Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PELATIHAN PERAWAT ANESTESI DASAR

ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI PADA KLIEN DENGAN


DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR CONDYLUS MANDIBULA DENGAN
ANESTESI INTUBASI NASAL TRACHEAL TUBE
DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
PROVINSI JAWA TIMUR

OLEH :

RAHMAWATI NINGSIH
KLINIK UTAMA SUKMA WIJAYA SAMPANG

INSTALASI ANESTESI
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR
JL. JAKSA AGUNG SUPRAPTO NO 2
MALANG
2023
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI


PADA Tn. A DENGAN DIAGNOSA FRAKTUR CONDYLUS MANDIBULA
DENGAN ANESTESI INTUBASI NASAL TRACHEAL TUBE
RSUD Dr SAIFUL ANWAR MALANG

Telah Disetujui pada :

Hari : Selasa

Tanggal : 23 Mei 2023

Tempat : RSUD Dr Saiful Anwar Malang

Malang, 23-05-2023
Peserta Pelatihan

(Seksiono Kapyarso, AMD.Kep)


(Rahmawati Ningsih) 19751019 200701 1 001
BAB I

KONSEP DASAR TENTANG PENYAKIT

1.1 Pengertian

Fraktur merupakan suatu kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang

rawan yang disebabkan oleh rudapaksa, dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak

langsung.

Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibular. Hilangnya kontinuitas

pada rahang bawah (mandibula) dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar.

Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai tempat

menempelnya gigi geligi. Faktor etiologi utama terjadinya fraktur mandibula bervariasi

berdasarkan lokasi geografis, namun kecelakaan kendaraan bermotor menjadi penyebab

paling utama. Beberapa peyebab lain berupa kelainan patologis seperti keganasan pada

mandibula, kecelakaan saat kerja dan kecelakaan akibat olahraga.

Fraktur mandibula merupakan kondisi diskontinuitas tulang mandibula yang diakibatkan

oleh trauma wajah ataupun keadaan patologis. Pukulan keras pada muka dapat

mengakibatkan terjadinya suatu fraktur pada mandibula (Reksodiputro, 2017).

Fraktur mandibula merupakan fraktur kedua tersering pada kerangka wajah, hal ini

disebabkan kondisi mandibula yang terpisah dari cranium. Diagnosis fraktur mandibula dapat

ditunjukkan dengan adanya rasa sakit, pembengkakan, nyeri tekan dan maloklusi. Patahnya

gigi, adanya gap, tidak ratanya gigi, tidak simetrisnya arcus dentalis, gigi yang longgar dan

krepitasi menunjukkan kemungkinan adanya fraktur mandibula. Selain itu mungkin juga

terjadinya trismus (nyeri waktu rahang digerakkan).

1.2 Anatomi Fisiologi Fraktur Mandibula

Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai tempat

menempelnya gigi geligi. Mandibula berhubungan dengan basis kranii dengan adanya

temporo mandibular joint dan disangga oleh otot-otot pengunyahan. Mandibula terdiri dari

korpus berbentuk tapal kuda dan sepasang ramus. Korpus mandibula bertemu dengan ramus

masing-masing sisi pada angulus mandibula. Pada permukaan luar digaris tengah korpus

mandibula terdapat sebuah rigi yang menunjukkan garis fusi dari kedua belahan selama

perkembangan yaitu simfisis mandibula.


Korpus mandibula pada orang dewasa mempunyai precesus alveolaris yang ditandai

adanya penonjolan dipermukaan luar, sedangkan pada orang tua yang giginya telah tanggal

procesus alveolaris mengalami regresi. Bagian depan dari korpus mandibula terdapat

protuberantia mentale yang meninggi pada tiap-tiap sisi membentuk tuberculum mentale.

Bagian permukaan luar digaris vertical premolar kedua terdapat foramen mentale. Bagian

posterior korpus mandibula mempunyai dua procesus yaitu processus coronoideus anterior

yang merupakan insersio otot pengunyahan dan processus condylaris bagian posterior yang

berhubungan langsung dengan sendi temporo mandibular. Permukaan dalam ramus

mandibula terdapat foramen mandibula yang masuk kedalam kanalis mandibula sedangkan

permukaan korpus mandibula terbagi oleh peninggian yang miring disebut linea mylohyoidea

(Platzer, 2015).

Mandibula dipersarafi oleh 3 cabang nervus yaitu N. Bucalis Longus, N. Lingualis dan N.

Alveolaris inferior. Nervus mandibularis merupakan cabang terbesar yang keluar dari

ganglion gasseri. Saraf keluar dari cranium melalui foramen ovale dan bercabang menjadi 3

percabangan yaitu

a. N. Buccalis Longus

Nervus buccalis longus keluar tepat diluar foramen ovale. Saraf berjalan diantara kedua

caput m.pterygoideus externus, menyilang ramus untuk kemudian masuk kepipi melalui

m. buccinators, disebelah bukal gigi molar ketiga atas. Cabang-cabang terminalnya

menuju membrane mukosa bukal dan mukoperiosteum disebelah lateral gigi-gigi molar

atas dan bawah

b. N. Lingualis

Nervus lingualis cabag berikut berjalan kedepan menuju garis median. Saraf berjalan

kebawah superficial dari m. Pterygoideus internus berlanjut ke lingual apeks gigi molor

ketiga bawah. Pada titik ini saraf masuk kedalam basis lingual melalui dasar mulut dan

menginervasi duapertiga anterior lidah , mengeluarkan percabangan untuk menginervasi

mukoperiosteum dan membrane mukosa lingual.

c. N. Alveolaris Inferior

Nervus alveolaris inferior adalah cabang terbesar dari N. mandibularis. Saraf turun balik

dari m. pterygoideus externus disebelah posterior dan dibagian luar N.lingualis, berjalan

ramus mandibula dan ligamentum sphenomandibularis. Bersama-sama dengan arteri


alveolaris inferior saraf berjalan terus didalam canalis mandibula dan mengeluarkan

percabangan untuk gigi geligi. Pada foramen mentale saraf bercabang menjadi dua salah

satunya adalah nervus incicivus yang berjalan terus kedepan menuju garis median

sementara nervus mentalis meninggalkan foramen untuk mempersarafi kulit. Cabang-

cabang dari nervus alveolaris inferior adalah :

 N. mylohyoideus adalah cabang motorik dari N. alveolaris inferior dan

didistribusikan ke N. mylohyoideus dan venter anterior dan N. digastrici yang

terletak didasar mulut

 Rami dentalis brevis menginervasi gigi molar, premolar, proc. Alveolaris dan

periosteum

 N. mentalis lekuar melalui foramen mentale untuk menginervasi kulit dagu, kulit

dan membrane mukosa labium oris inferior

 N. incisivius mengeluarkan cabang-cabang kecil menuju gigi insisivius sentral,

lateral dan caninus

1.3 Etiologi

Menurut Helmi (2014) fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun proses

patologik.

