Anda di halaman 1dari 20

TB paru pada anak

Sefaca Sulistiyanto Jusuf


102019158
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 06 Jakarta 11510. Telepon: (021)5694-2051.
Email: Sefaca.102019158@civitas,ukrida.ac.id

Abstrak

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycrobacterium


tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga disebut dengan TB paru. Berbeda
dengan TB dewasa, gejala TB anak sering kali tidak khas. Penegakan diagnosa TB paru dapat
dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Penegakan
diagnosa yang benar serta penatalaksanaan yang cepat dan tepat sangat penting dalam kasus TB
paru pada anak, terutama untuk mencegah timbulnya komplikasi yang dapat membahayakan
nyawa anak tersebut. Pencegahan berupa pemberian vaksin BCG juga berpengaruh sebagai
proteksi anak terhadap penularan bakteri dari orang dewasa.

Kata Kunci: Mycobacterium tuberculosis, Tuberkulosis paru, BCG

Abstract
Tuberculosis is a chronic infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis. TB
generally affects the lungs, so it is called pulmonary TB . In contrast to adult TB , TB symptoms
are often not typical in child . Enforcement of pulmonary TB diagnosis can be made by history
taking, physical examination and specific investigations. Right enforcement of diagnosis with
quick and precise management is crucial in cases of pulmonary tuberculosis in children,
especially to prevent complications that could endanger the lives of these children. Prevention in
the form of BCG vaccine was also influential as the protection of children against bacterial
infections from adults.
Keywords: Mycobacterium tuberculosis, pulmonary tuberculosis, BCG
Pendahuluan 
TB bukanlah penyakit yang hanya dapat diderita orang dewasa.Anak-anak pun
terancam.Anak sangat rentan selama tahun pertama dari tiga tahun kehidupan selama dan segera
setelah pubertas.Baru-baru ini, jumlah kasus TB semakin meningkat, banyak yang tercatat,
terutama kaum gelandangan, pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah, dan mereka
yang terinfeksi kuman HIV.Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan terdapat lebih dari
250.000 anak menderita TB dan 100.000 di antaranya meninggal dunia.Disinilah masalah mulai
muncul.Insiden yang terus merangkak tidak disertai dengan kemudahan menegakkan diagnosis
sedini mungkin.1
Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat sistemik, yang dapat
bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat sistemik ini disebabkan oleh
penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi infeksi Mycobacterium tuberculosis. Data
insidens dan prevalens tuberkulosis anak tidak mudah. Dengan penelitian indeks tuberkulin dapat
diperkirakan angka kejadian prevalens tuberkulosis anak. Kriteria masalah tuberkulosis di suatu
negara adalah kasus BTA positif per satu juta penduduk. Jadi sampai saat ini belum ada satu
negara pun yang bebas tuberkulosis.2
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi,
diagnosis serta pengobatan tubekulosis pada anak.

Anamnesis 
Pertanyaan yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis adalah identitas pasien yaitu nama
lengkap, umur, alamat, jenis kelamin, agama dan suku bangsa kemudian keluhan utama yang
dialami pasien, riwayat penyakit sekarang seperti pengobatan apakah ada keluhan penyerta yang
dirasakan, riwayat penyakit keluarga apakah ada yang mengalami gejala serupa dan riwayat
pribadi sosial apakah pasien pernah mengalami alergi dan lainnya. 
Dari anamnesis didapatkan anak perempuan usia 5 tahun dengan keluhan batuk berulang
sejak 1 bulan yang lalu.
Differential diagnosis
Asma bronchial Bronkitis Pneumonia
Etiologi Sel-sel inflamasi, Respiratory syncytial M. pneumoniae, S.
mediator kimia, virus, adenovirus, pneumonia, C.
faktor kemotaktik rhinovirus, pneumoniae, H. virus
parainfluenza virus
PP Spirometri, RAST, Leukositosis, ELISA, Biakan darah,
radiologi PCR, radiologi radologi, biopsy,
bronkoskopi
Gejala klinis Batuk, mengi, sesak, Batuk, coryza, Demam, mengigil,
nafas cepat, rinorea, mengi, ronki, takipnoe, batuk,
takikardia demam, retraksi malaise, nyeri dada,
retraksi, mengi,
stridor, ronki kering

