Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ANAK DENGAN DIFTERI

Disusun oleh:

Kelompok IV

1. Eda P Dahoklory
2. Riyan Y Meturan
3. Messy Wuatubun *
4. Indah fathani Renleuw *

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


KEMENTERIAN KESEHATAN KEMENKES MALUKU
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN TUAL
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami Panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Atas Berkat dan
Rahmatnya Sehingga kami Dapat Menyelesaikan Makalah kami Dengan Judul “
IMPLIKASI KEPERAWATAN “, kami Menyadari Bahwa Makalah Yang kami Susun
Belum Begitu Sempurna Maka Dari Itu kami Mohon Kritikan Serta Saran Dari Dosen
Mata Kuliah Bersama Teman – Teman Terkait Makalah Yang kami Susun Agar Dapat
kami Perbaiki Sehingga Kedepannya Tidak Ada Keselahan Yang Kami Lakukan Dalam
Penyususan Makalah. Semoga Makalah Ini Dapat Bermanfaat

Langgur, 25 maret 2021

2
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
C. RUMUSAN MASALAH

BAB II PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
B. ETIOLOGI
C. TANDA DAN GEJALA
D. KOMPLIKASI
E. PENATALAKSANAAN

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular. Penyakit ini
disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheria yaitu kuman yang
menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara
hidung dan faring atau tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui
hubungan dekat, udara yang tercemar oleh carier atau penderita yang akan sembuh,
juga melalui batuk dan bersin penderita.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia dibawah 15 tahun. Dilaporkan 10
% kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama
permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian
bayi dan anak-anak muda. Penyakit ini juga dijmpai pada daerah padat penduduk
dingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan diri sangatlah penting,
karena berperan dalam menunjang kesehatan kita. Lingkungan buruk merupakan
sumber dan penularan penyakit.

B. TUJUAN
a. Untuk mengetahui penyakit difteri secara menyeluruh.
b. Untuk mengetahui pengertian difteri.
c. Untuk mengetahui etiologi difteri.
d. Untuk mengetahui tanda dan gejala difteri.
e. Untuk mengetahui komplikasi difteri.
f. Untuk mengetahui prosedur diagnostic yang dilakukan pada pasien difteri.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan pasien difteri
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien difteri

C. RUMUSAN MASALAH
a. Apakah yang dimaksud dengan difteri?
b. Apakah penyebab penyakit difteri?

4
c. Apa saja tanda dan gejala difteri?
d. Apa sajakah komplikasi dari penyakit difteri?
e. Bagaimana pengobatan dan pencegahan penyakit difteri?
f. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada pasien difteri?
g. Bagaimana asuhan keperawatan untuk anak dengan difteri?

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Difteri adalah suatu penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh
kuman Corynebacterium diphteriae. Mudah menular dan menyerang terutama saluran
napas bagian atas dengan tanda khas berupa pseudomembran dan dilepaskannya
eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal. Penularan umumnya
melalui udara, berupa infeksi droplet, selain itu dapat melalui benda atau makanan
yang terkontaminasi. Masa tunas 2-7 hari. (Ilmu Kesehatan Anak FK UI: 2007)
Difteria adalah suatu infeksi akut yang mudah menular,sangat berbahaya pada
anak –anak terutama menyerang saluran pernafasan bagian atas,penularannya melalui
percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang sehat (Sulianti
Suroso. 2004)
B. ETIOLOGI
Penyebabnya adalah Corynebacterium diphteriae. Bakteri ini ditularkan
melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun
makanan yang telah terkontaminasi  oleh bakteri. Biasanya bakteri ini
berkembangbiak pada atau disekitar selaput lender mulut atau tenggorokan dan
menyebabkan peradangan. Pewarnaan sediaan langsung dapat dialkuakan dengan
biru metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat ditemukan dengan sediaan langsung
dari lesi.
Menurut Staf Ilmu Kesehatan Anak FKUI dalam buku kuliah ilmu kesehatan
anak, sifat  bakteri Corynebacterium diphteriae :
1. Gram positif
2. Aerob
3. Polimorf
4. Tidak bergerak
5. Tidak berspora
Disamping itu bakeri ini dapat mati pada pemanasan 60º C selama 10 menit,
tahan beberapa minggu dalam es, air, susu dan lendir yang telah mengering.Terdapat

