Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

UPAYA MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN


PERKEMBANGAN ANAK SECARA OPTIMAL DENGAN
IMUNISASI DASAR

DISUSUN OLEH:
RAHMAWATI NINGSIH (B832012006)

PRODI S1 KEPERAWATAN (NON REGULER)


STIKES NAZHATUT THULLAB SAMPANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan salah satu tugas pada mata
kuliah Keperawatan Anak.
Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari adanya dukungan dan
bantuan dari dosen yang selalu membimbing saya, kepada ibu Mei Lestari Ika
Widyyati, S.Kep.,Ns.,M.Kes saya mengucapkan terima kasih. Penyusunan
makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan masukan yang
membangun sangat diharapkan untuk perbaikan baik dari segi materi maupun
sistematika penulisannya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.

Sampang, 8 Mei 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................i


......................................................................................................
......................................................................................................
Daftar Isi ......................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ..............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................2
1.3 Tujuan ...........................................................................................2
BAB II Pembahasan
2.1 Pengertian Imunisasi Dasar Lengkap............................................3
2.2 Tujuan Imunisasi Dasar.................................................................3
2.3 PD3I...............................................................................................3
2.4 Jadwal dan Teknik Pemberian (PPI/Non PPI) ..............................7
2.5 Reaksi Imunisasi / KIPI.................................................................15
2.6 Cold Chain.....................................................................................18
BAB III Penutup
3.1 Simpulan .......................................................................................20
3.2 Saran .............................................................................................20
Daftar Pustaka ..................................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Imunisasi merupakan salah satu upaya pencegahan kematian pada
bayi dengan memberikan vaksin. Dengan imunisasi seseorang bisa
menjadi kebal terhadap penyakit khususnya penyakit infeksi. Dengan
demikian, angka kejadian penyakit infeksi akan menurun, kecacatan serta
kematian yang ditimbulkannya akan berkurang (Cahyono, 2010).
Vaksi yang pertama kali dibuat adalah vaksin cacar (smallpox).
Pada tahun 1778, Edward Jenner, berhasil mengembangkan vaksin cacar
dari virus cacar sapi atau cowpox. Sebelum ditemukan vaksin cacar ,
penyakit ini sangat ditakuti masyarakat karena sangat mematikan, bahkan
penyakit ini sempat menyebar keseuruh dunia dan menelan banyak jiwa
(Achmadi, 2006). Namun saat ini, kejadian penyakit cacar jarang
ditemukan karena WHO telah berhasil memberantasnya melalui program
imunisasi. Tidak hanya cacar, angka-angka penyakit infeksi lainnya juga
menurun dengan ditemukannya vaksin terhadap penyakit-penyakit tersebut
(Depkes, 2006).
Strategisnya imunisasi sebagai alat pencegahan, menjadikan
imunisasi sebagai program utama suatu negara. Bahkan merupakan salah
satu alat pencegahan penyakit yang utama didunia. Di Indonesia imunisasi
merupakan andalan program kesehatan. Imunisasi bayi dan anak
dipandang sebagai perlambang kedokteran pencegahan dan pelayanan
kesehatan . angka cakupan imunisasi sering dipakai sebagai indikator
pencapaian pelayanan kesehatan.
Pada tahun 1974, WHO mencanangkan Expanded Programme on
Immunization (EPI) atau Program Pengembangan Imunisasi (PPI) dalam
rangka pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I), yaitu dengan cara meningkatkan cakupan
imunisasi pada anak-anak diseluruh belahan dunia. Di Indonesia, PPI
mulai diselenggarakan tahun 1977 dan berfokus pada campak,
tuberkulosis, difteri, tetanus, pertusis, polio. Sementara, imunisasi hepatitis
B dimasukkan terakhir karena vaksin hepatitis B baru tersedia pada tahun
1980-an (Depkes, 2005).
Salah satu faktor penting terhadap pemberian imunisasi dasar
secara lengkap pada bayi adalah orang tua, khusunya ibu. Selain itu faktor
kondisi fasilitas kesehatan, faktor peran petugas imunisasi dan faktor
pemajanan seseorang terhadap informasi imunisasi.
