SARDJITO
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011
Definisi Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bagian bawah. Pada penyakit infeksi saluran pernafasan akut, sekitar 15-20% ditemukan pneumonia ini. Pneumonia didefinisikan sebagai penyakit infeksi dengan gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas (WHO, 1989). Definisi lainnya adalah pneumonia merupakan suatu sindrom (kelainan) yang disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi. Pneumonia aspirasi merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.yang disebabkan oleh aspirasi benda asing baik yang bersal dalam tubuh maupun di luar tubuh penderita. Pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. Terdapat 3 macam penyebab sindroma lambung yang menyebabkan pneumonia aspirasi, yaitu aspirasi asam
oropharingeal menyebabkan pneumonia bakterial, Aspirasi minyak, seperti mineral oil atau vegetable oil dapat menyebabkan exogenous lipoid pneumonia. Apirasi benda asing
merupakan kegawatdaruratan paru dan pada beberapa kasus merupakan faktor predisposisi pneumonia bakterial. Patofisiologi Jalan nafas secara normal steril dari benda asingdari area sublaringeal sampai unit paru paling ujung. Paru dilindungi dari infeksi bakteri dengan beberapa mekanisme: 1. Filtrasi partikel dari hidung. 2. Pencegahan aspirasi oleh reflek epiglottal. 3. Penyingkiran material yang teraspirasi dengan reflek bersin. 4. Penyergapan dan penyingkiran organisme oleh sekresi mukus dan sel siliaris. 5. Pencernaan dan pembunuhan bakteri oleh makrofag. 6. Netralisasi bakteri oleh substansi imunitas lokal. 7. Pengangkutan partikel dari paru oleh drainage limpatik.
Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui aspirasi maupun rute hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka terjadi penumpahan dari cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar. Kemudian makrofag bergerak mematikan sel dan bakterial debris. Sisten limpatik mampu mencapai bakteri sampai darah atau pleura viseral. Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan paru menurun dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi menjadi fisiologis rightto-left shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan menghasilkan hipoksia. Kerja jantung menjadi meningkat karena penurunan saturasi oksigen dan hiperkapnia.
Klasifikasi Secara klinis, pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer maupun sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis pneumonia dikenal sebagai berikut: 1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau ganda. 2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis. 3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular. Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, virus, atipikal (mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi asing. Pneumonia jarang terjadi yang mingkin terjadi karena histomikosis, kokidiomikosis, dan jamur lain. 1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial. Terlihat pada anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA virus, dan jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau berat. Gejalanya bervariasi, dari ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa demam tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada awal penyakit. Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi.
2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di musim gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi hidup yang padat penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik umum seperti demam, mengigil (pada anak yang lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia. Yang diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya batuk bersifat tidak produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai mukopurulen atau bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area paru. 3. Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan pneumonia streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia lain, mikro-organisme individual menghasilkan gambaran klinis yang berbeda. Awitannya tiba-tiba, biasanya didahului dengan infeksi virus, toksik, tampilan menderita sakit yang akut , demam, malaise, pernafasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat dengan nafas dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus. Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia, pneumonia dapat diklasifikasikan: 1. Usia 2 bulan 5 tahun a. Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah. b. Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu pada usia 2 bulan 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih, dan pada usia 1-5 tahun 40 x/menit atau lebih. c. Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa dapat disertai dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada bagian bawah dan tanpa adanya nafas cepat. 2. Usia 0 2 bulan a. Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau nafas cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit atau lebih. b. Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat.
Tanda dan gejala 1. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering terjadi pada usia 6 bulan 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5 40,5 bahkan dengan infeksi ringan.
Mungkin malas dan peka rangsang atau terkadang eoforia dan lebih aktif dari normal, beberapa anak bicara dengan kecepatan yang tidak biasa. 2. Meningismus, yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meninges. Terjadi dengan awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda kernig dan brudzinski, dan akan berkurang saat suhu turun. 3. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit masa kanak-kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit, seringkali memanjang sampai ke tahap pemulihan. 4. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangssung singkat, tetapi dapat menetap selama sakit. 5. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena virus. 6. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan dari nyeri apendiksitis. 7. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan dan menyusu pada bayi. 8. Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pad tipe dan atau tahap infeksi. 9. Batuk, merupakan gambarab umum dari penyakit pernafasan. Dapat menjadi bukti hanya selama faase akut. 10. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar mengi, krekels. 11. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan per oral.
