102019159
Email : victor.102019159@civitas.ukrida.ac.id
Abstrak
Fraktur atau patah tulang sendiri adalah putusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang biasanya disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi
tertentu. Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya
kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), yang diakibatkan trauma oleh wajah ataupun
keadaan patologis. Fraktur pada wajah seringkali terjadi akibat kecelakaan kendaraan
bermotor, terjatuh, kekerasan dan akibat trauma benda tumpul lainnya. penanganan fraktur
mandibula pada langkah awal bersifat kedaruratan seperti jalan nafas (airway), pernafasan
(breathing), sirkulasi darah termasuk penanganan syok (circulaation), penanganan luka
jaringan lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak.
Untuk komplikasi pada fraktur mandibula sangatlah jaran terjadi.
Abstract
Fracture or fracture itself is a break in the continuity of bone tissue or cartilage which is
usually caused by direct trauma, muscle fatigue, certain conditions. Mandibular fracture is a
break in the continuity of the mandibular bone. Loss of continuity in the lower jaw
(mandible), as a result of trauma to the face or pathological conditions. Fractures to the face
often occur as a result of motor vehicle accidents, falls, violence and other blunt force
trauma. Treatment of mandibular fractures in the early stages of emergencies such as
airway, breathing, blood circulation including treatment of shock (circulaation),
management of soft tissue injuries and temporary immobilization as well as evaluation of
possible brain injury. Complications with mandibular fractures are very rare.
Anatomi Mandibula
Mandibula merupakan tulang yang besar dan paling kuat pada daerah muka. Tulang ini
terdiri dari korpus, yaitu suatu lengkungan tapal kuda dan sepasang ramus yang pipih dan
lebar yang mengarah keatas pada bagian belakang dari korpus. Pada ujung dari masing-
masing ramus didapatkan dua buah penonjolan disebut prosesus kondiloideus prosesus
koronoideus. Prosesus kondiloideus terdiri dari kaput dan kolum. Permukaan luar dari korpus
mandibula pada garis median, didapatkan tonjolan tulang halus yang disebut simfisis mentum
yang merupakan tempat pertemuan embriologis dari dua buah tulang. 3 Bagian korpus
mandibula membentuk tonjolan disebut prosesus alveolaris yang mempunyai 16 buah lubang
untuk tempat gigi. Bagian bawah korpus mandibula mempunyai tepi yang lengkung dan
halus. Pada pertengahan korpus mandibula kurang lebih 1 cm dari simfisis didapatkan
foramen mentalis yang dilalui oleh vasa dan nervus mentalis. Permukaan dalam dari korpus
mandibula cekung dan didapatkan linea milohioidea yang merupakan origo muskulus
milohioid. Angulus mandibula adalah pertemuan antara tepi belakang ramus mandibula dan
tepi bawah korpus mandibula. Angulus mandibula terletak subkutan dan mudah diraba pada
2-3 jari dibawah lobulus aurikularis. Secara keseluruhan tulang mandibula ini berbentuk tapal
kuda melebar di belakang, memipih dan meninggi pada bagian ramus kanan dan kiri sehingga
membentuk pilar, ramus membentuk sudut 1200 terhadap korpus pada orang dewasa. Pada
yang lebih muda sudutnya lebih besar dan ramusnya nampak lebih divergen.3,4 Mandibula
mendapat nutrisi dari arteri alveolaris inferior yang merupakan cabang pertama dari arteri
maksilaris yang masuk melalui foramen mandibula Bersama vena dan nervus alveriolaris
inferior berjalan dalam kanalis alveolaris.
Definisi Fraktur
Jenis Fraktur
Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran (bergeser dari posisi normal).
Fraktur tidak komplet adalah patah hanya terjadi pada sebagian garis tengah tulang.
Fraktur tertutup (fraktur simpel) adalah patah yang tidak menyebabkan robeknya kulit.
Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks) adalah fraktur dengan luka pada kulit atau
membrana mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi 3 yaitu:
Grade I dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya.
Grade II dengan luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
Grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak
ekstensif, dan merupakan yang paling berat.1
Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya kontinuitas pada
rahang bawah (mandibula) yang diakibatkan trauma oleh wajah ataupun keadaan
patologis, dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar.13
Daerah korpus mandibula terutama terdiri dari tulang kortikal yang padat dengan sedikit
substansi spongiosa sebagai tempat lewatnya pembuluh darah dan pembuluh limfe.
Garis fraktur pada mandibula biasa terjadi pada area lemah dari mandibula tergantung
mekanisme trauma yang terjadi. Fraktur mandibula, fragmen yang fraktur mengalami
displace akibat tarikan otot-otot mastikasi, oleh karena itu reduksi dan fiksasi pada fraktur
mandibula harus menggunakan splinting untuk melawan tarikan dari otot-otot mastikasi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi displacement fraktur mandibula antara lain : arah dan
kekuatan trauma, arah dan sudut garis fraktur , ada atau tidaknya gigi pada fragmen, arah
lepasnya otot dan luasnya kerusakan jaringan lunak. Selain itu, fraktur juga digolongkan
menjadi 11 macam sesuai dengan pergeseran anatomis fragmen tulang (fraktur bergeser/tidak
bergeser):Greenstick: fraktur di mana salah satu sisi tulang patah sedangkan sisi lainnya
membengkok.Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang.Oblik: fraktur membentuk
sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil dibanding transversal).Spiral: fraktur
memuntir seputar batang tulang.Komunitif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa
fragmen.Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada
tulang tengkorak dan tulang wajah).Kompresi: fraktur di mana tulang mengalami kompresi
(terjadi pada tulang belakang).Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit
(kista tulang, penyakit paget, metastasis tulang, tumor).Avulsi: tertariknya fragmen tulang
oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya.Epifiseal: fraktur melalui epifisis.Impaksi:
fraktur di mana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.1
1. Os nasal
Fraktur os nasal adalah trauma langsung pada os nasal, yang dapat menyebabkan fraktur
kartilago dan os septum sehingga kehilangan struktur penyangga. Fraktur os nasal merupakan
kasus yang paling sering terjadi pada trauma kraniofasial yang dapat meyebabkan depress
dorsum nasi disebut saddle nose.15,16,17 Ross melaporkan fraktur os nasal terjadi karena
perkelahian 34%, kecelakaan 28% dan olahraga 23%. Fraktur os nasal banyak terjadi pada
usia 15-40 tahun dan lebih banyak terjadi pada laki-laki. Perbandingan angka kejadian fraktur
os nasal antara laki-laki dan perempuan 2:1. Ditemukan 21 kasus os nasal di RS Sardjito
tahun 2002, tahun 2003 sebanyak 17 kasus, dan 20 kasus di tahun 2004. Kejadian murni
fraktur os nasal, ditemukan 11 kasus pada tahun 2002, 8 kasus pada tahun 2003, dan 12 kasus
pada tahun 2004. Kasus lainnya berupa fraktur multiple maksiofasial dengan atau tanpa
cedera kepala.16. Fraktur sederhana tanpa perpindahan fraktur tidak memerlukan penanganan
khusus, sedangkan pada kasus lain mungkin diperlukan reposisi baik tertutup atau terbuka.
