Anda di halaman 1dari 87

Volume 2, Nomor 2, Tahun 2012 ISSN : 2086-9703

JURNAL KEPERAWATAN
• Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Klien HIV/ AIDS Dalam
Mengkonsumsi Tablet ARV Di Klinik Kemuning Rs-Blud Kota Tanjungpinang Tahun 2010.
• Hubungan Perilaku Hidup Sehat Penderita TB Paru Dengan Kejadian Penularan Penyakit TB
Paru Dalam Keluarga Di Tanjung Uban Kecamatan Bintan Utara Tahun 2010.
• Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Kader Posyandu Di Kelurahan Kijang
Kota Kecamatan Bintan Timur Tahun 2010.
• Hubungan Pengetahuan, Sikap Dengan Aktivitas Merokok Tenaga Kesehatan Laki-Laki Di
Rumah Sakit Umum Daerah Tanjung Uban Provinsi Kepulauan Riau.
• Hubungan Komunikasi Terapeutik Keperawatan Terhadap Kepuasan Pasien Di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Tanjung Uban 2010.

Penerbit:
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang
Kepulauan Riau, Indonesia
JURNAL KEPERAWATAN
STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG
VOLUME 2 NOMOR 2 TAHUN 2012

PENELITIAN HAL

Penggunaan Teknologi Personal Digital Assistance (PDA) Dalam 145 - 198


Meningkatkan Kualitas Pelayanan Keperawatan.
(Nur Meity Sulistia Ayu)

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Pemberian Imunisasi DPT 199 - 208
Pada Bayi Umur 2 – 11 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjungpinang
Tahun 2012.
(Nazrika Febriyanti, Wasis Pujiati, Hotmaria Julia)

Hubungan Antara Merokok Dengan Kejadian Insomnia Pada Mahasiswa 209 - 216
Laki-Laki Di Sekolah Tinggi Teknologi Indonesia Tanjungpinang Tahun
2012
(Risa Marshalia, Liza Wati, Irma Yuni.)

Hubungan Antara Peran Orangtua Dengan Kemandirian Anak Retardasi 217 - 224
Mental Usia 7-12 Tahun Di SDLB Negeri Kota Tanjungpinang Tahun 2012
(Riza Wardini, Wasis Pujiati, Meily Nirnasari)
JURNAL KEPERAWATAN
STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG

Terbit dua kali setahun pada bulan April dan Oktober

Penanggung Jawab :
Prof. Elly Nurachmah, D.N.Sc.,RN
Letkol (Purn) Endang Abdullah, S.Kp, M.Si

Penasehat :
Wakil Ketua I Stikes Hang Tuah
Wakil Ketua II Stikes Hang Tuah
Wakil Ketua III Stikes Hang Tuah
Ketua Program Studi S1 Ilmu Keperwatan Stikes Hang Tuah
Ketua Program Studi D-III Ilmu Keperwatan Stikes Hang Tuah

Penyunting :

Ketua :
Ernawati

Sekretaris :
Wasis Pujiati,S.Kep.Ns
Hotmaria Julia Dolok Saribu,S.Kep.Ns

Bendahara :
Lili Sartika, S.Farm, Apt

Penyunting Pelaksana :
Ikha Rahardiantini,S.Si,Apt,
Ummu Fadhilah, S.pd
Lidia Wati, S.Kep, Ns
Liza Wati, S.Kep, Ns
Meyli Nirna Sari, S.Kep, Ns
Irma Yuni, S.Kep, Ns

Pelaksana Tata Usaha:


Siti Halimah
Cian Ibnu Sina
Ummu Fadhilah

Distribusi dan Pemasaran :


Ade Pardi
Anas Fajri
Ahmad Hiyari

Alamat Redaksi:
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
Jl. Baru Km.8 atas Tanjungpinang 29122
Kepulauan Riau - Telp / Fax. (0771) 8038388
PRAKATA

Jurnal Keperawatan STIKES Hang Tuah Tanjungpinang berfungsi untuk memfasilitasi


para penulis ilmiah keperawatan dan non keperawatan menghasilkan karya-karya terbaiknya
melalui penulisan karya ilmiah untuk menambah pengetahuan dan wawasan keperawatan.
Bertolak dari pandangan diatas maka Stikes Hang Tuah Tanjungpinang merasa perlu
memberikan wadah bagi para dosen/peneliti dalam bidang keperawatan baik dari Stikes Hang
Tuah Tanjungpinang maupun dari luar untuk turut menyebarluaskan hasil penelitiannya.
Diharapkan Jurnal Keperawatan yang diterbitkan oleh Stikes Hang Tuah ini mampu menambah
khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan dan menambah motivasi bagi para
dosen-dosen yang lain agar melakukan penelitian.
Pembaca yang budiman, semoga jurnal ini dapat menambah wawasan pengetahuan bagi
pembaca. Kami mohon maaf bila ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan jurnal. Oleh
karena itu tak lupa kami mohon saran dan kritik demi kelancaran penerbitan edisi jurnal
keperawatan berikutnya.

Tanjungpinang, Maret 2012


STIKES Hang Tuah Tanjungpinang

Endang Abdullah, S.Kp, M.Si


Letkol Purn
PENGGUNAAN TEKNOLOGI PERSONAL DIGITAL ASSISTANCE

(PDA) DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN

KEPERAWATAN

Nur Meity Sulistia Ayu1

ABSTRAK
Keperawatan adalah sebuah profesi yang kompleks yang mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan dan
kompetensi untuk memberikan perawatan pasien dan meningkatkan kualitas pelayanan. Berbagai upaya dilakukan
untuk dapat memberikan pelayanan yang aman dan berkualitas, salah satunya adalah pemanfaatan teknologi
informasi.Salah satu manfaat penggunaan teknologi informasi diharapkan dapat meningkatkan patient safety.
Akses ke catatan pasien, pemesanan obat, dan sumber daya pendidikan melalui internet atau intranet untuk transfer
pengetahuan dan keunggulan klinis dalam pemberian perawatan. Salah satu bagian dari perkembangan teknologi
dibidang informasi yang sudah mulai dipergunakan oleh kalangan perawat di dunia internasional adalah teknologi
PDA (personal digital assistance). Perawat, dokter, bahkan pasien akan lebih mudah mengakses data pasien serta
informasi perawatan terakhir.PDA ada yang menyebutnya palmtops, komputer genggam(hand-held computers),
atau komputer saku(pocket computer)merupakan alat yang mampu dipegang tangan yang mengombinasikan
fungsi komputer, telepon, fax, internet dan networking system. Umumnya PDA memiliki fungsi sebagai ponsel,
pengirim fax, web browser, dan personal organizer. Produktivitas meningkat, kesalahan serta kelalaian
dapatdikurangi, mutu perawatan kepada pasien, dan kepuasan kerja perawatjugameningkat.

Kata kunci : teknologi informasi, kualitas pelayanan keperawatan, PDA

ABSTRACT

Nursing is a complex profession that integrates knowledge, skills and competence to provide patient care and
improve quality of care . Various attempts were made to provide safe and quality services, one of which is the use
of information technology. One of the benefits of the use of information technology is expected to improve patient
safety. Access to patient records, ordering medications , and educational resources through the Internet or an
intranet for knowledge transfer and clinical excellence in care delivery . One part of the development of the field
of information technology has begun to be used by the nurse in the international world is technology PDA
(personal digital assistance). Nurses, doctors , and even patients will more easily access patient data and treatment
information last . Some call PDA palmtops , handheld computers, or pocket computer is a tool that is able to
combine the functions of a hand-held computer, telephone, fax, Internet and networking systems. PDAs generally
have a function as a phone , fax sender , web browser and personal organizer. Increased productivity, errors and
omissions can be reduced, the quality of care to patients, nurses and job satisfaction also increased.

Key word: information technology, the quality of nursing services, PDA

145
PENDAHULUAN perawat. Komputer genggam (Personal
Perkembangan teknologi informasi Digital Assistants/PDA)menjadi hal yang
semakin maju seiring dengan kebutuhan semakin lumrah di kalangan medis.. PDA
manusia akan informasi . Penggunaan dapat digunakan untuk menyimpan
teknologi informasi sudah merambah luas berbagai data klinis pasien, informasi obat,
di semua bidang, dapat dikatakan bahwa maupun panduan terapi/penanganan klinis
perkembangan teknologi informasi akan tertentu.
menyebabkan fenomena dalam cara hidup Pemanfaatan PDA yang sudah
manusia. Manusia dalam memenuhi disertai dengan jaringan telepon
kebutuhannya cenderung menginginkan memungkinkan perawat tetap dapat
kemudahan, termasuk penggunaan memiliki akses terhadap database pasien di
teknologi informasi. Hal ini dapat rumah sakit melalui jaringan Internet. Salah
dibuktikan bahwa teknologi informasi ini satu contoh penerapan teknologi
sudah masuk ke hampir semua bidang telemedicine adalah pengiriman data
kehidupan termasuk dunia kesehatan. radiologis pasien yang dapat dikirimkan
Teknologi sistem informasi kesehatan secara langsung melalui jaringan GSM.
diartikan sebagai teknologi yang digunakan Selanjutnya dokter dapat memberikan
oleh organisasi kesehatan untuk interpretasinya secara langsung melalui
memfasilitasi komunikasi, mengintegrasi PDA, dan memberikan feedback kepada
informasi, dokumentasi intervensi perawat dirumah sakit. Dengan adanya
perawatan kesehatan, menyimpan catatan komputer dan PDA di tempat kerja perawat,
tindakan dan mendukung fungsi organisasi dapat meningkatkan produktivitas,
(Szydlowski S & Smith, C.2009) mengurangi kesalahan serta
Salah satuteknologi system kelalaian/negligence, meningkatkan mutu
informasi yang saat Ini berkembang adalah perawatan kepada pasien, dan
penggunaan PDA (Personal Digital meningkatkan juga kepuasan kerja perawat.
Assisten). Dale & LeFlore (2007)
menjelaskan PDA sebagai "suatu metode KAJIAN LITERATUR
penyampaian untuk titik informasi DEFINISI
perawatandanPDA (Personal Digital PDA (Personal Digital Assistants) adalah
Assistants) merupakan satu alat berupa satu alat berupa portable, yang merupakan
portable, yang merupakan komputer komputer genggam dan sering ditemui di
genggam dan sering ditemui di rumah sakit, rumah sakit, terutama digunakan oleh para
terutama digunakan oleh para dokter atau dokter dan perawat.Sebuah alat komputer

146
genggam portable, dan dapat dipegang perhitungan kalkulasi obat atau perhitungan
tangan yang didesain sebagai organizer cairan IV fluid/infus. Perawat dapat
individu, namun terus berkembang menyimpan data pasien, membuat
sepanjang masa. PDA memiliki fungsi grafik/table, mengefisiensikan data dan
antara lain sebagai kalkulator, jam, menyebarluaskannya. Perawat dapat
kalender, games, internet akses, mengirim mengorganisasikan data,
dan menerima email, radio, merekam mendokumentasikan intervensi
gambar/video, membuat catatan, sebagai keperawatan dan membuat rencana asuhan
address book, dan juga spreadsheet. PDA keperawata.
terbaru bahkan memiliki tampilan layar
berwarna dan kemampuan audio, dapat PDA dapat menyimpan daftar nama, email,
berfungsi sebagai telepon bergerak, alamat website, dan diary/agenda harian.
HP/ponsel, browser internet dan media Ditambah dengan kemampuan dokumentasi
players. Saat ini banyak PDA dapat naskah menggunakan MS word dan power
langsung mengakses internet, intranet dan point. Alat ini juga dilengkapi dengan
ekstranet melalui Wi-Fi, atau WWAN games, penyimpanan e-book, musik dan
(Wireless Wide-Area Networks). Dan photo/gambar, serta video yang terkait
terutama PDA memiliki kelebihan hanya dengan bidang kesehatan dan keperawatan
menggunakan sentuhan layar dengan
PDA sangat berguna untuk program
pulpen/ touch screen) Personal Digital
pembelajaran keperawatan. Seperti telah
Assistants disebut juga sebagai komputer
dilakukan di Duke University School of
genggam, komputer saku. Yang tergolong
Nursing and Arizona Health Sciences dan
PDAs antara lain: pager, perangkat internet,
Robert Morris University School of Nursing
dan berbagai komputer seukuran
(2004) di Amerika Serikat, Penggunaan
genggaman tangan. Dengan perkembangan
PDA diwajibkan kepada dosen dan
teknologi, informasi yang kita butuhkan
mahasiswa keperawatan dalam rangka
dapat kita akses dengan mudah hanya
pembelajaran mata kuliah keperawatan.
dengan membawa komputer yang
berukuran kecil dan mudah dibawa
Meningkatkan keterlibatan dan hubungan
kemana-mana. (Wiggins, 2004).
pasien-perawat. Apabila pasien dan perawat
memiliki PDA, aplikasi komunikasi
FUNGSI PDA BAGI PERAWAT
keperawatan tingkat mutahir dapat
Perawat dapat mengakses secara cepat
diterapkan, yang tidak lagi menonjolkan
informasi tentang obat, penyakit, dan

147
peran tatap muka hubungan interaksi (Williams & Dittmer, 2009).
perawat-pasien (telenursing).
Sinkronisasi
PDA dapat menunjang pengumpulan data
PDAs mempunyai kemampuan sinkronisasi
base pasien dan RS, yang berguna untuk
penyimpanan data seperti yang bisa
kepentingan riset dalam bidang
dilakukan juga oleh komputer PC, seperti
keperawatan. (Zurmehly, 2010)
kemampuan mengakses Microsoft word
dan outlook. Ini menjadi suatu kelebihan
MACAM DAN JENIS PDA
bagi PDAs untuk dapat dijadikan komputer
Perusahaan Apple Computer-lah yang
pribadi yang mudah dibawa dan bermanfaat
pertama kali mengenalkan PDAmodel
untuk mengakses informasi penting.
Newton MessagePad di tahun1993. Setelah
itu kemudian muncul beragam perusahaan
Display
yang menawarkan produk serupa seperti
Layar yang digunakan pada PDAs telah
yang terpopuler adalah PalmOne (Palm)
berkembang seperti juga pada komputer
yang mengeluarkan seri Palm Pilots from
dengan kemampuan memuat 16 karakter
Palm, Inc dan Microsoft Pocket PC
dengan cakupan warna hingga 640 x 240
(Microsoft). Palm menggunakan Palm
pixel.
Operating System (OS) dan melibatkan
beberapa perusahaan seperti Handspring,
Sony, and TRG dalam produksinya .
Microsoft Pocket PC lebih banyak
menggunakan MS produk, yang banyak
diproduksi oleh Compaq/Hewlett-Packard
and Casio. 9) Bahkan saat ini juga telah
muncul Linux PDA, dan smart phone.
http://www.mobiletechreview.com/
GambarAksesPDA
SPESIFIKASI DALAM PDA
(ZURMEHLY, 2010)
Data input beberapa jenis PDAs
mempunyai kemampuan untuk menyimpan
data. Hal ini memerlukan latihan dan waktu
tersendiri untuk mempelajari
penggunaannya

148
untuk menggunakan PDA. Sebuah metode
penelitian cross-sectional yang terdiri 51
peserta dari kedua rumah sakit dan
lingkungan rumah perawatan jompo.
Sampling dan kelompok fokus digunakan
untuk mengumpulkan data untuk analisis.
Sumber daya elektronik yang paling sering
diakses dalam pengaturan rumah sakit
termasuk obat informasi referensi dan
pedoman kompatibilitas. Doran (2007)
menyimpulkan bahwa teknologi mobile
Contoh menu dalamPDA
memberikan kesempatan "untuk mengakses
informasi yang relevan pada saat perawat-
PENELITIAN PENGGUNAAN PDA
pasien kontak".
Penelitian yang dilakukanolehDoran
padatahu 2007 menemukan bahwa Saat ini ada penelitian lain yang sedang
PDAadalah tantangan bagi perawat untuk berlangsung di Australia menyelidiki
mengakses informasi yang up to date, saat penggunaan PDA pada titik perawatan
ini, dan tepat waktu, karena sifat tugas- untuk perawat. Tujuannya adalah untuk
didorong praktek mereka dan beban kerja mempelajari dampak pada keselamatan
berat yang mereka alami. Dia menemukan pasien dan kualitas pelayanan perawat
bahwa perawat seringkali mencari menggunakan PDA nirkabel (Roberts &
informasi jauh dari titik perawatan, dalam Ward, 2007). Proyek 3-tahun saat ini
sistem informasi klinis dan manual, dan sedang dalam tahap implementasi.
"sumber informasi yang paling sering
Studi yang dilakukan dalam pendidikan
adalah rekan seorang perawat". Tujuan
keperawatan telah menemukan bahwaPDA
studinya meliputi: identifikasi sumber daya
adalah merupakan bahan referensi, selama
perawat ingin mengakses menggunakan
mahasiswa keperawatan yang sedang
PDA pada titik pelayanan; penentuan data
melaksanakan praktik klinik (Miller et al,
hasil pasien dan data penilaian yang harus
2005.), dan PDA dapat memfasilitasi
dikumpulkan dengan menggunakan PDA,
penerapan pengetahuan berbasis penelitian
identifikasi tentang bagaimana perawat
untuk praktek klinis .
mengumpulkan dan menggunakan data;
dan penciptaan sistem perangkat lunak HAMBATAN PENGGUNAAN PDA

149
Ada hambatan yang menghambat adopsi literacy/gaptek di kalangan perawat, dan
PDA oleh perawat dalam praktek. minimnya penggunaan IT (Tehnologi
Bukannya dipuji karena inovasi mereka Informasi) dalam mengelola informasi
dalam mengadopsi teknologi untuk kesehatan - menyebabkan penggunaan
meningkatkan praktek, perawat sering PDA di kalangan perawat Amerika masih
bertemu dengan kecurigaan oleh para rendah.
manajer dan kolega mereka: "Apakah itu
IMPLIKASI PDA MASA DEPAN
telepon? Apakah Anda bermain game pada
Sebuah generasi baru dari ponsel pintar
"Selain itu?,Tidak ada penggantian
dengan cepat mengganti model PDA
keuangan untuk biaya PDA bila digunakan
tradisional. "Penjualan PDA tradisional
untuk mendukung praktek klinis.
menurun karena permintaan untuk PDA
Paradoksnya, jumlah besar informasi yang
kombinasi / perangkat telepon seluler, yang
dapat diakses melalui PDA nirkabel dapat
disebut Smart-ponsel, meningkat tajam"
banyak dan sulit bagi perawat untuk
(Dale & LeFlore, 2007, hal 339).
menyortir dan menganalisa ketika mencoba
untuk mendapatkan jawaban cepat untuk
Bagaimana pasien melihat perawat
pertanyaan tertentu. Bahkan dalam
menggunakan perangkat genggam di
organisasi di mana PDA didukung, kadang-
samping tempat tidur? Salah satu elemen
kadang ada kurangnya pelatihan dan
kunci yang terkait dengan adopsi
dukungan teknis. Isu-isu lain yang potensial
keperawatan PDA yang tidak dibahas
hambatan secara langsung berhubungan
dalam makalah ini adalah respon pasien.
dengan perangkat itu sendiri: kehidupan
Satu studi kecil di Hong Kong
baterai, layar kecil, dan memori yang
menunjukkan bahwa meskipun "pasien
terbatas.
merasa bahwa menggunakan PDA dapat
Data dari Forrester's Consumers meningkatkan efisiensi perawat dalam
Technographics 2003 North American pengambilan data dan perhitungan,
Bench Mark Study mengungkapkan telah terkadang pasien khawatir tentang akurasi
banyak perawat di Amerika Serikat yang data dan privasi, dan lebih disukai bahwa
telah menggunakan PDA (59.800 perawat perawat menjelaskan alasan-alasan
di tahun 2003), namun ternyata masih menggunakan PDA," mereka masih
banyak pula perawat yang kesulitan "dihargai asuhan keperawatan melalui
penggunaannya. Menurut Hebert, 1997 teknologi" (Lee, 2007, hal 109). Perawat
budaya perawat/nursing culture, computer menggunakan PDA di samping tempat tidur