Faktor risiko pneumonia pada anak 1. Status gizi buruk, menempati urutan pertamam pada risiko pneumonia pada anak balita, dengan tiga kriteria antopometri yaitu BB/U, TB/U, BB/TB. Status gizi yang buruk dapat menurunkan pertahanan tubuh baik sistemik maupun lokal juga dapat mengurangi efektifitas barier dari epitel serta respon imun dan reflek batuk. 2. Status ASI buruk, anak yang tidak mendapat ASI yang cukup sejak lahir ( kurang 4 bulan) mempunyai risiko lebih besar terkena pneumonia. ASI merupakan makanan paling
penting bagi bayi karena ASI mengandung protein, kalori, dan vitamin untuk pertumbuhan bayi. ASI mengandung kekebalan penyakit infeksi terutama pneumonia. 3. Status vitamin A, pemberian vitamin A pada anak berpengaruh pada sistem imun dengan cara meningkatkan imunitas nonspesifik, pertahanan integritas fisik, biologik, dan jaringan epitel. Vitamin A diperlukan dalam peningkatan daya tahan tubuh, disamping untuk kesehatan mata, produksi sekresi mukosa, dan mempertahankan sel-sel epitel. 4. Riwayat imunisasi buruk atau tidak lengkap, khususnya imunisasi campak dan DPT. Pemberian imunisasi campak menurunkan kasusu pneumonia, karena sebagian besar penyakit campak menyebabkan komplikasi dengan pneumonia. Demikian pula imunisasi DPT dapat menurunkan kasus pneumonia karena Difteri dan Pertusis dapat menimbulkan komplikasi pneumonia. 5. Riwayat wheezing berulang, anak dengan wheezing berulang akan sulit mengeluarkan nafas. Wheezing terjadi karena penyempitan saluran nafas (bronkus), dan penyempitan ini disebabkan karena adanya infeksi. Secara biologis dan kejadian infeksi berulang ini menyebabkan terjadinya destruksi paru, keadaan ini memudahkan pneumonia pada anak. 6. Riwayat BBLR, anak dengan riwayat BBLR mudah terserang penyakit infeksi karena daya tahan tubuh rendah, sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi termasuk pneumonia. 7. Kepadatan penghuni rumah, rumah dengan penghuni yang padat meningkatkan risiko pneumonia dibanding dengan penghuni sedikit. Rumah dengan penghuni banyak memudahkan terjadinya penularan penyakit dsaluran pernafasan. 8. Status sosial ekonomi, ada hubungan bermakna antara tingkat penghasilan keluarg dengan pendidikan orang tua terhadap kejadian pneumonia anak.
Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium a. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan predominan polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk. b. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-100.000/mm. Protein di atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah. c. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan dapat menyokong diagnosa. d. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
2. Pemeriksaan mikrobiologik a. spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum darah, aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru. b. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi paru. 3. Pemeriksaan imunologis a. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat b. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman penyebab. c. Spesimen: darah atau urin. d. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex
agglutination, atau latex coagulation. 4. Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap mikroorganisme penyebab pneumonia. a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari infiltrasi ringan sampai bercak-bercak konsolidasi merata (bronkopneumonia) kedua lapangan paru atau konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Bayi dan anak-anak gambaran konsolidasi lobus jarang ditemukan. b. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan bronkopneumonia difus atau infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi pleura yang berat, kadang terdapat adenopati hilus. c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada permulaan penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak, kemudian memadat dan mengenai keseluruhan lobus atau hemithoraks. Perpadatan hemithoraks umumhya penekanan (65%), < 20% mengenai kedua paru.
Terapi 1. Perhatikan hidrasi. 2. Berikan cairan i.v sekaligus antibiotika bila oral tidak memungkinkan. 3. Perhatikan volume cairan agar tidak ada kelebihan cairan karena seleksi ADH juga akan berlebihan. 4. Setelah hidrasi cukup, turunkan ccairan i.v 50-60% sesuai kebutuhan. 5. Disstres respirasi diatasi dengan oksidasi, konsentrasi tergantung dengan keadaan klinis pengukuran pulse oksimetri. 6. Pengobatan antibiotik:
a. Penisillin dan derivatnya. Biasanya penisilin S IV 50.000 unit/kg/hari atau penisilil prokain i.m 600.000 V/kali/hari atau amphisilin 1000 mg/kgBB/hari . Lama terapi 7 10 hari untuk kasus yang tidak terjadi komplikasi. b. Amoksisillin atau amoksisillin plus ampisillin. Untuk yang resisten terhadap ampisillin. c. Kombinasi flukosasillin dan gentamisin atau sefalospirin generasi ketiga, misal sefatoksim. d. Kloramfenikol atau sefalosporin. H. Influensa, Klebsiella, P. Aeruginosa umumnya resisten terhadap ampisillin dan derivatnya. Dapat diberi kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari aatu sefalosporin. e. Golongan makrolit seperti eritromisin atau roksittromisin. Untuk pneumonia karena M. Pneumoniae. Roksitromisin mempenetrasi jaringan lebih baik dengan rasio konsentrasi antibiotik di jaringan dibanding plasma lebih tinggi. Dosis 2 kali sehari meningkatkan compliance dan efficacy. f. Klaritromisin. Punya aktivitas 10 kali erirtomisin terhadap C. pneumonie in vitro dan mempenetrasi jaringan lebih baik.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul 1. Pola nafas tidak efektif b.d proses inflamasi 2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi mekanis, inflamasi, peningkatan sekresi, nyeri. 3. Intoleransi aktivitas b.d proses inflamasi, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. 4. Risiko tinggi infeksi b.d adanya organisme infektif. 5. Nyeri b.d proses inflamasi 6. Cemas b.d kesulitan bernafas, prosedur dan lingkungan yang tidak dikenal (rumah sakit). 7. Perubahan proses keluarga b.d penyakit dan atau hospitalisasi anak.