1. Fraktur traumatik disebabkan oleh :

a. Kecelakaan kendaraan bermotor (50,8%)

b. Terjatuh (22,3%)

c. Kekerasan atau perkelahian (18,8%)

d. Kecelakaan kerja (2,8%)

e. Kecelakaan berolahraga (3,7%)

f. Kecelakaan lainnya (1,6%)

2. Fraktur patologik dapat disebabkan oleh

a. Kista

b. Tumor tulang

c. Osteogenesis imperfect

d. Osteomielitis

e. Osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang


1.4 Klasifikasi Fraktur Mandibula

a. Menurut penyebab terjadinya fraktur

1) Fraktur traumatic

- Trauma langsung (direct), trauma tersebut langsung mengenai anggota tubuh

penderita

- Trauma tidak langsung (indirect), terjadi seperti pada penderita yang jatuh

dengan tangan menumpu dan lengan atas bawah lurus, berakibat fraktur kaput

radii atau klavikula.

2) Fraktur fatik atau stress

Trauma yang berulang dan kronis pada tulang yang mengakibatkan tulang menjadi

lemah

3) Fraktur patologis

Trauma yang terjadi proses patologis yang mengakibatkan tulang tersebut rapuh

dan lemah

b. Menurut hubungan dengan jaringan ikat sekitarnya

1) Fraktur simple/tertutup disebut juga fraktur tertutup oleh karena kulit disekeliling

fraktur sehat dan tidak sobek

2) Fraktur terbuka, kulit disekitar fraktur sobek sehingga fragmen tulang

berhubungan dengan dunia luar dan berpotensi untuk menjadi infeksi.

3) Fraktur komplikasi, fraktur tersebut berhubungan dengan kerusakan jaringan atau

struktur lain seperti saraf, pembuluh darah, organ visera atau sendi

c. Menurut bentuk fraktur

1) Fraktur komplit, garis fraktur membagi tulang menjadi dua fragmen atau lebih.

Garis fraktur bias transversal, oblik atau spinal. Kelainan ini dapat

menggambarkan arah trauma dan menentukan fraktur stabil atau unstabile

2) Fraktur inkomplit, kedua fragmen fraktur terlihat saling impaksi atau masih saling

tertancap

3) Fraktur komunitif, fraktur yang menimbulkan lebih dari dua fragmen

4) Fraktur kompresi, fraktur ini umumnya terjadi didaerah tulang konselus

Hal tersebut diatas merupakan klasifikasi fraktur secara umum sedangkan klasifikasi fraktur

mandibula diantaranya adalah :


a. Menunjukkan region-regio pada mandibula yaitu : korpus, simfisis, angulus, ramus,

prossesus koronoid, pressesus kondiloid, prosessus alveolar. Fraktur yang terjadi

dapat pada satu, dua atau lebih pada region mandibula ini.

b. Berdasarkan ada tidaknya gigi. Klasifikasi berdasarkan gigi pasien penting diketahui

karena akan menentukan jenis terapi yang akan kita ambil. Dengan adanya gigi,

penyatuan fraktur dapat dilakukan dengan jalan pengikatan gigi dengan menggunakan

kawat. Berikut derajat fraktur mandibula berdasarkan ada tidaknya gigi :

1) Fraktur kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi fraktur, penanganan pada fraktur kelas 1

ini dapat melalui interdental wiring (memasang kawat pada gigi)

2) Fraktur kelas 2 : gigi hanya terdapat disalah satu fraktur

3) Fraktur kelas 3 : tidak terdapat gigi dikedua sisi fraktur, pada keadaan ini

dilakukan melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate and screw atau

bisa juga dengan cara intermaxillary fixation

Dengan melihat cara perawatan maka pola fraktur mandibula dapat digolongkan

menjadi :

 Fraktur unilateral biasanya hanya tunggal, tetapi kadang terjadi lebih dari satu

fraktur yang dapat dijumpai pada satu sisi mandibula dan bila hal ini terjadi

sering didapatkan pemindahan fragmen secara nyata

 Fraktur bilateral adalah suatu kombinasi antara kecelakaan langsung dan tidak

langsung. Fraktur ini umumnya akibat mekanisme yang menyangkut angulus

dan bagian leher kondilar yang berlawanan atau daerah gigi kanius dan

angulus yang berlawanan.

 Multiple fraktur adalah gabungan yang sempurna dari kecelakaan langsung

dan tidak langsung dapat menimbulkan terjadinya fraktur multiple

 Fraktur kominutif, fraktur ini hampir selalu diakibatkan oleh

kecelakaanlangsung yang cukup keras pada daerah fraktur, seperti terkena

peluru saat perang.

1.5 Patofisiologi

Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya dalam

tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic dan patologik. Kemampuan otot

mendukung tulang turun baik yang terbuka maupun yang tertutup. Kerusakan pembuluh
darah akan mengakibatkan perdarahan, maka volume darah akan menurun. Hematoma akan

mengeksudasi plasma dan proliferasi menjadi edema local dan terjadi penumpukan didalam

tubuh. Fraktur terbuka dan tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan

gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi

neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping

itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi

terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan

kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma

gangguan metabolic, patologik yang terjadi baik terbuka atau tertutup.Pada umumnya pasien

fraktur terbuka maupun tertutup dilakukan imobilitas yang bertujuan untuk mmepertahankan

fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.


Trauma Gerakan pintir mendadak Kontraksi otot ekstem Keadaan patologis

MRS Ansietas
Fraktur mandibula

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang

B2 B3 B4 B6
B1

Perubahan jaringan sekitar Pergeseran fragmen tulang Perubahan jaringan sekitar Perubahan jaringan sekitar Perubahan jaringan sekitar

Perubahan jaringan sekitar


Spasme otot Inflamasi
Laserasi kulit Pergeseran fragmen tulang Laserasi kulit
Laserasi kulit
Peningkatan tekanan kapiler Merangsang neurotransmiter
Terputusnya vena/arteri
Nyeri saat beraktivitas Ada luka terbuka
Terputusnya vena/arteri Pelepasan histamin
Hipotalamus
Perdarahan
Perdarahan Protein plasma hilang Aktivitas terhambat Resiko infeksi
Reseptor nyeri
Kehilangan volume cairan
Suplai O2 oleh darah menurun Edema
Hambatan mobilitas fisik
Persepsi nyeri
Kebutuhan O2 meningkat Peningkatan pembuluh darah Kekurangan volume jaringan

Takipnea, dispnea Perfusi jaringan Nyeri akut

Ketidakefektifan jalan napas Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer


1.6 Manifestasi Klinis

Gejala umum fraktur menurut Lukma (2018) adalah sebagai berikut :

a) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.

b) Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung

pada integritas tulang tempat melekatnya otot

c) Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma

dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa

jam atau hari setelah cidera

Gejala pada fraktur mandibula biasanya timbul rasa nyeri terus menerus pendarahan oral,

fungsi berubah, terjadi pembengkakan, krepitasi, sepsis pada fraktur terbuka dan deformitas.