1. Pneumoniae
Pneumonia adalah infeksi akut perenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan
interstitiil, yang ditandai oleh demam, batuk, sesak (peningkatan frekuensi pernafasan), nafas
cuping hidung, retraksi dinding dada dan kadang-kadang sianosis. Pneumonia disebabkan oleh
satu atau lebih agens seperti virus, bakteri (mikoplasma), jamur, parasite atau inspirasi zat asing.1
Gejala klinis yang muncul tergantung dari umur pasien, dan pathogen penyebabnya,
sedangkan pada anak-anak bisa tidak muncul gejala.Pada neonatus sering dijumpai takipneu,
retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis.Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan
grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk,panas, dan iritabel.1
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif/
produktif), takipneu, melamah atau kehilangan suara napas dan dispneu yang ditandai dengan
retraksi dinding dada, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi
terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus,
yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.1 1

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah foto radiologi dapat berupa infiltrate
sampai konsolidasi dengan air broncogram, penyebab bronkogenik dan intersisial serta gambaran
kaviti. Gambaran adanya infiltrate dari foto x-ray merupakan standar yang memastikan
diagnosis. Pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari
10.000/ul kadang mencapai 30.000/ul, pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta
peningkatan LED.1

2. Bronkitis
Bronkitis adalah suatu peradangan pada saluran bronkial atau bronki.Peradangan tersebut
disebabkan oleh virus, bakteri, merokok, atau polusi udara.1
Definisi bronkitis  kronis adalah batuk disertai sputum setiap hari selama setidaknya 3 bulan
dalam setahun selama paling sedikit 2 tahun berturut-turut. 
Gejala klinisnya biasa dimulai dengan batuk.
 Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya pasien mengalami
batuk produktif di pagi hari dan tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan
mengeluarkan dahak berwarna putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukopurulen.
 Sesak nafas. Bila timbul infeksi, sesak napas semakin lama semakin hebat. Terutama
pada musim dimana udara dingin dan berkabut.
 Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu).
 Wheezing (mengi).Saluran napas menyempit dan selama bertahun-tahun terjadi sesak
progresif lambat disertai mengi yang semakin hebat pada episode infeksi akut.
 Pembengkakan pergelangan kaki dan tungkai kiri dan kanan.
 Wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan.
 Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu hidung meler,
lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan dan nyeri tenggorokan. Pada
bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi demam
tinggi selama 3-5 hari dan batuk bias menetap selama beberapa minggu.
Keadaan umum bisa terlihat tampak sakit berat dan kemungkinan nasofaringitis
keadaan paru bisa ronki basah kasar yang tidak tetap (dapat hilang atau pindah setelah
batuk, wheezing dan krepitasi). Pemeriksaan dahak dan rontgen dapat membantu
menegakkan diagnosis. Bila penyebabnya bakteri, sputumnya akan seperti nanah. Untuk
pasien anak yang diopneme dilakukan dengan tes C-reactive protein, kultur pernapasan,
kultur darah, kultur sputum, dan tes serum agglutinin untuk membantu
mengklasifikasikan penyebab infeksi apakah dari bakteri atau virus. Jumlah leukosit
berada >17.500 dan pemeriksaan lainnya dilakukan dengan cara tes fungsi paru-paru dan
gas darah arteri.1
3. Asma 
Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang
dihubungkan dengan hiper-responsif, keterbatasan aliran udara yang reversible dan gejala
pernapasan.Pemicu yang berbeda-beda dapat menyebabkan eksaserbasi asma oleh karena
inflamasi saluran napas atau bronkospasme akut atau keduanya.Faktor yang dapat memicu yaitu
allergen, polusi udara, infeksi saluran napas, obat dan ekspresi emosi berlebihan.1
Mekanisme keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini bervariasi sesuai dengan
rangasangan. Allergen akan memicu terjadinya bronkhokonstriksi akibat dari pelebpasan IgE
dependent dari mast sel saluran pernapasan dari mediator, termasuk di antaranya histamin,
prostaglandin, leukotrin sehingga akan terjadi kontraksi otot polos.1
Penyempitan saluran pernapasan yang bersifat progresif yang disebabkan oleh inflamasi
saluran pernapasan dan atau peningkatan tonus otot polos bronkhioler merupakan gejala
serangan asma akut dan berperan terhadap peningkatan resistensi aliran, hiperinflasi pulmoner
dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi. Apabila tidak dilakukan koreksi terhadap obstruksi
saluran pernapasan ini, akan terjadi gagal napas yang merupakan konsekuensi dari peningkatan
kerja pernapasan, inefisiensi pertukaran gas dan kelelahan otot pernapasan. Interaksi
kardiopulmoner dan sistem kerja paru sehubungan dengan obstruksi saluran napas.1
Gejala klinis utama pada asma anak pada umumnya adalah mengi berulang dan sesak
napas, tetapi pada anak tidak jarang batuk kronik dapat merupakan satu-satunya gejala klinis
yang ditemukan. Biasanya batuk kronik berhubungan dengan infeksi saluran napas atas. Selain
itu kemungkinan pada anak terjadi penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik atau gejala batuk
pada malam hari.1