Rencana asuhan keperawatan No Dx 1 Klien fungsi normal. Kriteria hasil: Tujuan Intervensi Rasional Mengurangi stres pada anak dan anak dapat beristirahat
menunjukkan Beri posisi yang nyaman pernafasan Posisikan untuk ventilasi yang maksimum
(pertahankan peninggian Untuk mempertahankan kepala derajat) Periksa dengan posisi sering, anak sedikitnya 30 terbuka jalan nafas. Untuk untuk Pakaian menghindari
pernafasan tidak sulit, anak istirahat dan tidur dengan tenang. NOC:
pakaian yang
meningkatkan
ventilasi. Status vital Tingkatkan istirahat dan sign. tidur dengan penjadualan NIC: Mechanical yang tepat. Dorong teknik relaksasi. Ajarkan pada anak dan keluarga tindakan mempermudah pernafasan tentang yang upaya (misal:
ventilatory weaning.
meningkatkan tentang
pengetahuan teknik
meningkatkan
pemberian posisi yang tepat). 2 Klien dapar Posisikan anak pada Memungkinkan ekspansi lebih perbaikan gas, dalam serta paru baik yang dan
kesejajaran tubuh yang tepat. Hisap sekresi jalan nafas sesuai kebutuhan. Bantu anak
pertukaran mencegah
aspirasi sekresi.
mudah,
pernafasan
Untuk jalan
dalam batas normal. NOC: Status respirasi: kepatenan jalan nafas. NIC: suctioning
Berikan penatalaksanaan Ekspektoran obat untuk nyeri yang tepat. Bantu anak dalam mengencerkan dahak sehingga sputum dapat dikeluarkan. Fisioterapi membantu mengeluarkan sputum Untuk aspirasi mencegah cairan (pada dada
mengurangi kebutuhan oksigen. Untuk memaksimalkan efek Klien mempertahankan Kaji tingkat adekuat. Kriteria hasil: anak energi yang anak. Bantu anak dalam batuk dan
mungkin Agar
pengalihan yang sesuai Untuk mencegah anak dengan usia, kondisi, dari rasa bosan, dan untuk stimulasi tumbuh kembang.
Beri periode istirahat dan Untuk tidur yang sesuai dengan usia dan kondisi. Instruksikan anak untuk beristirahat jika lelah. keseimbangan oksigenasi mengurangi oksigen berlebihan. Untuk penggunaan
menjaga
mencegah oksigen
yang berlebihan.
Klien menunjukkan
tidak tanda-
terjadi komplikasi
steril
NOC: Risk contol dan status imun. NIC: Kontrol infeksi dan infeksi. perlindungan
pertahanan tubuh alami. bergizi Membantu mengurangi sputum yang ada di dalam dada. untuk
mengkonsumsi nutrisi. Ajarkan fisioterapi dada yang baik. 5 Klien tidak mengalami Lakukan nyeri atau penurunan nyeri/ketidaknyamanan sampai tingkat yang dapat anak. diterima strategi Teknik-teknik seperti
oleh Rencanakan
Kriteria
hasil:
anak
yang
ditentukan
sebelum prosedur.
nyeri Berikan
dapat diterima dengan baik. NOC: kenyamanan. NIC: sedation. Conscious Level
dengan rute traumatik yang paling kecil jika mungkin. Gunakan strategi yang dikenal gambarkan strategi anak dan memilih anak atau
pembelajaran anak dan penggunaan toleransi nyeri. orang orang tua yang strategi
beberapa biarkan
mengetahui
untuk Karena pendekatan ini strategi tampak paling efektif pada nyeri ringan. pelatihan diperlukan
menggunakan nonfarmakologis
khusus sebelum terjadi Karena nyeri nyeri berat. Bantu orangtua anak menggunakan atau minta atau sebelum lebih mungkin menjadi
selama nyeri aktual. 6 Klien mengalami Jelaskan prosedur dan Dengan peralatan dikenal dengan sesuai yang pada istilah dengan tidak anak yang tahap pendidikan
penurunan rasa cemas. Kriteria hasil: Anak tidak menunjukkan disstres atau
tanda-tanda pernafasan
Memberi pada
rasa
aman karena
anak
tenang dan meyakinkan. Menjadi suportif dan kehadiran yang pendekatan mendukung komunikasi. tindakan Memberi rasa percaya yang kepada anak dan menurunkan kecemasan. Dukungan objek (misak: membantu dapat anak untuk
diinginkan anak (misal: mengayun, musik). Berikan kedekatan mainan Anjurkan yang membelai,
selimut, boneka).
berpusat
keluarga
memberikan rasa aman pada anak dan dapat menurunkan kecemasan anak. Untuk rencana
(keluarga)
membuat pendidikan
untuk informasi dan dan untuk dukungan. Gali perasaan orangtua dan masalah sekitar hospitalisasi penyakit anak. dan
melakukan koping.