150
harus siap menjawab pertanyaan pasien pasien, bahkan memberikan akses
mereka 'dan mungkin untuk menunjukkan komunikasi ke sesama perawat maupun
bagaimana PDA dapat mengakses sumber medis untuk melakukan konsultasi dan
daya elektronik. pembuatan keputusan terkait perawatan
pasien.
KESIMPULAN DAN SARAN
SARAN
KESIMPULAN
Pemanfaatan PDA dan tehnologi pada
Sebagai teknologi yang maju, adopsi PDA
akhirnya berpulang kepada perawat itu
akan menjadi lebih menonjol dalam
sendiri. Namun sudah semestinya
keperawatan dan aspek lain dari kesehatan.
diharapkan keterlibatan institusi rumah
Penyediaan perangkat, pelatihan dalam
sakit atau pendidikan keperawatan, agar
penggunaan, dan pendidikan tentang
mampu merangsang pemanfaatan tehnologi
sumber daya berbasis penelitian yang
informasi/nursing computer secara luas di
tersedia akan memfasilitasi penggunaan
negara kita. Di Indonesia seyogyanya akan
PDA keperawatan.
lebih baik jika dosen/CI (clinical instructor)
Penggunaan PDAs merupakan suatu bentuk dari institusi
kemajuan teknologi yang dapat pendidikanAKPER/STIKES/FIK mulai
dimanfaatkan dalam bidang keperawatan. mengenal pemanfaatan PDA, dalam
Banyak keuntungan yang diperoleh dari interaksi belajar mengajar. Misalnya saja
penggunaan PDAs, terutama dalam saat pre/post conference pembahasan kasus
pemberian asuhan keperawatan kepada praktek mahasiswa di RS apabila terdapat
pasien, salah satunya adalah mempermudah obat/tindakan keperawatan yang rumit,
akses informasi terkait perkembangan maka dosen dan mahasiswa dapat langsung
pasien baik hasil rekaman alat-alat medis di akses browser internet.
tempat tidur pasien maupun dari hasil
Demikian pula halnya di level manajer
laboratorium yang dapat langsung diakses
keperawatan setingkat Kepala bidang
oleh perawat untuk kemudian diteruskan ke
Keperawatan/supervisor keperawatan di RS
nurse station dan bagian medis. Selain itu
pun demikian. PDA sebagai organizer, dan
keuntungan dari penggunaan PDAs bagi
smart phone dapat membantu bidang
perawat adalah mempermudah akses
pekerjaan perawat dalam peran sebagai
informasi perawat terkait perawatan pasien,
manajer. Setiap kegiatan rapat,
informasi ke berbagai literatur, informasi
pengambilan keputusan, penggunaan
terkait pemberian obat-obatan kepada

151
analisa data dan teori keperawatan dapat hand: Development of an outcomes-
diakses segera melalui PDA. focused knowledge translation
intervention. Worldviews on
Setiap data yang ada di RS dapat pula
Evidence-Based Medicine.69-77.
bermanfaat untuk bahan analisa riset
keperawatan, masukkan untuk perumusan
McCord, L. (2003). Using a personal digital
kebijakan/policy dan penunjang sistem TI
assistant to streamline the OR
(tehnologi informasi) di RS. Sehingga
workload. Association of Operating
bukan tidak mungkin akan tercipta nursing
Room Nurses Journal, 78, 996-1001.
network (jaringan keperawatan online)
yang dapat memberikan pertukaran
Leonard, V. K., Jacko, J. A., & Pizzimenti,
informasi data dan program kesehatan
J. J. (2006). An investigation of
secara online tanpa mengenal batas
handheld device use by older adults
geografis.
with age-related macular
Akan ada saatnya dimana keperawatan,
degeneration. [Article]. Behaviour &
perawat, klien, asuhan keperawatan akan
Information Technology, 25(4), 313-
bersinggungan dan berjalan seiringan
332.
dengan perkembangan percepatan
tehnologi. Sentuhan asuhan keperawatan
dimasa mendatang bukan tidak mungkin, Roberts, D. W., & Ward, C. L. (2007)
akan semakin banyak berkembang pesat. Summer Institute for Nursing
Informatics 2007: Skills and systems
DAFTAR PUSTAKA
for today and tomorrow. CIN:
Dale, J. C., &LeFlore J. (2007). Personal
Computers, Informatics Nursing, 25,
digital assistants: Making the most
307-313.
use of them in clinical practice.
Journal of Pediatric Health Care, 21,
Wiggins, R. H., 3rd. (2004). Personal
339-342.
digital assistants. Journal Of Digital
Imaging: The Official Journal Of The
Doran, D. M., Myopoulos, J., Kuchniruk,
Society For Computer Applications In
A., Nagle, L., Laurie-Shaw, B.,
Radiology, 17(1), 5-17.
Sidani, S., Tourangeau, A., Lefebre,
N., Reid-Haughian, C., Carryer, J.,
Cranley, L. M. & McArthur, G. Wu, C.-C., & Lai, C.Y. (2009).Wireless
(2007). Evidence in the palm of your Handhelds to Support Clinical

152
Nursing Practicum.Educational
Technology & Society,12 (2), 190–
204.

Safran, C., Reti, S., Marin, H., & Fernando,


J. (2010). Clinicians, security and
information technology support
services in practice settings - a pilot
study. Studies in Health Technology
& Informatics, 160, 228-232.

Szydlowski S & Smith, C.(2009).


Perspectives From Nurse Leaders and
Chief Information Officers on Health
Information Technology
Implementation. Hospital Topics.
Diakses dari: http://proquest.umi.com
tanggal 1 November 2011.

Zurmehly, J. (2010). Personal Digital


Assistants (PDAs): Review and
Evaluation. Nursing Education
Perspectives, 31(3), 179-182.

1. Nur MeitySulistiaayu, S.Kep.,Ns.,


M.Kep : Dosen pada Departemen
Ilmu Dasar Keperawatan dan
Keperawatan Dasar Program Studi
Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan
HangtuahTanjungpinang.

153
PENERAPAN METODE PEER EDUKASI DALAM PENCEGAHAN

PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH PADA REMAJA DI KELURAHAN

PASIR GUNUNG SELATAN, DEPOK

Ari Pristiana Dewi1, Wiwin Wiarsih2

ABSTRAK

Remaja merupakan aset bangsa yang potensial dalam rangka menghadapi persaingan global. Peer edukasi adalah
program pemberdayaan teman sebaya untuk dapat memberikan informasi dan pengetahuan kesehatan bagi remaja.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh peer edukasi terhadap perilaku seksual pra nikah remaja. Desain
penelitian ini quasi-experimental dengan model one group (pretest-postest) design dengan jumlah sampel 22
remaja. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik remaja dengan usia terbanyak adalah remaja usia pertengahan
(15-17 tahun) dan sebagian besar (55.5%) berjenis kelamin laki-laki. Analisis bivariat menyatakan ada perbedaan
yang signifikan antara rata-rata perilaku seksual pra nikah remaja sebelum dan setelah pelaksanaan peer edukasi
(ρ<0.05). Disarankan bagi Puskesmas untuk dapat mengembangkan program PKPR sebagai perpanjangan peer
edukator sehingga usaha peningkatan kesehatan reproduksi remaja dapat berjalan optimal.

Kata Kunci : peer edukasi, perilaku seksual pra nikah, remaja

ABSTRACT

Adolescents are national asset which are potential in order to face global competition. Peer education is a peer
empowerment program to provide information and health knowledge for adolescents. The purpose of this study
was to determine the effect of peer education on adolescents’ sexual behavior before marriage. The research
design was quasi-experimental with one group model (pretest-posttest), with a sample of 22 adolescents. The
results showed the characteristics of adolescents with majority of age are middle age (15-17 years) and most of
them (55.5%) are male sex. Bivariate analysis showed that there is a significant difference between the average
of adolescent premarital sexual behavior before and after the implementation of peer education (ρ <0.05). It is
recommended for community health centers to develop the PKPR program as an extension of peer educator so
that efforts to improve adolescent reproductive health can run optimally.

Keywords: peer education, premarital sexual behavior, adolescents

PENDAHULUAN identitas diri (Erikson, 1996; dalam


McMurray, 2003). Remaja selama fase ini
Remaja adalah periode perkembangan mengalami perubahan secara fisik dan
selama individu mengalami perubahan dari psikologis, serta sosial terutama dalam hal
masa kanak-kanak menuju dewasa (Potter persepsi diri dan ekspektasi kehidupan
& Perry, 2005). Remaja sebagai salah satu sosial remaja (WHO, 2008).
kelompok berisiko memiliki beberapa Remaja dalam pencarian identitas diri akan
karakteristik kehidupan di komunitas. mencoba sesuatu yang baru dan
Karakteristik kehidupan remaja mengembangkan perilaku dalam
digambarkan sebagai fase pencarian kehidupannya. Masa pencarian identitas

154
diri merupakan masa yang kritis, yaitu saat Perilaku seksual adalah segala tingkah laku
untuk berjuang melepaskan ketergantungan yang didorong oleh hasrat seksual, baik
kepada orang tua dan berusaha mencapai dengan lawan jenis maupun sesama jenis
kemandirian sehingga dapat diterima dan (Sarwono, 2011). Seehafer dan Rew (2000)
diakui sebagai orang dewasa (Friedman, menyatakan perilaku seksual pra nikah
Bowden & Jones, 2003). Masa transisi ini merupakan segala bentuk perilaku atau
menjadikan remaja beresiko mengalami aktivitas seksual yang dilakukan tanpa
berbagai masalah kesehatan serta adanya ikatan perkawinan. Perilaku seksual
berperilaku seksual bebas (pra nikah) yang pra nikah dikaitkan dengan perilaku seksual
mengakibatkan kehamilan, perkawinan usia yang dilakukan remaja. Notoatmojo (2010)
muda dan penyakit menular seksual menyatakan perilaku seksual remaja adalah
misalnya HIV AIDS (Stanhope & tindakan yang dilakukan oleh remaja yang
Lancaster, 2004). berhubungan dengan dorongan seksual
yang datang baik dalam dirinya maupun
Hasil penelitian Frost et al tahun 2001 dari luar dirinya. Perilaku seksual remaja
melaporkan bahwa sebanyak 42.6% remaja dikelompokkan menjadi dua yaitu perilaku
perempuan dan 45.6% remaja laki-laki seksual berisiko dan tidak berisiko. Perilaku
yang berusia 16 tahun mempunyai seksual berisiko dimulai dari remaja dan
kebiasaan melakukan hubungan seks. pasangan melakukan ciuman bibir, petting,
Aktivitas hubungan seksual remaja oral seks, anal seks dan berhubungan seks
meningkat bersamaan dengan baik menggunakan penghalang lateks
bertambahnya umur. Sampai usia 18 tahun maupun tanpa penghalang lateks.
terdapat 75 % remaja laki dan 70 % remaja Sedangkan perilaku seksual tidak berisiko
wanita yang mempunyai kebiasaan terjadi dimana remaja dan pasangan
melakukan hubungan seks. Hasil survei ini melakukan pelukan dan gandengan tangan
didukung oleh hasil survey National serta perilaku lain yang tidak menimbulkan
Campaign to Prevent Teen Pregnancy resiko masalah kesehatan bagi remaja.
(NTPCP) tahun 2002 di Amerika Serikat
dengan didapatkan sebanyak 20 % remaja Angka perilaku seksual pra nikah remaja di
baik laki-laki maupun perempuan sudah Indonesia tidak jauh berbeda. Survei
melakukan hubungan seks sebelum usia 15 tentang pergaulan bebas remaja yang
tahun. dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak
Indonesia tahun 2007 di 12 Kota besar di
Indonesia terdapat 62.7% siswi SMP

155
mengaku sudah tidak perawan lagi, 63% dunia). Di Amerika Serikat, 45% remaja
remaja mengaku sudah melakukan perempuan yang berusia kurang dari 17
hubungan seks sebelum menikah dan tahun telah melakukan seks pra nikah, 34%
sekitar 21.2% remaja SMA mengaku remaja perempuan mengalami kehamilan
pernah melakukan aborsi. Studi dari Annisa yang tidak diinginkan, dan 57% dari remaja
Foundation (2007) melaporkan lebih dari yang hamil melahirkan anaknya dengan
60% remaja telah melakukan kegiatan seks atau tanpa pernikahan (NCPTP, 2005). Data
dan 12% remaja putri menggunakan alat BKKBN-LDFEUI (2000) yaitu sebanyak
kontrasepsi yang dijual bebas di 21% remaja melakukan aborsi, 11%
masyarakat. kelahiran terjadi pada usia remaja, dan 43%
remaja yang melahirkan anak pertama
Laporan BKKBN (2008) menyatakan 63% dengan usia pernikahan kurang dari 9 bulan.
remaja di beberapa kota besar di Indonesia
telah melakukan seks pranikah. Data ini Meningkatnya kejadian kehamilan yang
ditunjang oleh hasil Riset Kesehatan Dasar tidak diinginkan dapat berakibat pada upaya
tahun 2010 yang menyatakan bahwa umur pengguguran kandungan (abortus)
pertama melakukan hubungan seksual pada sehingga mengakibatkan kematian.
usia 8 tahun, untuk laki-laki sebesar 0.1% Dampak yang lain adalah meningkatnya
dan perempuan sebesar 0.5% (Riskesdas, kejadian penyakit akibat hubungan seksual,
2010). Hasil survei terbaru tentang perilaku diantaranya penyakit HIV/AIDS.
seksual oleh Yayasan DKT Indonesia tahun Kompleksitas perilaku seksual beresiko
2011 di Jabodetabek, Bandung, remaja dan dampak yang ditimbulkan
Yogyakarta, Surabaya dan Bali membutuhkan keseriusan penanganan
menunjukkan sebanyak 39% remaja pernah melalui keterlibatan semua komponen
berhubungan seksual saat berusia 15-19 khususnya dari unit pelayanan kesehatan
tahun, sisanya 61% berusia 20-25 tahun. terutama perawat yang bekerja di Dinas
Kesehatan dan Puskesmas (perawat
Perilaku seksual beresiko yang dilakukan komunitas).
remaja akan berdampak pada remaja
perempuan terutama terjadinya kehamilan. Perawat komunitas sebagai bagian dari
Berdasarkan data WHO (2008) terdapat 16 tenaga kesehatan berperan penting untuk
juta remaja perempuan usia 15-19 tahun meningkatkan derajat kesehatan
yang melahirkan setiap tahunnya (atau masyarakat (Nies & McEwen, 2001).
sekitar 11% dari seluruh kelahiran di Program proteksi pada remaja ditujukan

156
untuk mendeteksi masalah kesehatan pada Grove, 2009). Integrasi teori dan model
remaja sedini mungkin dan program yang diaplikasikan terhadap pencegahan
promosi kesehatan bertujuan untuk perilaku seksual pra nikah remaja adalah
mencegah perilaku menyimpang pada preceede model, interaction model of client
remaja (Allender & Spradley, 2001). Salah health behavior (IMCHB) dan family
satu program promosi dan prevensi yang centered nursing. Jumlah responden
dapat dilakukan adalah peer edukator. sebanyak 22 remaja. Pedoman etika
Peneliti merumuskan pertanyaan penelitian penelitian yang digunakan yaitu anonimity,
yaitu adakah pengaruh penerapan metode beneficence & maleficence, respect for
peer edukasi dalam pencegahan perilaku human dignity, dan justice (Burn & Grove,
seksual pra nikah pada remaja. Penelitian 2009). Analisa data menggunakan univariat
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan bivariat yaitu uji Dependent Simple T
penerapan metode peer edukasi dalam Test. Pengolahan data meliputi langkah-
pencegahan perilaku seksual pra nikah pada langkah editing, coding, processing dan
remaja di Kelurahan Pasir Gunung Selatan. cleaning.

BAHAN DAN METODE HASIL


PENELITIAN Karakteristik Remaja
Desain penelitian adalah bentuk rancangan
Tabel 1.
yang digunakan dalam melakukan prosedur Karakteristik responden berdasarkan usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan dan asal sekolah
penelitian (Hidayat, 2007). Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif dengan No Karakteristik Frekuensi Persentase
Usia
rancangan penelitian yang digunakan 1 10-14 tahun 5 22.7%
adalah quasi-experimental dengan model 2 15-17 tahun 14 63.6%
3 18-19 tahun 3 13.7%
one group (pretest-postest) design. Jumlah 22 100%
Rancangan ini bertujuan untuk mengetahui Jenis Kelamin
1 Laki-laki 12 54.5%
pengaruh yang ditimbulkan dari sebuah 2 Perempuan 10 45.5%
Jumlah 22 100%
intervensi pada suatu kelompok remaja. Tingkat Pendidikan
1 SMP 8 36.4%
2 SMA 14 63.6%
Dalam rancangan ini, kelompok Jumlah 22 100%
eksperimen tersebut diberi intervensi yang Asal Sekolah
1 Negeri 3 13.6%
diawali dengan pengukuran sebelum 2 Swasta 19 86.4%
Jumlah 22 100%
pemberian intervensi (pretest) dan setelah
pemberian intervensi (post test) (Burn &

157
Tabel 1 menunjukkan bahwa karakteristik Tabel 3 memperlihatkan bahwa perilaku
responden terdiri dari usia, jenis kelamin, seksual pra nikah responden sebelum
tingkat pendidikan dan asal sekolah. Usia intervensi dengan perilaku seksual tidak
terbanyak adalah remaja menengah (15-17 berisiko sebanyak 14 responden (63.6%),
tahun) yaitu sebanyak 14 responden sementara perilaku seksual berisiko
(63.6%), sedangkan jenis kelamin hampir sebanyak 8 responden (36.4%).
sama dimana perempuan sebanyak 10
responden (54.5%) dan laki-laki sebanyak Analisis Perilaku Seksual Pra Nikah
12 responden (45.5%). Tingkat pendidikan Sebelum dan Sesudah Intervensi
terbanyak adalah SMA yaitu 14 responden Berikut ini akan kami paparkan hasil
(63.6%), dan mayoritas responden berasal analisis perilaku seksual pra nikah remaja di
dari sekolah swasta yaitu 19 orang (86.4%). Kelurahan Pasir Gunung Selatan, Depok
sebelum dan setelah dilakukan penerapan

Karakteristik Perilaku Seksual Pra metode peer edukasi sebagai berikut :

Nikah Remaja
Tabel 4.
Tabel 2. Perilaku seksual pra nikah sebelum dan setelah
Karakteristik perilaku seksual pra nikah responden intervensi (n=22)
sebelum intervensi
Variabel Mean SD Mean SD ρ
Perilaku Seksual Frekuensi Persentase (%) Per Per
Pra Nikah Perilaku
Tidak Berisiko 8 36,4% Seksual Pra
Berisiko 14 63.6% Nikah
Jumlah 22 100% Sebelum 11 2.4 1.73 0.86 0.002
Sesudah 9.27 1.6
Tabel 2 memperlihatkan bahwa perilaku
seksual pra nikah responden sebelum Berdasarkan tabel 4 di atas, dari hasil uji

intervensi dengan perilaku seksual berisiko statistik paired sample T-Test didapatkan

sebanyak 14 responden (63.6%), sementara rata-rata (mean) perilaku seksual pra nikah

perilaku seksual tidak berisiko sebanyak 8 responden sebelum diberikan intervensi

responden (36.4%). adalah 11 dengan standar deviasi 2,4.