Definisi 
Tuberculosis adalah penyakit menular yang bersifat sistemik dan disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang mayoritas (> 95%) menyerang paru.1

Penularan 
Penularan tuberculosis pada anak sebagian besar melalui udara sehingga focus primer
berada di paru dan kelenjar getah bening membengkak serta jaringan paru mudah terinfeksi
kuman tuberculosis. Selain itu dapat melalui mulut saat minum susu yang mengandung kuman
Mycobacterium bovis dan melalui luka lecet di kulit. 2

Faktor resiko adalah yang tinggal berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif, individu
yang kekurangan gizi, orang dengan usia lanjut atau bayi, obat imunosupressan dan yang
mengidap virus imunodefisiensi manusia (HIV) kemungkinan besar akan mudah terinfeksi.
Mereka yang merawat pasien tuberculosis, yang menggunakan fasilitas klinik perawatan atau
rumah sakit yang digunakan oleh penderita tuberculosis dan yang sistem imun yang tidak
adekuat.2

Etiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robert Koch dalam tahun 1882.
Mycobacterium tuberculosis merupakan basil tahan asam dan lebih menyenangi jaringan yang
tinggi kandungan oksigen, dan sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak, sehingga membuat
kuman lebih tahan terhadap asam dan merupakan faktor penyebab terjadinya fibrosis dan
terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel.Selain itu kuman terdiri dari protein yang menyebabkan
nekrosis jaringan.2
Kuman dapat tahan hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan udara
keringmaupun dalam keadaan dingin, hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant.
Tetapi dalam cairan mati pada suhu 60 ºC dalam waktu 15 – 20 menit. Di dalam jaringan, kuman
hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag.Makrofag yang semula
memfagositasi tetapi kemudian disenangi karena banyak mengandung lipid.2

Epidemiologi
 
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi juga dapat
mengenai organ tubuh lainnya. TB pada anak terjadi pada anak usia 0-14 tahun. di negara-negara
berkembang jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40-50% dari jumlah seluruh
populasi umum dan terdapat sekitar 500.000 anak di dunia menderita TB setiap tahun.3
Proporsi kasus TB anak di antara semua kasus TB di Indonesia pada tahun 2010 adalah
9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011; 8,2% pada tahun 2012; 7,9% pada tahun 2013;
7,16% pada tahun 2014, dan 9% di tahun 2015. Proporsi tersebut bervariasi antar provinsi, dari
1,2% sampai 17,3 %. Variasi proporsi in mungkin menunjukkan epidemisitas yang berbeda
antara provinsi, tetapi bisa juga karena perbedaan kualitas diagnosis TB anak pada level
provinsi.3
Faktor resiko penularan TB pada anak sama halnya dengan TB pada umumnya,
tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan, dan daya tahan tubuh. pasien TB dengan BTA
positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar daripada pasien TB dengan BTA
negative. Pasien TB dengan BTA negative masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit
TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negative dengan
hasil kultur negative dan foto toraks positif adalah 17%.Di Indonesia, TB terjadi pada 23 orang
per 100.000 anak.3