Kriteria
hasil:
Jelaskan tentang terapi dan perilaku anak. Beri dukungan sesuai kebutuhan. Anjurkan yang perawatan pada
dan
meningkatkan koping
Orangtua mengajukan pertanyaan yang tepat, mendiskusikan kondisi dan perawatan anak dengan tenang serta terlibat secara positif dalam perawatan anak. NOC: functioning. NIC: family support, teaching: process disease Family
kemampuan orangtua. Dukungan mendorong pembentukan yang positif. Memberi pada rasa
dapat
berpusat
koping
keluarga dan anjurkan anggota keluarga agar terlibat perawatan anak. dalam
aman dan
orangtua
membantu membuat
orangtua keputusan
FORMAT PENGKAJIAN
STASE: KEPERAWATAN ANAK
I. IDENTITAS DATA. Nama Tgl Pegkajian TTL Usia Nama Ayah Pekerjaan Pendidikan Nama ibu Pekerjaan Pendidikan Agama Suku Bangsa Alamat No. RM Tgl masuk : An. A : 28 november 2011 : Klaten, 12 Mei 2011 : 6 bulan : Tn. S : Buruh : SD : Ny. W : IRT : SD : Islam : Jawa : Pandanrejo, Klaten, Jateng : 1.55.27.35 : 25 Oktober 2011
III. RIWAYAT PENYAKIT Riwayat penyakit sekarang 20 HSMRS Anak batuk, pilek, biru-biru, tidak demam, tidak sesak napas. Periksa ke poliklinik RSST dengan diagnosis RF. Terapi: salbutamol. Anak menetek sering putus-putus. 10 HSMRS Anak tampak lemah, menetek putus-ptus, gerak tidak aktif, demam, tidak ada sesak napas, tidak ada biru-biru. Riwayat penyakit Dahulu BBLR, Gizi buruk tipe marasmik
III. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN 1. Prenatal : kontrol di bidan, ritin dapat tambah darah dan vitamin, suntik TT 1, hipertensi saat hamil 7 bulan, bengkak (+), diobeti oleh bidan sembu, tidak ada DM< tidak ada flek, tidak ada trauma saat kehamilan.
2. Intra natal : lahir spontan ditolong oleh dokter RS, BBL 1500 gr, UK 8 bulan, tidak ada biru-biru, bayi langsung menangis,
dirawat di inkubator 11 hari, tidak panas, bayi kuning disinar 1 hari 1 malam, dinyatakan sembuh. 3. Post natal : Ny. W kontrol di dokter Klaten
IV. RIWAYAT MASA LAMPAU 1. Penyakit waktu kecil 2. Pernah dirawat dirumah sakit : BBLR, riwayat kuning, Gizi buruk tipe marasmik : Sebelumnya dirawat di RSST Klaten dengan diagnosis Gizi
buruk tipe marasmik susp VSD dd ASD, PDA 3. Obat-obatan yang digunakan : Ny. D mengatakan obat-obatan yang dikonsumsi An. A
hanya obat-obatan yang diberikan oleh dokter 4. Tindakan (operasi) 5. Alergi 6. Kecelakaan : Reintubasi hari ke 16 : tidak ada aalergi : tidak pernah
7. Imunisasi
DPT : 2x pada umur 2,4 bulan Polio Campak : 3x pada umur 0,2,4 bulan : belum pernah
Keterangan : .