Setelah diberikan intervensi, didapat rata-
Tabel 3.
Karakteristik perilaku seksual pra nikah responden
rata perilaku seksual pra nikah remaja
setelah intervensi
adalah 9.27 dengan standar deviasi 1.6.
Perilaku Seksual Pra Frekuensi Persentase Terlihat penurunan nilai rata-rata antara
Nikah
Tidak Berisiko 14 63.6% pengukuran sebelum dan setelah intervensi
Berisiko 8 36.4% sebesar 1.73 dengan standar deviasi 0.86.
Jumlah 22 100%

158
Nilai p= 0,002 pada alpha 5%, maka dapat salah satunya perilaku seksual pra nikah
disimpulkan ada perbedaan yang signifikan remaja.
antara rata-rata perilaku seksual pra nikah Remaja usia pertengahan membutuhkan
remaja sebelum dan setelah penerapan informasi kesehatan seksual yang benar
metode peer edukasi yang dilakukan pada untuk menghindari perilaku seksual pra
sampel sebanyak 22 orang. nikah remaja. Namun, Moeilono (2003)
menyatakan bahwa pemberian informasi
PEMBAHASAN dan pelayanan bagi remaja masih sangat
Karakterisik Responden sedikit. Hal ini mungkin disebabkan karena
Hasil penelitian tentang karakteristik sudut pandang masyarakat Indonesia
responden menunjukkan bahwa rentang menganggap bahwa usia tersebut masih
usia responden bervariasi yang berkisar 13- terlalu muda untuk dikatakan dewasa.
18 tahun dengan usia terbanyak adalah Masyarakat Indonesia juga menganggap
remaja menengah (15-17 tahun) yaitu tabu pemberian informasi tentang seks bagi
sebanyak 14 responden (63.6%). Remaja remaja. Metcalfe (2004) bahwa masalah
usia pertengahan secara psikososial mampu kesehatan seksual remaja dapat terjadi
membangun nilai, norma dan moralitas karena ketidaktahuan remaja dan
serta mampu berpikir independen terhadap kurangnya sumber informasi remaja
permasalahan dirinya (Santrock, 2005). Di tentang seksualitas remaja yang sehat.
sisi lain, remaja usia pertengahan memiliki
kemauan yang sulit dikompromikan Ditilik dari pertumbuhan dan
sehingga mungkin berlawanan dengan perkembangannya, remaja mengalami masa
kemauan orangtua. Hal ini menyebabkan pubertas yang menandakan pematangan sel
remaja cenderung melepaskan diri dari reproduksi untuk berfungsi. Masa ini sangat
ikatan orangtuanya dan lebih banyak rentan terhadap berbagai perilaku seksual
menghabiskan waktu dengan teman sebaya. beresiko yang mengakibatkan remaja
Berbeda dengan remaja usia akhir yang melakukan seks pra nikah dan bersiko
memiliki emosi lebih stabil, minat dan terjadi HIV, kehamilan dan aborsi.
konsentrasi semakin baik dan kemampuan
menyelesaikan masalah sudah mulai Lebih lanjut, masa pubertas remaja
berkembang. Dari uraian diatas, dapat dihubungkan dengan perkembangan dan
disimpulkan remaja usia pertengahan pematangan fungsi seksualitas remaja.
dengan emosi yang belum stabil lebih Remaja mengalami masa pubertas yaitu
beresiko terhadap perilaku tidak sehat, fase pematangan organ-organ reproduksi

159
yang ditandai dengan menarche (Hofmann & Greydanus, 1997; dalam APA,
(menstruasi pertama) pada remaja 2002). Pertumbuhan fisik remaja
perempuan dan mimpi basah pada remaja merupakan bagian dari kemunculan tanda-
laki-laki (Potter & Perry, 2003). Masa tanda pubertas.
pubertas juga diikuti dengan perubahan
hormonal remaja yaitu progesteron dan Pubertas pada remaja perempuan ditandai
estrogen pada remaja perempuan; hormon dengan pertumbuhan buah dada yang
androgen dan testoteron pada remaja laki- dialami pada usia 10 tahun atau lebih awal
laki (Sarwono, 2011). Perubahan hormonal dan menstruasi yang biasanya terjadi pada
pada remaja menimbulkan hasrat dan umur 12 atau 13 tahun. Pubertas remaja
dorongan seksual. Remaja yang merasa laki-laki ditandai dengan pembesaran testis
ragu-ragu menghadapi masa pubertasnya pada umur 11 atau 12 dan ejakulasi atau
untuk mengontrol dorongan seks yang mimpi basah terjadi pada umur 12-14 tahun.
sedang dialaminya, maka ia lebih berisiko Pubertas sekunder remaja laki-laki ditandai
untuk melakukan perilaku seksual berisiko dengan pertumbuhan bulu badan dan
dibanding dengan remaja yang tidak tahu perubahan suara (Allender & Spradley,
sejauh mana keyakinan dia dalam 2001).
mengontrol dorongan seks. Bila tidak
mampu beradaptasi dengan perubahan dan Hasil penelitian menunjukkan remaja
keragu-raguan tersebut, remaja berisiko perempuan yang tidak dipersiapkan
terjadi masalah kesehatan diantaranya terhadap perubahan fisik dan emosional
perilaku seksual pra nikah remaja selama pubertas akan mengalami
(Stanhope & Lancaster, 2004). permasalahan dengan kesehatan reproduksi
(Koff & Rierdan, 1995 dalam APA, 2002).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis Remaja perempuan juga mengungkapkan
kelamin hampir sama dimana perempuan bahwa seorang ayah tidak banyak berperan
sebanyak 10 responden (45.5%) dan laki- terhadap perubahan fisik yang dialami oleh
laki sebanyak 12 responden (54.5%). remaja perempuan, dan ibu tidak pernah
Pertumbuhan fisik remaja perempuan berdiskusi dengan ayah dengan melibatkan
diawali pada usia 10-14 tahun dan berakhir anaknya tentang apa yang dialami remaja
pada usia 17-19 tahun. Sedangkan remaja (Koff & Rierdan, 1995; dalam APA, 2002).
laki-laki mengalami permulaan Hal yang tidak berbeda dengan remaja
pertumbuhan fisik dimulai pada usia 12-14 perempuan, dimana remaja laki-laki yang
tahun dan berakhir pada umur 20 tahun tidak dipersiapkan selama masa pubertas

160
akan mengalami perasaan cemas dan Condry et al (1968 dalam Santrock, 2005)
terkejut tentang pengeluaran sperma selama menyatakan remaja menghabiskan waktu
ejakulasi pada saat mimpi basah atau dua kali lebih banyak dengan teman sebaya
masturbasi atau onani (Stein & Reiser, daripada dengan orang tuanya. Teman
1994; dalam APA, 2002). Kondisi ini sebaya adalah sekelompok remaja yang
ditunjang oleh minimnya informasi seksual nilai-nilainya dianut oleh remaja lain (Rice,
remaja dari orang yang dipercaya baik 2005). Santrock (2005) menyatakan teman
petugas kesehatan maupun orangtua sebaya berfungsi sebagai tempat bagi
remaja. Akibatnya remaja mengalihkan remaja berbagi dan sering perubahan
mencari informasi dari sumber yang tidak perilaku remaja disebabkan transfer
dapat dapat dipercaya yaitu teman dan perilaku sesama teman sebaya. Teman
media massa. Media massa cenderung sebaya sebagai kelompok acuan untuk
memberikan informasi yang justru berhubungan dengan lingkungan sosial,
menjerumuskan remaja pada perilaku seks dimana remaja menyerap norma dan nilai-
pra nikah. Wallmyr dan Welin (2006) nilai yang akhirnya menjadi standar nilai
mengemukakan remaja lebih mudah yang mempengaruhi pribadi remaja.
terpengaruh media dalam hal berperilaku
seksual pra nikah dibandingkan dewasa BKKBN (2010) menyatakan remaja lebih
disebabkan remaja meniru adegan-adegan nyaman dan terbuka mendiskusikan
dari yang di lihat. masalah perilaku seksual dengan teman
sebaya daripada orangtua. Hal ini
Perilaku Seksual Pra Nikah Remaja dibuktikan oleh hasil penelitian Arianti
Hasil penelitian perilaku seksual remaja (2006) yang menunjukkan sebanyak 56.3%
menunjukkan ada perbedaan yang remaja lebih senang mendiskusikan
signifikan antara rata-rata perilaku seksual masalah pribadi termasuk seks dengan
remaja sebelum dan setelah penerapan teman sebaya. Alasan yang diungkapkan
metode peer edukasi. Remaja dalam remaja lebih senang berdiskusi dengan
perkembangan kehidupan sosial sangat teman sebaya karena cenderung dapat
tergantung dari kelompoknya (peer), menyimpan rahasia, lebih terbuka dalam
sehingga pendekatan pendidikan kesehatan membicarakan teman lawan jenis serta
remaja lebih efektif dilakukan melalui peer dapat memecahkan masalah yang
group remaja (WHO, 2002; dalam UNPFA, dihadapinya dengan orangtua/keluarga.
2009). Peer berperan dalam rangka pemberdayaan
teman sebaya dari remaja. Program yang

161
menggunakan model peer salah satunya penelitian Smith dan Diclemente (2000)
diwujudkan dalam program Pelayanan terhadap perilaku remaja perempuan untuk
Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) melalui mencegah kehamilan diketahui bahwa
teman sebaya adalah peer edukasi dalam perilaku remaja perempuan sangat
rangka upaya promosi kesehatan pada dipengaruhi oleh teman sebayanya.
remaja. Peer edukasi berasal dari remaja
yang telah berikan pengetahuan dan Teman sebaya remaja mempengaruhi
pelatihan tentang kesehatan reproduksi perilaku positif, seperti : saling tukar
remaja, seperti: perkembangan remaja, pengalaman positif dan olah raga (Monks,
kesehatan reproduksi, dan bahaya seks pra Knors, & Haditono, 2004). Menurut
nikah (seks bebas). UNESCO (2003) penelitian Bosma (1983, dalam Monks,
tentang penerapan peer edukasi pada Knors, & Haditono, 2004) terhadap
remaja dalam rangka mencegah HIV/ AIDS perilaku remaja menemukan kegiatan
terdapat peningkatan kesehatan positif pada remaja dengan sebaya, seperti:
pengetahuan, dan keterampilan. Teman komitmen untuk sekolah, organisasi,
sebaya berperan memberikan pendidikan bekerja, dan mengisi waktu luang dengan
kesehatan kepada teman sebayanya untuk olah raga. Melalui pemberian pendidikan
meningkatkan kesehatan secara efektif. kesehatan dalam rangka menolak kegiatan
negatif yang beresiko terhadap kehamilan
Teman sebaya saling mempengaruhi dan remaja melalui teman sebaya dapat
mengatur satu sama lainnya. Kim dan Free mengembangkan sikap dan perilaku positif
(2008) menyatakan bahwa informasi pada remaja lain (WHO, 2002). Adanya
mengenai kesehatan reproduksi dan peer edukasi melalui teman sebaya dapat
hubungan seksual yang diperoleh dari meningkatkan pengetahuan, sikap dan
teman sebaya telah memberikan dorongan tindakan remaja dalam pencegahan masalah
untuk menentukan sikap remaja dalam kesehatan yang berkaitan dengan kesehatan
melakukan aktivitas seksual dengan reproduksi remaja. Pada akhirnya, perilaku
pasangan. Berdasarkan penelitian Allen, seksual remaja secara sehat dapat tercipta
Hape, dan Miga (2008) tentang perilaku dengan adanya dukungan dan keterbukaan
remaja, dari 184 sampel yang telah dengan teman sebaya serta sharing info
dilakukan wawancara pada remaja yang (bertukar informasi) mengenai kesehatan
berusia 13 sampai 20 tahun terdapat hasil seksual bagi remaja.
bahwa anak remaja sangat dipengaruhi oleh
teman sebaya. Hal ini sama dengan hasil

162
Implikasi Penelitian ikatan orangtuanya dan lebih banyak
Bagi pelayanan keperawatan komunitas, menghabiskan waktu dengan teman sebaya.
perlu menyusun program promosi lainnya,
kegiatan konseling, dan komunikasi Hasil penelitian menyatakan jenis kelamin
terapeutik serta sistem rujukan pada hampir sama dimana perempuan sebanyak
Puskesmas dan sarana kesehatan lainnya 10 responden (45.5%) dan laki-laki
yang memiliki fasilitas penanganan sebanyak 12 responden (54.5%). Remaja
kesehatan remaja. Perawat komunitas dapat laki-laki dan perempuan mempunyai
menyusun program promosi dan prevensi kesempatan yang sama untuk mendapatkan
melalui pemberdayaan remaja dalam informasi kesehatan reproduksi remaja
kegiatan peer konselor dan peer edukator dikarenakan ketidaktahuan remaja terdapat
terhadap kesehatan reproduksi remaja persiapan mereka mengalami masa
secara berkelanjutan dan teratur. pubertas dan memiliki dorongan seksual
Bagi perkembangan ilmu keperawatan, yang besar sehingga perlu manajemen
penelitian selanjutnya perlu dikembangkan penyaluran energi secara tepat.
penelitian kualitatif berupa action research
dalam pemanfatan media audio-visual Hasil penelitian menunjukkan ada
dalam peningkatan perilaku kesehatan perbedaan yang signifikan antara rata-rata
reproduksi remaja dalam pencegahan perilaku seksual pra nikah remaja sebelum
perilaku seks bebas. dan setelah pelaksanaan program promotif
. peer edukasi. Peer edukasi dilakukan
PENUTUP dengan mengadakan pelatihan kesehatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa reproduksi remaja dengan beberapa sesi dan
karakteristik responden dengan usia responden mampu menunjukkan
terbanyak adalah remaja usia pertengahan, peningkatan perilaku positif dalam perilaku
dimana secara psikososial mampu kesehatan reproduksi. Disarankan bagi
membangun nilai, norma dan moralitas Puskesmas untuk dapat mengembangkan
serta mampu berpikir independen terhadap program PKPR sehingga usaha peningkatan
permasalahan dirinya (Santrock, 2005). Di kesehatan reproduksi remaja dapat berjalan
sisi lain, remaja usia pertengahan memiliki optimal.
kemauan yang sulit dikompromikan
sehingga mungkin berlawanan dengan DAFTAR PUSTAKA
kemauan orangtua. Hal ini menyebabkan Allen, S.T., Hape, M., & Miga, D.S. (2008).
remaja cenderung melepaskan diri dari Lack of Education Does Not Account

163
for Heightened Sexual Risk Found Factor approach. Journal of Marriage
Among African Orphans. and The Family, 2011p. 181-192.
International Perspectives on Sexual
and Reproductive Health; Sep 2008; Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-
35, 3; ProQuest Nursing & Allied Hak Reproduksi BKKBN. (2008).
Health Source. Materi Pelayanan Kesehatan
Reproduksi Remaja. Jakarta :
Allender, J.A. & Spardley, B.W. (2001). Direktorat Remaja dan Perlindungan
Community Health Nursing: Hak-Hak Reproduksi BKKBN
Promoting and Protecting the
Public’s Health. Philadelpia: _______. (2008). Menengok Remaja dan
Lippincott Williams & Wilkins. Permasalahan Kesehatannya.
Diakses dari ceria.bkkbn.go.id pada
APA (American Psychological tanggal 12 Februari 2012.
Assosiations). (2002). Developing
Adolescents: A References For Moeliono, L. (2003). Proses Belajar Aktif
Professionals. APA Washington, DC. Kesehatan Reproduksi Remaja:
Diakses dari Bahan Pegangan Untuk
www.apa.org/pi/pii/develop.pdf Memfasilitasi Kegiatan Belajar Aktif
Untuk Anak & Remaja Usia 10-14
Burns, N & Grove, S.K. (2009). The Tahun. Jakarta: Perkumpulan
Practice of Nursing Research : Keluarga Berencana Indonesia
Appraisal, Synthesis, and Generation (PKBI), Badan Koordinasi Keluarga
of Evidence. 6th Edition. St Louis : Berencana Nasional (BKKBN), dan
Saunders Elseiver United Nations Population Fund
(UNFPA).
Christopherson, T.M. & Conner,B.T.
(2012). Mediation of Late Adolescent Nies, M.A., and McEwan, M. (2001).
Health Risk Behaviors and Gender Community health nursing:
Influences. The Journal of Public promoting the health of population.
Health Nursing. 10(4). 410-413 (3rd Ed.), Philadelphia: Davis
Company.
Davis, F.K. & Friel, F. (2011). Adolescent
Sexual Activity: An Ecological, Risk-

164
Notoatmojo, Soekidjo. (2007). Promosi to The Interagency Field Manual on
Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta Reproductive Health in
: Rineka Cipta Humanatarian Setting.

Potter & Perry (2003). Fundamentals Of WHO (2002).Adolescent Friendly Health


Nursing : Concepts, Proccess, And Services.Geneva: WHO.
Practice. St.Louis: Mosby Year Book
Inc. Yayasan DKT Indonesia. (2012). Sexual
Behavior Survey Indonesia 2011.
Santrock. (2005). Adolescent. Tenth Diakses dari www.dktindonesia.org
edition. New York; The McGraw
1
Hill.Co.Inc. . Ari Pristiana Dewi, Ns., M.Kep : Dosen
pada Departemen Keperawatan
Sarwono, Sarlito W. (2011). Psikologi Komunitas Program Studi Ilmu
Remaja. Edisi Revisi. Jakarta : Keperawatan, Universitas Riau.
Rajawali Pers
2
. Wiwin Wiarsih, MN : Dosen pada
Smith & DiClemente. (2000). High Risk Departemen Keperawatan Komunitas
For Contracting HIV Virus in Rural Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Teens. Diakses dari Indonesia.
http://sagepub.com/content

Stanhope, M., & Lancaster, J. (2004).


Community and Public Health
Nursing: 5th edition. St. Louis:
Mosby-Year Book, Inc.

UNESCO. (2003). Peer Approach in


Adolescent Reproductive Health
Education: Some Lessons Learned.
UNESCO Bangkok.
UNPFA. (2009). Adolescent Sexual and
Reproductive Health Toolkit For
Humanitarian Settings: A Companion

165
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Mahasiswa D3 Tingkat

III untuk Melanjutkan ke S1 Keperawatan

di Stikes Hang Tuah Tanjungpinang


Tri Arianingsih1, Lidia Wati2, Nia Aprilla3

ABSTRAK

Profesi keperawatan di Indonesia mengalami perkembangan yang demikian pesat, dari pelayanan vokasional
menjadi professional. Hal ini merupakan tantangan bagi profesi keperawatan dalam mengembangkan
profesionalisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan
dengan motivasi mahasiswa D3 Tingkat III untuk melanjutkan ke S1 keperawatan di STIKES Hang Tuah
Tanjungpinang 2012. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif analitik, dengan pendekatan atau
desain cross sectional. Hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan antara cita-cita dan motivasi mahasiswa
D3 tingkat III dengan nilai pvalue = 0,002, tidak ada hubungan antara kemampuan peserta didik dengan motivasi
mahasiswa D3 tingkat III dengan nilai pvalue = 0,990, ada hubungan antara kondisi lingkungan belajar dengan
motivasi mahasiswa D3 tingkat III dengan nilai pvalue = 0,005, dan ada hubungan antara upaya pengajar dalam
membelajarkan peserta didik dengan motivasi mahasiswa D3 tingkat III dengan nilai pvalue = 0,000. Sebaiknya
pihak institusi memberikan dukungan dan memperhatikan kondisi lingkungan belajar dengan berbagai
fasilitasnya.

Kata Kunci : Motivasi, Faktor-faktor, Mahasiswa, Pendidikan Keperawatan

ABSTRACT

Nursing profession in Indonesia has developed so rapidly from vocational service to professional. It is a challenge
for the nursing profession in developing professionalism. This study aims to determine and identify the Factors
Associated With Student Motivation Level III D3 for Nursing Continuing To In STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
Year 2012. This research uses descriptive analytic study design, the approach cross-sectional design. Based on
the result showed that there is a relationship between ideals and motivations of students D3 level III with of pvalue
= 0.002, no relationship between ability of learners with student motivation D3 level III with of pvalue = 0.990,
there is a relationship learning environment with student motivation D3 level III with of pvalue = 0.005, and there
is a relationship between teacher effort in providing teaching with student motivation D3 level III with pvalue =
0.000. The institution give support and considering learning environment with variety of facilities.