Reposisi tertutup dapat dilakukan segera atau sampai 2 minggu setelah trauma, reposisi
tertutup juga dilakukan dalam anestesi local atau anestesi umum. Post reposisi dipasang splint
(gips) dengan tampon pada lubang hidung dan tampon diangkat pada hari ke3-5, kemudian
splint diangkat pada hari minggu ke-2 atau ke-3. Reposisi terbuka dilakukan pada fraktur
nasal yang terlambat (setelah beberapa minggu/bulan). Reposisi fraktur komunitif pada
daerah naso orbital, post reposisi di pasang splint dan tampon. 18
2. Os. Zygoma
Gejala-gejala pada fraktur zygoma, periorbital hematom, depresi rim orbita inferior, hyphesthesia
daerah N. Infra orbita, enophthalmos, mulut sukar dibuka, dan bila ada fraktur arcus zygoma, arcus
tersebut akan menekan proc. Coronopideus. Bila terjadi depresi zygoma biasa terjadi fraktur pada 3
tempat, yaitu pada rim orbita inferior, pada zygomaticofrontal dan pada junction antara arcus
zygoma dan os. temporal. Sedangkan pada fraktur zygoma yang ringan (tidak displaced) tidak
memerlukan Tindakan.
3. Os. Maxilla
Untuk fraktur maksila sendiri, kejadiannya lebih rendah dibandingkan dengan fraktur
midface lainnya. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Rowe dan Killey pada tahun 1995,
rasio antara fraktur mandibula dan maksila melebihi 4:1. Beberapa studi terakhir yang
dilakukan pada unit trauma rumah sakit-rumah sakit di beberapa negara menunjukkan bahwa
insiden fraktur maksila lebih banyak terkait dengan fraktur 2 mandibula. Data lainnya juga
dilaporkan dari trauma centre level 1, bahwa diantara 663 pasien. Berdasarkan eksperimen
yang dilakukan oleh Rene Le Fort, terdapat tiga pola fraktur maksila, yaitu Le Fort I, II, dan
III. Selain fraktur Le Fort, terdapat pula fraktur alveolar, dan vertical atau sagital.19
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk kasus fraktur dapat dilakukan pemeriksaan
radiologis untuk menetapkan kelainan pada tulang maupun sendi. Pemeriksaan radiologis
yang dilakukan pada skenario ini adalah pemeriksaan X – Ray dan didapatkan hasil garis
fraktur miring pada batas korpus dan symphysis mandibula kanan, arcus mandibula kolaps,
segmen kanan dibelakang segmen kiri. Terdapat juga beberapa pemeriksaan penunjang
lainnya pada mandibula:4
1) Foto Rontgen untuk mengetahui pola fraktur yang terjadi. Setiap pemeriksaan
radiologis diharapkan menghasilkan kualitas gambar yang meliputi area yang
dicermati yaitu daerah patologis berikut daerah normal sekitarnya.
2) Foto Eisler, foto ini dibuat untuk pencitraan mandibula bagian ramus dan
korpus, dibuat sisi kanan atau kiri sesuai kebutuhan.
3) Town′s view, dibuat untuk melihat proyeksi tulang maksila, zigoma dan
mandibula.
4) Foto Reverse Town′s view, dilakukan untuk melihat adanya fraktur neck
condilus mandibula terutama yang displaced ke medial dan bisa juga untuk
melihat dinding lateral dari maksila.
5) Foto Panoramic, disebut juga pantomografi atau rotational radiography dibuat
untuk mengetahui kondisi mandibula mulai dari kondilus kanan sampai
kondilus kiri beserta posisi geliginya termasuk oklusi terhadap gigi maksila.
Keuntungan panoramic adalah; cakupan anatomis yang luas, dosis radiasi
yang rendah, pemeriksaan cukup nyaman, bisa dilakukan pada penderita
trismus. Kerugiannya tidak bisa menunjukkan gambaran anatomis yang jelas
daerah periapikal sebagaimana yang dihasilkan foto intraoral.
6) Temporomandibular Joint, pada penderita trauma langsung daerah dagu sering
didapatkan kondisi pada dagu baik, akan tetapi terjadi fraktur pada daerah
kondilus mandibula sehingga penderita mengeluh nyeri daerah TMJ bila
membuka mulut, trismus kadang sedikit maloklusi. Pada pembuatan foto TMJ
standard biasanya dilakukan proyeksi lateral buka mulut atau Parma dan
proyeksi lateral tutup mulut biasa atau Schuller.