Patofisiologi
Bila individu menghisap kuman yang dibatukan oleh penderita TB maka kuman tersebut
akan segera menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Basil akan di fagositosis oleh makrofag
alveolus paru, jika daya tahan tubuh individu tersebut baik, maka kuman bisa mati tetapi jika
daya tahan tubuh individu tesebut tidak baik, maka kuman akan tetap hidup. Kuman yang hidup
tersebut selanjutnyaakan mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer, yaitu penyebaran
melalui limfogen, ataupun penyebaran melalui hematogen. Tetapi keadaan ini hanya berlangsung
beberapa saat. Penyebaran akan berhenti jika kuman yang masuk sedikit dan telah terbentuk daya
tahan tubuh yang spesifik terhadap basil TB. Apabila jumlah kumannya sangat banyak
sedangkan daya tahan tubuh melemah akan berakibat timbulnya tuberculosis milier.3
Fokus primer, limfangitis dan kelenjar getah bening regional yang membesar,
membentuk kompleks primer.Kompleks primer terjadi 2-10 minggu (6-8 minggu) setelah
infeksi.Bersamaan dengan terbentuknya kompleks primer, terjadi hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein yang dapat diketahui dari uji tuberculin. Waktu antara mulainya infeksi sampai
terbentuknya kompleks primer disebut masa inkubasi.3
Tuberkulosis primer cenderung sembuh sendiri, tetapi sebagian akan menyebar lebih
lanjut dan dapat menimbulkan komplikasi. Tuberkulosis dapat menyebar luas dalam jaringan
paru sendiri.Selain itu basil tuberkulosis dapat masuk ke dalam aliran darah secara langsung atau
melalui kelenjar getah bening.Basil tuberkulosis dalam aliran darah dapat mati, tetapi dapat pula
berkembang terus; hal ini bergantung kepada keadaan penderita dan virulensi kuman. Melalui
aliran darah basil tuberkulosis dapat mencapai alat tubuh lain seperti bagian paru lain, selaput
otak, otak, tulang, hati, ginjal dan lain-lain. Dalam alat tubuh tersebut basil tuberkulosis dapat
segera menimbulkan penyakit, tetapi dapat pula menjadi tenang dulu dan setelah beberapa waktu
menimbulkan penyakit atau dapat pula tidak menimbulkan penyakit sama sekali.3
Pemeriksaan penunjang 
Pada anak, uji tuberculin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan dalam
“screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi tbc dengan uji tuberculin positif 100%,
umur 1-2 tahun 92%, 2-4 tahun 78%, 4-6 tahun 75%, dan umur 6-12 tahun 51%. Dari presentase
tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang
spesifik.3
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih
sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah
kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48-
72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi :
1. Pembengkakan (indurasi) 0-4 mm, uji mantoux negative dengan arti klinis tidak ada
infeksi Mycobacterium tuberculosis
2. Pembengkakan (indurasi) 5-9mm, uji mantoux meragukan. Hal ini bisa karena
kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypical atau pasca vaksinasi
BCG
3. Pembengkakan (indurasi) > 10, uji mantoux positif dengan arti klinis sedang atau
pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
Uji interferon, Prinsip yang digunakan pada uji interferon ini adalah merangsang limfosit
T dengan antigen tertentu, diantaranya antigen dari kuman TB. Bila sebelumnya limfosit T
tersebut telah tersensitisasi dengan antigen TB maka limfosit T akan menghasilkan interferon
gamma yang kemudian di kalkulasi. Akan tetapi, pemeriksaan ini hingga saat ini belum dapat
membedakan antara infeksi TB dan sakit TB.2
Radiologi,Gambaran foto rontgen toraks pada TB tidak khas, kelainan-kelainan
radiologis pada TB dapat juga dijumpai pada penyakit lain. Secara umum, gambaran radiologis
yang sugestif adalah : Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrate,
onsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrate, atelectasis, kavitas, efusi pleura
dan tuberkuloma.2

