus.

8
5. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan
analgesik,nefropati timbal
6. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi
prostat, dan kontstriksi uretra.
7. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya penyakit ginjal
polikistik, asidosis tubuler ginjal.
2.3 Patofisiologi dari Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti
gangguan metabolic (DM), infeksi (Pielonefritis), obstruksi traktus
urinarius, gangguan imunologis, hipertensi, gangguan tubulus primer
(nefrotoksin) dan gangguan kongenital yang menyebabkan GFR
menurun. Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron
(termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain
rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa di
reabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-
gejala pada pasien menjadi lebih jelas kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80%-90%. Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism
protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun
dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan
semakin berat. Beberapa hal yang ditimbulkan yaitu :
a. Gangguan klirens ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai
akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang
menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang

9
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi
glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin
24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi
glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens
kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan
meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN)
biasanya meningkat.
Kreatinin serum merupakan indicator yang paling
sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara
konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh
penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti
steroid.
b. Retensi cairan dan ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap
akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering
menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi
juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan
kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.
Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan
garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan
natrium, yang semakin memperburuk status uremik
c. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal,
terjadi asidosis metabolic seiring dengan ketidakmampuan
ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan

10
mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) .penurunan
ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi
d. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi
nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina
dan sesak napas
e. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis
adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar
serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu
menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus
ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan
sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar
kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari
kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan
penyakit tulang
f. Penyakit tulang uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan
kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon
2.4 Klasifikasi dari Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium
yaitu :
1. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
 Kreatinin serum dan kadar BUN normal
 Asimptomatik

11
 Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes
GFR
2. Stadium II : Insufisiensi ginjal
 Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar
protein dalam diet)
 Kadar kreatinin serum meningkat
 Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
 Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
- Ringan : 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan
normal
- Sedang : 15% - 40% fungsi ginjal normal
- Kondisi berat : 2% - 20% fungsi ginjal normal
3. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
 Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
 Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan
dan elektrolit
 Air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ
1,010
2.5 Manifestasi Klinis dari Gagal Ginjal Kronik
Manifestasi klinik gagal ginjal kronik menurut Baradero, Dayrit,
& Siswadi (2009) dan Kowalak, Welsh, & Mayer (2017) yaitu:
1. Sistem hematopoietic : anemia (cepat lelah) dikarenakan
eritropoietin menurun, trombositopenia dikarenakan adanya
perdarahan, ekimosis dikarenakan trombositopenia ringan,
perdarahan dikarenakan koagulapati dan kegiatan trombosit
menurun
2. Sistem kardiovaskular : hipervolemia dikarenakan retensi
natrium, hipertensi dikarenakan kelebihan muatan cairan,
takikardia, disritmia dikarenakan hiperkalemia, gagal jantung
kongestif dikarenakan hipertensi kronik, perikarditis
dikarenakan toksin uremik dalam cairan pericardium

12
3. Sistem pernafasan : takipnea, pernapasan kussmaul, halitosis
uremik atau fetor, sputum yang lengket, batuk disertai nyeri,
suhu tubuh meningkat, hilar pneumonitis, pleural friction
rub, edema paru
4. Sistem gastrointestinal : anoreksia, mual dan muntah
dikarenakan hiponatremia, perdarahan gastrointestinal,
distensi abdomen, diare dan konstipasi
5. Sistem neurologi : perubahan tingkat kesadaran (letargi,
bingung, stupor, dan koma) dikarenakan hiponatremia dan
penumpukan zatzat toksik, kejang, tidur terganggu, asteriksis
6. Sistem skeletal : osteodistrofi ginjal, rickets ginjal, nyeri
sendi dikarenakan ketidakseimbangan kalsium-fosfor dan
ketidakseimbangan hormon paratiroid yang ditimbulkan
7. Sistem integument : pucat dikarenakan anemia, pigmentasi,
pruritus dikarenakan uremic frost, ekimosis, lecet
8. Sistem perkemihan : pengeluaran urine berkurang, berat jenis
urine menurun, proteinuria, fragmen dan sel urine, natrium
dalam urine berkurang semuanya dikarenakan kerusakan
nefron
9. Sistem reproduksi : infertilitas dikarenakan abnormalitas
hormonal, libido menurun, disfungsi ereksi, amenorea.
2.6 Komplikasi dari Gagal Ginjal Kronik
1. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic,
katabolisme dan masukan diet berlebih.
2. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat
retensi produk sampah uremik dan dialysis yang tidak
adekuat
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi
system rennin-angiotensin aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang
usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat
iritasi toksin dna kehilangan drah selama hemodialisa