Jika fraktur ini mengenai korpus mandibula akan terlihat gerakan yang abnormal pada

tempat fraktur sehingga gerakan mandibula menjadi terbatas dan susunan gigi menjadi tidak

teratur. Sebagian besar fraktur mandibula terjadi tanpa terbukanya tulang dan tanpa

kerusakan jaringan keras atau lunak (Sukman, 2016)

1.7 Komplikasi

Menurut Helmi (2014) secara umum komplikasi fraktur terdiri atas komplikasi awal dan

komplikasi lama yaitu

a) Komplikasi awal

1. Syok

Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.

2. Kerusakan arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai oleh tidak adanya nadi, CRT

menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar serta dingin pada

ektremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi pembidaian, perubahan

posisi pada orang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.

3. Sindrom kompartemen

Adalah suatu kondisi dimana terjadi terjebaknya otot, tulang, syaraf dan

pembuluh darah dalam jaringan parut akibat suatu pembengkakan dari edema

atau perdarahan.Kondisi sindrom kompartemen akibat komplikasi fraktur hanya


terjadi pada fraktur yang dekat dengan persendian dan jarang terjadi pada bagian

tengah tulang.

4. Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.Pada trauma

ortopedik infeksi dimulai pada kulit dan masuk kedalam. Hal ini biasanya terjadi

pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam

pembedahan seperti pin (ORIF dan OREF) atau plat.

5. Avaskular nekrosis

Avaskular nekrosis terjadi karena aliran darah ketulang rusak atau terganggu

yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya volkman’s

ischemia

6. Syndrome emboli lemak

Adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang.

FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan sumsum tulang kuning masuk

ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang

ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardi, hipertensi, takipnea dan demam

1.8 Pemeriksaan Penunjang

a. X-ray : untuk menentukan luas/lokasi fraktur

b. Scan tulang untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan

jaringan lunak

c. Arteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler

d. Hitung darah lengkap, homokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada

perdarahan, peningkatan keukosit sebagai respon terhadap peradangan

e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal

f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse atau cidera

hati

1.9 Penatalaksanaan Medis

Ada dua cara penatalaksanaan fraktur mandibula yaitu close reduction dan open

reduction. Pada teknik tertutup yaitu reduksi/reposisi fragmen fraktur secara tertutup, reduksi

fraktur dan imobilisasi mandibula dicapai dengan jalan menempatkan peralatan fiksasi

maksilomandibular.Untuk penatalaksanaan kebanyakan fraktur mandibular dan secara


spesifik diindikasikan untuk kasus dimana gigi terdapat pada semua segmen atau segmen

edentulous disebelah proksimal dengan pergeseran yang hanya sedikit.Pada prosedur terbuka

yaitu reduksi/reposisi fragmen fraktur secara terbuka, bagian yang fraktur dibuka dengan

pembedahan dan segmen direduksi dan difiksasi secara langsung dengan menggunakan kawat

atau plat.Teknik terbuka dan tertutup tidaklah selalu dilakukan tersendiri, tetapi kadang-

kadang dikombinasikan.

Indikasi reduksi secara tertutup (close reduksi) digunakan pada kondisi-kondisi sebagai

berikut :

1) Fraktur non displace (fraktur menguntungkan tanpa adanya pergeseran tempat)

2) Fraktur kommunitif yang sangat nyata

3) Edentulous fraktur (menggunakan prosthesis mandibula)

4) Fraktur pada anak dalam masa pertumbuhan gigi

Prosedur penanganan fraktur mandibula :

a) Fraktur yang tidak terdisplace dapat ditangani dengan jalan reduksi tertutup dan

fiksasi intermaxilla

b) Fraktur dikembalikan pada posisi yang sebenarnya dengan jalan reduksi tertutup dan

arch bar dipasang kemandibula dan maksila

c) Kawat dapat dipasang pada gigi dikedua sisi fraktur untuk menyatukan fraktur

d) Fraktur yang hanya ditangani dengan jalan reduksi tertutup dipertahankan selama 4-6

minggu dalam posisi fiksasi intermaksilla

e) Kepada pasien dapat dilakukan fiksasi intermaksila apabila dilakukan reduksi terbuka

kemudian dipasangkan plat and screw.


BAB II
KONSEP DASAR ANESTESI

2.1 Pengertian Anestesi

Anestesia adalah suatu keadaan narcosis, analgesia, relaksasi dan hilangnya reflek.

Anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan

dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.

2.2 Macam-Macam Anestesi

a. Anestesi Umum

Klien yang mendapat anestesi umum akan kehilangan seluruh sensasi dan

kesadarannya. Relaksasi otot mempermudah manipulasi anggota tubuh. Pembedahan

yang menggunakan anestesi umum melibatkan prosedur mayor, yang membutuhkan

manipulasi jaringan yang luas.

b. Anestesi Regional

Induksi anestesi regional menyebabkan hilangnya sensasi pada daerah tubuh tertentu.

Anestesi regional terdiri dari spinal anestesi, epidural anestesi, kaudal anestesi.

Metode induksi mempengaruhi bagian alur sensorik yang diberi anestesi. Ahli anestesi

memberi regional secara infiltrasi dan lokal. Pada bedah mayor, seperti perbaikan

hernia, histerektomi vagina, atau perbaikan pembuluh darah kaki, anestesi regional

atau spinal anestesi hanya dilakukan dengan induksi infiltrasi. Blok anestesi pada

saraf vasomotorik simpatis dan serat saraf nyeri dan motoric menimbulkan

vasodilatasi yang luas sehingga klien dapat mengalami penurunan tekanan darah yang

tiba – tiba.

c. Anestesi Lokal

Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan. Obat

anestesi menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi.

Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah sehari.

2.3 Konsep General Anestesi

A. Pengertian

Anestesi umum ialah suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap

semua sensasi akibat induksi obat. Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri,

kesadaran juga hilang. Obat anestesi umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang
heterogen, yang mendepresi SSP secara reversibel dengan spektrum yang hampir

sama dan dapat dikontrol. Obat anastesi umum dapat diberikan secara inhalasi dan

secara intravena.

B. Tujuan

1) Menginduksi hilangnya kesadaran dengan menggunakan obat hipnotik yang

dapat diberikan secara intravena (misalnya: propofol) atau inhalasi (misalnya:

sevofluran).

2) Menyediakan kondisi operasi yang cukup untuk lamanya prosedur

pembedahan dengan menggunakan anestesi seimbang, yaitu kombinasi obat

hipnotik untuk mempertahankan anestesi (misalnya: propofol, sevofluran),

analgesik untuk nyeri, dan bila diindikasikan relaksan otot, atau anestesi

regional.

3) Mempertahankan fungsi fisiologis yang penting dengan cara berikut:

a) Menyediakan jalan napas yang bersih (masker laring atau selang trakea

kurang lebih ventilasi tekanan positif intermitten).

b) Mempertahankan akses vaskular yang baik.

c) Pemantauan fungsi tanda tanda vital (oksimetri nadi, kapnografi,

tekanan darah arteri, suhu, EKG, keluaran urin setiap jam).

d) Membangunkan pasien dengan aman saat akhir prosedur pembedahan.