Mikrobiologi, Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan


mikroskopik asupan langsung untuk menentukan BTA, pemeriksaan biakan kuman
Mycobacterium tuberculosis.Pada anak, pemeriksaan mikroskopik langsung sulit dilakukan
karena sulit untuk mendapatkan sputum sehingga harus dilakukan bilasan lambung.Dari hasil
bilas lambung didapatkan hanya 10% anak yang memberikan hasil positif.3
Diagnosis 
Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964, diagnosis pasti tuberculosis paru adalah
dengan menemukan kuman Mycobacterium tuberculosae dalam sputum atau jaringan paru
secara biakan. Tidak semua pasien memberiakn sediaan atau biakan sputum yang positif karena
kelainan paru yang belum berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bisa membatukkan
sputumnya dengan baik. Kelainan baru benar-benar jelas setelah penyakit berlanjut sekali.4

Tb primer sering kali ditemukan sebagai asimptomatik pada bayi, jadi di dapatkan hasil dari
positif tuberculin test. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak terlalu membantu, hasil rontgen
sering kali normal, namun unilateral terkadang didapatkan pembesaran. Terkadang juga dapat
didapati kalsifikasi sebagai tanda terjadi proses penyembuhan. Pemeriksaan microbial bisa sulit
dilakukan pada bayi dengan infeksi primer karena bayi tidak batuk, dan sputum yang dihasilkan
biasa tertelan kembali. Pemeriksaan melalui isi lambung (bilas lambung) dapat menggantikan
pemeriksaan sputum pada bayi dan harus dilakukan pada pagi hari pada bayi yang dipuasakan
sebelumnya/ ketika baru bangun.3
Manifestasi klinis

Penyakit TBC pada anak tidak mempunyai gejala yang khas, bahkan sering tanpa gejala dan baru
diketahui adanya kelainan dengan pemeriksaan foto rontgen paru. Namun ada gejala yang sering
ditemukan pada anak penderita TBC, di antaranya adalah:

 Demam. Biasanya merupakan gejala awal, timbul pada sore dan malam hari disertai
keringat dan kemudian mereda. Demam dapat berulang beberapa waktu kemudian.
 Lemah dan Lesu (malaise). Gejala ini ditandai dengan rasa tidak enak badan, pegal-
pegal, nafsu makan berkurang, badan bertambah kurus atau berat badan tidak naik. Anak
akan berpenampilan lesu dan kurang ceria.
 Batuk. Batuk baru timbul bila telah terdapat gangguan di paru, awalnya dapat berupa
batuk kering, lama-kelamaan dapat berupa batuk berlendir. Batuknya tetap bertahan lebih
dari dua minggu walau telah mendapat pengobatan atau batuk sering berulang lebih dari
tiga kali dalam tiga bulan berturut-turut.
 Pembesaran Kelenjar Getah Bening. Kelenjar getah bening yang merupakan salah satu
benteng pertahanan terhadap serangan kuman, dapat membesar bila diserang oleh kuman.
Pada penderita TBC dapat ditemui pembesaran kelenjar getah bening di sepanjang leher
samping dan di atas tulang selangkangan. Apabila gejala-gejala tersebut ada dan tidak
hilang setelah diobati, sebaiknya waspada akan adanya TBC pada anak, apalagi ada
riwayat kontak (hubungan yang erat dan sering) dengan penderita TBC dewasa.4