1.2 Rumusan masalah
a. Jelaskan pengertian dari imunisasi dasar lengkap ?
b. Jelaskan tujuan dari imunisasi ?
c. Jelaskan tentang PD3I ?
d. Bagaimana jadwal dan teknik pemberian imunisasi (PPI/Non
PPI) ?
e. Bagaimana reaksi dari pemberian imunisasi / KIPI ?
f. Jelaskan tentang Cold Chain ?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui pengertian dari imunisasi dasar lengkap
b. Mengetahui tujuan dari imunisasi
c. Mengetahui tentang PD3I
d. Mengetahui jadwal dan teknik pemberian imunisasi (PPI/Non PPI)
e. Mengetahui reaksi dari pemberian imunisasi / KIPI
f. Mengetahui tentang Cold Chain
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Imunisasi Dasar Lengkap


Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu
penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan
terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang.
Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten.
Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau
resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit
lain diperlukan imunisasi lainnya. Imunisasi biasanya lebih fokus
diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih
belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit
berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus
dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang
sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak.
2.2 Tujuan Imunisasi
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit
tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada
sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit
tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar variola dan difteria. Selain
itu tujuan imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu
penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan
kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari
dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus,
batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya
2.3 PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi)
Menurut buku ajar imunisasi yang disusun oleh pusat pendidikan dan
pelatihan tenaga kesehatan (2014), dijelaskan bahwa terdapat beberapa
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi yaitu sebagai berikut :
a. Tuberculosis (TBC)
Penyakit TBC merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosa disebut juga batuk darah yang
ditularkan melalui pernafasan dan melalui bersin atau batuk. Gejala
awal penyakit ini adalah lemah badan, penurunan berat badan,
demam, dan keluar keringat pada malam hari, gejala selanjutnya
yaitu batuk terus menerus, nyeri dada dan mungkin batuk darah,
sedangkan gejala lain timbul tergantung pada organ yang diserang.
Komplikasi yang dapat diakibatkan dari penyakit TBC adalah
kelemahan dan kematian.
b. Difteri
Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium diphtheriae yang ditularkan melalui kontak fisik
dan pernafasan. Gejala yang timbul berupa radang tenggorokan,
hilang nafsu makan, demam ringan,dalam 2-3 hari timbul selaput
putih kebirubiruan pada tenggorokan dan tonsil. Komplikasi yang
dapat diakibatkan dari penyakit difteri adalah gangguan pernafasan
yang berakibat kematian.
c. Pertusis
Pertusis merupakan penyakit pada saluran pernafasan yang
disebabkan oleh bakteri Bordetella pertusis yang ditularkan melalui
percikan ludah (droplet infection) dari batuk atau bersin. Gejala
yang timbul berupa pilek, mata merah, bersin, demam, batuk
ringan yang lama kelamaan menjadi parah dan menimbulkan batuk
yang cepat dan keras. Komplikasi yang dapat diakibatkan dari
penyakit pertusis adalah Pneumonia bacterialis yang dapat
menyebabkan kematian.
d. Tetanus
Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Clostridium tetani yang menghasilkan neurotoksin dan ditularkan
melalui kotoran yang masuk ke dalam luka yang dalam. Gejala
awal yang timbul berupa kaku otot pada rahang, disertai kaku pada
leher, kesulitan menelan, kaku otot perut, berkeringat dan demam.
Pada bayi terdapat gejala berhenti menetek antara 3-28 hari setelah
lahir dan gejala berikutnya berupa kejang yang hebat dan tumbuh
menjadi kaku. Komplikasi yang dapat diakibatkan dari penyakit
tetanus adalah patah tulang akibat kejang, Pneumonia, infeksi lain
yang dapat menimbulkan kematian.