7) Orbitocondylar view, dilakukan untuk melihat TMJ pada saat membuka mulut
lebar, menunjukkan kondisi strutur dan kontur dari kaput kondilus tampak dari
depan.
8) CT Scan, pemeriksaan ini dilakukan pada kasus emergency masih belum
merupakan pemeriksaan standart. CT Scan terutama untuk fraktur
maksilofasial yang sangat kompleks.4
Differential Diagnosis
Maloklusi
1. Anamnesis, keluhan subyektif berkaitan dengan fraktur mandibula dicurigai dari adanya
nyeri, pembengkakan oklusi abnormal, mati rasa pada distribusi saraf mentalis,
pembengkakan , memar, pendarahan dari soket gigi, gigi yang fraktur atau tanggal , trismus,
ketidakmampuan mengunyah. Biasanya keluhan disertai riwayat trauma.
2. Pemeriksaan klinis :
a. Secara umum , trauma maksilofasial dapat diketahui pada pemeriksaan awal atau primary
survey atau sekunder atau secondary survey. Pemeriksaan saluran nafas merupakan suatu hal
penting karena trauma dapat menyebabkan gangguan jalan nafas.
Fraktur pada midface sering terjadi akibat kecelakaan dalam berkendara, terjatuh,
kekerasan dan akibat trauma benda tumpul lainnya. Menurut Rowe da Killey pada tahun
1995, rasio antara fraktur mandibula dan maksila melebihi 4:1. 10 Berdasarkan penelitian
restrospektif Sunarto Reksoprawiro , penderita fraktur maksilofasial akibat kecelakaan lalu
lintas pada pengendara sepeda motor lebih banyak dijumpai pada laki-laki usia produktif,
yaitu usia 21-30 tahun, sekitar 64,38%. Kejadian fraktur mandibula dan maksila menempati
urutan terbanyak yaitu masing- masing sebesar 29,85%, disusul fraktur Zigoma 27,64% dan
fraktur nasal 12,66%. Sedangkan menurut hasil penelitian Ajike dkk, fraktur maksilofasial
akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor lebih banyak dijumpai pada laki-
laki daripada perempuan dengan rasio 3,7:1. Dengan kejadian terbanyak adalah fraktur
mandibula sebesar 75%, fraktur sepertiga wajah tengah sebesar 25% serta fraktur kombinasi
maksilofasial 12%.10
Benturan yang keras pada wajah dapat menimbulkan fraktur mandibula. Toleransi
mandibula terhadap benturan lebih tinggi daripada tulang wajah yang lain. Benturan ini lebih
sering terjadi karena mandibula yang menonjol sehingga sensitif terhadap benturan. Pada
umumnya fraktur mandibula disebabkan oleh trauma langsung.1,3,12 Menurut Kruger, 69%
dari fraktur mandibula disebabkan olen kekerasan fisik, 27% kecelakaan, 2% olahraga , dan
4% faktor patologik , sedangkan fraktur patologis dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang,
osteogenesis imperfekta, osteomyelitis, osteoporosis , atropi atau nekrosis tulang.5,8
Gejala yang timbul dapat berupa dislokasi, yaitu berupa perubahan posisi rahang yang
menyebabkan maloklusi atau tidak berkontaknya rahang bawah dan rahang atas. Jika
penderita mengalami pergerakan abnormal pada rahang dan rasa yang sakit jika
menggerakkan rahang, Pembangkakan pada posisi fraktur juga dapat menetukan lokasi
fraktur pada penderita. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran dari
ujung tulang yang fraktur bila rahang digerakkan, laserasi yang terjadi pada daerah gusi,
mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur, discolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur
akibat pembengkaan, terjadi pula gangguan fungsional berupa penyempitan pembukaan
mulut, hipersalifasi dan halitosis, akibat berkurangnya pergerakan normal mandibula dapat
terjadi stagnasi makanan dan hilangnya efek self cleansing karena gangguan fungsi
pengunyahan. Gangguan jalan nafas pada fraktur mandibula juga dapat terjadi akibat
kerusakan hebat pada mandibula menyebabkan perubahan posisi, trismus, hematom, edema
pada jaringan lunak. Jika terjadi obtruksi hebat saluran nafas harus segera dilakukan
trakeostomi, selain itu juga dapat terjadi anasthesi pada satu sisi bibir bawah, pada gusi atau
pada gigi dimana terjadi kerusakan pada nervus alveolaris inferior.