: Klien
: Laki-laki
: Perempuan
VII. KESEHATAN FUNGSIOLNAL. (11 Pola kesehatan Gordon) 1. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan :
Ny. W mengatakan anaknya sudah sakit sejak kurang lebih dua bulan yang lalu, sudah diperiksa ke dokter tetapi tidak sembuh kemudian diperiksakan ke RSST dan dirujuk ke RSS 2. Nutrisi : Jenis makanan Pola makan/jam : ASI : sebelum sakit An. A minum ASI sering sekitar 8-10 x/ hari jika
merasa lapar. Setelah sakit ASI diberikan lewat NGT 8 x 35 cc/ hari. 3. Aktivitas : An. A terlihat lemah, terpasang ventilator, ekstremitas
bergerak aktif, aktivitas miring kanan kiri dibantu oleh perawat 4. Tidur dan istirahat Pola tidur Kebiasaan sebelum tidur 5. Eleminasi : : tidur 8 jam sehari, malam hari sulit tertidur : tidak ada kebiasaan khusus
BAB : 2x/hari, warna kuning kehijauan, cair, volume 150 cc/hari BAK : An. A memakai pempers, volume BAK 350cc/hari 6. Pola hubungan Yang mengasuh Hubungan dengan anggota keluarga keluarga menjenguk secara bergantian Hubungan anak dengan orang tua : Ny. W selalu menunggu anaknya, Tn. S terkadang terlihat menjenguk An. A ketika sedang tidak bekerja Pembawaan secara umum : An. R terlihat kurus, lemah : rumah terbuat dari tembok, atap genteng lantai Lingkungan rumah keramik : ibu/Ny. W sendiri : hubungan dengan keluarga baik, terkadang
7. Koping keluarga
menjaga AN. A di RS sudah kurang lebih 2 bulan. An. A terpasang ventilator sehingga suara tangisan ataupun ocehan tidak dapat keluar 8. Kongnitif dan persepsi
Pendengaran : tidak ada gangguan Penglihatan : An A penglihatan normal Penciuman : normal Taktil dan pengecapan : normal 9. Konsep diri : tidak terkaji 10. Seksual : anak berjenis kelamin perempuan dan tidak ada kelainan genital
oleh ventilator mode PSIMV, frekuensi 50 Abdomen Genetalia : Pembesaran Hepar dan lien tak teraba, tidak ada diatensi abdomen : tidak tidak kelianan genital
Ekstremitas : akral hangat,, tidak ada edema Kulit Tanda vital : warna sawo matang, turgor kulit baik, integritas utuh : nadi: 158x/menit, RR: 50x menit, suhu: 37,1oC
IX.
1. Diagnosa medis
microchepali ec. TORCH, gizi buruk tipe marasmik fase rehabilitasi, anemia mikrositik hipokromik, Diare cair akut tanpa dehidrasi. 2. Tindakan operasi : tidak ada
3. Status nutrisi : An. A masih diberikan ASI ekssklusif. Sebelum sakit anak dapat minum sesuai keinginan tetapi setelah sakit anak mendapat diit ASI per sonde 8 x 35 cc/hari. BB/TB: < -3SD (gizi buruk) 4. Status cairan : Balance cairan 170 cc/hari, diuresis rata-rata 4,4 cc/kg/jam 5. Obat-obatan :
meropenem 40 mg/kgBB/hr, 3x125 mg iv (hari ke 7) clindamicin 6 mg/kgBB/hr, 4x24 mg PO asam folat 1x1 mg Sanbeplex 1x0,3 cc Parecetamol 40 mg k/p Zink 1x20 mg PO (hari ke 3) : An. A tiduran di tempat tidur, pergerakan ekstremitas aktif
6. Aktivitas
7. Tindakan keperawatan : 16/11/2011: Mengobservasi KU pasien memonitor intake nutrisi mengukur vital sign mengkaji frekuensi muntah, warna, volume memberikan terapi paracetamol 300 mg
8. Hasil laboratorium
Tanggal/jenis pemeriksaan
26/11/2011 WBC NE LY MO RBC HGB SGOT SGPT ALB Cl BUN Creat GDS Na 19,4 X 103 /UL (4,8-10,8) 17,2% (43-65) 18% (20,5-45,5) 5,6% (5,5-11,7) 3,69 x 106 IU (4,7-6,10) 10,0 g/dl (14-18) 62 IU/L (10-42) 32 IU/L (10-40) 2,5 gr/dl (3,5-5) 83,9 mmol/L (98-107) 7,1 mg/dl (7-18) 0,14 mg/dl (0,6-1,3) 70 mg/dl (80-140) 135,4 mmol/L (80-140) Tinggi Rendah Rendah Normal Rendah Rendah Tinggi Normal Rendah Rendah Normal Rendah Rendah Rendah
27/11/2011 PH PCO2 PO2 SO2% 7,447 (7,35-7,45) 26,5 mmHg (35-45) 79,5 mmHg (83-108) 96,3 (95-98) Normal Normal Rendah Normal
28/11/2011 PH PCO2 PO2 7,343 (7,35-7,45) 60,6 mmHg (35-45) 55,4 mmHg (83-108) Rendah Tinggi Rendah
X.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Ro. Thorax tanggal 26/11/2011 Kesan: Pneumonia dextra terutama lobus superior dextra Efusi pleura sinistra
XI. PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN (Gunakan Denver DDST/ Denver). 1. Personal Sosial: tersenyum, bergaul 2. Motorik halus: An. A dapat menggenggam tetapi lemah 3. Bahasa: mengoceh, mengucap 1 kata pada usia 1 tahun 4. Motorik kasar: An. A dapat miring kanan kiri pada usia 3 bulan