C. Indikasi

Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang

memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan bedah yang lebih panjang,

misalnya pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi

tulang dan lain-lain. Selain itu, anestesi umum biasanya dilakukan pada pembedahan

yang luas

D. Kontra Indikasi

1) Jantung : hindarkan pemakaian obat-obat yang mendespresi miokard atau

menurunkan aliran darah coroner

2) Hepar : hindarkan obat hepatotoksik, obat yang toksis terhadap hepar atau

dosis obat diturunkan


3) Ginjal : hindarkan atau seminim mungkin pemakaian obat yang diekskresi

melalui ginjal

4) Paru : hindarkan obat-obat yang menaikkan sekresi dalam paru

5) Endokrin : hindarkan pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis

pada diabetes penyakit basedow, karena bisa menyebabkan peninggian gula

darah.

2.4 Persiapan Anestesi

1. Kunjungan pra anestesi

Persiapan anestesi dapat dilakukan dengan adanya kunjungan pra anestesi, dimana hal

tersebut dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :

a) Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal

b) Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obatan anestesi dengan kondisi

pasien

c) Menentukan status fisik pasien menurut ASA (American Society of

Anesthesiologist ) yaitu

 ASA 1 : pasien tanpa disertai penyakit sistemik

 ASA 2 : pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang tanpa

pembatasan aktifitas

 ASA 3 : pasien dengan penyakit sistemik berat yang tidak mengancam jiwa

 ASA 4 : pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung bisa

mengancam jiwa sewaktu-waktu

 ASA 5 : pasien dengan tidak ada harapan, dengan atau tanpa pembedahan

diperkirakan meninggal dalam 24 jam

2. Persiapan alat (STATICS)

Adapun hal yang harus diperhatikan selain kesiapan pasien adalah kesiapan alat meliputi

 S : Scope (laringoskop, stetoskop)

 T : Tube (ETT dengan berbagai ukuran)

 A : Airway (LMA, BMV, guedel, oronasal airway)

 T : Tape (plester)

 I : Introducer (magil, mandrain, bougie)

 C : Connector (end to end, corrugate, breathing circuit)


 S : Suction (alat dan selang suction)

3. Persiapan obat anestesi dan emergency

A. Obat anestesi

1. Golongan sedasi

a. Midazolam

Tujuan memberikan rasa nyaman dan tenang, mengurangi kecemasan,

amnesia retrograde.Gologan obat benzodiazepine misalnya midazolam.

Efek induksi terjadi sekitar 1,5 menit setelah pemberian intravena bila

sebelumnya diberikan premedikasi obat narkotika dan 2-2,5 menit tanpa

premedikasi narkotika sebelumnya.

Dosis premedikasi sebelum operasi :

 Pemberian intramuskular ataupun intravena pada penderita yang

mengalami nyeri sebelum tindakan bedah, pemberian tunggal atau

kombinasi dengan antikolinergik atau analgesic

 Dosis : 0,07-0,1 mg/kgBB, onset 30 detik-1 menit, durasi 15-80 menit

 Dosis anak-anak : 0,05 mg/kbBB

b. Pethidin

Merupakan narkotik yang sering digunakan untuk premedikasi.

Keuntungannya untuk memudahkan induksi, mengurangi kebutuhan obat

anestesi, menghasilkan anestesi pre dan pasca bedah.

Dosis pemberian :

 0,5-2 mg/kgBB onset kerja 1 menit durasi 2-4 jam

2. Analgesia

a. Fentanyl

Fentanyl adalah golongan obat opioid kuat yang digunakan sebagai

analgesic dan obat bius jika diberikan bersamaan dengan obat lain. Obat

ini bekerja pada SSP. Efek samping dari fentanyl adalah mual dan

mengantuk.

Dosis pemberian :

 1-2 mcg/kgBB onset kerja 30 detik durasi 30-60 menit


b. Sufentanyl

Merupakan obat anestesi primer yang digunakan sebagai agen induksi

dan pemeliharaan anestesi.

Dosis pemebrian :

 Efek analgesik 1-2 mcg/kgBB dengan durasi 1-2 jam

 Dosis pemeliharaan tidak boleh melebihi 1 mcg/kg/jam

c. Morphin

Morphin digunakan untuk meredakan dan menghilangkan nyeri hebat

yang tidak dapat diobati dengan analgesic non-opiod.

Dosis pemberian :

 0,1-0,2 mg/kgBB onset kerja <1 menit durasi 2-7 jam

3. Induksi

a) Propofol

Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi

efek ini disebebkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah

jantung.

Efek samping propofol pada system pernapasan adanya depresi

nafas, apnea, bronkospasme dan laringospasme. Pada kardiovaskuler

hipotensi, aritmia. Pada SSP adanya sakit kepala, pusing, kebingungan,

mual dan muntah. Dosis pemberian secara intravena : 2-2,5 mg/kgBB,

onset kerja 40 detik dengan durasi 5-10 menit

b) Tiopenthal

Suplementasi dari anestesi regional, antikonvulsan, pengurangan dari

tekanan intracranial, proteksi cerebral. Efek samping depresi sirkulasi,

aritmia, depresi pernapasan, apnea, laringospasme

Dosis pemberian :

 Dewasa : induksi IV 3-5 mg/kgBB

 Anak : induksi IV 5-6 mg/kgBB

 Bayi : induksi IV 7-8 mg/kgBB

 Infuse 0,05-0,35 mg/kgBB/menit

Onset 20-30 detik dengan durasi 5-15 menit


c) Ketamin

Anestetik disosiatif, induksi dan pemeliharaan anestesi khususnya pada

pasien hipovolemi atau beresiko tinggi, satu-satunya anestetik untuk

prosedur bedah singkat. Efek samping hipertensi, takikardi, depresi nafas,

apnea dan delirium

Dosis pemberian :

 Sedasi atau analgesia : 0,5-1 mg/kgBB

 Induksi : 1-2,5 mg/kgBB, onset 30 detik, durasi 5-15 menit

4. Obat muscle relaxan

Adalah obat pelumpuh otot yang bekerja pada otot bergaris/otot lurik.