2. Berdasarkan ada tidaknya gigi pada kiri dan kanan garis fraktur; kelas I : gigi ada pada
kedua bagian garis fraktur, kelas II : gigi hanya ada pada satu bagian dari garis fraktur,
kelas III : tidak ada gigi pada kedua fragmen, mungkin gigi sebelumnya memang sudah
tidak ada ( edentulous ) atau gigi hilang saat terjadi trauma. 3,4
Gambar.2 Hubungan ada tidaknya gigi pada garis fraktur
Horizontal dan vertikal yang dibagi menjadi favourable dan unfavourable kriteria favourable
dan unfavourable berdasarkan arah satu garis fraktur terhadap gaya muskulus yang bekerja
pada fragmen tersebit. Disebut favourable apabila arah fragmen memudahkan untuk
mereduksi tulang waktu reposisi, sedangkan unfavourable bila garis fraktur menyulitkan
untuk reposisi. 3,7
A B
C D
Penanganan fraktur mandibula pada Langkah awal bersifat kedaruratan seperti jalan nafas
atau airway, pernafasan atau breathing, sirkulasi darah termasuk penanganan stok atau
circulation, penanganan luka jaringan lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap
kemungkinan cedera otak. Tahap kedua menangani fraktur secara denitif. Tahap ketiga
merupakan modifikasi dari Teknik terbuka yaitu metode fiksasi skeletal eksternal. Secara
umum penanganan fraktur mandibula dibagi menjadi dua metode yaitu reposisi tertutup dan
terbuka. Pada reposisi tertutup atau konservatif , reduksi fraktur dan imobilisasi mandibula
dicapai dengan menempatkan peralatan fiksasi maksilomandibular. Reposisi terbuka bagian
yang fraktur dibuka dengan pembedahan, segmen direduksi dan difiksasi secara langsung
dengan menggunakan kawat atau plat yang disebut wire atau plate osteosynthesis.3,4,5
Reposisi tertutup (closed reduction ) patah tulang rahang bawah yaitu, penanganan
konservatif dengan melakukan reposisi tanpa operasi langsung pada garis raktur dan
melakukan imobilisasi dengan interdental wiring atau eksternal pin fixation. Indikasi untuk
close reduction antara lain : fraktur komunitif , fraktur dengan kerusakan soft tissue,
edentulous mandibula, fraktur pada anak-anak, fraktur condylus. Teknik yang digunakan [ada
terapi fraktur closed reduction adalah fiksasi intermaksiler. Fiksasi ini dipertahankan 3-4
minggu pada fraktur daerah condylus dan 4-6 minggu pada daerah lain dari mandibula.