Keyword : Motivation, factors, student, nursing education

PENDAHULUAN penting dalam upaya mengembangkan


Dari berbagai aspek pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu sumber
nasional, pembangunan dalam bidang daya mausia yang memiliki keunggulan
pendidikan merupakan bagian yang paling tertentu serta kreatifitas-kreatifitas cipta
mendasar dalam pengembangan sumber karya yang bernilai tinggi (Nursalam &
daya manusia (SDM). Hal ini berarti bahwa Efendi, 2008).
pendidikan merupakan sarana yang paling

166
Sektor kesehatan merupakan salah meningkatkan pendidikan tinggi
satu sektor yang bergantung pada keperawatan salah satu diperlukan adalah
tersedianya SDM. Menghadapi era motivasi. Tujuan penelitian ini untuk
globalisasi, dimana diberlakukannya pasar mengetahui dan mengidentifikasi faktor-
bebas dan semakin berkembangnya ilmu faktor yang berhubungan dengan motivasi
pengetahuan dan tekhnologi dibidang mahasiswa D3 tingkat III untuk
kesehatan, serta meningkatnya persaingan melanjutkan ke S1 keperawatan di STIKES
antar rumah sakit, dibutuhkan SDM yang Hang Tuah Tanjungpinang 2012.
berkualitas dan professional dibidangnya,
khususnya tenaga kesehatan contohnya BAHAN DAN METODE
tenaga keperawatan. Dengan demikian Pada penelitian ini menggunakan
tantangan utama dalam meningkatkan desain penelitian deskriptif analitik, dengan
pelayanan kesehatan sebaik-baiknya adalah pendekatan atau desain cross sectional
pengembangan SDM dalam bidang observasi atau pengumpulan data sekaligus
keperawatan (Sumantri, 2002). pada suatu saat (point time approach).
Profesi keperawatan di Indonesia Artinya tiap subjek penelitian hanya
mengalami perkembangan yang demikian diobservasi sekali saja dan pengukuran
pesat. Perkembangan ini memberi dampak dilakukan terhadap status karakter atau
berupa perubahan sifat pelayanan variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal
keperawatan dari pelayanan vokasional ini tidak berarti bahwa semua subjek
menjadi profesional yang berpijak pada penelitian diamati pada waktu yang sama.
penguasaan IPTEK keperawatan termasuk Penelitian ini dilakukan di STIKES
dalam pelayanan keperawatan. Dalam Hang Tuah Tanjungpinang pada bulan
mengembangkan profesionalisme Februari – Maret 2012. Populasi dalam
keperawatan, langkah awal yang perlu penelitian ini adalah semua mahasiswa D3
ditempuh adalah dengan penataan tingkat III keperawatan STIKES Hang Tuah
pendidikan keperawatan dan memberikan Tanjungpinang yang berjumlah 63 orang
kesempatan kepada perawat untuk Tahun 2012. Pengambilan sampel dalam
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. penelitian ini adalah sampling jenuh.
Pengembangan sistem pendidikan tinggi Berarti dalam penelitian ini sampel yang
keperawatan sangat penting dan berperan diambil adalah semua mahasiswa D3
dalam pengembangan pelayanan tingkat III STIKES Hang Tuah
keperawatan professional, pengembangan Tanjungpinang Tahun 2012 yang berjumlah
teknologi keperawatan. Selama proses 63 orang.

167
Instrument pada penelitian ini 19 - 21 46 73%
adalah menggunakan kuesioner yang terdiri 22 - 24 12 19%

dari 27 pertanyaan dengan alternative 25 - 30 5 8%


Jenis Kelamin
jawaban dari likert scale, yaitu sangat tidak
Laki-laki 20 31,7%
setuju (STS), tidak setuju (TS), setuju (S),
Perempuan 43 68,2%
sangat setuju (SS). Pilihan jawaban yang
Kemudian dari hasil analisis
bervariasi, dan responden memilih jawaban
univariat dapat diketahui bahwa sebagian
yang telah tersedia.
besar responden memiliki cita-cita, dengan
jumlah 45 orang (71,4%), memiliki nilai
HASIL
IPK yang tinggi dengan jumlah 33 orang
Hasil pengumpulan data pada 63
(52,4%) dari 63 orang. Kemudian sebagian
orang mahasiswa D3 tingkat III bahwa
besar responden yaitu 39 orang (61,9%)
sebagian besar responden berumur 19-21
menyatakan kondisi lingkungan belajar di
dengan jumlah 46 orang (73%) dari 63
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
orang. Dan sebagian besar responden
mendukung, dan 45 orang (71,4%) dari 63
berjenis kelamin perempuan dengan jumlah
orang menyatakan upaya pengajar dalam
43 orang (68,2%) dari 63 orang.
membelajarkan peserta didik tinggi. Selain
Distribusi Frekuensi Responden
itu juga didapatkan hasil dari tabel di atas
Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
sebagian besar responden yaitu 41 orang
Di STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
(65,1%) dari 63 orang memiliki motivasi
Tahun 2012
yang tinggi.
Umur Frekuensi %
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Cita-cita, IPK, Kondisi
lingkungan Belajar, Upaya Pengajar, dan Motivasi Di STIKES Hang Tuah
Tanjungpinang Tahun 2012
Cita-cita Frekuensi %
Ada 45 71,4%
Tidak Ada 18 28,6%
IPK
Tinggi 33 53,4%
Rendah 30 47,6%
Kondisi Lingkungan
Belajar
Mendukung 39 61,9%

168
Tidak Mendukung 24 38,1%
Upaya Pengajar
Tinggi 45 71,4%
Rendah 18 28,6%
Motivasi
Tinggi 41 65,1%
Rendah 22 34,9%

Dari hasil analisis bivariat Hang Tuah Tanjungpinang dengan nilai p


didapatkan hasil bahwa ada hubungan value = 0,002.
bermakna cita-cita dan aspirasi dengan
motivasi mahasiswa D3 tingkat III. untuk
melanjutkan ke S1 keperawatan di STIKES
Hubungan Cita-cita dan Aspirasi dengan Motivasi Mahasiswa D3 Tingkat III untuk
Melanjutkan ke S1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah Tanjungpinang Tahun 2012.
Cita- Motivasi Mahasiswa D3
cita dan Tingkat III Untuk Jumlah
Aspirasi Melanjutkan ke S1
Keperawatan
Rendah Tinggi X2 P Value
F % F % F %
Tidak 12 66,7% 6 33,3% 18 100% 9,305 0,002
Ada
Ada 10 22,2% 35 77,8% 45 100%
Jumlah 22 34,9% 41 65,1% 63 100%

Tidak ada hubungan kemampuan keperawatan di STIKES Hang Tuah


peserta didik dengan motivasi mahasiswa Tanjungpinang dengan nila p value = 0,990.
D3 tingkat III untuk melanjutkan ke S1

169
Hubungan Kemampuan Peserta Didik dengan Motivasi Mahasiswa D3 Tingkat III
untuk Melanjutkan ke S1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah Tanjungpinang Tahun
2012.

Kemam Motivasi Mahasiswa D3


puan Tingkat III Untuk
Peserta Melanjutkan ke S1 Jumlah
Didik Keperawatan
(IPK) Rendah Tinggi X2 P Value
F % F % F %
Rendah 11 36,7% 19 63,3% 30 100% 0,000 0,990
Tinggi 11 33,3% 22 66,7% 33 100%
Jumlah 22 34,9% 41 65,1% 63 100%

Ada hubungan bermakna antara kondisi keperawatan di STIKES Hang Tuah


lingkungan belajar dengan motivasi Tanjungpinang dengan nilai p value =
mahasiswa D3 tingkat III untuk 0,005.
melanjutkan ke S1

Hubungan Kondisi Lingkungan Belajar dengan Motivasi Mahasiswa D3 Tingkat III


untuk Melanjutkan ke S1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah Tanjungpinang Tahun
2012.

Kondisi Motivasi Mahasiswa D3


Lingku Tingkat III Untuk
ngan Melanjutkan ke S1 Jumlah
Belajar Keperawatan
Rendah Tinggi X2 P Value
F % F % F %
Tidak 14 58,3% 10 41,7% 24 100% 7,761 0,005
Menduk
ung
Menduk 8 20,5% 31 79,5% 39 100%
ung
Jumlah 22 34,9% 41 65,1% 63 100%

170
Ada hubungan bermakna antara upaya untuk melanjutkan ke S1 keperawatan di
pengajar dalam membelajarkan peserta STIKES Hang Tuah Tanjungpinang Tahun
didik dengan motivasi mahasiswa D3 2012 dengan nilai p value = 0,000.
tingkat III
Hubungan Upaya Pengajar Dalam Membelajarkan Peserta Didik dengan Motivasi

Mahasiswa D3 Tingkat III untuk Melanjutkan ke S1 Keperawatan di STIKES Hang

Tuah Tanjungpinang Tahun 2012.

Upaya Motivasi Mahasiswa D3


Pengaja Tingkat III Untuk
r Melanjutkan ke S1 Jumlah
Keperawatan
Rendah Tinggi X2 P Value
F % F % F %
Rendah 13 72,2% 5 27,8% 18 100% 13,216 0,000
Tinggi 9 20,0% 36 80,0% 45 100%
Jumlah 22 34,9% 41 65,1% 63 100%

171
PEMBAHASAN tetapi mereka memiliki motivasi yang
Dari hasil penelitian yang telah tinggi. Hal ini berbeda dengan teori dalam
dilakukan hubungan antara cita-cita dan buku Nursalam (2008) yang menyatakan
aspirasi dengan motivasi mahasiswa D3 bahwa kemampuan peserta didik akan
tingkat III untuk melanjutkan ke S1 mempengaruhi atau memperkuat motivasi
keperawatan di STKES Hang Tuah seseorang.
Tanjungpinang Tahun 2012 menunjukkan Dan untuk hasil penelitian
bahwa ada hubungan cita-cita dan aspirasi hubungan kondisi lingkungan belajar
dengan motivasi mahasiswa D3 tingkat III dengan motivasi mahasiswa D3 tingkat III
untuk melanjutkan ke S1 keperawatan di untuk melanjutkan ke S1 keperawatan di
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang dengan STIKES Hang Tuah Tanjungpinang yaitu
р value = 0,002. Adanya hubungan antara ada hubungan kondisi lingkungan belajar
cita-cita dan aspirasi dengan motivasi dengan motivasi mahasiswa D3 tingkat III
mahasiswa D3 tingkat III untuk untuk melanjutkan ke S1 keperawatan di
melanjutkan ke S1 keperawatan di STIKES STIKES Hang Tuah Tanjungpinang dengan
Hang Tuah Tanjungpinang dikarenakan nilai р value = 0,005 (0,005<0,05). Hal ini
sebagian besar responden yang tidak sesuai dengan teori bahwa kondisi
memiliki/ada cita-cita yaitu sebanyak 35 lingkungan belajar yang dapat berupa
orang (77,8%) memiliki motivasi yang keadaan alam, lingkungan tempat tinggal,
tinggi. dan yang paling utama yaitu lingkungan
Kemudian didapatkan hasil bahwa institusi penyelenggara pendidikan itu
tidak ada hubungan kemampuan peserta sendiri sangat penting untuk diperhatikan,
didik dengan motivasi mahasiswa D3 karena lingkungan juga turut
tingkat III untuk melanjutkan ke S1 mempengaruhi motivasi dan minat
keperawatan di STIKES Hang Tuah seseorang (Nursalam, 2008).
Tanjungpinang. Tidak adanya hubungan Dari hasil penelitian yang telah di
antara kemampuan peserta didik dengan lakukan didapatkan pula hasil ada
motivasi mahasiswa D3 tingkat III untuk hubungan upaya pengajar dalam
melanjutkan ke S1 keperawatan di STIKES membelajarkan peserta didik dengan
Hang Tuah Tanjungpinang Tahun 2012 motivasi mahasiswa D3 tingkat III untuk
dikarenakan sebagian besar responden yang melanjutkan ke S1 keperawatan di STIKES
kemampuan peserta didiknya (IPK) rendah

172
Hang Tuah Tanjungpinang dengan nilai р tingkat III untuk melanjutkan ke S1
value = 0,000 (0,000>0,05). keperawatan di STIKES Hang Tuah
Adanya hubungan tersebut diperkuat Tanjungpinang Tahun 2012 dengan nilai p
dengan adanya teori menurut Suciati dan value = 0,002. Tidak ada hubungan antara
Prasetya (2001) (cit Nursalam, 2008) kemampuan peserta didik dengan motivasi
bahwa pengajar merupakan salah satu mahasiswa D3 tingkat III untuk
stimulus yang sangat besar pengaruhnya melanjutkan ke S1 keperawatan di STIKES
dalam memotivasi peserta didik. Hang Tuah Tanjungpinang Tahun 2012
dengan nilai p value = 0,990. 7.1.8 Ada
KESIMPULAN DAN SARAN hubungan antara kondisi lingkungan belajar
SIMPULAN dengan motivasi mahasiswa D3 tingkat III
Dari hasil penelitian yang telah untuk melanjutkan ke S1 keperawatan di
dilakukan kepada 63 responden di STIKES STIKES Hang Tuah Tanjungpinang Tahun
Hang Tuah Tanjungpinang pada bulan 2012 dengan nilai p value = 0,005. Ada
Maret 2012, maka peneliti dapat menarik hubungan antara upaya pengajar dalam
kesimpulan bahwa : Sebagian besar membelajarkan peserta didik dengan
responden memiliki cita-cita, dengan motivasi mahasiswa D3 tingkat III untuk
jumlah 45 orang (71,4%) dari 63 orang. melanjutkan ke S1 keperawatan di STIKES
Kemudian sebagian besar responden Hang Tuah Tanjungpinang Tahun 2012
memiliki nilai IPK yang tinggi dengan dengan nilai p value = 0,000.
jumlah 33 orang (52,4%) dari 63 orang.
Selain itu didapatkan hasil sebagian besar
responden yaitu 39 orang (69,8%)
menyatakan kondisi lingkungan belajar di SARAN
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang Dengan adanya hasil penelitian ini,
mendukung. Sebagian besar responden diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk
yaitu 45 orang (71,4%) dari 63 orang mengadakan penelitian yang lebih
menyatakan upaya pengajar dalam mendalam mengenai faktor-faktor lain yang
membelajarkan peserta didik tinggi. Dan kemungkinan berhubungan dengan
sebagian besar responden yaitu 41 orang motivasi mahasiswa D3 tingkat III untuk
(71,4%) dari 63 orang memiliki motivasi melanjutkan ke S1 keperawatan di STIKES
yang tinggi. Hang Tuah Tanjungpinang, agar nantinya
Ada hubungan antara cita-cita dan hasil penelitian tersebut dapat diajukan
aspirasi dengan motivasi mahasiswa D3 sebagai saran bagi pihak institusi untuk

173
meningkatkan kualitas baik dari segi tim yang memungkinkan udara bisa masuk
pengajar maupun peserta didik itu sendiri. sepenuhnya, dan dapat terbuka lebar. Serta
Dari hasil penelitian ada beberapa saran diharapkan juga kepada para pengajar agar
yang peneliti ajukan untuk lokasi lebih meningkatkan upaya mengajar dalam
penelitian/pihak institusi yaitu diharapkan rangka menumbuhkan motivasi yang besar
agar pihak institusi bisa lebih memberikan bagi mahasiswa untuk melanjutkan ke S1,
dukungan, motivasi, dan perhatian yang seperti merubah atau memodifikasi metode
lebih bagi mahasiswa yang benar-benar pembelajaran, tidak hanya metode ceramah,
memiliki cita-cita untuk menjadi perawat melainkan dengan metode yang lainnya
yang profesional agar dapat meningkatkan seperti memutar video yang berkaitan
prestasi belajarnya, seperti memberikan dengan bahan ajar yang akan di ajarkan,
reward pada mahasiswa yang berprestasi seperti bagaimana cara pemasangan infus,
disetiap semesternya,. Selain itu pihak memandikan pasien, perawatan luka,
institusi sebaiknya lebih memperhatikan sehingga peserta didik lebih mudah
kondisi lingkungan belajar di kampus serta menangkap dan merekam tindakan-
fasilitasnya yang masih kurang lengkap, tindakan dalam memori mereka, yang
seperti ketersediaan alat-alat praktikum di nantinya dapat di aplikasikan pada saat
laboraturium, kemudian infocus yang praktek mandiri di laboraturium maupun di
jumlahnya belum memadai dengan jumlah klinik. Selain itu pengajar juga bisa
kelas yang ada. Sebagian mahasiswa menerapkan pembelajaran di luar ruangan
mengatakan bahwa mereka kesulitan kelas, agar peserta didik mendapat suasana
mencari referensi baik itu untuk bahan baru dan tidak merasa bosan. Dan
bacaan, membuat tugas-tugas yang diharapkan juga agar pengajar disela-sela
diberikan oleh dosen, dan terutama dalam waktu mengajar memberikan masukan
penyusunan tugas akhir. Oleh karena itu tentang pentingnya pendidikan S1
diharapkan kepada pihak kampus agar keperawatan, sehingga nantinya pihak
menambah jumlah dan jenis buku-buku institusi dapat menghasilkan SDM perawat
yang dapat membantu para mahasiswa yang professional dan siap pakai.
dalam menyelesaikan tugas-tugas yang
diberikan oleh para dosen ataupun tugas DAFTAR PUSTAKA
akhir. Untuk menambah kenyamanan Abdullah E (2009). Profil Stikes Hang Tuah
belajar sebaiknya disediakan fasilitas Tanjungpinang. Tanjungpinang:
kesejukan udara yang memadai, sebagai Stikes Hangtuah Tanjung Pinang.
contoh sederhananya ventilasi ruangan

174
DEPKES. 2011. Perawat Mendominasi Maulana, I. 2003. Faktor-faktor yang
Tenaga Kesehatan. Berhubungan dengan Motivasi
http://manajemen- Perawat untuk Melanjutkan
rs.net/index.php?option=com_conten Pendidikan pada Jenjang Pendidikan
t&view=article&id=185:perawat- Tinggi Keperawatan. Skripsi FK-
mendominasi-tenaga- STIKES Fakultas Kedokteran
kesehatan&catid=51:berita&Itemid= Universitas Airlangga, Banjarmasin.
95. Diakses tanggal 23 Oktober 2011.
Jam : 13.20
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Djamarah, S.B. 2008. Psikologi Belajar
Rineka Cipta.
Edisi 2. Jakarta : Rineka Cipta

Nurhidayah, R.E. 2011. Pendidikan


Hasbullah. 2006. Dasar-Dasar Ilmu
Keperawatan. Medan : USU Pers
Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pers

Kurniawan, A. 2009. Belajar Mudah SPSS Nursalam & Efendi. 2008. Pendidikan
untuk Pemula. Yogyakarta : Dalam Keperawatan. Jakarta :
MediaKom Slameba Medika

Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi &


Praktik Keperawatan Profesional. Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan

Jakarta : EGC Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan Edisi 2. Jakarta :
Salmeba Medika.
Marziati. 2009. Motivasi Mahasiswa
Akademi Keperawatan Pemerintah
Kabupaten Aceh Selatan untuk Putri, H.T & Fanani, A. 2010. Etika profesi

Melanjutkan Pendidikan ke Tingkat Keperawatan. Yogyakarta : Cipta

Sarjana Keperawatan. Skripsi Pustaka

Fakultas Keperawatan Universitas


Sumatra Utara.

175
Sardiman. 2011. Interaksi & Motivasi WR. 2011. Pendidikan Dalam
Belajar Mengajar. Jakarta : Rajawali Keperawatan.
Pers http://dhanwaode.wordpress.com/20
11/01/26/pendidikan-dalam-
keperawatan/. Diakses tanggal 12
Setiadi. 2007. Konsep & Penulisan Riset
Desember 2011. Jam : 13.30
Keperawatan. Yogyakarta : Graha
Ilmu
Wuryanto, E. 2007. Menata Pendidikan
Perawat.
Suara, dkk. 2007. Konsep Dasar
http://www.suaramerdeka.com/haria
Keperawatan. Jakarta : TIM
n/0707/16/opi05.htm. Diakses
tanggal 13 Desember 2011. Jam :
Suarli, S & Bahtiar, Y. Manajemen
11.53
Keperawatan. Jakarta : Erlangga

1 Mahasiswa S1 Keperawatan Hang Tuah


Sumantri. 2002. Tantangan Pengembangan
Tanjungpinang.
Tenaga Kesehatan Masa Depan.
2 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatn
Majalah Bina Diknakes. Edisi 42.
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang.
3 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatn
Syarifudin. 2010. Panduan TA
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang.
Keperawatan dan Kebidanan dengan
SPSS.Yogyakarta : Grafindo Litera
Media.