Pelumpuh otot dibagi menjadi 2 yaitu depolarisasi dan non depolarisasi :

a. Pelumpuh otot depolarisasi : termasuk golongan obat ini adalah

suksinilkolin dan dekametonium

b. Pelumpuh otot non depolarisasi

 Atracurium

Keunggulannya adalah metabolisme terjadi didalam darah, tidak

bergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek

akumulasi pada pemberian berulang. Efek samping dan pertimbangan

klinis histamine release pada dosis duatas 0,5 mg/kgBB

Dosis pemberian :

 0,3-0,5 mg/kgBB onset kerja 1-3 menit durasi 20-30 menit

 0,1 mg/kgBB setiap 10-20 menit

 Infuse 5-10 mcg/kg/menit

 Rokuronium

Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal sedangkan

kerugiannya adalah terjadi gangguan hati dan efek kerja yang lebih

lama

Dosis pemberian :

 0,6-1,2 mg/kg/BB 0nset 45-90 detik durasi 15-150 menit


5. Maintenance obat inhalasi

a. Isoflurane

Anestesi inhalasi berbentuk cairan yang tidak berwarna, berbau tajam,

tidak mudah terbakar. Efek dari isoflurane yaitu

 Efek bronchodilator tapi tidak kuat

 Mempunyai bau yang tajam sehingga pasien merasa tidak nyaman

 Menimbulkan depresi ringan pada jantung

 Dalam waktu 7-10 menit biasanya sudah mencapai stadium

pembedahan anestesi

 1 MAC = 1,15%

b. Sevoflurane

Anestesi inhalasi berbentuk cairan, tidak berwarna, berbau enak, tidak

iritatif, tidak mudah terbakar. Efek dari sevoflurane yaitu

 Menimbulkan relaksasi pada anak

 Pada system kardiovaskuler sedikit menimbulkan depresi kontraksi

jantung

 Memicu bronchospasme

 1 MAC = 2%

B. Obat emergency

1. Adrenalin

Indikasi : asistole, PEA, VF/VT pulsesis, hipotensi, bradikardi

Dosis :1 mg tiap 3-5 menit IV

2. Sulfas Atropin

Indikasi : bradikardi (denyut nadi <60x/menit)

Dosis : 0,5-1 mg

3. Lidocain

Indikasi : VF dan VT bila tidak ada amiodaron, PVC

Dosis : 3 mg/kgBB tiap 3-5 menit, maksimal 3 mg/kgBB

4. Efedrin

Indikasi : hipotensi systole <90 mmHg

Dosis : IV 5-10 mg
2.5 Tahap-Tahap General Anestesi

a) Stadium I (tahap analgesia) yaitu dari mulainya induksi anestesi hingga hilangnya

kesadaran

b) Stadium II (tahap eksitasi) yaitu dari hilangnya kesadaran hingga mulainya respirasi

teratur misalnya terdapat batuk, kegelisan, muntah dan perubahan tekanan darah serta

takikardi

c) Stadium III (pembedahan) yaitu dari mulai respirasi teratur hingga berhentinya

respirasi, dibagi menjadi 4 plane yaitu :

 Plane I yaitu dari timbulnya pernapasan teratur hingga berhentinya pergerakan

bola mata

 Plane II yaitu dari tidak adanya pergerakan bola mata hingga mulainya paralisis

intercostals

 Plane III yaitu dari mulainya paralisis interkostal hingga total paralisis intercostals

 Plane IV yaitu dari kelumpuhan interkostal hingga paralisis diafragma

d) Stadium IV (depresi medulla oblongata) yaitu overdosis dari timbulnya paralisis

diafragma hingga cardiac arrest

Dalam memberikan obat-obatan pada pasien yang akan menjalani operasi maka perlu

diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance dan lain-lain.

2.6 Efek General Anestesi

1) Pernapasan

Pasien dengan keadaan tidak sadar dapat terjadi gangguan pernapasan dan peredaran

darah.Obat anestesi inhalasi menekan fungsi mukosilia saluran pernapasan

menyebabkan hipersekresi ludah dan lendir sehingga terjadi penimbunan mukus di jalan

napas.

2) Kardiovaskuler

Keadaan anestesi, jantung dapat berhenti secara tiba-tiba.Jantung dapat berhenti

disebabkan oleh karena pemberian obat yang berlebihan, mekanisme reflek nervus yang

terganggu, perubahan keseimbangan elektrolit dalam darah, hipoksia dan anoksia,

katekolamin darah berlebihan, keracunan obat, emboli udara dan penyakit jantung.
3) Gastrointestinal

Regurgitasi yaitu suatu keadaan keluarnya isi lambung menuju faring tanpa adanya

tanda-tanda. Salah satunya dapat disebabkan karena adanya cairan atau makanan dalam

lambung, tingginya tekanan darah ke lambung dan letak lambung yang lebih tinggi dari

letak faring. General anestesi juga menyebabkan gerakan peristaltik usus akan

menghilang.

4) Ginjal

Anestesi menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal yang dapat menurunkan filtrasi

glomerulus sehingga dieresis juga menurun.

5) Perdarahan

Selama pembedahan pasien dapat mengalami perdarahan, perdarahan dapat

menyebabkan menurunnya tekanan darah, meningkatnya kecepatan denyut jantung dan

pernapasan, denyut nadi melemah, kulit dingin, lembab, pucat serta gelisah.

2.7 Konsep General Anestesi Intubasi Endotracheal

A. Pengertian

Intubasi endotracheal adalah tindakan memasukan pipa endotrakhea ke dalam trakhea

sehingga jalan nafas bebas hambatan dan pertukaran gas adekuat .Intubasi endotrakea

dapat dilakukan melalui beberapa lintasan antara lain melalui hidung (nasotrakeal),

mulut (orotrakeal) dan melalui tindakan trakeostomi

B. Tujuan

1) Pembebasan jalan nafas

2) Pemberian nafas buatan dengan bag and mask

3) Pemberian nafas buatan secara mekanik (respirator)

4) Memungkinkan penghisapan sekret secara adekuat

5) Mencegah aspirasi asam lambung (dengan adanya balon yang dikembangkan)

6) Mencegah distensi lambung

7) Pemberian oksigen dosis tinggi

C. Indikasi

1. Ada obstruksi jalan nafas bagian atas

2. Pasien yang memerlukan bantuan nafas dengan respirator

3. Pemberian anestesi
4. Terdapat banyak sputum (pasien tidak dapat mengeluarkan sendiri)

D. Kontra Indikasi

1) Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan

untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah

cricothyroidectomy pada beberapa kasus

2) Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra

servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

E. Persiapan Intubasi Nasal (Nasotrakeal)

1. Cuci tangan

2. Posisi pasien terlentang

3. Kepala diganjal bantal kecil setinggi 10 cm

4. Tinggikan bed pasien sampai umbilikus perawat

5. Berikan obat tetes hidung

6. Pilih ukuran ETT

a) Laki-laki : no 7-8

b) Wanita : no 6,5-7,5

c) Anak-anak : usia (th)+4


4
7. Periksa balon pipa/cuff ETT dengan spuit 20 cc

8. Pasang blade yang sesuai

9. Minta pasien nafas dalam 3x atau oksigenasi dengan bag and mask atau ambu

bag dengan O2 100% 5 menit agar pasien tidak hipoksia

10. Masukkan obat-obat sedasi dan muscle relaxan (fentanyl, midazolam,

propofol)