XI. RINGKASAN CATATAN PERKEMBANGAN KLIEN. Tanggal 14-25 Oktober dirawat di Melati 4, Ruang Kelas 3 dengan gizi buruk, mendapat tarepi antara lain: 14-19 Oktober 2011 Lasix 2 x 2 mg iv Captopril 2 x 0,3 mg/KgBB Amphisilin 100 mg/KgBB/hr
20-25 Oktober 2011 Lasix 2 x 2 mg iv Captopril 2 x 0,3 mg/KgBB Asmet 1 mg/kgBB/hr Sanbeplex 1 x 0,3 cc Tanggal 25 dilakukan intubasi dengan ET no 3 9 cm dari bibir pindah PICU
25 oktober 2011 di PICU Sedasi milos 2mcg/kgBB/mnt Ceftriaxone 100 mg/kgBB/hr 2 x 180 mg iv Lasix 0,5 mg/kgBB/hari Captopril 0,3 mg/kgBB/hr 2x 1 mg PO Asmet 1 mg/kgBB/hr 1 x 4 mg PO Aminofilin 1 mg/kgBB/hr 1 x 3,5 mg iv Pasang DC
26 Oktober 2011 20 November 2011 Midazolam 4 mg/KgBB/hari Kultur sputum Nebul NaCl 0,9% k/p
21 Oktober 2011 Ceftasidime 100 gr (3 x 100 gr iv) 24 Oktober 2011 Meropenem 40 mg 3 x 130 gr iv
ANALISIS DATA
NO 1
DATA
DO: Anak terpasang ventilator dengan Mode PSIMV, frekuensi 50, ET no 3 dengan kedalaman 8 cm dari bibir
28 November 2011
DS:DO: Anak terpasang ET hari ke 16, produksi sekret anak berlebih, RR: 50x/menit, Nadi: 158x/menit
28 November 2011
DS: DO: anak terpasang ET,hari ke 16, terpasang infus hari ke 3, terpasang ogt hari ke 5. AL: 19.400/ UL
Resiko Infeksi
Prosedur invasif
PERENCANAAN KEPERAWATAN
NO .1
TUJUAN (NOC) Respiratory status: Gas exchange Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam gangguan ventilasi spontan dapat dimonitor dengan kriteria hasil: Partial pressure of oxygen in arterial blood (PaO2) dalaam rentang normal (83-108 mmHg) Partial pressure of carbon dioxide in arterial blood (PaCO2) dalam rentang normal (3545 mmHg) PH arteri dalam rentang normal (7,35-7,45) Saturasi oxygen dalam rentang normal (9598%) Tidak ada sianosis Ventilasi Mekanik
INTERVENSI (NIC)
1. Monitor kelelahan otot pernapasan 2. Monitor adanya kegagalan respirasi 3. Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain tentang pemilihan mode ventilator 4. Monitor seting ventilator secara rutin 5. Cek koneksi ventilator secara rutin 6. Gunakan teknik aseptik 7. Monitor tekanan ventilator dan suara napas 8. Matikan alarm ventilator ketika melakukan suction 9. Monitor kemajuan pasien pada mode ventilator dan ubah mode sesuai order 10. Monitor efek samping pemakaian ventilator (infeksi, barotrauma, penurunan cardiac output) 11. Kolaborasi dengan dokter untuk penggunaan CPAP atau PEEP untuk meminimalisir hipoventilasi alveoli 12. Melakukan fisioterapi dada
13. Promosikan edekuat intake cairan dan nutrisi 14. Pastikan alarm ventilator dalam posisi on 15. Monitor efek ventilator pada perubahan level oksigenasi (PaO2, PCO2, PH, SaO2)
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d Obstruksi jalan napas (adanya jalan napas buatan)
Respuratory Status: Airway Patency Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam ketidakefektifan bersihan jalan napas dapat diatasi dengan kriteria hasil: Frekuensi respirasi dalam rentang normal (20-30x/menit) Tidak ada akumulasi sputum Ritme respirasi dalam batas normal
Airway Suctioning 1. Kaji kebutuhan suction oral dan atau trackea 2. Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah suction 3. Informasikan kepada keluarga tentang prosedur suction 4. Gunakan universal precaution saat melakukan suction Berikan hiperoksigenasi dengan saturasi oksigen 100% dengan manual bag 5. Gunakan peralatan yang disposible tiap melakukan suction 6. Pilih ukuran cateter suction setengah diameter ET 7. Lepaskan koneksi ET dengan ventilator selama melakukan suction 8. Monitor status oksigenasi pasien (SaO2) dan sttatus haemodinamik (irama jantung) selama melakukan suction 9. Suction orofaring setelah selesai mellakukan suction trackea 10. Hentikan suction dan berikan oksigen yang adekuat jika