13
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi
fosfat, kadar kalsium serum yang rendah dan metabolisme
vitamin D abnormal.
6. Asidosis metabolic
7. Osteodistropi ginjal
8. Sepsis
9. Neuropati perifer
10. Hiperuremia
2.7 Pemeriksaan Penunjang pada Gagal Ginjal Kronik
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama
intervensi maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik
secara medis ataupun kolaborasi antara lain :
1. Pemeriksaan laboratorium darah
- hematologi Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
- RFT ( renal fungsi test ) ureum dan kreatinin
- LFT (liver fungsi test)
- Elektrolit : Klorida, kalium, kalsium
- koagulasi studi : PTT, PTTK
- BGA
2. Urine
- urine rutin
- urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
3. Pemeriksaan kardiovaskuler
- ECG
- ECO
4. Radio diagnostik
- USG abdominal
- CT scan abdominal
- BNO/IVP, FPA
- Renogram
- RPG ( retio pielografi )

14
2.8 Penatalaksanaan pada Gagal Ginjal Kronik
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan
elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut :
1. Dialisis
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu
metode terpi yang bertujuan untuk menggantikan
fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan
kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila
fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90%)
sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan
hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini
dikenal ada 2 jenis dialisis :
a) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan
menggunakan mesin dialiser yang berfungsi sebagai
ginjal buatan. Pada proses ini, darah dipompa keluar
dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Didalam
mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun
melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat
(suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah darah
selesai di bersihkan, darah dialirkan kembali kedalam
tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di
rumah salit dan setiap kalinya membutuhkan waktu
sekitar 2-4 jam.
b) Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode
cuci darah dengan bantuan membrane peritoneum
(selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu
dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring
oleh mesin dialisis.

15
2. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena
hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal
pertama yang harus diingat adalah jangan menimbulkan
hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah,
hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG.
Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah
dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na
Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
3. Koreksi anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor
defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang
mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada
keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi darah
hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya
ada infusiensi coroner.
4. Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus
dihindari. Natrium Bikarbonat dapat diberikan peroral atau
parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat
diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat
diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga
mengatasi asidosis.
5. Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator
dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan
hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal
disertai retensi natrium.
6. Transplantasi ginjal

16
Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal
kronik, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang
baru.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERKEMIHAN (GAGAL GINJAL KRONIK)

3.1 PENGKAJIAN
a. Identitas pasien yang perlu dikaji meliputi : meliputi nama
dan alamat, jenis kelamin, umur, agama, pekerjaan, status
perkawinan, dan kaji juga identitas penanggung jawabnya.
b. Riwayat kesehatan
 Keluhan utama pada pasien gagal ginjal kronik
biasanya bervariasi mulai dari urin keluar sedikit
sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan
kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual,
muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas bau
(ureum) dan gatal pada kulit
 Riwayat kesehatan sekarang, biasanya pasien
mengalami penurunan frekuensi urin, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik,
adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau
amoniak, rasa sakit kepala, nyeri panggul,
penglihatan kabur, perasaan tidak berdaya dan
perubahan pemenuhan nutrisi

 Riwayat kesehatan dahulu, biasanya pasien


berkemungkinan mempunyai riwayat penyakit gagal
ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, penyakit batu
saluran kemih, infeksi sistem perkemihan berulang,
penyakit diabetes melitus, hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi prdisposisi penyebab.