11. Bagging dulu, masukkan relaxan

12. Ventilasi dulu 2-3 menit

13. Masukkan ETT melalui hidung yang sudah diberi jelly sebelumnya

14. Buka mulut dengan laringoskop sampai terlihat epiglotis

15. Dorong blade sampai pangkal epiglotis, dorong ETT sampai masuk pada

trakea

16. Cek apakah ETT benar masuk, isi cuff lalu fiksasi
F. Kriteria Ekstubasi

1. Hipoksia

2. Hipercarbi

3. Volum tidal tercapai

4. Pernafasan reguler

5. Ada pernafasan torakal

6. Ada pergerakan tangan

7. Pasien sadar
BAB III

PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANESTESI


PADA FASE PERIANESTESI

Nama Pasien : Tn. A No.Register : 11569xxx


Umur : 32 tahun Dokter Operator : dr.Rum
Ruang Rawat : Kerinci Asisten Operasi : dr.Andika
Diagnosa Medis :CKR 456 + Fr Condylus Perawat Instrumen : Agung
Mandibula D + Fr. Corpus Perawat Sirkuler : Suhartatik
Mandibula S Dokter Anestesi : dr.Isngadi SpAn
Tindakan : Post debridement Perawat Anestesi : Rika
Advancement Flap + Archbar Wirring
Tgl. Pengkajian : 03-04-2023 Tanggal Operasi : 03-04-2023
Jam Mulai OP. : 09.25 WIB Jam Selesai OP. :12.10 WIB

PENGKAJIAN PRE ANESTESI


DATA SUBYEKTIF
 Keluhan Utama : nyeri

 Riwayat penyakit saat ini : pasien dengan post debridement advancement flap dan archbar
wirring yang telah dilakukan pemasangan pada tanggal 18 maret 2023 di RSSA saat ini
pasien akan dilakukan pelepasan dan evaluasi

 Riwayat penyakit yang lalu: pasien tidak ada riwayat diabetes mellitus dan hipertensi

 Riwayat anestesi/ operasi terdahulu : pasien pernah dioperasi di RSSA pada tanggal 18 maret
2023 karena kecelakaan kerja pada area wajah

 Riwayat kebiasaan pasien (Perokok, alcohol, obat obatan) : pasien mengatakan sudah lama
berhenti merokok kurang lebih 1 tahun yang lalu

DATA OBYEKTIF
a. Sistem Pernafasan (B1)
Jalan Nafas : Paten / Obstruksi
Sesak nafas : Ya / Tidak terpasang O2 nasal : -lpm
Artificial airway : Oro/Nasofaringeal tube/ ETT / Tracheocanule
RR : 18x/menit
SpO2 : 98%
Gigi : Palsu ( - ) Cakil ( - ) Tongos ( - ) Ompong ( - )
Buka Mulut : 2 jari
MALAMPATTI : 1 / 2 / 3 / 4
Jarak Mentothyroid : 6 cm
Gerak leher : Flexy / Ekstensi
Suara nafas : Vesikuler / Bronkovesikuler

Ronchi : - - Whezing : - -
- - - -
Riwayat Asthma : Ya / Tidak
Lain lain : -
a. Sistem Kardiovaskuler (B2)
Tensi : 110/73 mmHg
Nadi : 72x/menit
Suhu : 36,5’C
CRT : <2’ , >2’
Sirkulasi : S1 S2 Tunggal ( reguler / irreguler) / extra systole / Gallop
Lain2 :
Konjungtiva : Anemis / Pink pale
Sianosis : Ya / Tidak
Perfusi : AHKM

b. Sistem Persyarafan (B3)


Keadaan Umum : cukup
GCS :E4V5M6
Skala nyeri :4
Reflek pupil : Isokor / Anisokor / Miosis / Pint point / Midriasis
Reflek cahaya : +/+
Motorik : 5 5
5 5
Plegi : Ya ( Tetra D S / Hemi D S ) Tidak
Parese : Ya ( Tetra D S / Hemi D S ) Tidak
Lain lain :-

c. Sistem Perkemihan (B4)


Produksi urine : 200 cc
Keluhan : Kencing menetes ( - ), Inkontinensia ( - ), Retensi Urine ( - )
Oliguri ( - ),Anuria ( - ), Hematuri ( - ),
Disuria ( - ), Poliuria ( - ), tidak ada keluhan ( √)
Warna urine : kuning jernih
Kandung Kemih : Membesar / Tidak
Kateter : Terpasang / Tidak
Blass punctie : Terpasang / Tidak
d. Sistem Pencernaan (B5)
Mukosa bibir : Lembab / Kering
Abdomen : Supel /Distended / Nyeri tekan
Bising Usus : 12x/menit
Terpasang NGT : Tidak / Ya
Terpasang Drain : Tidak /Ya
Diare : Tidak / Ya Frekuensi : -
Lain-lain : terdapat luka operasi diarea wajah

e. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)


Pergerakan sendi : Bebas / terbatas
Fraktur : Tidak / Ya lokasi : mandibula
Kompartemen Syndrom : Tidak / Ya lokasi :
Turgor : Baik / Kurang / Jelek
Hiperpigmentasi : Tidak / Ya
Dekubitus : Tidak / Ya
Ikterik : Tidak / Ya
Lain -lain :-

Keadaan Umum : cukup


Tanda Vital : Tensi : 110/73 mmHg Nadi : 72x/menit Suhu : 36,5’C
RR : 18x/menit SpO2 : 98%
TB / BB : 165 cm / 60 kg
Surat Persetujuan Operasi : Tidak ada / Ada
Protese dan Gigi Palsu : Tidak ada / Ada
Cat kuku dan Lensa Kontak : Tidak ada / Ada
Perhiasan : Tidak pakai / Pakai
Folley Catheter : Tidak ada / Ada produksi : 200 cc ( Ditampung / Dibuang )
NGT : Tidak ada / Ada
Persiapan Skiren / Cukur : Tidak / Ya
Huknah / Gliserin : Tidak / Ya Jam :
Persiapan darah : Tidak ada / Ada, Berapa kantong : -
Contoh darah : Tidak ada / Ada
IV line : Tidak ada / Ada (TaKa / TaKi)
Lokasi : Vena perifer / Central / Lain-lain ...............
Jenis Cairan : Kristaloid / Koloid / Darah Tetesan : 20 tpm
Terakhir makan & minum : Makan : 02.00 WIB Minum : 02.00 WIB
Obat yang telah dikonsumsi : Tidak ada / Ada Jenis : -
Alergi obat : Tidak ada / Ada Jenis : -
Obat Premedikasi : Tidak ada / Ada Jenis : -
Jam : -
Status ASA : 1 2 3 4 5
Jenis Operasi : Emergency /Elektif
Pemeriksaan Penunjang
Data Penunjang Laboratorium
Darah lengkap 02/04/2023
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN DEWASA
NORMAL
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 10,20 g/dL 10,85 – 14,90
Eritrosit (RBC) 4,80 Juta 4,11 – 5,55
Leukosit (WBC) 9,67 10³/mm³ 4,79 – 11,34
Hematokrit 30,30 % 34,00 – 45,10
Trombosit (PLT) 210,00 10³/mm³ 216,0 – 451,0
MCV 90,20 µm³ 71,80 – 92,00
MCH 30,60 Pg 22,60 – 31,01
MCHC 33,90 g/dL 30,80 – 35,20
RDW 12,50 % 11,30 – 14,60
PDW 13,5 fL 9 – 13
MPV 11,6 fL 7,2 – 11,1
P-LCR 37,3 % 15,0 – 25,0
PCT 0,24 % 0,150 – 0,400
NRBC Absolute 0,09 10³/µL
NRBC Percent 0,9 %
Hitung Jenis
Eusofil 1,10 % 0,70 – 5,40
Basofil 0,30 % 0,00 – 1,00
Neutrofil 69,60 % 42,50 – 71,00
Limfosit 21,90 % 20,40 – 44,60
Monosit 7,10 % 3,60 – 9,90
Eosinofil Absolut 0,11 10³/mm³ 0,04 – 0,43
Basofil Absolut 0,03 10³/mm³ 0,02 – 0,09
Neutrofil Absolut 6,72 10³/mm³ 2,72 – 7,53
Limfosit Absolut 21,90 10³/mm³ 1,46 – 3,73
NLR (Hematologi) 3,17
Monosit Absolut 0,69 10³/mm³ 0,33 – 0,91
Immature Granulosit (%) 0,3 %
Immature Granulosit 0,03 10³/µL
FAAL HEMOSTATIS
PPT
Pasien 11,70 Detik 9,4 - 11,3
Control 10,6 Detik
INR 1,13 <1,5
APTT
Pasien 27,70 Detik 24,6 – 30,6
Kontrol 24,0 Detik
KIMIA KLINIK
FAAL HATI
AST/SGOT 30 U/L 0 – 32
ALT/SGPT 35 U/L 0 – 33