Uno, H.B. 2010. Teori Motivasi &


Pengukurannya. Jakarta : Bumi
Aksara

Wati, L, dkk. 2011. Buku Panduan


Penyusunan Proposal dan Skripsi.
Tanjungpinang : STIKES Hang Tuah
Tanjungpinang.

176
Efektivitas Terapi Musik Klasik Mozart Dalam Meningkatkan Durasi

Konsentrasi Belajar Pada Anak Autisme

Utari Yunie Atrie1, Yusnaini Siagian2, Meily Nirnasari3

ABSTRAK

Penyandang autis umumnya mengalami gangguan pada konsentrasi. Salah satu terapi untuk meningkatkan
konsentrasi dan daya ingat anak autisme adalah terapi musik.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas
terapi musik klasik Mozart dalam meningkatkan durasi konsentrasi belajar pada anak autisme di Sekolah Luar
Biasa (SLB) Negeri Tanjungpinang tahun 2012. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu khususnya
Non Equivalent Control Group Design.Analisis data yang digunakan adalah uji Paired Samples T Test dan uji
Independent Samples T Test. Berdasarkan uji statistik Paired Samples T Test diperoleh p value sebesar 0,007 yang
artinya bahwa ada perbedaan antara rata-rata durasi konsentrasi belajar pada kelompok eksperimen sebelum
dengan setelah terapi musik klasik Mozart. Berdasarkan uji statistik Independent Samples T Test didapatkan p
value sebesar 0,014 yang artinya ada perbedaan rata-rata durasi konsentrasi belajar antara kelompok eksperimen
dengan kelompok kontrol. Ternyata terapi musik klasik Mozart memberikan peningkatan terhadap durasi
konsentrasi belajar anak autisme.

Kata kunci: terapi musik, mozart, konsentrasi belajar, autisme

ABSTRACT

Persons with autism generally experience impaired concentration. One of therapies are used to stimulate a
concentration and memory of children with autism is music therapy.
The research was conducted to determine the effectiveness of the Mozart classic music therapy in improving the
concentration duration of study children with autism at Special School (SLB) Tanjungpinang in 2012. This
research uses quasy-experimental methods especially Non Equivalent Control Group Design.
Analysis of the data used were Paired Sample T test and Independent Sample T Test. Based on the Paired Sample
T Test obtained for 0.007 p value which means that there is a difference between the average concentrations
duration of studied in the experimental group before and after treatment of the Mozart classic music. For statistical
tests of the Independent Sample T Test obtained p value of 0.014 which means that there are differences in the
average concentration duration of study between experimental groups with control groups.
It turns the Mozart classic music therapy give an improvement to the concentration duration of children with
autism.

Keywords: music teraph, mozart, concentrate of study, autism

PENDAHULUAN Bermacam anggapan terjadi di


Istilah autisme telah dikemukakan kalangan masyarakat saat ini dengan
sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, seorang landasan pemikiran yang berbeda-beda
psikiater dari Harvard. Namun hingga hari (Mulyadi, 2011).
ini, masih belum banyak yang Autisme yang menurut istilah
memahaminya secara benar. ilmiah Kedokteran, Psikiatri, dan Psikologi
termasuk dalam gangguan pervasive

177
(Pervasive Developmental Disorders), gangguan ini tertinggal dengan anak-anak
dimana secara khas gangguan yang yang lain dalam memahami dan
termasuk dalam kategori ini ditandai menstimulasi materi yang diberikan oleh
dengan gangguan-gangguan dalam guru sekolah, hal ini diakibatkan oleh
kemampuan interaksi sosial, kemampuan ketidakmampuan anak-anak dengan
komunikasi dan berbahasa, perilaku tak gangguan ini dalam memusatkan perhatian
lazim dan terbatasnya minat atau aktivitas dan memfokuskan konsentrasi terhadap
(Ningsih, 2008:1). Hal yang perlu diketahui stimulasi yang diberikan, padahal perhatian
lainnya adalah bahwa penyandang autis dan konsentrasi adalah suatu hal yang
umumnya mengalami gangguan sangat penting dalam proses penyimpanan
konsentrasi, karena itu mereka seringkali informasi ke dalam ingatan sehingga anak
kesulitan berkonsentrasi dalam belajar lebih cerdas (Yuliasari, 2010:2).
maupun pada saat berinteraksi dengan Kini jumlah penderita autis di
lingkungan masyarakat (Nurrachmat, seluruh dunia terus meningkat dari tahun ke
2009:1). tahun. Laporan terakhir Badan Kesehatan
Dari sejumlah penelitian yang Dunia (WHO) tahun 2005 menyatakan
dilakukan oleh para pakar autis telah bahwa perbandingan anak autisme dengan
disepakati bahwa dijumpai suatu kelainan anak normal di seluruh dunia, termasuk
pada otak anak autis. Dugaan tentang Indonesia telah mencapai 1 berbanding 100
adanya kelainan otak pada anak autis ini anak (Jody, 2010). Padahal pada tahun 1987
dinyatakan juga oleh 17 penelitian yang prevalensi penyandang autis hanya 1 anak
dilakukan di sepuluh pusat penelitian, per 10.000 kelahiran. Namun sepuluh tahun
antara lain di Kanada, Perancis dan Jepang kemudian mulai terjadi boom autis dimana
yang melibatkan 250 penyandang autisme penderita autis meningkat menjadi 1 anak
dimana pada kebanyakan dari mereka per 500 kelahiran. Dan pada tahun 2000
ditemukan pengecilan pada daerah meningkat lagi menjadi 1 anak per 250
cerebellum yang menyebabkan kacaunya kelahiran (Ningsih, 2008:2). Penelitian
lalu lalang impuls di otak. Cerebellum terakhir dari Autism Research Centre of
bukan saja mengatur keseimbangan, tapi Cambridge University menyebutkan ada 58
juga ikut berperan dalam proses sensorik, anak autis per 10.000 kelahiran di dunia
berfikir, daya ingat, belajar, berbahasa dan (Ryan, 2010).
juga perhatian (Ningsih, 2008:3). Di Indonesia, hingga saat ini
Adanya gangguan pada autisme jumlah anak autis belum diketahui secara
mengakibatkan anak-anak dengan pasti. Namun diperkirakan prevalensi

178
penyandang autisme terus menunjukkan anak autisme (35,9%) dengan rentang usia
peningkatan yang makin tinggi. 8-13 tahun, tempat terapi anak Special Kids
Diperkirakan di Indonesia, dari kelahiran berjumlah 13 anak autisme (33,34%)
4,6 juta bayi tiap tahun, 9.200 dari mereka dengan rentang usia anak 1,5-7 tahun, dan
mungkin adalah penyandang autis. Mantan di sekolah PUTRAKAMI berjumlah 12
Menteri Kesehatan, Siti Fadillah Supari anak autisme (30,76%) dengan rentang usia
dalam pembukaan rangkaian Expo Peduli 4-12 tahun. Dari data di atas dapat kita lihat
Autis 2008 lalu mengatakan, jumlah bahwa SLB Negeri Jl. Kijang Lama
penderita autis di Indonesia di tahun 2004 Tanjungpinang memiliki jumlah anak
tercatat sebanyak 475.000. Peningkatan autisme yang lebih banyak dibandingkan
semakin tinggi pada tahun 2005, yaitu dengan sekolah lainnya, selain itu anak
terdapat 1 per 160 anak (Tanjung, 2010:2). autisme yang bersekolah pada SLB Negeri
Di Kepri khususnya Jl. Kijang Lama ini rata-rata terdiri dari
Tanjungpinang, sampai saat ini belum ada anak autisme dengan umur yang besar dan
data resmi tentang penderita autisme. hanya termasuk ke dalam satu kategori
Walaupun belum ada data yang pasti, umur saja, yaitu anak sekolah.
namun jumlah kasus autisme diperkirakan Seiring dengan meningkatnya
juga mengalami peningkatan di jumlah kasus autisme, semakin bervariasi
Tanjungpinang. Dimana pada awalnya di pula pendekatan yang digunakan untuk
Tanjungpinang hanya mempunyai SLB menangani gangguan autisme ini. Banyak
Negeri untuk menangani anak dengan terapi yang digunakan untuk merangsang
berkebutuhan khusus seperti autisme. otak anak untuk meningkatkan konsentrasi
Namun beberapa tahun belakangan muncul dan daya ingat anak autis, dimana
sekolah dan tempat terapi lainnya di penyandang autisme sebagian besar
Tanjungpinang seperti sekolah terdiagnosis mempunyai intelegensi di
“PUTRAKAMI” dan tempat terapi bawah normal (Yuliasari, 2010:3). Salah
“Special Kids”. Dari hasil survey langsung satu bentuk alternatif terapi yang digunakan
ke beberapa sekolah yang menangani anak saat ini adalah terapi musik. Terapi musik
autis ini, didapatkan bahwa jumlah anak merupakan salah satu metode untuk
autisme di Tanjungpinang pada Tahun 2010 menangani anak autis yaitu memberikan
berjumlah 30 anak. Jumlah ini meningkat musik untuk menggugah konsentrasi anak
pada tahun 2011 dan tahun 2012 yaitu autis (Hotman, 2009:3). Karena musik
menjadi 39 anak autisme dengan rincian di dapat menciptakan suasana yang
SLB Negeri Jl. Kijang Lama berjumlah 14 menyenangkan, musik juga diketahui dapat

179
mempengaruhi fungsi kognitif. Penggunaan telah diketahui juga bahwa SLB Negeri Jl.
musik dalam belajar bukanlah hal yang Kijang Lama belum memiliki program
baru, musik dalam jenis tertentu diketahui terapi musik yang dilakukan untuk
dapat merangsang otak sehingga otak menggugah konsentrasi anak autisme, maka
menjadi terbuka dan reseptif terhadap dari itu peneliti tertarik untuk melakukan
informasi (Yuliasari, 2010:3). penelitian mengenai efektivitas terapi
Penelitian tentang terapi musik musik klasik Mozart dalam meningkatkan
juga telah benyak dilakukan. Misalnya saja durasi konsentrasi belajar pada anak
penelitian terapi musik untuk meningkatkan autisme di Sekolah Luar Biasa (SLB)
konsentrasi membaca dan berhitung pada Negeri Tanjungpinang tahun 2012.
anak autis yang dilakukan oleh Hotman di
salah satu tempat terapi anak “Special BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Kids” di Pekan Baru. Pada penelitiannya, ia Penelitian ini merupakan penelitian
melibatkan 20 anak autisme sebagai subjek kuantitatif dengan desain penelitian yang
penelitian, yaitu 10 anak sebagai kelompok digunakan adalah Quasy-Experiment
eksperimen dan 10 anak sebagai kelompok Design khususnya Non Equivalent Control
kontrol. Pada kelompok eksperimen, ia Group Design. Populasi pada penelitian ini
memberikan perlakuan berupa terapi musik adalah seluruh anak autisme di Sekolah
klasik selama 10 hari sedangkan pada Luar Biasa (SLB) Negeri Tanjungpinang
kelompok kontrol tidak diberikan yang berjumlah 14 anak autisme. Sampel
perlakuan. Hasilnya didapatkan bahwa anak penelitian ditentukan secara Purposive
autisme yang diberikan terapi musik klasik sampling dan didapatkan sebanyak 10
mengalami peningkatan konsentrasi selama responden, dibagi menjadi kelompok
belajar (Hotman, 2009). eksperimen (diberikan perlakuan berupa
Berangkat dari beberapa fakta terapi mendengarkan musik klasik Mozart
yang telah diungkapkan di atas terkait selama 15 kali pertemuan dan 10 menit
dengan gangguan autisme dan terapi musik, setiap pertemuannya) dan kelompok
dan berdasarkan studi pendahuluan yang kontrol (tidak diberikan terapi
telah dilakukan, dimana diketahui bahwa mendengarkan musik klasik Mozart)
SLB Negeri Jl. Kijang Lama memiliki dengan jumlah sampel pada masing-masing
jumlah anak autisme terbanyak kelompok sebanyak 5 orang. Penelitian ini
dibandingkan dengan sekolah dan tempat dilaksanakan amulai tanggal 1 Maret
terapi lainnya dengan hanya terdiri dari satu sampai dengan 26 Maret 2012 di SLB
kategori umur yaitu anak sekolah, serta Negeri Jl. Kijang Lama Tanjungpinang.

180
Variabel bebas pada penelitian ini klasik Mozart (posttest) dengan nilai
adalah terapi musik klasik Mozart dan signifikansi p=0,071 (lebih besar dari 0,05).
variabel terikatnya adalah durasi Kemudian terdapat perbedaan
konsentrasi belajar. Teknik pengumpulan antara rata-rata (mean) durasi konsentrasi
data melalui observasi dan instrumen belajar anak autisme kelompok eksperimen
pengumpulan data yang digunakan adalah dengan rata-rata (mean) durasi kelompok
lembar observasi. kontrol pada saat posttest dengan
Data yang diperoleh, dianalisis menggunakan uji Independent Samples T
dengan menggunakan uji statistik Paired Test (p=0,014).
Samples T Test dan uji Independent Tabel 1
Perbedaan Rata-Rata (Mean) Durasi Konsentrasi
Samples T Test dengan menggunakan Belajar Anak Autisme Kelompok Eksperimen dan
Kontrol Pada Saat Pretest dan Posttest di SLB Negeri
bantuan paket program komputer pada taraf Jl. Kijang Lama Tanjungpinang Tahun 2012

signifikan 5% ( = 0,05). No. Kelompok Kelompok K


Res Eksperimen Kontrol E
Pretest Posttest Pretest Posttest
HASIL PENELITIAN 1. 86 144 157 146
2. 173 402 165 165
Pada tabel 1, dapat dilihat hasil
3. 198 491 177 173
analisis data-data durasi konsentrasi belajar 4. 246 518 228 209
kelompok eksperimen pada saat pretest dan 5. 267 555 238 232
Jumlah 970 2110 965 925
posttest menggunakan uji Paired Samples T Mean 194 422 193 185
Test menunjukkan bahwa ada perbedaan Hasil Paired Samples T Paired Samples T
Analisis Test: Test:
antara rata-rata (mean) durasi konsentrasi Statistik t = -5,186 t = 2,446
df = 4 df = 4
belajar pada kelompok eksperimen sebelum p value atau Sig. p value atau Sig.
terapi musik klasik Mozart (pretest) dengan (2-tailed) = 0,007 (2-tailed) = 0,071 p

rata-rata (mean) durasi konsentrasi belajar Keterangan:


P= Derajat kemaknaan
setelah terapi musik klasik Mozart
(posttest) dengan nilai signifikansi p=0,007
PEMBAHASAN
(lebih kecil dari 0,05), sedangkan pada
Dari hasil analisis menggunakan uji Paired
kelompok kontrol menunjukkan bahwa
Samples T Test kelompok eksperimen pada
tidak ada perbedaan antara rata-rata (mean)
saat pretest dan posttest didapatkan hasil
durasi konsentrasi belajar pada kelompok
bahwa ada perbedaan antara rata-rata
kontrol sebelum terapi musik klasik Mozart
(mean) durasi konsentrasi belajar pada
(pretest) dengan rata-rata (mean) durasi
kelompok eksperimen sebelum terapi
konsentrasi belajar setelah terapi musik
musik klasik Mozart (pretest) dengan rata-

181
rata (mean) durasi konsentrasi belajar perbedaan antara rata-rata (mean) durasi
setelah terapi musik klasik Mozart konsentrasi belajar pada kelompok kontrol
(posttest). Hal ini terbukti dari rata-rata sebelum terapi musik klasik Mozart
(mean) durasi konsentrasi belajar kelompok (pretest) dengan rata-rata (mean) durasi
eksperimen untuk sebelum terapi musik konsentrasi belajar setelah terapi musik
klasik Mozart (pretest) adalah 194 detik dan klasik Mozart (posttest). Dengan kata lain
rata-rata (mean) durasi konsentrasi belajar tidak terdapat peningkatan durasi
setelah terapi musik klasik Mozart konsentrasi belajar pada kelompok kontrol
(posttest) adalah 422 detik. Artinya bahwa yang tidak diberikan terapi musik. Hal ini
rata-rata setelah terapi musik klasik Mozart terbukti dari adanya penurunan rata-rata
lebih tinggi 2,17 kali dari pada rata-rata (mean) durasi konsentrasi belajar dari 193
sebelum terapi musik klasik Mozart. detik menjadi 185 detik. Tidak adanya
Dengan kata lain terjadi peningkatan yang perubahan yang signifikan dalam arti
signifikan dari durasi konsentrasi belajar konsentrasi responden tidak jauh berbeda
pada kelompok eksperimen yang walaupun telah dilakukan 2 kali
mendapatkan perlakuan terapi musik. pengukuran yaitu pengukuran pertama pada
Adanya penyembuhan konsentrasi saat pretest dan pengukuran kedua pada
belajar anak autisme akibat terapi musik saat posttest, membuktikan bahwa
sesuai dengan pendapat Aizid (2011:128- konsentrasi anak autisme memang sangat
129) yang menyatakan bahwa terapi musik rendah dan semakin memperkuat pendapat
diyakini dapat menjadi salah satu alternatif Howlin (1998) (cit Hotman, 2009:12), yang
untuk menyembuhkan gangguan autis. menyatakan bahwa konsentrasi anak autis
Dalam hal ini, musik berguna untuk melatih ditandai dengan fokus terhadap
auditori, menekan emosi, serta melatih pembelajaran yang hanya bertahan kurang
kontak mata dan konsentrasi anak. Jenis lebih 3 menit. Dimana jika pada hasil rata-
terapi ini merupakan salah satu alternatif rata (mean) tersebut kita perhitungkan
yang sangat baik bagi anak-anak maupun dalam satuan menit maka didapatkan bahwa
orang dewasa yang mengalami gangguan konsentrasi belajar kelompok kontrol pada
pertumbuhan, komunikasi belajar, saat pretest hanya bertahan 3 menit 13 detik
keterbelakangan mental, dan autisme. sedangkan pada saat posttest hanya 3 menit
Sedangkan dari hasil analisis 5 detik.
menggunakan uji Paired Samples T Test Konsentrasi yang rendah pada anak
kelompok kontrol pada saat pretest dan autisme dalam penelitian ini mungkin
posttest didapatkan hasil bahwa tidak ada disebabkan oleh kelainan pada otaknya.