6
tiga jenis basil yaitu bentuk gravis, mitis, dan intermedius atas dasar perbedaan
bentuk koloni  dalam biakan agar darah yang mengandung kalium telurit. Basil
Difteria mempunyai sifat:
1. Mambentuk psedomembran yang sukar dianggkat, mudah berdarah, dan
berwarna putih keabu-abuan yang meliputi daerah yang terkena.terdiri dari fibrin,
leukosit, jaringan nekrotik dan kuman.
2. Mengeluarkan eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah
beberapa jam diserap dan memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas
terutama pada otot jantung, ginjal dan jaringan saraf.

7
C. TANDA DAN GEJALA
Difteri mudah menular, menyerang terutama saluran napas bagian atas,
dengan gejala demam tinggi, pembengkakan amandel (tonsil) dan terlihat selaput
putih kotor yang makin lama makin membesar dan dapat menutup jalan napas.
Penularan bakteri difteri umumnya melalui udara (batuk/bersin). Selain itu, bakteri
difteri dapat menular melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.
Ciri khas dari penyakit ini ialah pembekakan di daerah tenggorokan yang
berupa reaksi radang lokal, dimana pembuluh – pembuluh darah melebar
mengeluarkan sel darah putih sedang sel-sel epitel pada daerah tersebut rusak, lalu
terbentuklah membran putih keabu-abuan (pseudomembrane). Membran ini sukar
diangkat dan mudah berdarah. Di bawah membran ini bersarang kuman difteri dan
kuman-kuman ini mengeluarkan exotoxin yang memberikan gejala-gejala yang lebih
berat dan kelenjar getah bening yang berada disekitarnya akan mengalami hiperplasia
dan mengandung toksin.
Tanda dan gejala dibedakan berdasarkan tempat terjadinya infeksinya, antara
lain :
1. Difteri hidung
Difteri hidung mula – mula seperti flu, pilek, dan sedikit demam. Kemudian
mukus/lendir menjadi kental dan bercampur darah serta menyebabkan luka
disekitar lubang hidung dan bibir atas.
2. Difteri tonsil dan faring
Difteri ini lebih berat gejalanya, yaitu panas tidak tinggi, lemah (malaise), tidak
mau makan, serak, dan radang tenggorokan. Satu hingga dua hari kemudian
terbentuk membran yang kemudian meluas tergantung imunitas penderita.
Membran putih abu – abu melekat dan melapisi mukosa tonsil dan faring, dapat
meluas ke langit – langit atau ke bawah (ke laring dan trakea). Pada kasus yang
berat terjadi pembengkakan jaringan leher yang disebut “bull-neck”. Beratnya
difteri tergantung dari banyaknya toksin dan penyebaran membran.
3. Difteri laring
Difteri laring biasanya merupakan penyebaran dari faring dan tonsil. Sering
disertai gejala sumbatan jalan nafas, yang perlu tindakan rakeostomi.
4. Difteri kulit

8
Difteri kulit adalah infeksi nonprogresif lamban yang ditandai dengan ulkus
yang tidak menyembuh, superficial, ektimik dengan membrane coklat keabu –
abuan. Infeksi difteri kulit sering ditandai dengan nyeri, eritema, eksudat khas,
dan hiperestesi local (ketajaman abnormal kepekaan terhadap sentuhan, nyeri,
atau rangsangan sensorik lainnya).