Data Penunjang :
Foto Rontgen : -

CT Scan : -

MRI :-

EKG :-
ANALISA DATA( PRE ANESTESI)

NO DATA PENYEBAB MASALAH


1 DS :pasien mengatakan nyeri Luka operasi (D.0077)
didaerah wajah, nyeri hilang timbul Nyeri akut
dengan skala nyeri 4 Merangsang serabut
DO : saraf nyeri
- Wajah tampak meringis
- Terdapat luka operasi diarea wajah Hipotalamus
- Gelisah
- TD : 110/73 mmHg Korteks serebri
- Nadi : 72x/menit
- RR : 18x/menit Nyeri dipersepsikan
- SpO2 : 98 %
Nyeri akut
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Tn. A
No RM :11569xxx
Tanggal : 03 April 2023

NO Diagnosis Luaran Intervensi

1 (D.0077) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 15 1. Manajemen nyeri


Nyeri akut berhubungan dengan agen menit diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria Observasi
pencidera fisik (luka operasi) yang luaran - Identifikasi lokasi, karakteristik, dan frekuensi nyeri
ditandai dengan - Wajah tampak tenang - Identifikasi skala nyeri
- Wajah tampak meringis - Tidak gelisah - Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Terdapat luka operasi diarea wajah - TTV normal Terapeutik
- Gelisah - Skala nyeri menurun - Berikan teknik relaksasi dan distraksi nyeri
- TD : 110/73 mmHg Kolaborasi
- Nadi : 72x/menit - Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
- RR : 18x/menit
- SpO2 : 98 %
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Nama (Inisial) : Tn. A
No RM :11569xxx
OK : 607
TGL/ JAM TINDAKANKEPERAWATAN TGL / JAM EVALUASI PPA

03-04-2023 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, dan frekuensi nyeri 03-04-2023 S : pasien mengatakan nyeri sedikit berkurang Ningsih
08.30 2. Mengidentifikasi skala nyeri 08.45
3. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan
O:
memperingan nyeri
- Pasien tampak tenang
4. Memberikan teknik relaksasi dan distraksi nyeri - TTV dalam batas normal
- Skala nyeri 3
5. Berkolaborasi pemberian analgetik jika perlu

A : masalah teratasi sebagian

P : intervensi dilanjutkan
INTRA ANESTESI
Anestesi mulai : 09.10 WIB s/d 12.30 WIB

Pembedahan mulai : 09.25 WIB s/d 12.10 WIB


Jenis pembiusan : General : a. Intubasi Nasotracheal Tube
b. Laringeal Mask Airway (LMA)
c. Face Mask
d. Total Intravena Anestesi (TIVA)
Regional : a. Sub Arachnoid Block (SAB)
b. Epidural Block
c. Combined Subarachnoid-epidural (CSE)
d. Block Ganglion / saraf perifer
e. Kaudal
Lain – Lain :
Jenis Operasi : 1. Bersih 2. Bersih kontaminasi
3. Kotor 4. Kontaminasi
Golongan Operasi : 1. Khusus 2. Besar 3. Sedang 4. Kecil
Plate Diathermi : Lokasi : 1. Bokong 2. Tungkai kaki 3. Bahu
4. Tangan 5. Paha
Dipasang oleh : perawat serkuler
Pemeriksaan sebelumnya : 1.Utuh 2. Menggelembung
Pemeriksaan sesudah : 1.Utuh 2. Menggelembung
Monitor Anestesi : 1. Tidak 2. Ya3.Standby
Mesin Anestesi : 1. Tidak 2. Ya 3.Standby
Persiapan Statics : 1.Lengkap. 2. Belum Lengkap
Anestesi Dengan : 1. Induksi : Midazolam dan Propofol
2. Analgesik : Fentanyl
3. Maintenance : Isoflurane
Relaksasi dengan : Atracurium
Ukuran ETT & kedalaman : ETT non king no 6,5 kedalaman 20 cm
Mode (Presure/Volume) : Volume Control
Teknik Anestesi : General Anestesi Intubasi Sleep Apnea
Stadium Anestesi : Stadium 3 Plana 2
Lembar observasi Intra operasi
Tabel 3.3 Obat obatan

Jam Nama Obat/ Dosis Jam Nama Obat/ Dosis Jam Nama Obat/dosis
09.10 Midazolam 2 mg 09.18 Ondansentron 4 mg
09.11 Fentanyl 200 mcg 09.19 Asam traneksamat 1 g
09.14 Propofol 100 mg
09.15 Atracurium 30 mg
09.16 Lidocain 60 mg
09.17 Ketorolac 30 mg

09.10 10.10 11.10

N TD

220
200
180 180
160 160
140 140
120 120
100 100
80 80
60 60
40
20
Keseimbangan Cairan
BALANCE CAIRAN 1 2 3 4 5 6
BB : 50 kg Hb : 10,5 Kristaloid 1000 2000    
EBV : 3.250 cc Input Koloid 1000 1500    
ABL (10) : 154 cc Darah 0  0     
M: 90 cc Urine  300 500    
O:200 Output Darah  1000 1500    
  M+O 290 580    
Defisit / Excess Defisit / Excess Defisit / Excess Defisit / Excess Defisit /Excess Defisit /Excess
TOTAL
+410 +920    

BALANCE CAIRAN 7 8 9 10 11 12
BB: Hb: Kristaloid        
EBV : Input Koloid        
ABL : Darah        
M: Urine        
O: Output Darah        
  M+O        
Defisit / Excess Defisit / Excess Defisit / Excess Defisit / Excess Defisit /Excess Defisit /Excess
TOTAL
       