182
Seperti sejumlah penelitian yang dilakukan rata-rata (mean) durasi konsentrasi belajar
oleh para pakar autis, dimana telah kelompok kontrol dengan kelompok
disepakati bahwa dijumpai suatu kelainan eksperimen adalah 1:2,28 yang artinya
pada otak anak autis. Dugaan tentang bahwa durasi konsentrasi belajar anak
adanya kelainan otak pada anak autis ini autisme kelompok eksperimen 2,28 kali
dinyatakan juga oleh 17 penelitian yang lebih tinggi dari pada kelompok kontrol
dilakukan di sepuluh pusat penelitian, setelah mendapatkan terapi musik.
antara lain di Kanada, Perancis dan Jepang Dengan adanya perbedaan
yang melibatkan 250 penyandang autisme konsentrasi antara kelompok yang
dimana pada kebanyakan dari mereka diberikan terapi musik dengan yang tidak
ditemukan pengecilan pada daerah diberikan terapi musik membuktikan bahwa
cerebellum yang menyebabkan kacaunya terapi musik efektif dalam meningkatkan
lalu lalang impuls di otak. Cerebellum konsentrasi anak autisme. Efektivitas terapi
bukan saja mengatur keseimbangan, tapi musik klasik Mozart dalam meningkatkan
juga ikut berperan dalam proses sensorik, konsentrasi belajar pada penelitian ini,
berfikir, daya ingat, belajar, berbahasa dan sesuai dengan kajian teori pada bab
juga perhatian (Ningsih, 2008:3). sebelumnya dimana Campbell (2002:10-
Berdasarkan uji Independent 11) dalam bukunya “Effect Mozart”
samples T Test antara kelompok memakai ungkapan ini untuk mencakup
eksperimen dan kelompok kontrol pada saat berbagai fenomena seperti kemampuan
posttest maka diketahui bahwa ada musik Mozart untuk meningkatkan
perbedaan rata-rata (mean) durasi kesadaran ruang dan kecerdasan untuk
konsentrasi belajar antara kelompok beberapa waktu, kekuatannya untuk
eksperimen dengan rata-rata (mean) durasi meningkatkan konsentrasi dan kemampuan
konsentrasi belajar kelompok kontrol bicara pada pendengarnya, kecenderungan
setelah terapi musik klasik Mozart. Adanya untuk memungkinkan lompatan cukup jauh
perbedaan ini dibuktikan dari perbedaan dalam keterampilan membaca dan
rata-rata (mean) durasi konsentrasi belajar berbahasa dikalangan anak-anak yang
antara kelompok eksperimen dan kelompok menerima instruksi musik secara teratur,
kontrol, dimana rata-rata (mean) durasi dan luar biasa meningkatnya skor SAT di
konsentrasi belajar kelompok eksperimen kalangan para siswa yang gemar menyanyi
adalah 422 detik dan untuk kelompok atau memainkan alat musik.
kontrol adalah adalah 185 detik. Apabila Selain itu, hal ini juga sejalan
kita perbandingkan, maka perbandingan dengan penelitian yang dilakukan oleh

183
Azbell dan Laking (2006) (cit Hotman, pengolahan data yang telah dilakukan dan
2009:28), yang mengungkapkan bahwa disajikan dalam bentuk tabel pada bab
klien dengan gangguan autis didapati emosi sebelumnya.
menjadi lebih stabil serta kecemasannya Berdasarkan pembahasan di atas,
berkurang hampir 50% setelah mendapat maka diketahui bahwa konsentrasi anak
terapi musik. Emosi yang stabil serta autisme yang ada di tempat penelitian sama
kecemasan yang berkurang dapat dengan konsentrasi yang ada di teori
meningkatkan konsentrasi belajar pada dimana rata-rata durasi konsentrasi anak
anak autis. Hasil penelitian-penelitian autisme sebelum diberikan terapi musik
tersebut dapat menerangkan bahwa musik adalah rendah yaitu sebesar 194 detik.
klasik memiliki pengaruh positif dan Sedangkan setelah diberikan terapi musik
signifikan terhadap konsentrasi dan emosi selama 15 sesi dan setiap sesinya selama 10
seseorang. Selain itu, vibrasi yang menit durasi konsentrasi anak autisme
dihasilkan musik mempengaruhi secara meningkat signifikan menjadi 422 detik.
fisik, sedangkan harmoni yang dihasilkan Hal ini membuktikan bahwa terapi musik
mempengaruhi secara psikis. Padahal fisik klasik Mozart memang mempunyai
dan psikis memiliki hubungan yang timbal pengaruh yang signifikan dalam
balik. Dengan menggunakan musik meningkatkan durasi konsentrasi belajar
keadaan fisik dan psikis seseorang dapat anak autisme. Selain itu pada penelitian ini,
dipengaruhi. Jika vibrasi dan harmoni guru dan sebagian besar orang tua
musik yang digunakan tepat, pendengar responden menyatakan bahwa anak mereka
akan merasa nyaman. Jika pendengar dapat belajar lebih baik dan lebih lama
merasa nyaman ia akan merasa tenang. Jika setelah mendengarkan musik klasik Mozart.
ia merasa tenang metabolisme tubuhnya Dengan adanya hasil penelitian ini,
akan berfungsi maksimal. Jika metabolisme maka telah membuktikan bahwa
tubuhnya berfungsi maksimal ia akan kemampuan konsentrasi belajar responden
merasa lebih bugar, sistem pertahanan kelompok eksperimen yang diberikan terapi
tubuhnya akan bekerja lebih sempurna, dan musik klasik Mozart menjadi lebih baik dari
kemampuan kreatifnya akan berkembang sebelumnya sedangkan kelompok kontrol
lebih baik. Adanya peningkatan konsentrasi yang tidak diberikan terapi musik klasik
anak autisme telah terbukti berdasarkan Mozart tidak mengalami perbaikan dalam
perolehan durasi konsentrasi secara hal konsentrasinya. Sehingga dapat ditarik
keseluruhan baik pada pelaksanaan pretest kesimpulan bahwa mendengarkan musik
maupun posttest dan hasil analisis dari klasik Mozart efektif dalam meningkatkan

184
durasi konsentrasi belajar anak autisme. pengaruh yang positif bagi anak
Dengan kata lain, hipotesis alternatif (Ha) penyandang autisme.
pada bab sebelumnya yang menyatakan
bahwa ”Terapi Musik Klasik Mozart dapat Saran
Meningkatkan Durasi Konsentrasi Belajar Penulis menyarankan agar: 1) Terapi musik
pada Anak Autisme di Sekolah Luar Biasa klasik Mozart ini dapat ditindaklanjuti di
(SLB) Negeri Tanjungpinang Tahun 2012” sekolah yang bersangkutan (SLB Negeri Jl.
terbukti benar dari hasil penelitian. Kijang Lama Tanjungpinang) sebagai
media intervensi dan program terapi tetap,
KESIMPULAN DAN SARAN khususnya bagi anak penyandang autisme
Kesimpulan untuk dapat mengoptimalkan konsentrasi
Pada penelitian ini dapat disimpulkan dalam belajarnya. 2) Pihak orang tua dapat
bahwa: 1) Ada perbedaan yang signifikan melanjuti terapi musik dan melakukan
antara rata-rata (mean) durasi konsentrasi secara rutin selama di rumah sebagai
belajar pada kelompok eksperimen sebelum program relaksasi musik untuk dapat
terapi musik klasik Mozart (pretest) dengan meningkatkan konsentrasi anak autisme
rata-rata (mean) durasi konsentrasi belajar dalam belajar maupun dalam mengerjakan
setelah terapi musik klasik Mozart aktivitas sehari-hari. 3) Bagi institusi
(posttest). 2) Tidak ada perbedaan antara kesehatan dan keperawatan, diharapkan
rata-rata (mean) durasi konsentrasi belajar hasil penelitian ini dapat disosialisasikan
pada kelompok kontrol sebelum terapi lebih lanjut kepada masyarakat untuk
musik klasik Mozart (pretest) dengan rata- dijadikan alternatif atau komplementer
rata (mean) durasi konsentrasi belajar dalam pemberian terapi pada anak autisme
setelah terapi musik klasik Mozart sehingga anak autisme dapat hidup dengan
(posttest). 3) Ada perbedaan rata-rata normal di masyarakat. 4) Peneliti
(mean) durasi konsentrasi belajar antara selanjutnya yang ingin mengangkat
kelompok eksperimen dengan rata-rata penelitian serupa disarankan agar lebih
(mean) durasi konsentrasi belajar kelompok mempertimbangkan soal waktu pemberian
kontrol setelah terapi musik klasik Mozart, terapi musik dan dapat memberikan
sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa perlakuan setiap hari secara rutin tanpa
mendengarkan musik klasik Mozart efektif terputus agar pemberian terapi menjadi
dalam meningkatkan durasi konsentrasi lebih efektif dan perubahan yang terjadi
belajar anak autisme dan memberikan lebih tampak. Selain itu diharapkan
kedepannya dapat melaksanakan penelitian

185
dengan jumlah sampel yang lebih besar lagi Djohan, (2006). Terapi Musik: Teori dan
agar hasil penelitian menjadi lebih optimal Aplikasi. Yogyakarta:
dan dapat digeneralisasikan. Galangpress.

DAFTAR PUSTAKA ______. (2005). Psikologi Musik.


A’la, Miftahul, (2010). Tips Asah Yogyakarta: Best Publisher
Ketajaman Konsentrasi Belajar
Anak Setajam Silet. Jogjakarta: Fajar, dkk, (2009). Statistika untuk Praktisi
FlashBooks Kesehatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Aizid, Rizem, (2011). Sehat dan Cerdas
dengan Terapi Musik. Jogjakarta: Familia, Tim Pustaka, (2010). Warna-
Laksana. Warni Kecerdasan Anak dan
Pedampingannya. Yogyakarta:
Campbell, Don, (2002a). Efek Mozart Bagi Kanisius.
Anak-Anak: Meningkatkan Daya
Pikir, Kesehatan, dan Kreativitas Hakim, Thursan, (2003). Mengatasi
Anak Melalui Musik. Jakarta: PT Gangguan Konsentrasi. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama. Puspa Swara.

------- (2002b), Efek Mozart: Hidayat, Alimul Aziz, (2009). Metode


Memanfaatkan Kekuatan Musik Penelitian Keperawatan dan
untuk Mempertajam Pikiran, Teknik Analisa Data. Jakarta:
Meningkatkan Kreativitas, dan Salemba Medika.
Menyehatkan Tubuh. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. Mulyadi, Kresno, (2011). Autism Is
Treatable. Jakarta: PT Elex Media
Christie, dkk, (2011). Langkah Awal Komputindo.
Berinteraksi dengan Anak Autis.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Najmah, (2011). Managemen dan Analisa
Utama. Data Kesehatan: Kombinasi Teori
dan Aplikasi SPSS. Yogyakarta:
Djamarah, Syaiful Bahri, (2008). Psikologi Nuha Medika.
Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

186
Notoatmodjo, Soekidjo, (2010). Sardiman, (2006). Interaksi dan Motivasi
Metodologi Penelitian Kesehatan. Belajar Mengajar. PT
Jakarta: PT Rineka Cipta. RajaGrafindo Persada: Jakarta.

Nursalam, (2010). Konsep dan Penerapan Sarwono, Jonathan, (2012). Mengenal SPSS
Metodologi Penelitian Ilmu Statistics 20 (Aplikasi untuk Riset
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Eksperimental). Jakarta: PT Elex
Tesis, dan Instrumen Penelitian Media Komputindo.
Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika. Satiadarma, Monty. P & Roswiyani P.
Zahra, (2004). Cerdas dengan
Peeters, Theo, (2009). Panduan Autisme Musik. Jakarta: Puspa Swara.
Terlengkap: Hubungan Antara
Pengetahuan Teoritis dan Sintowati, Retno, (2009). Autisme. Jakarta:
Intervensi Pendidikan Bagi PT Sunda Kelapa Pustaka.
Penyandang Autis. Jakarta: Dian
Rakyat. Subini, Nini, (2011). Mengatasi Kesulitan
Belajar Pada Anak. Jogjakarta:
Prasetyono, d.s, (2008). Serba-serbi Anak Javalitera.
Autis (Autisme dan Gangguan
Psikologis Lainnya).Yogyakarta: Syarifudin, (2010). Panduan TA
Diva Press. Keperawatan dan Kebidanan
dengan SPSS. Yogyakarta:
Priyatna, Andri, (2010). Amazing Autism: Grafindo Litera Media.
Memahami. Mengasuh, dan
Mendidik Anak Autis. Jakarta: PT Veskarisyanti, Galih. A, (2008). 12 Terapi
Elex Media Komputindo. Autis Paling Efektif & Hemat
untuk Autisme, Hiperaktif, dan
Priyatno, Duwi, (2010). Paham Analisa Retardasi Mental. Yogyakarta:
Statistik Data dengan SPSS. Pustaka Anggrek.
Yogyakarta: Mediakom.
Walgito, Bimo, (2002). Pengantar
Psikologi Umum. Yogyakarta :
Andi.

187
Yuwono, Joko, (2009). Memahami Anak Ningsih, Ike Sulistia, (2008). Efektivitas
Autistik (Kajian Teoritik dan Terapi Musik untuk
Empirik). Bandung: Alfabeta. Mengoptimalkan Fungsi Sensori
Integrasi pada Anak Autis di Pusat
Aulia, Apriani Nur, (2010). Aplikasi Terapi Terpadu A-Plus Malang,
Ergonomi Mengenai Evaluasi dalam http://lib.uin-malang.ac.id,
Terapi Musik Bagi Perkembangan di akses tanggal 04 Oktober 2011
Kognitif Anak Autis, dalam pukul 16.00 WIB
http://digilib.its.ac.id, diakses
tanggal 10 November 2011 pukul Nurrachmat, Devia Indah, (2010).
13.00 WIB Mengatasi Konsentrasi Belajar
Penyandang Autis Tingkat
Hadi, Edia Yanwar, (2010). Efektivitas Asperger Melalui Belajar Piano
Pendekatan Relaksasi Melalui di Elsa Musik Studio, dalam
Musik Instrumental Berirama http://Repository.Upi.Edu, di
Tenang untuk Meningkatkan akses tanggal 20 November 2011
Durasi Konsentrasi pukul 17.00 WIB
Anak ADHD pada Kegiatan
Mewarnai Gambar (Studi Ryan, Febryansyah, (2010). Artikel Anak
Eksperimen Single Subject Khusus, dalam
Research terhadap Siswa http://wartawarga.gunadarma.ac.i
ADHD kelas IV SDLB C di SLB d, di akses tanggal 06 Oktober
Pambudi Dharma I Kota Cimahi, 2011 pukul 11.30 WIB
dalam http://repository.upi.edu.id,
diakses tanggal 13 Desember 2011 Sumekar, Inggin, (2007). Pengaruh Terapi
pukul 19.00 WIB Musik Klasik Terhadap
Kemampuan Berbahasa pada
Jody, (2010). Meningkatnya Kasus Autis Anak Autis di Pusat Terapi
Pada Anak, Terpadu A Plus Jalan Imam
dalam www.dradio1034fm.or.id, Bonjol Batu, dalam http://lib.uin-
di akses tanggal 04 Oktober 2011 malang.ac.id, di akses tanggal 04
pukul 15.00 WIB Oktober 2011 pukul 16.30 WIB

188
Tanjung, Rona Marisca, (2010). 3 Dosen Program Studi Ilmu
Kebahagiaan Saudara Kandung Keperawatn STIKES Hang Tuah
Anak Autis, dalam Tanjungpinang
http://etd.eprints.ums.ac.id, di
akses tanggal 09 Oktober 2011
pukul 20.30 WIB

Tanjung, Zahro s, (2010). Pentingkah


Konsentrasi dalam Belajar?,
dalam http://edukasi.
kompasiana.Com, di akses tanggal
17 Februari 2012 pukul 09.30 WIB

Yuliasari, Eka, (2010). Pengaruh


Pemberian Terapi Musik Klasik
(Mozart) Terhadap Peningkatan
Daya Ingat Anak Autisme di
Rumah Autis Bekasi Tahun 2010,
dalam http://library.upnvj. ac.id, di
akses tanggal 09 Oktober 2011
pukul 21.00 WIB

Hotman, Dion, (2009). Peningkatan


Konsentrasi Belajar Membaca dan
Berhitung Anak Autis dengan
Terapi Musik Klasik. Skripsi
PSIK-UNRI, Pekan Baru.

1 Mahasiswa S1 Keperawatan Hang


Tuah Tanjungpinang.
2 Dosen Program Studi Ilmu
Keperawatn STIKES Hang Tuah
Tanjungpinang.

189
Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dan Petugas Kesehatan Dengan

Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kelurahan Kota Baru Wilayah Kerja

Puskesmas Teluk Sebong Kabupaten Bintan Tahun 2012.

Wasis Pujiati1, Lidya Maulina2

ABSTRAK

Jumlah lansia di Indonesia menduduki rangking ke-4 di dunia dengan jumlah lansia 24 juta jiwa yang belum
mendapat perhatian secara optimal.Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional, dengan
menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu simple Random Sampling,dengan jumlah sampel 109 lansia
dengan menggunakan instrumen berupa kuisioner dan analisa dilakukan secara univariat dan bivariat kemudian
ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian didapatkan ada hubungan antara dukungan
sosial keluarga dengan pemanfaatan posyandu lansia di Kelurahan Kota Baru, menggunakan uji chi-square dengan
hasil p value=0,001. Sementara, hasil penelitian didapatkan ada hubungan antara dukungan petugas kesehatan
dengan pemanfaatan posyandu lansia di Kelurahan Kota Baru,dengan hasil P value=0,002. diharapkan kepada
keluarga untuk selalu memberi motivasi dan meluangkan waktu menemani lansia dalam memanfaatkan posyandu
lansia. Serta peran petugas kesehatan berpengaruh memotivasi lansia untuk memanfaatkan posyadu lansia dengan
melakukan kegiatan pemeriksaan kesehatan, senam lansia, serta kunjungan rumah Sehingga, lansia termotivasi
untuk memanfaatkan posyandu lansia sebagai pelayanan kesehatan untuk memantau status kesehatan secara
optimal.

Kata kunci: Pemanfaatan posyandu lansia, dukungan sosial keluarga dan petugas kesehatan.

ABSTRACT

Total population of elderly in Indonesia ranks 4th in the world with 24 million elderly are much less attention
optimally .The purpose of this study to determine the relationship of social support for families and health workers
with the utilization of the posyandu elderly of Kota Baru in Health centers area Teluk Sebong Bintan regency in
2012.This study used cross-sectional study design, using a sampling technique that is simple random sampling, a
sample of 109 elderly. an instrument in the form of questionnaires and analysis carried out unvaried and bivariet
and then displayed as a frequency distribution table.The study found no association between social support for
families with posyandu elderly in Kota Baru, using chi-square test with the p value = 0.001. Meanwhile, the
research found no relationship between support for the utilization of health care workers with elderly people in
posyandu elderly of Kota Baru, with the p value = 0.002. Expected to motivate the family take the time to
accompany the elderly and the use of posyandu elderly. Meanwhile health workers motived the elderly to take
advantage of posyadu elderly by conducting health checks, exercise elderly, as well as home visits to elderly people
who have health problems. Thus, older adults are motivated to take advantage in the posyandu elderly as health
care for optimal health status monitor.

Keywords: posyandu elderly Utilization, family social support and health workers.

PENDAHULUAN khususnya balita, wanita usia subur,


Posyandu atau pos pelayanan maupun lansia. Kegiatan posyandu lansia
terpadu merupakan program Puskesmas yang berjalan dengan baik akan memberi
melalui kegiatan peran serta masyarakat kemudahan bagi lansia dalam mendapatkan
yang ditujukan pada masyarakat setempat, pelayanan kesehatan dasar, sehingga
190
kualitas hidup masyarakat di usia lanjut Penelitian ini dilakukan untuk
tetap terjaga dengan baik dan optimal mengetahui Hubungan Dukungan Sosial
(Komite Nasional Lansia, 2010). Keluarga dan Petugas Kesehatan Dengan
Penyuluhan dan sosialisasi tentang Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kelurahan
manfaat posyandu lansia perlu terus Kota Baru Wilayah Kerja Puskesmas Teluk
ditingkatkan dan perlu mendapat dukungan Sebong Tahun 2012.
berbagai pihak, baik keluarga, pemeritah
maupun masyarakat itu sendiri. Menurut BAHAN DAN METODE PENELITIAN
data dari Dinas Kesehatan Kabupaten penelitian ini menggunakan desain
Bintan (Januari-September 2011) data penelitian cross-sectional. Teknik
kehadiran lansia ke pelayanan kesehatan pengambilan sampel menggunakan teknik
dan kegiatan lansia terendah berdasarkan sampling acak sederhana (Simple Random
wilayah kerja Puskesmas di Kabupaten Sampling). Populasi dalam penelitian ini
Bintan adalah puskesmas Teluk Sebong adalah lansia yang berada di Kelurahan
yang mempunyai persentase kehadiran Kota Baru, wilayah kerja Puskesmas Teluk
terendah dibandingkan dengan puskesmas Sebong Kabupaten Bintan tahun 2012,
lainnya yang berada di Kabupaten Bintan dengan jumlah lansia 150 orang. Variabel
dengan persentase kehadiran 20,7%, dari dependen pada penelitian ini adalah
jumlah 611 Lansia. dari data yang pemanfaatan posyandu lansi dan variabel
diperoleh, kehadiran terendah terdapat di independen adalah dukungan sosial
Kelurahan Kota Baru di Kecamatan Teluk keluarga dan dukungan petugas kesehatan.
Sebong. Faktor-faktor yang menyebabkan Kriteria inklusi penelitian ini sebagai
masyarakat berkunjung ke posyandu, bisa berikut 1) Seluruh lansia yang terdaftar
berasal dari dalam dan luar diri individu, sebagai anggota posyandu lansia di
faktor dukungan keluarga mempunyai Kelurahan Kota Baru wilayah kerja
pengaruh yang besar dalam kehidupan Puskesmas Teluk Sebong, 2) Bersedia
lansia, karena merasa memperoleh menjadi responden.
dukungan keluarga, secara emosional
karena merasa diperhatikan, mendapat
saran atau kesan yang menyenangkan pada HASIL PENELITIAN
dirinya dan perilaku suatu kegiatan atau
aktifitas yang dapat diamati maupun tidak.