Keuntungan dari reposisi tertutup adalah lebih efisien, angka komplikasi lebih rendah dan
waktu operasi yang lebih singkat. Kerugiannya fiksasi yang lama, gangguan nutrisi, resiko
ankilosis TMJ atau temporomandibular joint dan masalah airway. 4,6,7 beberapa Teknik fiksasi
intermaksiler antara lain. : Teknik eyelet atau ivy loop, penempatan ivy loop menggunakan
kawat 24-gauge antara dua gigi yang stabil dengan menggunakan kawat yang lebih kecil
untuk memberikan fiksasi maksilomandibular (MMF) antara loop ivy. Keuntungan , bahan
mudah didapat dan sedikit menimbulkan kerusakan jaringan periodontal serta rahang dapat
dibuka dengan hanya mengangkat ikatan intermaksilaris. Kerugiannya kawat mudah putus
waktu digunakan untuk fiksasi intermaksiler. 6,8
Teknik arch bar, indikasi pemasangan
adalah gigi kurang atau tidak cukup untuk pemasangan cara lain, disertai fraktur maksila dan
didapatkan fragmen dentoalveolar pada salah satu ujung rahang yang perlu direduksi sesuai
dengan lengkungan rahang sebelum dipasang fiksasi intermaksilaris. 6,8
Reposisi terbuka ( open reduction ) Tindakan operasi untuk melakukan koreksi deformitas
maloklusi yang terjadi pada patah tulang rahang bawah dengan melakukan fiksasi secara
langsung dengan menggunakan kawat ( wire osteosynthesis ) atau plat ( plat osteosynthesis).
Indikasi untuk reposisi terbuka ( open reduction ) : a. displaced unfavourable fraktur melalui
angulus , displace unfavourable fraktur dari corpus atau parasymphysis , multiple fraktur
tulang wajah , fraktur midface disertai displaced fraktur condylus bilateral. Teknik operasi
open reduction merupakan jenis operasi bersih kontaminasi , memerlukan pembiusan
umum.4,6,9
Kesimpulan
Fraktur os. mandibula adalah rusaknya kontinuitas tulang mandibula yang dapat disebabkan
oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung. Fraktur ini disebabkan oleh trauma
(benturan pada tulang), ini sering terjadi pada kasus-kasus kecelakaan. Tanda dan gejala
fraktur yaitu, nyeri hebat di tempat fraktur, terdapat maloklusi dan bahkan tidak mampu
menggerakan rahang bawah. Penderita fraktur os. mandibula dapat dilakukan terapi reposisi
tertutup atau reposisi terbuka, tergantung bagaimana fraktur yang dialami penderita. Fraktur
os.mandibula dapat menimbulkan rasa ketidak nyamanan terhadap penderita, fraktur
os.mandibula juga dapat menimbulkan rasa cemas pada penderitanya akibat ketidaktahuan
tentang penyakit dan pengobatannya.
Daftar Pustaka
11. John Oeltjen, Larry Hollier. Acute Management of Head and Neck Trauma in Current
Therapy in Plastic Surgery. 2006. P.217-222.
12. Thapliyal C. G, Sinha C. R, Menon C. P, Chakranarayan S. L. C. A. (2007).
Management of Mandibular Fractures. Available at
http://medind.nic.in/maa/t08/i3/maat08i3p218.pdf.
13. Sjamsuhidajat, Jong W D. (2005). Buku Ajar ilmu bedah, Edisi 2, penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta.
14. Nishitha Joshi, Ahmad M. Hamdan, and Walid D. Fakhouric; Skeletal Malocclusion:
A Developmental Disorder With a Life-Long Morbidity. 2014[cited 2021 13 March];
available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4169080/
15. Huriyati E, Fitria H. penatalaksanaan fraktur os nasal lama dengan komplikasi saddle
nose. FK Universitas Andalas. Padang
16. Bangun dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi IV. Kapita selekta kedokteran. 2014.
Media Aeskulapius. Jakarta. 2014. Hal 59-269
17. Soetjipto Damayanti, dkk. Buku ajar ilmu kesehatan telinga tenggorok kepala dan
leher. Jakarta. 2007. Universitas Indonesia
18. Fraioli Rebecca E, MD,et al. Facial Fractures: Beyond Le Fort. Otolaryngol Clin N
Am. 2008; 41:51-76
19. Hopper Richard A, MD, et al. Diagnosis of Midface Fractures with CT : What the
Surgeon Need To Know. Radiographics. 2006; 26:783-793