1. Jika skor total ≥ 6 → diagnosis TB dan obati dengan OAT.

2. Jika skor total < 6, dengan uji tuberkulin positif atau ada kontak erat → diagnosis TB
dan obati dengan OAT.

3. Jika skor total < 6, dan uji tuberkulin negatif atau tidak ada kontak erat → observasi
gejala selama 2 – 4 minggu, bila menetap evaluasi ulang kemungkinan diagnosis TB atau
rujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.
Pengobatan
Obat Sediaan Dosis Dosis Efek samping
(mg/kgBB) sediaan
Isoniazid Tablet 100 dan 300 5-15 300 mg Peningkatan transaminase,
(INH) mg; sirup 10 mg/ml hepatitis, neuritis perifer,
hipersensitivitas
Rifampisin Kapsul/tablet 10-15 600 mg Urin/sekresi warna kuning,
(R) 150,300,450,600 mual-muntah, hepatitis
mg;sirup 20 mg/ml
Piranizamid Tablet 500 mg 25-35 2g Hepatotoksisitas,
(Z) hipersensitivitas
Etambutol (E) Tablet 500 mg 15-20 2,5 g Neuritis optika (reversible),
gangguan visus, gangguan
warna, gangguan saluran
cerna
Streptomisisn Vial 1 g 15-30 1g Ototoksisitas,
(S) nefrotoksisitas
Pengobatan secara umum dilakukan dengan meningkatkan gizi anak untuk daya tahan
tubuh dan istirahat. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat tuberkulosis pada anak
yaitu pemberian obat tahap intensif atau lanjutan diberikan setiap hari, dosis obat disesuaikan
dengan berat badan anak, pengobatan tidak boleh terputus dijalan.5

Untuk terapi tuberkulosis terdiri dari dua fase yaitu fase intensif (awal) dengan panduan
3-5 OAT selama 2 bulan awal dan fase lanjutan dengan panduan 2 OAT (INH-Rifampisin)
hingga 6-12 bulan. Fase intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat, bila pengobatan fase intensif
diberikan secara tepat biasannya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu, sebagian besar pasien tuberkulosis BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan sedangkan untuk fase lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit namun dalam
jangka waktu yang lebih lama, tahap ini penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.5
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang biasa digunakan yaitu Isoniazid, Rifampisin, Piranizamid,
Etambutol dan Streptomisin. Terapi OAT untuk tuberkulosis paru yaitu INH, Rifampisisn,
Pirazinamid selama 2 bulan fase intensif dilanjutkan INH dan Rifampisin hingga 6 bulan terapi
(2HRZ-4HR). Efek samping OAT jarang dijumpai pada anak jika dosis dan cara pemberiannya
benar. Efek samping yang biasa muncul yaitu hepatotoksisitas dengan gejala ikterik, keluhan ini
biasa muncul pada fase intensif (awal).5

OAT ( Obat Anti Tuberkulosis)

Cara pengobatan INH diberikan selama 6 bulan, Rifampisin selama 6 bulan, Piranizamid
selama 2 bulan pertama. Pada kasus-kasus berat dapat ditambahkan Etambutol selama 2 bulan
pertama. 5

Untuk mengurangi angka drop out dibuat dalam bentuk FCD (Fixed Dose Combination)
untuk 2 bulan pertama digunakan FDC yang berisi Rifampisin/Isoniazid/Piranizamid dengan
dosis 75 mg/50mg/150mg sedangkan untuk 4 bulan berikutnya digunakan FDC yang berisi
Rifampisin/Isoniazid dengan dosis 75 mg/50mg.5

Dosis FDC untuk Tuberkulosis Anak


BB 2 bulan 4 bulan
(kg) RHZ (75/50/150) RH (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-19 2 tablet 2 tablet
20-33 4 tablet 4 tablet

Dosis OAT Kombinasi pada Anak


Jenis obat BB < 10 kg BB 10-20 kg BB 20-32 kg
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg
piranizami 150 mg 300 mg 600 mg 
d
Untuk kategori anak (2RHZ/4RH) , prinsip dasar pengobatan tuberkulosis minimal 3
macam obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari baik pada
fase intensif (awal) maupun fase lanjutan, dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan
anak.6

Pada sebagian besar kasus tuberkulosis anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat.
Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang.
Evaluasi klinis pada tuberkulosis anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan
pengobatan. Bila dijumpai perbaikian klinis yang nyata walaupun gambaran radiologik tidak
menunjukkan perubahan yang berarti maka OAT dihentikan.6 7