191
Tabel 1.1 Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kelurahan
Kota Baru Tahun 2012.

Dukungan Keluarga Pemanfaatan Total OR P-


Posyandu Lansia 95% value

Tidak
Aktif Aktif

n %
N % n %

Kurang 75 84,3 14 15,7 89 100 6,548


2,2-18,7 0,001
Baik 9 45 11 55 20 100

Total 84 77,1 25 22,9 109 100

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan dengan pemanfaatan posyandu lansia di


bahwa dari 89 responden yang mendapat Kelurahan Kota Baru Wilayah Kerja
dukungan keluarga kurang, diantaranya ada Puskesmas Teluk Sebong Kabupaten
sebanyak 75 (84,3%) responden dengan Bintan Tahun 2012.
pemanfaatan posyandu lansia tidak aktif Hasil analisis diperoleh pula hasil nilai
dan 14 (15,7%) responden dengan OR=6,548 artinya responden yang
pemanfaatan posyandu lansia aktif. mendapat dukungan sosial keluarga kurang
Sedangkan dari 20 responden yang mempunyai peluang 6,5 kali tidak aktif
mendapat dukungan keluarga dalam pemanfaatan posyandu lansia
baik,diantaranya ada sebanyak 9 (45%) dibanding responden yang mendapat
responden dengan pemanfaatan posyandu dukungan sosial keluarga baik.
lansia tidak aktif dan 11 (55%) responden Instrumen yang digunakan dalam
dengan pemanfaatan posyandu lansia aktif. pengumpulan data adalah kuesioner.
Hasil uji chi square diperoleh nilai p Analisis data dalam penelitian ini
=0,001. Hal ini menunjukan adanya menggunakan Chi Square dengan nilai
perbedaan proporsi dalam pemanfaatan kemaknaan p=0,05.
posyandu lansia aktif antara responden
yang mendapatkan dukungan sosial
keluarga baik dengan responden yang
mendapat dukungan sosial keluarga kurang.
Maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara dukungan sosial keluarga

192
Tabel 1.2 Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Pemanfaatan Posyandu Lansia di Kelurahan
Kota Baru Tahun 2012

Dukungan Keluarga Pemanfaatan Posyandu Lansia Total OR p-value


95%
Tidak Aktif Aktif

n %
N % n %

Kurang 77 82,8 16 17,2 93 100 6,188


2,01-19,06 0,002
Baik 7 43,8 9 56,3 16 100

Total 84 77,1 25 22,9 109 100

193
Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan dibanding responden yang mendapat
bahwa dari 93 responden yang mendapat dukungan petugas kesehatan baik
dukungan petugas kesehatan kurang, diperhatikan. Karena kesibukan tersendiri,
diantaranya ada sebanyak 77 (82,8%) anggota keluarga jarang meluangkan
responden dengan pemanfaatan posyandu waktunya jika jadwal pelayanan posyandu
lansia tidak aktif dan 16 (17,2%) responden tiba.
dengan pemanfaatan posyandu lansia aktif.
Sedangkan dari 16 responden yang PEMBAHASAN
mendapat dukungan petugas kesehatan Hubungan dukungan sosial keluarga
baik, diantaranya sebanyak 7 (43,8%) dengan pemanfaatan posyandu lansia di
responden dengan pemanfaatan posyandu Kelurahan Kota Baru Wilayah Kerja
lansia tidak aktif dan 9 (56,3%) responden Puskesmas Teluk Sebong Kabupaten
dengan pemanfaatan Bintan Tahun 2012.
posyandu lansia tidak aktif dan 9 (56,3%) Hasil analisis diperoleh bahwa ada
responden dengan pemanfaatan posyandu hubungan antara dukungan sosial keluarga
lansia aktif. dengan pemanfaatan posyandu lansia di
Hasil uji chi square diperoleh nilai p Kelurahan Kota Baru Wilayah Kerja
=0,002. Hal ini menunjukan adanya Puskesmas Teluk Sebong Kabupaten
perbedaan proporsi dalam pemanfaatan Bintan Tahun 2012.
posyandu lansia aktif antara responden dukungan sosial keluarga dan pemanfaatan
yang mendapatkan dukungan petugas posyandu lansia di Kelurahan Kota Baru
kesehatan baik dengan responden yang adalah dikarenakan dari 109 responden
mendapat dukungan petugas kesehatan lansia sebagian besar kurang mendapat
kurang. Maka, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial keluarga sebanyak 89
ada hubungan antara dukungan petugas responden (81,7%). Kurangnya dukungan
kesehatan dengan pemanfaatan posyandu sosial keluarga dapat terjadi dari anggota
lansia di Kelurahan Kota Baru Wilayah keluarga seperti anak, istri maupun suami.
Kerja Puskesmas Teluk Sebong Kabupaten Kurangnya dukungan ini terjadi karena
Bintan Tahun 2012. kurangnya kepedulian keluarga dalam
Hasil analisis diperoleh pula hasil nilai memotivasi lansia untuk memanfaatkan
OR=6,188 artinya responden yang posyandu lansia.
mendapat dukungan petugas kesehatan Hubungan dukungan petugas kesehatan
kurang mempunyai peluang 6,1 kali tidak dengan pemanfaatan posyandu lansia di
aktif dalam pemanfaatan posyandu lansia Kelurahan Kota Baru Wilayah Kerja

194
Puskesmas Teluk Sebong Kabupaten kesehatan di posyandu lansia. Seharusnya
Bintan Tahun 2012. para lansia berupaya memanfaatkan adanya
Hasil analisis diperoleh bahwa posyandu tersebut sebaik mungkin, agar
hubungan antara dukungan petugas kesehatan para lansia dapat terpelihara dan
kesehatan dengan pemanfaatan posyandu terpantau secara optimal.
lansia di Kelurahan Kota Baru Wilayah Nugroho (2008) mengemukakan bahwa,
Kerja Puskesmas Teluk Sebong Kabupaten peran serta para lansia juga harus didukung
Bintan Tahun 2012. Adanya hubungan oleh peran serta petugas kesehatan yang
antara dukungan petugas kesehatan dengan mengunjungi posyandu lansia tersebut.
pemanfaatan posyandu lansia di Kelurahan
Kota Baru adalah dikarenakan dari 109 KESIMPULAN
responden lansia sebagian besar kurang Berdasarkan hasil penelitian yang
mendapat dukungan petugas kesehatan dilakukan kepada 109 responden lansia di
sebanyak 93 responden (85,3%). posyandu lansia Kelurahan Kota Baru pada
Kurangnya dukungan petugas kesehatan bulan Februari-Maret 2012, maka peneliti
dikarenakan kurangnya peran aktif petugas dapat menarik kesimpulan bahwa: 1)
dalam memotivasi lansia dalam distribusi frekuensi responden yang
memanfaatkan posyandu lansia dengan memiliki dukungan sosial keluarga baik
Melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat adalah 18,3%responden sedangkan
meningkatkan kesehatan lansia seperti responden yang memiliki dukungan sosial
senam lansia, rekreasi maupun kunjungan keluarga kurang adalah 81,7% responden,
petugas kerumah para lansia yang kurang 2) distribusi frekuensi responden yang
aktif memanfaatkan posyandu lansia. Selain memiliki dukungan petugas kesehatan baik
itu, kurangnya sarana dan prasarana seperti adalah 14,7% responden sedangkan
alat pemeriksaan gula darah, pemeriksaan responden yang memiliki dukungan
urine,pemeriksaan kadar kolesterol dan petugas kesehatan kurang adalah 85,3%
lainnya, juga menjadi salah satu responden, 3) hasil pengolahan
penghambat keaktifan lansia dalam menggunakan uji chi square diperoleh nilai
memanfaatkan pelayanan posyandu lansia. p=0,001. Oleh karena nilai p<0,005
Kesinambungan tujuan antara petugas (0,001<0,005), maka ada hubungan antara
kesehatan dengan lansia, sangat dukungan sosial keluarga dengan
berpengaruh. Karena semakin baik motivasi pemanfaatan posyandu lansia di Kelurahan
kerja dari petugas kesehatannya, semakin Kota Baru Wilayah Kerja Puskesmas Teluk
besar pula tercapainya tujuan pelayanan Sebong Kabupaten Bintan Tahun 2012, 4)

195
hasil pengolahan menggunakan uji chi kelengkapan alat pemeriksaan gula darah,
square diperoleh nilai p=0,002. Oleh pemerikasaan urine dan pemeriksaan
karena nilai p<0,005 (0,001<0,005), maka kolesterol secara rutin maupun berkala. 2)
ada hubungan antara dukungan petugas bagi Keluarga Lansia, Perlu
kesehatan dengan pemanfaatan posyandu ditingkatkannya dukungan keluarga dalam
lansia di Kelurahan Kota Baru Wilayah memotivasi lansia dalam memanfaatkan
Kerja Puskesmas Teluk Sebong Kabupaten posyandu lansia, dengan Meningkatkan
Bintan Tahun 2012. kepedulian terhadap kesehatan lansia,
terutama dalam memanfaatkan posyandu
SARAN sebagai pelayanan kesehatan bagi lansia
Dari hasil penelitian ini peneliti yang rutin dilakukan setiap bulannya,
menyarankan agar: 1) bagi petugas Meluangkan waktu untuk memperhatikan
kesehatan, Perlu ditingkatkannya peran masalah yang dialami lansia, mengenai
petugas dalam memotivasi lansia dalam masalah kesehatan fisik maupun psikologis
memanfaatkan posyandu lansia dalam lansia, 3) bagi peneliti selanjutnya agar
upaya peningkatan taraf kesehatan lansia, penelitian selanjutnya dilakukan dengan
dengan meningkatkan penyuluhan menggunakan metode penelitian dengan
berkaitan dengan masalah kesehatan dalam metode case control, dan variabel yang
pelayanan posyandu lansia sehingga dapat lebih kompleks seperti variabel yang
mengerti pada masalah kesehatan dan mempengaruhi pemanfaatan posyandu
memotivasi lansia untuk memanfaatkan lansia antara lain seperti, jarak tempuh
posyandu lansia, dengan cara melakukan lansia menuju posyandu, kualitas pelayanan
kegiatan puskesmas keliling ke rumah kesehatan serta lokasi posyandu.
lansia, terutama lansia yang mengalami
masalah kesehatan, mengadakan kegiatan DAFTAR PUSTAKA
dalam upaya peningkatan taraf kesehatan Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian
lansia seperti mengadakan senam lansia dan Suatu Pendekatan Praktek.
rekreasi bagi kelompok lansia, mengadakan Jakarta: Rineka Cipta.
kegiatan posyandu pada waktu yang tepat,
pada sore hari. Agar para lansia dapat hadir Dahlan, Sopiyudin. (2011). Statistik Untuk
tanpa mengganggu rutinitas dan aktifitas Kedokteran dan Kesehatan.
keluarga yang biasanya dilakukan pada pagi Jakarta : Salemba Medika.
hari, mengupayakan kelengkapan sarana
dan prasarana kesehatan seperti

196
Depkes RI. (2003). Pedoman Pengelolaan Lukluk, A.Zuyina dan Badiyah, Siti.
Kegiatan Kesehatan di Kelompok (2008). Psikologi Kesehatan.
Usia Lanjut. Jakarta: Depkes RI Jogjakarta : Mitra Cendikia.

Depsos. (2008). Mencapai Optimum Aging Niven, N. (2002). Psikologi Kesehatan :


pada Lansia. www.depsos.go.id. Pengantar untuk Perawat
On Profesional Kesehatan Lain Edisi
Line: 13 Desember 2011. Jam 23.19
WIB Noorkasiani, S.Tamher. (2009). Kesehatn
Usia Lanjut dengan Pendekatan
Dahlan, Sopiyudin. (2010). Besar Sampel Asuhan Keperawatan. Jakarta :
dan Cara PengambilanDalam Salemba Medika.
Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan. Jakarta : Salemba Notoatmodjo,Soekidjo. (2002). Metodelogi
Medika. Penelitian Kesehatan (Edisi
Revisi). Jakarta : Rineka Cipta.
Erviana, R. (2011). Gambaran
Pengetahuan Lansia tentang . (2005). Promosi
Posyandu Lansia di Kelurahan Kesehatan: Teori Dan
Tembeling Tanjung Wilayah Kerja Aplikasi. Jakarta: Rineka
Puskesmas Teluk Bintan Kabupaten Cipta.
Bintan. KTI-POLTEKES,
Tanjungpinang. . (2007). Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
Gunarsa, Singgih D. (2011). Psikologi Jakarta: Rineka Cipta.
Praktis : Anak, Remaja dan
Keluarga. Jakarta : Penerbit . . (2010). Metodelogi
Libri. Penelitian Kesehatan. Jakarta
: Rineka Cipta.
Kemenkes RI. (2011). Buku panduan Kader Nugroho. (2008). Keperawatan Gerontik
Posyandu. Jakarta: dan Geriatrik Edisi 3.Jakarta :
Kemenkes RI EGC

197
Mariam, Siti dkk. (2011). Mengenal Usia 2 Mahasiswa S1 Keperawatan Hang
Lanjut dan Perawatannya. Jakarta Tuah Tanjungpinang.
: Salemba Medika.

Pieter, Herri Zan & Lubis, Lumongga.


(2010). Pengantar Psikologi dalam
Keperawatan. Jakarta : Kencana.

Rakcmat,2004.DukunganSosial.www.duku
ngansosial.com. Online: 20
Oktober 2011. Jam 19.32 wib.
Smet,Bart. (2004). Psikologi Kesehatan.
Jakarta: PT.Gramedia Sindo
Syarifudin, B. (2010). Panduan
Keperawatan dan kebidanan
dengan SPSS. Yogyakarta:
Grafindo Litera Media.
Hardiko. (2007). Mengawal Kebutuhan
Sibuah Hati. Klaten : Cempaka
Putih.

Wahyono, Hesthi. (2010). Analisis Faktor-


faktor yang Mempengaruhi
Posyandu Lansia
digantungan Makamhaji.
FIK-UMY, Surakarta.

Walgito, B. (2003). Psikologi Sosial (Suatu


Pengantar) Edisi 3. Yogyakarta :
Andi Offset.

1 Dosen STIKES Hang Tuah


Tanjungpinang.

198
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TERHADAP

PEMBERIAN IMUNISASI DPT PADA BAYI UMUR 2 – 11 BULAN DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNGPINANG TAHUN 2012

Nazrika Febriyanti1Wasis Pujiati 2 Hotmaria Julia 3

ABSTRAK
Hingga kini imunisasi masih menjadi andalan dalam mengendalikan penyebaran berbagai penyakit
infeksi, khususnya penyakit yang banyak menjangkiti anak-anak. Menurut para pakar imunisasi dunia, sedikitnya
sebanyak 10 (sepuluh) juta jiwa dapat diselamatkan pada tahun 2006 melalui kegiatan imunisasi.Imunisasi DPT
adalah upaya untk mendapatkan kekebalan penyakit dengan cara memasukkan kuman difteri, pertusis tetanus yang
telah dilemahkan dan dimatikan kedalam tubuh, sehingga tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya
nanti digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit tersebut. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas
Tanjungpinang.Populasi penelitian adalah seluruh ibu yang memiliki bayi umur 2 – 11 bulan pada pemberian
imunisasi DPT di Puskesmas Tanjungpinang yang berjumlah 40 orang. Jika tingkat pengetahuan ibu tentang
imunisasi DPT baik atau tinggi, maka sikap ibu terhadap pemberian imunisasi DPT akan baik pula. Begitu juga
sebaliknya jika tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT buruk atau rendah, maka sikap ibu terhadap
pemberian imunisasi DPT akan buruk pula.

Kata kunci :Pengetahuan, Sikap, Pemberian Imunisasi DPT

ABSTRACT
Until now, immunization is still a mainstay in controlling the spread of various infectious diseases,
especially diseases that plague many children. Immunization experts say the world, at least 10 (ten) million lives
could be saved by 2006 through immunization. DPT is an effort to get sufficient immunity to the disease germs
entering difteri, pertussis tetanus that have been weakened and off the body, so the body can produce substances
that one day, anti the body uses to fight germs or seeds of disease. The research was conducted at the health center
Tanjungpinang. The study population was all mothers with infants aged 2-11 months on a DPT immunization at
the health center Tanjungpinang totaling 40 people. If the mother's level of knowledge about either DPT or higher,
then the mother's attitude toward the DPT immunization would be good too. Vice versa if the level of maternal
knowledge about immunization DPT bad or low, then the mother's attitude toward the DPT immunization would
be bad anyway

Key words:Knowledge, Attitude, Giving DPT Immunization

PENDAHULUAN
Hingga kini imunisasi masih menjadi tahun 2015 sebanyak 70 (tujuh puluh) juta
andalan dalam mengendalikan penyebaran jiwa anak-anak di negara miskin dapat
berbagai penyakit infeksi, khususnya diselamatkan dari penyakit-penyakit infeksi
penyakit yang banyak menjangkiti anak- yang umumnya menjangkiti mereka.
anak. Menurut para pakar imunisasi dunia, Pada tahun 2005 DEPKES RI menyatakan
sedikitnya sebanyak 10 (sepuluh) juta jiwa bahwa lebih dari 10 (sepuluh) juta balita
dapat diselamatkan pada tahun 2006 meninggal tiap tahun, dengan perkiraan 2,5
melalui kegiatan imunisasi.Bahkan hingga (dua setengah) juta meninggal (25%) akibat
199
penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin bayinya. Selebihnya, yaitu sebanyak 7
yang kini ada maupun yang terbaru. Oleh (tujuh) orang ibu tidak rutin memberikan
karena itu sangat jelas bahwa imunisasi imunisasi DPT 1-3 pada bayinya. Ibu bayi
sangat penting untuk mengurangi seluruh mengatakan bahwa jika bayinya mengalami
kematian anak.Dalam era globalisasi dan demam, bayinya tersebut tidak dibawa lagi
komunikasi tanpa batas, yang berdampak ke Puskesmas untuk mendapatkan
pada peningkatan kerentanan dalam imunisasi DPT selanjutnya. Begitu pula
penyebaran penyakit, membuat peran dengan pengetahuan dan sikap ibu terhadap
imunisasi semakin vital (DEPKES RI, pemberian imunisasi DPT pada bayinya
2006). sangat kurang, yaitu kurang mengetahui apa
Hasil perolehan data yang didapat dari itu imunisasi DPT, manfaat, dan waktu
Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang pemberiannya.
tahun 2011, sasaran bayi yang akan
diimunisasikan DPT 1-3 yang paling rendah BAHAN DAN METODE
yaitu terdapat di Puskesmas Tanjungpinang PENELITIAN
dengan sasaran bayi sebanyak 1564 bayi. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan
Pada DPT-1 dengan jumlah sasaran bayi jenis penelitian deskritif dengan
sebanyak 1564 bayi dengan jumlah cakupan mengunakan pendekatan cross sectional
sebesar 1248 bayi (79,8%). Pada DPT-2 dimana penelitian ini memecahkan atau
dengan jumlah sasaran bayi sebanyak 1564 menjawab permasalahan yang ada pada saat
bayi dengan jumlah cakupan sebesar 1212 ini dan dikumpulkan secara sesaat, atau satu
bayi (77,5%). Pada DPT-3 dengan jumlah kali saja dalam satu kali waktu (dalam
sasaran waktu yang bersamaan).
bayi sebanyak 1564 bayi dengan cakupan Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal
sebesar 1192 bayi (76,2%).Berdasarkan 1 sampai 16 Mei tahun2012 , lokasi
data tersebut, antara pemberian DPT 1-3 penelitian di Puskesmas
mengalami penurunan. Tanjungpinang.Populasi penelitian ini
Berdasarkan survei yang dilakukan peneliti adalah seluruh ibu yang memiliki bayi umur
di Puskesmas Tanjungpinang dengan 2-11 bulan pada pemberian imunisasi DPT
melakukan observasi terhadap KMS (Kartu di Puskesmas Tanjungpinang yaitu
Menuju Sehat) yang dimiliki oleh 10 sebanyak 40 orang ibu.Sampel penelitian
(sepuluh) orang ibu didapatkan bahwa adalah sebagian dari keseluruhan objek
hanya 3 (tiga) orang ibu yang rutin yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
memberikan imunisasi DPT 1-3 pada populasi (Notoatmojo cit Setiadi,2007).