e. Hepatitis B
Hepatitis B merupakan penyakit yang disebabkan oleh
virus hepatitis B yang merusak hati (penyakit kuning). Ditularkan
secara horizontal dari produknya, suntikan yang tidak aman,
transfusi darah, melalui hubungan seksual dan secara vertikal dari
ibu ke bayi selama proses persalinan. Gejala yang ditimbul berupa
merasa lemah, gangguan perut, flu, urin menjadi kuning, kotoran
menjadi pucat, dan warna kuning bisa terlihat pada mata ataupun
kulit. Komplikasi yang diakibatkan dari penyakit hepatitis B adalah
penyakit bisa menjadi kronis yang menimbulkan pengerasan hati
(Cirhosis Hepatitis), kanker hati (Hepato Cellular Carsinoma) dan
menimbulkan kematian.
f. Campak
Campak merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
myxovirus viridae measles dan ditularkan melalui udara (percikan
ludah) dari bersin atau batuk penderita. Gejala awal yang timbul
berupa demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, konjungtivitis
(mata merah) dan koplik spots, selanjutnya timbul ruam pada muka
dan leher, kemudian menyebar ke tubuh dan tangan serta kaki.
Komplikasi yang diakibatkan dari penyakit campak adalah diare
hebat, peradangan pada telinga, infeksi saluran nafas (Pneumonia).
g. Rubella
Rubella atau campak jerman merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus rubella, sebuah togavirus yang menyelimuti
dan memiliki RNA genom untai tunggal. Virus ini ditularkan
melalui jalur pernafasan dan bereplikasi dalam nasofaring dan
kelenjar getah bening serta ditemukan dalam darah 5-7 hari setelah
infeksi dan menyebar ke seluruh tubuh. Rubella ditularkan melalui
oral droplet, dari nasofaring atau rute pernafasan. Gejala rubella
pada anak biasanya berlangsung dua hari yang ditandai dengan
ruam awal pada wajah yang menyebar ke seluruh tubuh, demam
ren posterior limfadenopati servikal. Sedangkan gejala pada anak
yang lebih tua dan orang dewasa gejala tambahan berupa
pembengkakan kelenjar, dingin seperti gejala, dan sakit sendi
terutama pada wanita muda. Masalah serius dapat terjadi berupa
infeksi otak dan perdarahan
h. Poliomielitis
Poliomielitis merupakan penyakit pada susunan saraf pusat
yang disebabkan oleh virus polio tipe 1, 2, atau 3 dan secara klinis
menyerang anak di bawah usia 15 tahun dan menderita lumpuh
layu akut dengan ditularkan melalui kotoran manusia (tinja) yang
terkontaminasi. Gejala yang timbul berupa demam, nyeri otot dan
kelumpuhan terjadi pada minggu pertama. Komplikasi yang
diakibatkan dari penyakit poliomielitis adalah bisa menyebabkan
kematian jika otot pernafasan terinfeksi dan tidak segera ditangani.
i. Radang Selaput Otak
Radang selaput otak (meningitis) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing, dan
protozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri.
Meningitis yang disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal
dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme
kerusakan dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri
maupun produk bakteri lebih berat. Penularan 19 kuman dapat
terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet
(tetesan) infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus,
cairan bersin, dan cairan tenggorokan penderita
j. Radang Paru-Paru
Radang paru-paru (pneumonia) adalah sebuah penyakit
pada paru-paru dimana (alveoli) yang bertanggungjawab menyerap
oksigen dari atmosfer meradang dan terisi oleh cairan. Radang
paru-paru dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk
infeksi oleh bakteri, virus, jamur, atau parasit. Radang paru-paru
dapat juga disebabkan oleh penyakit lainnya, seperti kanker paru-
paru atau terlalu berlebihan minum alkohol. Gejala yang
berhubungan dengan radang paru-paru termasuk batuk, demam.
Radang paru-paru terjadi di seluruh kelompok 20 umur dan
merupakan penyebab kematian peringkat atas di antara orangtua
dan orang yang sakit menahun
2.4 Jadwal dan Teknik Pemberian Imunisasi (PPI/Non PPI)
Imunisasi terbagi 2 jenis yaitu imunisasi yang diwajibkan (PPI/Program
Pengembangan Imunisasi) dan imunisasi yang dianjurkan (Non PPI).