D. KOMPLIKASI
Komplikasi merupakan penyebab kematian terbanyak pada infeksi difteri,
dapat sebagai akibat langsung dari infeksi atau penyebaran toksin. Komplikasi yang
dapat menimbulkan kematian pada difteri laring dan trakea adalah sumbatan jalan
napas. Komplikasi akibat penyebaran toksin biasanya mengenai jantung, sistem saraf
dan ginjal akibat terlambatnya pemberian antitoksin. Contoh komplikasi:
1. Miokardiopati toksik
Ditandai dengan takikardi, disritmia, yang dapat berlanjut menjadi gagal jantung
kongestif
2. Neuropati toksik
Neuropati akan berbahaya jika telah sampai ke otak, seperti neuropati kranial
khas yang terjadi pada minggu ke-5 dan menyebabkan paralisis okulomotor,
paralisis siliaris, pandangan kabur, dan kesukaran akomodasi.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Bakteriologik, yaitu preparat apusan kuman difteri dari bahan apusan mukosa
hidung dan tenggorokan (nasofaringeal swab)
2. Pemeriksaan Darah rutin, meliputi: Hb, leukosit, eritrosit, albumin
3. Pemeriksaan Urin lengkap, meliputi protein dan sedimen
4. Enzim CPK, segera saat masuk RS
5. Ureum dan kreatinin (bila dicurigai ada komplikasi ginjal)
6. EKG secara berkala untuk mendeteksi toksin basil menyerang sel otot jantung
dilakukan sejak hari 1 perawatan lalu minimal 1x seminggu, kecuali bila ada
indikasi bisa dilakukan 2-3x seminggu.
7. Tes schick
Uji Schick ialah pemeriksaan untuk mengetahui apakah seseorang telah
mengandung antitoksin. Dengan titer antitoksin 0,03 mL satuan per millimeter

9
darah. Untuk pemeriksaan ini digunakan dosis 1/50 MLD yang diberikan
intrakutan dalam bentuk larutan yang telah diencerkan sebanyak 0,1 ml.
a. Pada seseorang yang tidak mengandung antitoksin, akan timbul vesikel
(ruang pada sel yang dikelilingi oleh membran sel) pada bekas suntikan dan
hilang setelah beberapa minggu.
b. Uji Schick dapat positif apabila pada bekas suntikan timbul warna merah
kecoklatan dalam 24 jam.
c. Uji Schick negatif bila tidak didapatkan reaksi apapun pada tempat
suntikan dan ini terdapat pada orang dengan imunitas atau mengandung
antitoksin yang tinggi
d. Positif palsu terjadi akibat reaksi alergi terhadap protein antitoksin yang
akan menghilang dalam 72 jam. (FKUI Kapita Selekta Kedokteran)

F. PENATALAKSANAAN
Pengobatan terutama ditujukan untuk menetralisasi toksin dan membunuh
bakteri penyebab secepatnya dengan antitoksin difteri dan antibiotik. Terapi yang
tepat antara lain :
1. Antibiotik Penisilin G Kristal aqua (diberikan intramuscular atau intravena
100.000 – 150.000 U/kg/hari dibagi dalam 4 dosis)
2. Antibiotik Penisilin prokain (25.000 – 50.000 U/kg/bb dibagi dalam dua dosis)
3. Antibiotik Eritromisin (diberikan secara oral atau parenteral 40 – 50 mg/kg
BB/hari)
4. Serum Anti Difteri (SAD)
Dosis diberikan berdasar atas luasnya membran dan beratnya penyakit.
a. 40.000 IU untuk difteri sedang, yakni luas membran menutupi
sebagian/seluruh tonsil secara unilateral/bilateral.
b. 80.000 IU untuk difteri berat, yakni luas membran menutupi hingga
melewati tonsil, meluas ke uvula, palatum molle dan dinding faring.
c. 120.000 IU untuk difteri sangat berat, yakni ada bull neck, kombinasi difteri
laring dan faring, komplikasi berupa miokarditis, kolaps sirkulasi dan kasus
lanjut.
5. Cara – cara lain

10
Penderita difteri diberikan pengobatan suportif dengan istirahat total selama 2 –
3 minggu, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya miokarditis, pemberian
cairan dan nutrisi yang cukup dan penatalaksanaan komplikasi yang sesuai.

Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi toksoid difteri selama


hidup untuk memberikan kadar antitoksin protektif konstan dan untuk
mengurangi penghuni C. diphtheriae. Walaupun imunisasi tidak menghalangi
pengidap C. diphtheria saluran pernapasan atau kulit, imunisasi mengurangi
penyebaran jaringan local, mencegah komplikasi toksik, menghilangkan
penularan organisme, dan memberikan imunitas kelompok bila sekurang-
kurangnya 70 – 80 % dari populasi diimunisasi. (Behrman, 2000 : 960)

11
ASUHAN KEPERAWATAN

Klien bernama An. R, umur 4 tahun , jenis kelamin : laki – laki. Penanggung jawab
klien bernama Ny. M, umur 45 tahun, hubungan dengan klien adalah ibu kandung
setelah dilakukan pengkajian didapatkan data umum sbb:

1. Pengkajian
a. Identitas px :
Nama : An. R
Umur : 4 tahun
Jenis kelamin : laki – laki
b. Keluhan utama : ibu klien mengatakan anaknya mengalami sesak napas sejak
sehari yang lalu
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien datang ke rs dengan sesak napas yang terjadi sejak sehari yang lalu
disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi, sudah 2 hari rewel dan tidak
mau makan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
An. R pernah di rawat di rs 2 tahun yang lalu dengan demam berdarah.
b. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien tidak mempunyai penyakit turunan

12
d. Pemeriksaan fisik pernapasan
 Sulit bernapas
 Produksi sputum meningkat
 Dispneu
 Luka pada tenggorakan
 Edema mukosa
 Pembesaran kelenjar getah bening
 Pernapasan cepat dan dangkal
 Penggunaan otot bantu pernapasan
 Terdengar wheezing (auskultasi).
e. Nutrisi dan Cairan : ibu klien mengatakan BB sebelum sakit adalah 17 kg
setelah sakit BB klien turun menjadi 15 kg . turgor kulit kembali dalam 2
detik mukosa bibr lembab anak tampak lemas, selama di rs anak
mendapatkan nasi tetapi hanya makan 3 potong biskuat

f. Aktivitas : sebelum sakit aktivitas anak seperti mandi, makan, toileting


sebagian di bantu orang tua. Anak aktif dalam bermain dengan temannya.
Dan saat sakit aktivitas anak dibantu oleh keluarga dengan skala
ketergantungan.
g. Sirkulasi
1) Nadi meningkat (takikardi)
2) Aritmia

13
2. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnose yang diprioritaskan untuk An. R adalah ketidakefektifan pola
napas.

3. Intervensi
a. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan disfungsi
neuromuscular
rencana keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan ketidakefektifan
pola napas pada An. R adalah:
Intervensi :
1) Monitor pola napas yang meliputi irama pernapasan, penggunaan otot-
otot bantu napas, suara napas, dan frekuensi napas.
2) Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan
3) Atur posisi tidur pasien (kepala lebih tinggi)
4) Berikan terapi oksigen

4. Implementasi keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada An.R selama 3 hari perawatan
berturut turut di rs yaitu :
Hari ke - 1
Memonitor pola napas klien yang meliputiirama pernapasan, penggunaan otot-
otot bantu napas, suara napas, dan frekuensi napas kemudian mengauskultasi
suara paru lain untuk mengetahui adanya tindakan obstruksi jalan napas.

Hari ke - 2
Dilakukan tindakan keperawatan posisi semifowler pada klien untuk
meningkatkan pengisian pada sekmen paru sehingga fentilasi maksimal An. R
bersedia dilakukan pengaturan posisi , klien tampak lebih tenang.

Hari ke – 3

14
Mempertahankan posisi tidur pasien klien terbaring diatas tempat tidur dengan
posisi semifowler dank lien tampak nyaman , mempertahankan pemberian terapi
O2 dengan nasal kanul 3 liter/menit
Ibu klien mengatakan anaknya masi mengeluh sesak napas .

5. Evaluasi keperawatan
S: ibu klien mengatakan tidak sesak napas lagi
O: RR : 24 x/m , posisi anak semifowler, auskultasi tidak ada bunyi napas
tambahan, anak tampak tidak rewel.
A: masalah teratasi
P: intervensi di hentikan

15
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Difteria adalah suatu infeksi akut yang mudah menular,sangat berbahaya pada anak –
anak terutama menyerang saluran pernafasan bagian atas,penularannya melalui percikan
ludah dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang sehat

16
DAFTAR PUSTAKA

Behrman., Kliegman.,Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15,


Volume 2. Jakarta : EGC.
Doengoes, Marlynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3
penterjemah Monica Ester. Jakarta : EGC.
Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta: CV.
Info Trans Media.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI.

17

Anda mungkin juga menyukai