Pemantauan pengobatan pasien TB anak


Pada tahap awal pasien TB anak control tiap minggu, untuk melihat kepatuhan, toleransi
dari kemungkinan adanya efek samping obat. Pada tahap lanjutan pasien control tiap bulan.
Setelah diberi  OAT selama 2 bulan, respon pengobatan pasien harus dievaluasi. Respon
pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis yang terdapat pada awal diagnosis berkurang
misalnya nafsu makan meningkat, berat badan meningkat, demam menghilang, dan batuk
berkurang. Apabila respon pengobatan baik maka pemberian OAT dilanjutkan sampai dengan 6
bulan. Sedangkan apabila respon pengobatan kurang atau tidak baik maka pengobatan TB tetap
dilanjutkan tetapi pasien harus dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Sistem skoring hanya
digunakan untuk diagnosis, bukan untuk menilai hasil pengobatan.6
Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan melakukan
evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto rontgen dada. Pemeriksaan
tuberculin tidak dapat digunakan sebagai pemeriksaan untuk pemantauan pengobatan, karena uji
tuberculin yang positif masih akan memberikan hasil yang positif. Meskipun gambaran
radiologis tidak menunjukkan perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan klinis
yang nyata, maka pengobatan dapat dihentikan dan pasien dinyatakan selesai.6
Pada pasien TB anak yang pada awal pengobatan hasil pemeriksaan dahaknya BTA
positif, pemantauan pengobatan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dahak ulang sesuai
dengan alur pemantauan pengobatan pasien TB BTA pos.6
Non medikamentosa
1. Pendekatan DOTS
Hal yang paling penting pada tatalaksana TB adalah keteraturan menelan obat. Pasien TB
biasanya telah menunjukkan perbaikan beberapa minggu setelah pengobatan, sehingga merasa
telah sembuh dan tidak melanjutkan pengobatan.5
Keteraturan pasien dikatakan baik apabila pasien menelan obat sesuai dengan dosis yang
ditentukan dalam paduan pengobatan. Keteraturan menelan obat ini menjamin keberhasilan
pengobatan serta mencegah relaps dan terjadinya resistensi. Salah satu upaya untuk
meningkatkan keteraturan adalah dengan melakukan pengawasan langsung terhadap pengobatan
(directly observed treatment). Directly observed treatment shortcourse adalah strategi yang telah
direkomendasikan oleh WHO dalam pelaksanaan program penanggulangan TB, telah dilakukan
di Indonesia sejak tahun 1995, penanggulangan TB dengan strategi DOTS dapat memberikan
angka kesembuhan yang tinggi.5
2. Sumber penularan dan case finding 
Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber penularan yang
menyebabkan anak tersebut tertular TB. Sumber penularan adalah orang dewasa yang menderita
TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara
pemeriksaan radiologis dan BTA sputum (pelacakan sentripetal). Bila telah ditemukan
sumbernya, perlu pula dilakukan pelacakan sentrifugal, yaitu mencari anak lain disekitarnya
yang mungkin juga tertular, dengan cara uji tuberculin.5
Sebaliknya, jika ditemukan pasien TB dewasa aktif, maka anak disekitarnya atau yang
kontka erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi TB (pelacakan sentrifugal). Pelacakan
tersebut dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, yaitu
uji tuberculin.5
3. Aspek edukasi dan sosial ekonomi
Pengobatan TB tidak lepas dari masalah sosioekonomi. Karena pengobatan TB memerlukan
kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu yang cukup lama, maka biaya yang diperlukan
cukup besar. Selain itu diperlukan juga penanganan gizi yang baik, meliputi kecukupan asupan
makanan, vitamin, dan mikronutrien. Tanpa penanganan gizi yang baik, pengobatan dengan
medikamentosa saja tidak akan mencapai hasil yang optimal. Edukasi ditunjukkan kepada pasien
dan keluarga agar mengetahui mengenai TB. Pasien TB anak tidak perlu diisolasi karena
sebagian besar TB pada anak tidak menular ke orang sekitarnya. Aktifitas fisik pasien TB anak
tidak perlu dibatasi, kecuali pada TB berat.6