1. Jadwal pemberian imunisasi yang diwajibkan (PPI) yaitu :
Umur Jenis Imunisasi
0-7 hari HB 0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT/HB 1, Polio 2
3 bulan DPT/HB 2, Polio 3
4 bulan DPT/HB 3, Polio 4
9 bulan Campak

a) Vaksin Hepatitis B
Adalah vaksin virus rekombinan yang telah diinaktivasikan dan
bersifat in infectious, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam
sel ragi (Hansenula Polymorph) menggunakan tekonologi DNA
rekombinan.
Cara pemberian dan dosis :
1) Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu
agar suspensi menjadi homogeny
2) Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml, pemberian
suntikan secara intramuscular sebaiknya pada anterolateral
paha
3) Pemberian sebanyak 3 dosis
4) Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis
berikutnya dengan interval minimum 4 minggu (1 bulan)
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan
virus hepatitis B
Kontra indikasi :
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti
vaksin-vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada
penderita infeksi berat disertai kejang
Efek samping :
Reaksi local seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan
disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan
dan biasanya hilang setelah 2 hari
b) Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin)
Adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium Bovis yang
dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan hasil yang
tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksinasi
BCG menimbulkan sensitivitas terhadap tuberculin, tidak
mencegah infeksi tuberculosis tetapi mengurangi resiko terjadi
tuberculosis berat seperti meningitis TB dan tuberculosis milier.
Cara pemberian dan dosis :
1) Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih
dahulu. Melarutkan dengan menggunakan alat suntik steril
Auto Distruct Scheering (ADS) 5 ml.
2) Dosis pemberian 0,05 ml
3) Disuntikkan secara intrakutan didaerah lengan kanan atas
(insertion musculus deltoideus) dengan menggunakan ADS
0,05 ml
4) Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum
lewat 3 jam

Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberculosis
Kontra indikasi :
1) Adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti eksim,
furunkulosis dan sebagainya
2) Mereka yang sedang menderita TBC
Efek samping :
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum
seperti demam. Setelah 1-2 minggu akan timbul indurasi dan
kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi pustule,
kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan, akan
sembuh secara spontan dan meinggalkan tanda parut. Kadang-
kadang terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak atau leher,
terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini
normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang
dengan sendirinya.
c) Vaksin Polio (Oral Polio Vaccine)
Adalah vaksin yang terdiri dari suspense virus poliomyelitistipe
1,2,3 (Strain Sabin) yang sudah dilemahkan, dibiakkan pada
jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.
Cara pemberian dan dosis :
1) Diberikan secara oral (melalui mulut), 1 dosis ada 2 tetes
sebanyak 4 kali pemberian dengan interval setiap dosis
minimal 4 minggu
2) Setiap membukavial baruharus menggunakan penates
(dropper) yang baru
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif poliomyelitis
Kontra indikasi :
Pada individu yang menderita “immune deficiency” tidak ada efek
yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak
yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan misalnya sedang
menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah
sembuh.
Efek samping :
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa
paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi.
d) Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus)
Adalah vaksin yang terdiir dari toxoid difteri dan tetanus yang
dimurnikan serta bakteri pertussis yang telah diinaktivasi.
Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium diphtheria. Difteri bersifat ganas, mudah menular
dan menyerang terutama saluran nafas bagian atas. Penularannya
bias karena kontak langsung dengan penderita melalui bersin atau
batuk atau kontak tidak langsung karena adanya makanan yang
terkontaminasi bakteri difteri. Penderita akan mengalami gejala
seperti demam lebih kurang 38’C, mual, muntah, sakit waktu
menelan dan terdapat pseudomembran putih keabu-abuan difaring,
laring atau tonsil.
Pertusis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
kuman Bordetella Pertusis. Kuman ini mengeluarkan toksin yang
menyebabkan ambangrangsang batuk yang hebat dan lama.