17
Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian
obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat

 Riwayat kesehatan keluarga, biasanya pasien


mempunyai anggota keluarga yang pernah menderita
penyakit yang sama dengan pasien yaitu gagal ginjal
kronik, maupun penyakit diabetes melitus dan
hipertensi yang bisa menjadi faktor pencetus
terjadinya penyakit gagal ginjal kronik.
c. Persepsi terhadap penyakit : biasanya persepsi pasien dengan
penyakit ginjal kronik mengalami kecemasan yang tinggi.
Biasanya pasien mempunyai kebiasaan merokok, alkohol,
dan obat-obatan dalam kesehari-hariannya.
d. Pola nutrisi/metabolism
 Pola makan, biasanya terjadi peningkatan berat badan
cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi),
anoreksia, nyeri ulu hati, mual dan muntah.
 Pola minum, biasanya pasien minum kurang dari
kebutuhan tubuh akibat rasa metalik tak sedap pada
mulut (pernafasan ammonia).
e. Pola eliminasi
 BAB, biasanya abdomen kembung, diare atau
konstipasi
 BAK, biasanya terjadi penurunan frekuensi urin <
400 ml/hari sampai anuria, warna urin keruh atau
berwarna coklat, merah dan kuning pekat.
f. Pola aktivitas/latihan, biasanya kemampuan perawatan diri
dan kebersihan diri terganggu dan biasanya membutuhkan
pertolongan atau bantuan orang lain. Biasnya pasien
kesulitan menentukan kondisi, contohnya tidak mampu
bekerja dan mempertahankan fungsi, peran dalam keluarga

18
g. Pola istirahat tidur, biasanya pasien mengalami gangguan
tidur, gelisah adanya nyeri panggul, sakit kepala, dan kram
otot/kaki (memburuk pada malam hari)
h. Pola seksualitas/reproduksi, biasanya terdapat masalah
seksual berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien
seperti infertilitas, dan menurunnya libido
i. Pola koping-toleransi stress, biasanya pasien mengalami
faktor stres, contoh finansial, perasaan tidak berdaya, tidak
ada harapan, tidak ada kekuatan, menolak, ansietas, takut,
marah, mudah tersinggung, perubahan kepribadian dan
perilaku serta perubahan proses kognitif.
j. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
- Keadaan umum pasien lemah, letih dan terlihat
sakit berat
- Tingkat kesadaran pasien menurun sesuai dengan
tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi
sistem syaraf pusat.
- TTV : RR meningkat, TD meningkat
2. Kepala
a) Rambut : biasanya pasien bermbut tipis dan kasar,
pasien sering sakit kepala, kuku rapuh dan tipis.
b) Wajah : biasanya pasien berwajah pucat
c) Mata : biasanya mata pasien memerah,
penglihatan kabur, konjungtiva anemis dan sklera
ikterik.
3. Dada : biasanya pasien dengan nafas pendek,
kusmaul (cepat/dalam), terdapat irama jantung yang
cepat
4. Abdomen : biasanya terjadi distensi abdomen, acites
atau penumpukan cairan, pasien tampak mual dan

19
muntah, nyeri tekan pada bagian pinggang, dan
adanya pembesaran hepar pada stadium akhir.
5. Genitourinaria, biasanya terjadi penurunan frekuensi
urin, oliguria, anuria, distensi abdomen, diare atau
konstipasi, perubahan warna urin menjadi kuning
pekat.
6. Ekstremitas, biasanya didapatkan nyeri panggul,
edema pada ekstremitas, kram otot, kelemahan pada
tungkai, rasa panas pada telapak kaki dan
keterbatasan gerak sendi.
7. Sistem integument, biasanya warna kulit abu-abu,
kulit gatal, kering dan bersisik, adanya area ekimosis
pada kulit
3.2 ANALISA DATA
a) Data Subjektif (data yang bisa didapat dari klien atau
keluarga klien) berupa penyampaian langsung terjadinya
kekerasan tersebut, perasaan klien dan akibat yang
didapatkan oleh klien tersebut
b) Data Objektif ( data yang didapat dari apa yang diliat oleh
perawat yang melakukan pengkajian) berupa pengkajian fisik
klien, ekspresi wajah klien saat dikaji
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi, kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan natrium
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen

20
21
3.4 INTERVENSI
No Diagnosa (SDKI) Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi (SIKI)
(SLKI)
1 D.0022 Hipervolemia L.03020 I.03114 Manajemen Hipervolemia
berhubungan dengan gangguan Keseimbangan cairan Observasi
mekanisme regulasi, kelebihan Kriteria hasil : 1. Periksa tanda dan gejala hypervolemia (dipsnea,
asupan cairan, kelebihan asupan - Haluaran urin meningkat edema, JVP, suara nafas tambahan)
natrium - Kelembaban membrane 2. Identifikasi penyebab hypervolemia
Ditandai dengan mukosa meningkat 3. Monitor status hemodinamik
1. Edema - Edema menurun 4. Monitor intake dan output cairan
2. BB meningkat dalam waktu - Dehidrasi menurun 5. Monitor tanda hemokonsentrasi (kadar BUN,
singkat - Asites menurun natrium, hematocrit)
3. JVP/CVP 6. Monitor efek samping diuretic
- TD dan nadi normal
Terapeutik
- Berat badan normal
7. Timbang BB setiap hari pada waktu yang sama
8. Batasi asupan cairan dan garam
9. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40’
2 D.0019 Defisit nutrisi I.03030 Status Nutrisi I.03119 Manajemen Nutrisi

22
berhubungan dengan kurangnya Kriteria hasil : Observasi
asupan makanan - Porsi makanan yang 1. Identifikasi status nutrisi
Ditandai dengan : dihabiskan meningkat 2. Identifikasi makanan yang disukai
1. BB menurun - Kekuatan otot pengunyah 3. Identifikasi kebutuhan kalori dan jrnis nutrisi
2. Nafsu makan menurun meningkat 4. Monitor adanya mual muntah
3. Bising usus hiperaktif - Serum albumin meningkat 5. Monitor BB
4. Otot pengunyah lemah - BB meningkat 6. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
5. Membrane mukosa pucat - Nafsu makan membaik Terapeutik
6. Serum albumin turun - Bising usus normal 7. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
7. Diare sesuai
8. Rambut rontok berlebihan 8. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
Edukasi
9. Anjurkan diit yang diprogramkan
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan ahli gizi
3 D.0056 Intoleransi aktivitas L.05047 Toleransi Aktivitas I.05178 Manajemen Energi
berhubungan dengan Kriteria hasil : Observasi

23
ketidakseimbangan antara suplai - Frekuensi nadi meningkat 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
dan kebutuhan oksigen - Saturasi oksigen meningkat mengakibatkan kelelahan
Ditandai dengan : - Kemudahan dalam 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
1. Lelah melakukan aktivitas 3. Monitor pola dan jam tidur
2. Frekuensi jantung - Keluhan lelah berkurang Terapeutik
meningkat 4. Lakukan ROM aktif
3. Dipsnea saat/setelah 5. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
aktivitas Edukasi
4. Merasa tidak nyaman 6. Anjurkan tirah baring
setelah beraktivitas 7. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
5. Gambaran EKG
menunjukkan aritmia
setelah aktivitas

24
3.5 IMPLEMENTASI
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan
intervensi keperawatan. Berdasarkan terminology NIC, implementasi terdiri
atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan
keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi (atau
program keperawatan). Perawat melaksanakan atau mendelegasikan tindakan
keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan
kemudian mengakhiri tahap tahap implementasi dengan mencatat tindakan
keperawatan dan respons klien terhadap tindakan tersebut
3.6 EVALUASI
Evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai
efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-
menerus terhadap respon pasien pada tindakan keperawatan yang telah
dilakukan. Evaluasi proses atau promotif dilakukan setiap selesai tindakan.
Evaluasi dapat dilakukan menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya.
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi atau
muncul masalah baru.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon
pasien

25
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu kondisi dimana organ ginjal
sudah tidak mampu mengangkut sampah sisa metabolik tubuh berupa bahan
yang biasanya dieliminasi melalui urin dan menumpuk dalam cairan tubuh
akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin
dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal kronik adalah
suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang
tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
4.2 Saran
Kesehatan adalah hal yang utama, untuk itu diharapakan bagi pembaca
agar bisa memperhatikan kesehatan tubuhnya. Konsumsi makanan yang sehat
dan bergizi, rutin olahraga dan memeriksakan kesehatan dipelayanan
kesehtatan untuk mengetahui seluruh organ yang ada dalam tubuh agar tetap
sehat.

26
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC

Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.:
Balai Penerbit FKUI

27

Anda mungkin juga menyukai