Komplikasi 
Komplikasi yang dapat timbul antara lain : Perluasan fokus primer ke jaringan paru
(parenkim ) lainnya sehingga terbentuk suatu infiltrat yang luas, yang disebut parenkimatous
type atau tuberculous pneumonia. Bila fokus primer berada dekat dengan cabang v. Pulmonalis
maka kuman akan masuk dalam sirkulasi darah dan menyebakan penyebaran hematogen ke
organ-organ dalam tubuh dan mengakibatkan terjadinya tbc miliar. Bila masuk ke dalam cabang-
cabang bronkus akan terjadi penyebaran bronkogen ke jaringan paru lainnya. Bila dekat fokus
primer dekat dengan pleura, akan menyebabkan pleuritis tbc. Pada tahap kronik akan ditemukan
emfisema paru dan atelektasis.6
Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, TB usus, Poncet’s
arthropathy.Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas, fibrosis paru, kor-pulmonal, amiloidosis
paru, sindrom gagal nafas dewasa, TB milier, jamur paru dan kavitas.5

Pencegahan
Berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terpapar dari TB:

 Saat batuk seharusnya menutupi mulutnya, memalingkan muka agar tidak mengenai
orang lain, dan apabila batuk lebih dari 3 minggu, merasa sakit di dada dan kesukaran
bernafas segera dibawa kepuskesmas atau ke rumah sakit.
 Membuang ludah di tempat yang tertutup, dan apabila ludahnya bercampur darah segera
dibawa kepuskesmas atau ke rumah sakit.
 Mencuci peralatan makan dan minum sampai bersih setelah digunakan oleh penderita.
 Bayi yang baru lahir dan anak-anak kecil harus diimunisasi dengan vaksin BCG yang
dilakukan sesuai dengan jadwal imunisasi yang sudah diberikan oleh IDAI.6
Gambar 1. Table imunisasi anak IDAI

Edukasi 
Memisahkan makanan dengan penderita, memisahkan dan mencuci bersih alat makan
yang dipakai, menjauhkan anggota keluarga lain dari penderita ketika batuk, mengingatkan
pasien untuk menutup mulut saat batuk atau bersin, membuka jendela untuk memperbaiki
sirkulasi udara, membiarkan kamar dan kasur penderita terpapat sinar matahari langsung.
Pada pasien TB anak tidak perlu diisolasi karena sebagian besar tidak menular ke orang
lain disekitarnya, aktifitas fisik pasien tidak perlu dibatasi kecuali pada TB berat.6
Prognosis 
Berdasarkan faktor umur, berapa lama mendapat infeksi, luas lesi, keadaan gizi, keadaan
sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat dan ada infeksi penyerta lain
(pertussis, difteri, morbili dan diare berulang dll). Deteksi cepat, penanganan yang benar dan
kepatuhan pasien akan mempengaruhi prognosis.6

Kesimpulan 
Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat sistemik, yang dapat
bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru.
Gejala umum yang dicurigai anak menderita tuberkulosis : Berat badan turun 3 bulan secara
berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam 1 bulan walaupun sudah dengan
penanganan gizi yang baik Nafsu makan tidak ada (anoreksia) Demam lama atau berulang tanpa
sebab yang jelas (bukan tifus, malaria, ISPA) Pembesaran kelenjar limfe tanpa disertai nyeri
lebih dari 30 hari dan nyeri dada Diare persisten yang tidak kunjung sembuh. Pengobatan dapat
diberikan dengan segera agar prognosis bisa menjadi baik.
Daftar pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S, eds. “Pulmonologi” buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. h. 256-78
2. Aditama Y. “Tuberkulosis” Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta: Perhimpunan dokter paru Indonesia; 2006.
3. Werdhani RA. Patofisiologi, diagnosis dan klasifikasi tuberkulosis. Fakultas kedokteran
universitas Indonesia departemen ilmu kedokteran komunitas, okupasi, dan keluarga;
Jakarta. h. 2-16
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil kesehatan indonesia 2015.
Kementerian kesehatan RI; Jakarta. 2016. H. 160-2
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional pengendalian
tuberkulosis. Kementerian kesehatan RI; Jakarta. 2011. h. 21- 35
6. IDAI. Pedoman nasional tuberculosis anak. Ed-2.2007

Anda mungkin juga menyukai