Serangan batuk lebih sering pada malam hari, batuk terjadi
beruntun dan akhir batuk menarik nafas panjang, biasanya disertai
muntah. Batuk bias mencapai 1-3 bulan, oleh karena itu pertussis
disebut juga dengan “batuk seratus hari”
Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
kuman Clostridium Tetani. Kuman ini bersifat anaerob, sehingga
dapat hidup pada lingkungan yang tidak terdapat zat asam
(oksigen). Tetanus dapat menyerang bayi, anak-anak bahkan orang
dewasa. Pada bayi penularan disebabkan karena pemotongan tali
pusat tanpa alat yang steril atau dengan cara tradisional dimana alat
pemotong dibubuhi ramuan tradisional yang terkontaminasi spora
kuman tetanus. Pada anak-anak atau orang dewasa bias terinfeksi
karena luka yang kotor atau luka terkontaminasi spora tetanus.
Upaya Departemen Kesehatan melaksanakan program
Eliminasi Tetanus Neonatorum) melalui imunisasi DPT, DT atau
TT dilaksanakan berdasarkan perkiraan waktu perlindungan
sebagai berikut :
1) Imunisasi DPT 3x akan memberikan imunitas 1-3 tahun,
dengan 3 dosis toksoid tetanus pada bayi dihitung setara
dengan 2 dosis pada anak yang lebih besar atau dewasa
2) Ulangan DPT pada umur 18-24 bulan (DPT 4) akan
memperpanjang imunitas 5 tahun yaitu sampai dengan
umur 6-7 tahun
3) Dengan 4 dosis toksoid tetanus pada bayi dan anak dihitung
setara dengan 3 dosis pada dewasa
Cara pemberian dan dosis :
1) Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu
agar suspense menjadi homogeny
2) Disuntik secara intramuscular dengan dosis pemberian 0,5
ml sebanyak 3 dosis
3) Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis
selanjutnya diberikan dengan interval paling cepat 4
minggu (1 bulan)
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap difteri,
pertussis dan tetanus
Kontra indikasi :
Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau
gejala serius keabnormalan pada syaraf merupakan kontra indikasi
pertussis. Anak-anak yang mengalami gejala parah pada dosis
pertama, komponen pertussis harus dihindarkan pada dosis kedua
dan untuk meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT.

Efek samping :
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti lemas, demam tinggi,
iritabilitas dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah
imunisasi.
e) Vaksin Campak
Adalah vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml)
mengandung tidak kurang dari 1000 inaktif unit virus strain dan
tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu
erythromycin
Cara pemberian dan dosis :
1) Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus
dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang
berisi 5 ml cairan pelarut
2) Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada
lengan kiri atas pada usia 9-11 bulan, dan ulangan (booster)
pada usia 6-7 tahun (kelas 1 SD) setelah catchup campaign
campak pada anak sekolah dasar kelas 1-6
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak
Kontra indikasi :
Individu yang menderita peyakit immune deficiency karena
leukemia dan limfoma
Efek samping :
Hingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan
kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah
vaksinasi.
2. Jadwal imunisasi yang dianjurkan (Non PPI)
Beberapa imunisasi pilihan yang dianjurkan pemerintah (Non PPI)
yaitu:
a) Vaksin HiB (Haemophilus influenza type B)
Diberikan pada umur 2, 4 dan 6 bulan. Bila dipergunakan vaksin
PRP-outer membrane protein complex (PRP-OMPC) yaitu Pedvax
Hib diberikan pada umur 2 dan 4 bulan, dosis ketiga (6 bulan)
tidak diperlukan. Ulangan vaksin Hib diberikan pada umur 18
bulan. Apabila anak datang pada umur 1-5 tahun, Hib hanya
diberikan 1 kali. Satu dosis vaksin Hib berisi 0,5 ml diberikan
secara intramuscular.
b) Vaksin MMR (Measles, Mumps, Rubella)
Diberikan pada umur 15-18 bulan dengan dosis satu kali 0,5 ml,
secara subkutan. Vaksin MMR yang beredar dipasaran ialah
MMR-II dan Trimovax. MMR diberikan minimal 1 bulan sebelum
atau setelah penyuntikan imunisasi lain. Apanila seorang anak
telah mendapat imunisasi MMR pada umur 12-18 bulan, imunisasi
campak 2 pada umur 5-6 tahun tidak perlu diberikan. Ulangan
diberikan pada umur 10-12 tahun atau 12-18 tahun.