pasien mengalami bradicardi 11. Catat tipe dan jumlah sekret 3 Resiko Infeksi b.d prosedur invasif Kontrol resiko Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien diharapkan mampu mengontrol resiko infeksi dengan kriteria hasil: 1. Bebas dari tanda infeksi 2. Oral tua mampu mendemonstrasikan tindakan higiene seperti mencuci tangan Kontrol infeksi 1. Bersihkan lingkungan secara rutin 2. Ajarkan cara mencuci tangan orang tua 3. Anjurkan orang tua untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas 4. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan 5. Gunakan sarung tangan dalam setiap tindakan 6. Pertahankan lingkungan aseptik ketika mengganti IV line 7. Ganti IV line sesuai protap 8. Gunakan perawatan aseptik pada IV line 9. Berikan intake nutrisi yang adekuat 10. Berikan cairan dan istirahat yang cukup 11. Kolaborasi pemberian antibiotik 12. Ajarkan pada keluarga tanda dan gejala infeksi 13. Meningkatkan partisipasi keluarga dalam perawatan pasien
CATATAN PERKEMBANGAN DIAGNOSA/ MASALAH KOLABORASI Gangguan ventilasi spontan b.d faktor metabolik
IMPLEMENTASI
EVALUASI
S: Menerima operan jaga mengkonsultasikan dengan tenaga kesehatan lain tentang pemilihan mode ventilator O: Mode ventilator: PSIMV, frekuensi 50, PIP/PEEP: 6/8, N: 156x/menit, suhu: 37,1oC, RR: 38x/menit SaO2: 84% (rendah), PH: 7,447
09.00
Memonitor seting ventilator secara rutin Memonitor tekanan ventilator dan suara napas Memonitor efek samping pemakaian ventilator (infeksi, barotrauma, penurunan cardiac output) Memastikan alarm ventilator dalam posisi on Memonitor efek ventilator pada perubahan level
(normal), PaO2: 79,5 mmHg (rendah), PCO2: 26,5 mmHg (rendah), suara napas vesikular, terdengar wheezing di kedua paru. Tidak ada sianosis (warna kulit normal) A: gangguan ventilasi spontan belum taratasi P:
Lanjutkan intervensi Melakukan fisioterapi dada Monitor efek ventilator pada perubahan level oksigenasi (PaO2, PCO2, PH, SaO2)
29 November 2011 07.30 09.00 10.30 Menerima operan jaga Memonitor seting ventilator secara rutin Memonitor efek samping pemakaian ventilator (infeksi, barotrauma, penurunan cardiac output) Memastikan alarm ventilator dalam posisi on Melakukan kolaborasi dengan fisioterapis untuk melakukan fisiotarapi dada 11.00 Memonitor efek ventilator pada perubahan level oksigenasi (PaO2, PCO2, PH, SaO2)
S: O: Anak terlihat sianosis sehingga dilakukan pemberian bantuan pernapasan dengan air bag, kemudian ventilator dilakukan kalibrasi. Mode ventilator: PCIMV, frekuensi 50, PIP/PEEP: 10/8, N: 145x/menit, suhu: 37oC, RR: 48x/menit, SaO2: 91% (normal), PH: 7,343 (rendah), PaO2: 55,4 mmHg (rendah), PCO2: 60,6 (tinggi) mmHg, suara napas vesikular, terdengar wheezing di kedua paru. A: gangguan ventilasi spontan belum taratasi P: Lanjutkan intervensi Melakukan fisioterapi dada Monitor efek ventilator pada perubahan level oksigenasi (PaO2, PCO2, PH, SaO2)
30 November 2011 07.30 09.00 09.30 11.00 Menerima operan jaga Memonitor seting ventilator secara rutin Memonitor efek samping pemakaian ventilator (infeksi, barotrauma, penurunan cardiac output) Memastikan alarm ventilator dalam posisi on Melakukan kolaborasi dengan fisioterapis untuk melakukan fisiotarapi dada 12.00 Memonitor efek ventilator pada perubahan level oksigenasi (PaO2, PCO2, PH, SaO2)
S: O: Mode ventilator: PSIMV, frekuensi 50, PIP/PEEP: 10/8, N: 142x/menit, suhu: 36,8oC, RR: 38x/menit, SaO2: 90% (normal), PH: 7,343 (rendah), PaO2: 43,2 (rendah) mmHg, PCO2: 54,1 mmHg (tinggi), suara napas vesikular, terdengar wheezing di kedua paru. Tidak ada sianosis (warna kulit normal) A: gangguan ventilasi spontan teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi Melakukan fisioterapi dada Monitor efek ventilator pada perubahan level oksigenasi (PaO2, PCO2, PH, SaO2)
IMPLEMENTASI
EVALUASI
S: Menerima operan jaga Mengkaji kebutuhan suction oral dan atau trackea Melakukan auskultasi suara napas sebelum dan sesudah suction Menggunakan universal precaution saat O: Anak terlihat mengeluarkan sekret dari mulutnya, terdengar wheezing di kedua lapang paru terutama di kedua apex paru, irama jantung SR (irama sinus), ukuran suction FG-14, sekret berwarna kuning kental jumlah 10 cc. RR:
bersihan jalan napas 07.30 b.d Obstruksi jalan 09.00 napas (adanya jalan napas buatan)