ANALISA DATA (INTRA ANESTESI)

NO DATA PENYEBAB MASALAH


1 DS :- Agen farmakologis (D.0005)
DO: (obat anestesi) Pola napas tidak
- Pasien terpasang ETT non king no efektif
6,5 Kelemahan otot-otot
- Pernapasan dibantu mesin pernapasan
- Pernapasan dengan volume control
- RR : 14 Pola nafas tidak
- Volume tidal 360 efektif
- M.V : 5.0
- TD : 120/70 mmHG
- Nadi : 70x/menit
- SpO2 : 99%
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Tn. A
No RM :11569xxx
Tanggal : 03 April 2023

N Diagnosis Luaran Intervensi


O
1 (D.0005) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Manajemen jalan napas
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan selama 3x60 menit diharapkan pola napas Observasi
efek agen farmakologis (obat anestesi) yang membaik dengan kriteria luaran - Monitor TTV pasien
ditandai dengan - Dispnea menurun - Pemberian relaxan yang benar
- Pasien terpasang ETT non king no 6,5 - Frekuensi napas membaik - Pengaturan mesin anestesi yang sesuai
- Pernapasan dibantu mesin - Kedalaman napas membaik Terapeutik
- Pernapasan dengan volume control - Pertahankan kepatenan jalan napas
- RR : 14 - Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Volume tidal 360 - Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
- M.V : 5.0 endotracheal
- TD : 120/70 mmHG 2. Pemantauan respirasi
- Nadi : 70x/menit Observasi
- SpO2 : 99% - Monitor saturasi oksigen
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Nama (Inisial) : Tn. A
No RM :11569xxx
OK : 607

TGL/ JAM TINDAKANKEPERAWATAN TGL / JAM EVALUASI PPA

03-04-2023 1. Memonitoring TTV pasien 03-04-2023 S : - Ningsih


09.10 2. Memberikan relaxan yang benar 12.30
3. Mengatur mesin anestesi yang sesuai O:
4. Mempertahankan kepatenan jalan napas - Jalan napas paten
- Napas spontan
5. Melakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Tidak ada lendir/sekret
6. Melakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotracheal - SpO2 : 99%
- Nadi : 78x/menit
7. Memonitoring saturasi oksigen
- RR : 16x/menit

Amasalah teratasi

P : intervensi dihentikan
POST ANESTESI

Data Subyektif :-
Data Obyektif
( √ ) KU Cukup, GCS 456 TD : 118/60 mmHg ( √ ) Skala nyeri = 1
( -) Sesak (-) Nadi : 78x/mnt ( √ ) Menggigil
( √) Terpasang O2 NRBM 8 lpm SpO2 :98 % ( - ) Mual & Muntah
RR :18 x/mnt ( √ ) Aldrete/Bromage skore = 10
12.30 13.30 14.30

N TD

220
200
180 180
160 160
140 140
120 120
100 100
80 80
60 60
40
20

A. Bromage score Nilai


Jika terdapat gerakan penuh tungkai 3
Jika mampu fleksikan lutut ttp tidak bisa angkat tungkai 2
Jika tidak mampu memfleksikan lutut 1
Jika tidak mampu memfleksikan pergelangan kaki 0
Pasien boleh pindah ruang jika nilai bromage score ≥ 2

B. Aldrete Score (dewasa)


Nilai Warna:
         Merah muda    (2)√
         Pucat               (1)
         Sianosis           (0)
Pernapasan:
         Dapat bernapas dalam dan batuk                    (2)√
         Dangkal namun pertukaran udara adekuat     (1)
         Apnea atau obstruksi                                    (0)
Sirkulasi:
         Tekanan darah menyimpang <20% dari normal         (2)√
         Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal     (1)
         Tekanan darah menyimpang >50% dari normal         (0)
Kesadaran:
         Sadar, siaga dan orientasi                               (2)√
         Bangun namun cepat kembali tertidur            (1)
         Tidak berespons                                              (0)
Aktivitas:
         Seluruh ekstremitas dapat digerakkan            (2)√
         Dua ekstremitas dapat digerakkan                  (1)
         Tidak bergerak                                                (0)
Jika jumlahnya > 8, pasien dapat dipindahkan ke ruangan.

C. Steward Score (anak-anak)


Pergerakan: Kesadaran:
         Gerak bertujuan                      (2)          Menangis                                             (2)
         Gerak tak bertujuan                (1)          Bereaksi terhadap rangsangan              (1)
         Tidak bergerak                       (0)          Tidak bereaksi                                     (0)
Pernafasan:
         Batuk, menangis                     (2) Jika jumlah > 5, pasien dapat dipindahkan
         Pertahankan jalan nafas          (1) ke ruangan
         Perlu bantuan                         (0)
ANALISA DATA (POST ANESTESI)
NO DATA PENYEBAB MASALAH
1 DS :pasien mengatakan badannya - (D.0140)
menggigil kedinginan Resiko Hipotermia
DO:
- Pasien tampak menggigil
- TD : 110/60 mmHg
- Nadi : 78x/menit
- Terpasang O2 NRBM 8 lpm
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Tn. A
No RM :11569xxx
Tanggal : 03 April 2023
N Diagnosis Luaran Intervensi
O
1 (D.0140) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Manajemen hipotermia
Resiko hipotermia yang ditandai selama 15 menit diharapkan hipotermia Observasi
dengan menurun dengan kriteria luaran - Monitor suhu tubuh
- Pasien tampak menggigil - Menggigil menurun - Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia
- TD : 110/60 mmHg - Pasien tidak pucat Terapeutik
- Nadi : 78x/menit - TTV normal - Sediakan lingkungan yang hangat
- Terpasang O2 NRBM 8 lpm - Lakukan penghangatan masif (misal selimut)
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Nama (Inisial) : Tn. A
No RM :11569xxx
OK :607

TGL/ JAM TINDAKANKEPERAWATAN TGL / JAM EVALUASI PPA

03-04-2023 1. Memonitoring suhu tubuh 03-04-2023 S : pasien mengatakan badannya hangat dan tidak Ningsih
12.30 2. Memonitoring tanda dan gejala akibat hipotermia 13.30 menggigil lagi

3. Menyediakan lingkungan yang hangat


4. Melakukan penghangatan masif (misal selimut) O:
- Pasien tenang
- Akral hangat kering dan merah
- TTV normal

A : masalah teratasi

P : intervensi dihentikan
DAFTAR PUSTAKA

Alimul,AAA.Hidayat.2006.Pengantar KDM dan Proses Keperawatan Buku 2.Jakarta : Salemba

Medika

Carpento,LJ.2012.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed.13.Jakarta: EGC

Nursalam. 2015. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis Ed. 3. Jakarta :

Salemba Medika.

Perry & Potter. 2006.Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik

Vol.2.Edisi 5. Jakarta : EGC

Sarwadi & Erwanto. 2014. Buku Pintar Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta : Dunia Cerdas

Anda mungkin juga menyukai