c) Vaksin Tifus
Di Indonesia tersedia 2 jenis vaksin yaitu vaksin suntikan
(polisakarida) dan oral. Vaksin capsular Vi polysaccharide yaitu
Typhim Vi diberikan pada umur >2 tahun, ulangan dilakukan
setiap 3 tahun. Tifoid oral Ty2Ia yaitu Vivotif diberikan pada umur
>6 tahun, dikemas dalam 3 dosis dengan interval selang sehari
(hari 1, 3 dan 5). Imunisasi ulangan dilakukan setiap 3-5 tahun.
d) Vaksin Hepatitis A
Diberikan pada daerah yang kurang terpajan (under exposure) pada
umur >2 tahun. Imunisasi dasar Hepatitis A yang telah beredar
ialah Havrix, dosis pemberian sebagai berikut :
Dosis 360 U diberikan 3x dengan interval 4 minggu antara
suntikan I dan II. Untuk mendapatkan perlindungan jangka panjang
(10 tahun) dengan nilai ambang pencegahan >20 mlU/ml, dosis
ketiga diberikan 6 bulan setelah suntikan pertama. Apabila
dipergunakan dosis 720 U, imunisasi cukup diberikan dua kali
dengan interval 6 bulan. Suntikan diberikan secara intramuscular
didaerah deltoid.

e) Vaksin Varicela
Vaksin varicella yang beredar yaitu Varillix, diberikan pada umur
10-12 tahun yang belum terpajan dengan dosis 0,5 ml subkutan
satu kali. Apabila diberikan pada umur >13 tahun maka imunisasi
diberikan 2 kali dengan jarak 4-8 minggu. Imunisasi ulangan
sampai saat ini belum dianjurkan.
f) Vaksin PCV (Pneumococcal Virus)
Diberikan untuk anak berusia >2 tahun yang belum pernah
mendapat vaksin ini. Pemberian vaksin ini cukup satu kali.
g) Vaksin HPV (Human Papilloma Virus)
Diberikan sejak usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan 3
kali dengan interval 0, 1 dan 6 bulan. Vaksin HPV tetravalen
diberikan 3 kali dengan interval 0, 2 dan 6 bulan
2.5 Reaksi dari Pemberian Imunisasi (KIPI)
Klasifikasi KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) dibagi 4 yaitu :
1. Induksi vaksin : terjadinya KIPI disebabkan oleh faktor intrinsik
vaksin terhadap individual resipien, misalnya seorang anak
menderita poliomyelitis setelah mendapat vaksin polio oral
2. Provokasi vaksin : gejala klinis yang dapat timbul kapan saja, saat
ini terjadi oleh karena provokasi vaksin. Contoh kejang demam
pasca imunisasi yang terjadi pada anak yang mempunyai
predisposisi kejang.
3. Kesalahan (pelaksanaan) program : gejala KIPI timbul sebagai
akibat kesalahan pada teknik pembuatan dan pengadaan vaksin
atau teknik cara pemberian vaksin. Contoh terjadi indurasi pada
bekas suntikan disebabkan vaksin yang seharusnya diberikan
secara intramuscular malah diberikan secara subkutan.
4. Koinsidensi : KIPI terjadi bersamaan dengan gejala penyakit lain
yang sedang diderita. Contoh bayi yang menderita penyakit
jantung bawaan mendadak sianosis setelah diimunisasi.
WHO pada tahun 1991, melalui Expanded Programme of
Immunisation (EPI) telah menganjurkan pelaporan KIPI oleh tiap Negara.
Untuk negara berkembang yang paling penting adalah bagaimana
mengontrol vaksin dan mengurangi programmatic errors, termasuk cara
penggunaan alat suntik dengan baik, alat sekali pakai dan cara penyuntikan
yang benar sehingga transmisi patogen melalui darah dapat dihindarkan.