melakukan suction 09.15 Menggunakan peralatan yang disposible tiap melakukan suction Memilih ukuran cateter suction setengah diameter ET Melepaskan koneksi ET dengan ventilator selama melakukan suction Memberikan hiperoksigenasi dengan saturasi oksigen 100% dengan manual bag Memonitor status oksigenasi pasien (SaO2) dan status haemodinamik (irama jantung) selama melakukan suction 29 November 2011 07.30 08.30 09.00 Menerima operan jaga Mengkaji kebutuhan suction oral dan atau trackea Melakukan auskultasi suara napas sebelum dan sesudah suction Menggunakan universal precaution saat melakukan suction Menggunakan peralatan yang disposible tiap melakukan suction Memilih ukuran cateter suction setengah diameter Mencatat tipe dan jumlah sekret
38x/menit, tidak ada sianosis A: ketidakefektifan bersihan jalan napass teratasi sebagian P: lanjutkan intervensi Mengkaji kebutuhan suction oral dan atau trackea
S: O: Anak terlihat mengeluarkan sekret dari mulutnya, terdengar wheezing di kedua lapang paru terutama di kedua apex paru, irama jantung SR (irama sinus), ukuran suction FG-14, sekret berwarna kuning kental jumlah 5 cc. RR: 48x/menit, tidak ada sianosis, fiksasi ET terlihat basah A: ketidakefektifan bersihan jalan napass teratasi sebagian
ET 09.10 Melepaskan koneksi ET dengan ventilator selama melakukan suction Memberikan hiperoksigenasi dengan saturasi oksigen 100% dengan manual bag Memonitor status oksigenasi pasien (SaO2) dan status haemodinamik (irama jantung) selama melakukan suction 09.15 Mencatat tipe dan jumlah sekret Melakukan dressing ET
30 November 2011 07.30 Menerima operan jaga Mengkaji kebutuhan suction oral dan atau trackea Melakukan auskultasi suara napas sebelum dan sesudah suction Menggunakan universal precaution saat melakukan suction Menggunakan peralatan yang disposible tiap S: O: Anak terlihat mengeluarkan sekret dari mulutnya, terdengar wheezing di kedua lapang paru terutama di kedua apex paru, irama jantung SR (irama sinus), ukuran suction FG-14, sekret berwarna kuning kental jumlah 5 cc. RR: 38x/menit, tidak ada sianosis
melakukan suction Memilih ukuran cateter suction setengah diameter ET Melepaskan koneksi ET dengan ventilator selama melakukan suction Memberikan hiperoksigenasi dengan saturasi oksigen 100% dengan manual bag Memonitor status oksigenasi pasien (SaO2) dan status haemodinamik (irama jantung) selama melakukan suction Mencatat tipe dan jumlah sekret
A: ketidakefektifan bersihan jalan napass teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi Mengkaji kebutuhan suction oral dan atau trackea
HARI,TANGGAL / JAM
IMPLEMENTASI
EVALUASI
Resiko Infeksi b.d 28 November 2011 prosedur invasif 07.30 08.00 08.15 09.00 -
Menerima operan jaga Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan Menggunakan sarung tangan saat tindakan Memandikan anak Mengganti pampers Mengganti alat tenun Mengukur suhu
S: orang tua mengatakan selalu mencuci tangan sebelum mengunjungi anaknya O: tidak ada kemerahan dan bengkak di tempat insersi infus, anak terpasang infus D51/2NS 5cc/jam di kaki kiri hari ke 3, NGT hari ke 5, ET hari ke 16, suhu: 37,1oC. ASI masuk 35 cc per NGT
Kolaborasi pemberian antibiotik meropenem 40 A: resiko infeksi teratasi sebagian mg/kgBB/hr, 3x125 mg iv (hari ke 7) Memberikan ASI 35 cc per NGT
11.00
Menganjurkan pada orang tua cuci tangan sebelum dan sesudah mengunjungi anak
29 November 2011 07.30 08.00 08.15 Menerima operan jaga Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan Menggunakan sarung tangan saat tindakan Memandikan anak Mengganti pampers
S: O: tidak ada kemerahan dan bengkak di tempat insersi infus, anak terpasang infus D51/2NS 5 cc/jam di tangan kiri hari ke 0, NGT hari ke 6, ET hari ke 17, suhu: 37oC. ASI masuk 35 cc per NGT A: resiko infeksi teratasi sebagian
09.00 -
10.00
S: Menerima operan jaga Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan Menggunakan sarung tangan saat tindakan Memandikan anak Mengganti pampers Mengganti alat tenun Mengukur suhu
Kolaborasi pemberian antibiotik meropenem 40 mg/kgBB/hr, 3x125 mg iv (hari ke 9) Memberikan ASI 35 cc per NGT
O: tidak ada kemerahan dan bengkak di tempat insersi infus, anak terpasang infus D51/2NS 5 cc/jam di tangan kiri hari ke 1, NGT hari ke 7, ET hari ke 18, suhu: 36,8oC. ASI masuk 35 cc per NGT A: resiko infeksi teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi Kolaborasi pemberian antibiotik