Gejala klinis KIPI yaitu :
a. Reaksi lokal :
 Abces pada tempat suntikan
 Limfadenitis
 Reaksi lokal lain yang berat misalnya selulitis, BCG-itis
b. Reaksi SSP :
 Kelumpuhan akut
 Ensefalopati
 Ensefalitis
 Meningitis
 Kejang
c. Reaksi lain :
 Reaksi alergi : urtikaria, dermatitis, edem
 Reaksi anafilaksis (hipersensitivitas)
 Syok anafilaksis
 Arthralgia
 Demam
 Episode hipotensif hiporesponsif
 Osteomilitis
 Menangis menjerit yang terus menerus
 Sindrom syok toksik
Gejala KIPI menurut jenis vaksin dan saat timbulnya
Jenis vaksin Gejala klinis KIPI Saat timbul
KIPI
Toksoid (DPT, a. Syok anafilaksis a. 4 jam
DT, TT) b. Neuritis brakial b. 2-28 hari
c. Komplikasi akut termasuk kecacatan dan c. Tidak
kematian tercatat
Pertusis whole- a. Syok anafilaksis a. 4 jam
cell (DPT, DTP- b. Ensefalopati b. 72 jam
HB) c. Komplikasi akut termasuk kecacatan dan c. Tidak
kematian tercatat
Campak, a. Syok anafilaksis a. 4 jam
gondongan, b. Ensefalopati b. 5-15 hari
rubella (MMR) c. Komplikasi akut termasuk kecacatan dan c. Tidak
kematian tercatat
Rubella a. Artritis a. 7-42 hari
b. Komplikasi akut termasuk kecacatan dan b. Tidak
kematian tercatat
Campak a. Trombositopenia a. 7-30 hari
b. Klinis campak pada resipien b. 6 bulan
imunokompromais c. Tidak
c. Komplikasi akut termasuk kecacatan dan tercatat
kematian
Polio hidup a. Polio paralisis a. 30 hari
(OPV) b. Polio paralisis pada resipien b. 6 bulan
imunokompromais c. Tidak
c. Komplikasi akut termasuk kecacatan dan tercatat
kematian
Vaksin berisi a. Syok anafilaksis a. 4 jam
polio yang b. Komplikasi akut termasuk kecacatan dan b. Tidak
diinaktifasi (IPV) kematian tercatat
Hepatitis B a. Syok anafilaksis a. 4 jam
b. Komplikasi akut termasuk kecacatan dan b. Tidak
kematian tercatat
Hib B a. Klinis infeksi Hib a. 7 hari
b. Komplikasi akut termasuk kecacatan dan b. Tidak
kematian tercatat
Himbauan WHO terhadap pemantauan KIPI tertuang pada pertemuan
WHO-SEARO tahun 1996 yang merekomendasikan bahwa :
1) Program Pengembangan Imunisasi (PPI) harus mempunyai
perencanaan rinci dan terarah sehingga dapat memberikan
tanggapan segera pada laporan KIPI
2) Setiap KIPI berat harus dilakukan pemeriksaan oleh tim yang
terdiri dari para ahli epidemiologi dan profesi (di Indonesia Pokja
KIPI) dan penemuan harus disebarluaskan melalui jalur PPI dan
media masa
3) Pelaporan KIPI tertentu misalnya abses, BCG-itis, harus dipantau
demi perbaikan cara penyuntikan yang benar dikemudian hari
4) Program harus segera memberikan tanggapan secara cepat dan
akurat kepada media masa perihal KIPI yang terjadi
5) Program harus melengkapi petugas lapangan dengan formulir
pelaporan kasus, defenisi KIPI yang jelas, intruksi yang rinci
perihal jalur pelaporan
6) Program perlu mengkaji laporan kasus KIPI dari pengalaman dunia
internasional, sehingga dapat memperkirakan besar masalah KIPI
yang dihadapi.
2.6 Cold Chain (Rantai Dingin)
Cold Chain adalah proses menjaga suhu vaksin dikondisi idealnya
sehingga kualitasnya tetap terjaga dari awal sampai pelaksanaan vaksinasi.
Keberhasilan program imunisasi tidak bisa dipisahkan dari
ketersediaan rantai dingin (cold chain) hingga ke puskesmas agar mampu
menjaga serta menjamin kualitas vaksin yang diberikan kepada sasaran.
Cold chain terdiri dari lemari es dan freeze untuk menyimpan vaksin dan
termos (vaksin carrier) untuk membawa vaksin ketempat pelayanan
imunisasi, terutama untuk kegiatan diluar gedung atau lapangan.
Penyimpanan vaksin membutuhkan perhatian khusus karena vaksin
merupakan sediaan biologis yang rentan terhadap perubahan temperature
lingkungan. Didalam Permenkes nomor 12 tahun 2017 tentang
penyelenggaraan imunisasi disebutkan bahwa vaksin merupakan produk
biologis yang mudah rusak sehingga harus disimpan pada suhu tertentu
yakni pada suhu 2-8’C untuk vaksin sensitif beku (tidak boleh beku) dan
pada suhu -15 s.d -25’C untuk vaksin yang sensitif panas. Sekarang hanya
vaksin polio yang masih memerlukan tempat penyimpanan dengan suhu
dibawah 0’C. sejumlah vaksin seperti Hepatitis B, DPT-HB-Hib, IPV, DT,
Td akan berpotensi menjadi rusak jika terpapar suhu beku. Sedangkan
vaksin polio, BCG dan campak akan berpotensi rusak jika terpapar suhu
panas. Namun, secara umum, vaksin akan rusak jika terpapar oleh sinar
matahari secara langsung. Manfaat dari cold chain antara lain yaitu :
a. Menjaga kualitas vaksin
b. Menjaga suhu agar tetap stabil
c. Memudahkan untuk mengontrol barang
d. Memudahkan untuk membawa vaksin ketempat pelayanan
terutama untuk kegiatan diluar gedung atau lapangan
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Imunisasi merupakan hal yang terpenting dalam usaha melindungi
kesehatan anak anda. Imunisasi bekerja dengan cara merangsang
timbulmya kekebalan tubuh yang akan melindungi anak anda dari
penyakit-penyakit sebagai berikut: polio, campak, gondongan, campak
Jerman, influenza, tetanus, difteri dan pertusis (batuk rejan). Tanpa
pemberian vaksin, jumlah kematian anak-anak yang ditimbulkan oleh
penyakit tersebut meningkat dan banyak orang yang mengalami
komplikasi kronik setelah menderita penyakit tersebut.
Efek samping imunisasi yang dikenal sebagai Kejadian Ikutan
Pasca Imunisasi (KIPI) atau Adverse Events Following Immunization
(AEFI) adalah suatu kejadian sakit yang terjadi setelah menerima
imunisasi yang diduga berhubungan dengan imunisasi. Penyebab kejadian
ikutan pasca imunisasi terbagi atas empat macam, yaitu kesalahan
program/tehnik pelaksanaan imunisasi, induksi vaksin, faktor kebetulan
dan penyebab tidak diketahui. Gejala klinis KIPI dapat dibagi menjadi dua
yaitu gejala lokal dan sistemik. Gejala lokal seperti nyeri, kemerahan,
nodelle/ pembengkakan dan indurasi pada lokasi suntikan. Gejala sistemik
antara lain panas, gejala gangguan pencernaan, lemas, rewel dan menangis
yang berkepanjangan.
3.2 Saran
Pengetahuan ibu mempunyai pengaruh positip terhadap
kelengkapan imunisasi dasar, yang berarti bahwa semakin baik
pengetahuan ibu tentang manfaat imunisasi akan berpengaruh
meningkatkan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Motivasi ibu
mempunyai pengaruh positip terhadap kelengkapan imunisasi dasar. Yang
berarti bahwa semakin baik motivasi ibu akan berpengaruh meningkatkan
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, I Gusti Ngurah, 2001. Statistika Analisis Hubungan Kausal Berdasarkan


Data Kategorik. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.
World Health Organization Children Vaccine Initiative. Strategic Planning.
Managing opportunity of change a vision of vaccination for the 21th century.
Geneva : Children’s Vaccine Initiative-WHO, 1997
Kassianos GC. Immunization. Edisi ketiga. London : Blackwell Science, 1996
Petunjuk Teknis Bulan Imunisasi Anak Sekolah “BIAS”, Bagi Pengelola
Program. Dijen PPM&PLP, Subdit Epidemiologi & Imunisasi, Departemen
Kesehatan; Tim Pembina UKS Pusat, 1997

Anda mungkin juga menyukai