200
Sampel dari penelitian ini adalah ibu yang DPT. Variabel independent pada penelitian
mempunyai bayi umur 2-11 bulan pada ini adalahpengetahuan dan sikap. Alat
pemberian imunisasi DPT.Pada penelitian pengumpulan data yang di gunakan berupa
ini, peneliti mengunakan teknik Total instrument mengunakan kuesioner. Analisis
sampling. Variabel dependent pada data dalam penelitian ini menggunakan Chi
penelitian ini adalah pemberian imunisasi Square dengan nilai kemaknaan p=0,05.

HASIL PENELITIAN

Analisa Univariat
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Pemberian Imunisasi DPT Pada
Bayi Umur 2-11 Bulan Di Wilayah Kerja PuskesmasTanjungpinang
Tahun 2012

Pengetahuan Frekuensi Persentase


Buruk 26 63.4
Baik 14 34.1
Total 40 97.6

Berdasarkan Tabel 5.4 menunjukkan dan yang mempunyai tingkat pengetahuan


bahwa sebagian besar mempunyai tingkat buruk 26 responden (63,4%).
pengetahuan baik 14 responden (34,1%)

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Ibu Terhadap Pemberian Imunisasi DPT Pada Bayi Umur 2-11
Bulan Di Wilayah Kerja PuskesmasTanjungpinang
Tahun 2012

Sikap Frekuensi Persentase


Buruk 27 65.9
Baik 13 31.7
Total 40 97.6

Berdasarkan Tabel 5.5 menunjukkan mempunyai sikap buruk 27 responden


bahwa sebagian besar mempunyai sikap (65,9%).
baik 13 responden (31,7%) dan yang

201
Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemberian Imunisasi DPT Pada Bayi Umur 2-11 Bulan Di Wilayah
Kerja Puskesmas Tanjungpinang
Tahun 2012

Pemberian Imunisasi Frekuensi Persentase


DPT
Tidak 22 53.7
Ya 18 43.9
Total 40 97.6

Berdasarkan Tabel 5.6 menunjukkan responden yang memberikan imunisasi


bahwa sebagian besar responden tidak DPT 18 (43,9%).
memberikan imunisasi DPT 22 (53,7%) dan

Analisa Bivariat
Tabel 5.7
Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap Pemberian Imunisasi DPT Pada Bayi Umur 2-11 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tanjungpinang
Tahun 2012

Pengetahuan Pemberian Imunisasi Jumlah OR HASIL


DPT 95%
Ya Tidak X2 ρ
F % F % F %
BURUK 8 30.8 18 69.2 26 100 5.625 6.078 0.021
BAIK 10 71.4 4 28.6 14 100
TOTAL 18 45.0 22 55.0 40 100

202
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui DPT pada bayi umur 2-11 bulan di wilayah
bahwa dari 40 responden terdapat 4 (28,6%) kerja Puskesmas Tanjungpinang. Nilai odd
ibu memiliki tingkat pengetahuan baik tidak rasio diperoleh sebesar 5,625 mempunyai
memberikan imunisasi DPT, sedangkan ada arti bahwa responden dengan tingkat
18 (69,2%) ibu memiliki tingkat pengetahuan buruk memiliki tingkat
pengetahuan buruk tidak memberikan peluang sebesar 5,625 kali untuk tidak
imunisasi DPT pada bayi umur 2-11 bulan. memberikan imunisasi DPT pada bayi umur
Maka dapat disimpulkan bahwa ada 2-11 bulan.
hubungan antara tingkat pengetahuan
responden terhadap pemberian imunisasi
Tabel 5.8
Hubungan Sikap Ibu Terhadap Pemberian Imunisasi DPT Pada Bayi Umur 2-11 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Tanjungpinang
Tahun 2012

Sikap Pemberian Imunisasi Jumlah OR HASIL


DPT 95%
Ya Tidak X2 ρ
F % F % F %
BURUK 9 33.3 18 66.7 27 100 4.500 4.569 0.046
BAIK 9 69.2 4 30.8 13 100
TOTAL 18 45.0 22 55.0 40 100

Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui untuk tidak memberikan imunisasi DPT
bahwa dari 40 responden terdapat 4 (30,8%) pada bayi umur 2-11 bulan dibandingkan
ibu memiliki sikap baik tidak memberikan dengan responden yang memiliki sikap
imunisasi DPT, sedangkan ada 18 (66,7%) baik.
ibu memiliki sikap buruk tidak memberikan PEMBAHASAN
imunisasi DPT pada bayi umur 2-11 bulan. Analisa Univariat
Hasil uji statistik diperoleh nilai ρ-value 1. Tingkat Pengetahuan Ibu
sebesar 0,046, maka dapat disimpulkan Terhadap Pemberian Imunisasi DPT
bahwa ada hubungan antara sikap Pada Bayi Usia 2-11 Bulan
responden terhadap pemberian imunisasi Dari tabel 5.4 didapatkan bahwa tingkat
DPT pada bayi umu 2-11 bulan di wilayah pengetahuan ibu tentang pemberian
kerja Puskesmas Tanjungpinang. Nilai odd imunisasi DPT yang tertinggi adalah tingkat
rasio diperoleh sebesar 4,500 mempunyai pengetahuan buruk yaitu 26 (63,4%),
arti bahwa responden dengan sikap buruk sedangkan yang terendah adalah tingkat
memiliki tingkat peluang sebesar 4,500 kali pengetahuan baik yaitu 14 (34,1%).

203
Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh tertinggi adalah sikap buruk yaitu 27
faktor pendidikan formal. Pengetahuan (65,9%) sedangkan yang terendah adalah
sangat erat hubunganya dengan pendidikan, sikap baik yaitu 13 (31,7%). Sikap
dimana diharapkan bahwa dengan (attitude) merupakan konsep paling penting
pendidikan yang tinggi maka orang tersebut dalam psikologi sosial yang membahas
akan semakin luas pula pengetahuannya. unsur sikap baik sebagai individu maupun
Pengetahuan ibu tentang imunisasi akan kelompok.Menurut pandangan Bem
membentuk sikap positif terhadap kegiatan
imunisasi. Imunisasi tanpa didukung dalamSelf Perception Theory orang
dengan kesadaran masyarakat tidaklah akan bersikap positif atau negatif terhadap
berarti. Pengetahuan dapat menyangkut sesuatu obyek sikap dibentuk melalui
ilmu atau bahan yang luas atau sempit pengamatan pada perilaku dia
seperti fakta (sempit) dan teori (luas). sendiri.Berdasarkan hasil penelitian yang
Namun apa saja yang diketahui hanya didapatkan bahwa sikap buruk ibu
sekedar informasi yang dapat diingat saja dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan
(Notoatmodjo, 2003). sehingga kurangnya informasi yang didapat
Tingkat pengetahuan ibu dipengaruhi oleh mengenai pemberian imunisasi DPT.
beberapa hal, salah satu diantaranya adalah
pendidikan formal dari ibu. Berdasarkan 3. Pemberian Imunisasi DPT Pada Bayi
hasil penelitian yang didapatkan sebagian Usia 2-11 Bulan
besar pendidikan responden adalah SD Dari tabel 5.6 didapatkan bahwa pemberian
yaitu sebanyak 21 (51,2%) hal ini imunisasi DPT tertinggi yaitu responden
memungkinkan penerimaan informasi yang yang tidak memberikan umunisasi DPT
kurang serta tidak dapat mengingat yaitu 22 (53,7%) dan yang terendah adalah
informasi yang telah dipelajari. Dapat yang memberikan imunisasi DPT yaitu 18
dikatakan bahwa semakin rendah (43,9%). Pemberian vaksin DPT dilakukan
pendidikan seseorang semakin rendah pula tiga kali mulai bayi umur 2 bulan sampai 11
tingkat pengetahuan seseorang. bulan dengan interval 4 minggu.Pemberian
imunisasi DPT bertujuan untuk
2. Sikap Ibu Terhadap Pemberian memberikan kekebalan aktif terhadap
Imunisasi DPT Pada Bayi Usia 2-11 penyakit difteri, pertusis dan tetanus.
Bulan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
Dari tabel 5.5 didapatkan bahwa sikap ibu bahwa ibu-ibu tidak melakukan imunisasi
terhadap pemberian imunisasi DPT yang DPT. karena kurangnya informasi tentang

204
pemberian imunisasi DPT yaitu tanpa 2. Hubungan Sikap Ibu Terhadap
mengetahui apa itu manfaat dari imunisasi Pemberian Imunisasi DPT Pada
DPT, tujuan, dan waktu pemberian Bayi Umur 2-11 Bulan
imunisasi DPT. Dari tebel 5.8 didapatkan bahwa sikap ibu
berhubungan terhadap pemberian
Analisa Bivariat imunisasi DPT pada bayi umur 2-11 bulan
1. Hubungan Pengetahuan Ibu (ρ-value < α). Sikap (attitude)merupakan
Terhadap Pemberian Imunisasi DPT konsep paling penting dalam psikologi
pada Bayi Umur 2-11 Bulan sosial yang membahas unsur sikap baik
Dari tabel 5.7 didapatkan bahwa sebagai individu maupun
pengetahuan ibu berhubungan terhadap kelompok.Berdasarkan hasil penelitian
pemberian imunisasi DPT pada bayi umur yang didapatkan bahwa sikap buruk ibu
2-11 bulan (ρ-value < α).Tingkat dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan
pengetahuan ibu dipengaruhi oleh beberapa sehingga kurangnya informasi yang didapat
hal, salah satu diantaranya adalah mengenai pemberian imunisasi DPT.
pendidikan formal dari ibu. Pengetahuan
sangat erat hubunganya dengan pendidikan, KESIMPULAN
dimana diharapkan bahwa dengan Berdasarkan penelitian yang dilakukan
pendidikan yang tinggi maka orang tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa ada
akan semakin luas pula pengetahuannya. hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu
Berdasarkan hasil penelitian didapat 21 terhadap pemberian imunisasi DPT pada
(51,2%) responden berpendidikan SD, hal bayi umur 2-11 bulan sebagai berikut :
ini memungkinkan responden tidak dapat 1. Pengetahuan ibu terhadap pemberian
menerima informasi tentang pemberian imunisasi DPT pada bayi umur 2-11 bulan
imunisasi DPT secara baik. Meskipun dari hasil penelitian yang dilakukan adalah
pendidikan formal bukan satu-satunya buruk (63,4%).
sumber informasi untuk responden 2. Sikap ibu terhadap pemberian imunisasi
mempunyai pengetahuan yang baik namun DPT pada bayi umur 2-11 bulan dari hasil
hal ini akan sangat mempengaruhi perilaku penelitian yang dilakukan adalah buruk
seseorang. (65,9%).
Menurut Syafrudin (2008), pengetahuan 3. Pemberian imunisasi DPT dari hasil
yang setengah-setengah justru lebih penelitian yang dilakukan terdapat (53,7%)
berbahaya dari pada tidak yang tidak memberikan imunisasi DPT.
tahu sama sekali.

205
4. Pengetahuan ibu terhadap pemberian Diharapkan agar lebih mengembangkan
imunisasi DPT pada bayi umur 2-11 bulan penelitian yang lebih lanjut tentang sikap
ada hubungan dengan nilai ρ-value < α, ibu terhadap pemberian imunisasi DPT.
berarti H0 ditolak.
5. Sikap ibu terhadap pemberian imunisasi DAFTAR PUSTAKA
DPT pada bayi umur 2-11 bulan ada
Ali, Muhammad. (2010). Pengetahuan,
hubungan dengan nilai ρ-value, berarti H0
Sikap Dan Perilaku Ibu Bekerja
ditolak.
Dan IbuTidak Bekerja Tentang
Imunisasi. Jakarta: Universitas
SARAN
Sumatera Utara
Berdasarkan kesimpulan dari hasil
http://jurnalskripsi.com/20/11/201
penelitian diatas peneliti menyampaikan
1.14:00.
saran sebagai berikut:
1.Bagi Institusi Pendidikan
Azis, Asnan. (2011).Pentingnya Imunisasi
Institusi pendidikan hendaknya lebih
Pada Anak. Jakarta.
banyak menyediakan buku-buku tentang
http://www.scribd.com/doc/ASKE
imunisasi untuk memperluas pengetahuan
P-IMUNISASI/06/02/2012/16:00
mahasiswa dalam penelitian.
2.Bagi Masyarakat DEPKES.(2005). Pemberian Imunisasi

Diharapkan masyarakat dapat Pada

meningkatkan pengetahuan dan sikap Anak.www.depkes.go,id/28/11/20

terhadap pemberian imunisasi DPT karena 11.15:00.


pemberian imunisasi DPT sangat penting
. (2006). Pemberian Imunisasi
bagi bayi.
DPT.
3.Bagi Puskesmas
www.depkes.go,id/28/11/2011.14:
Diharapkan dapat lebih meningkatkan
30.
penyuluhan kesehatan kepada masyarakat
tentang pemberian imunisasi DPT, agar Donna, L.Wong. (2003). Keperawatan

ketidaktahuan masyarakat terhadap suatu Pediatrik Edisi 4. Jakarta: EGC

hal tentang imunisasi pada bayi dapat


Hidayat, A.Aziz. (2005). Pengantar Ilmu
terjawab, sehingga sikap terhadap
Keperawatan Anak 1. Jakarta:
pemberian imunisasi DPT pada bayi akan
EGC
semakin baik.
4.Peneliti Selanjutnya

206
Notoatmodjo, Soekidjo (2003). Metodologi Supartini, Yupi. (2004). Konsep Dasar
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Rineka Cipta.
Usman & Husaini.(2006). Manajemen
Nursalam & Ferry Efendi.(2008). Teori, Praktik dan Riset
Pendidikan Dalam Keperawatan. Pendidikan. Jakarta: PT bumi
Jakarta: Salemba Medika. aksara.

Proverawati, Atikah. (2010). Imunisasi dan Usman & Purnomo.(2006). Pengantar


Vaksinasi. Yogyakarta: Nuha Statitika edisi ke 2. Jakarta: PT
Medika. bumi aksara.

Renata. (2010). Hubungan Tingkat Wawan & Dewi.(2010). Teori dan


Pengetahuan Ibu Tentang Pengukuran Pengetahuan, Sikap
Imunisasi Polio Dengan Perilaku dan PerilakuManusia.
Pasca Pemberian Imunisasi Polio. Yogyakarta: Nuha Medika
Jakarta: Universitas Sumatera
Wilson, David. (2008). Buku Ajar
Utara.
Keperawatan Pediatrik Volume 1.
http://jurnalskripsi.com/02/05/201
Jakarta: EGC.
2.20:00

Wulan, Citra. (2010). Tingkat Pengetahuan


Riyadi, Sujono. (2009). Asuhan
Pengetahuan Ibu Tentang Efek
Keperawatan Pada Anak.
Samping Imunisasi DPT I Di
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Puskesmas Parijatah Kulon
Saryono.(2009). Metodologi Penelitian Kecaman SronoKabupaten
Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Banyuwangi. Jakarta: Universitas
Cendikia. Islam Syarif Hidayatullah
http://www.jurnalskripsi.com/25/1
Setiadi.(2007). Konsep dan Penulisan Riset
1/2011.20:00.
Keperawatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

Suharsimi, Arikunto. (2002). Prosedur


1 Mahasiswa S1 Keperawatan Hang
Penelitian Suatu Pendekatan
Tuah Tanjungpinang.
Praktek Edisi revisi V.
Yogyakarta: PT, Rineka Cipta.

207
2 Dosen Program Studi Ilmu
Keperawatn STIKES Hang Tuah
Tanjungpinang.
3 Dosen Program Studi Ilmu
Keperawatn STIKES Hang Tuah
Tanjungpinang

208
HUBUNGAN ANTARA MEROKOK DENGAN KEJADIAN INSOMNIA

PADA MAHASISWA LAKI-LAKI DI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI

INDONESIA TANJUNGPINANG TAHUN 2012

Risa Marshalia 1,Liza Wati 2,Irma Yuni 3

ABSTRAK

Insomnia adalah salah satu fenomena umum dalam gangguan pola tidur, salah satu faktor resiko terjadinya
gangguan pola tidur (insomnia) adalah kebiasaan merokok, dimana pada penelitian sebelumnya diperoleh data
bahwa seseorang yang memiliki kebiasaan merokok beresiko menderita insomnia. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui adanya hubungan antara merokok dengan kejadian insomnia pada mahasiswa laki-laki di
Sekolah Tinggi Teknologi Indonesia Tanjungpinang Tahun 2012.Desain penelitian ini menggunakan studi Croos-
sectional. Populasi di dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa laki-laki Sekolah Tinggi Teknologi Indonesia
yang berjumlah 388 orang, sedangkan jumlah sampelnya sebanyak 77 orang. Data yang digunakan adalah data
primer dan teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling.Analisis yang digunakan adalah Chi
Square dengan kejadian insomnia sebagai variabel dependen dan variabel independennya adalah merokok. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (53,2%) perokok sedang, dan sebagian besar responden
(63,6%) mengalami insomnia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
merokok dengan kejadian insomnia pada mahasiswa di Sekolah Tinggi Teknologi Indonesia Tanjungpinang yang
ditunjukkan hasil Uji Chi-square dengan nilai p value 0,044 (< 0,05).

Kata Kunci : Merokok,,Insomnia

ABSTRACK

Insomnia is one of the common phenomenon in disorders of sleep patterns, one of the factors of risk of interference
pattern of sleep (insomnia) is the habit of smoking, which in previous studies retrieved data that someone who has
a habit of smoking at risk of suffering from insomnia. The goal of this research is to know a connection between
smoking and incidence of insomnia on male students in the high school of Technology in southern Tanjungpinang
Indonesia year 2012 .This research study design using Cross-sectional. The population in this research is the entire
male freshman high school Technology Indonesia totalling 388 people, while the number of sample as much as 77
people. The Data used are the primary data and the sampling technique used is accidental sampling.The analysis
is used with Gen. Chi Square as the dependent variable and insomnia variable independennya is smoking .The
results showed that most respondents (53.2%) are smokers, and most of the respondents (63,6%) experiencing
insomnia. The results showed that there was a meaningful relationship between smoking with insomnia on students
in the high school of technology in southern tanjungpinang shown test results Chi-square with a value of p value
0,044 (< 0.05).

Keywords: Smoking, Insomnia

PENDAHULUAN dan Amerika Serikat. Padahal dari jumlah


Data dari WHO menyebutkan, penduduk, Indonesia berada di posisi ke-4
Indonesia dinobatkan sebagai negara yakni setelah China, India dan Amerika
dengan konsumsi rokok terbesar nomor 3 Serikat. Berbeda dengan jumlah perokok
setelah China dan India dan diatas Rusia Amerika yang cenderung menurun, jumlah

209
perokok Indonesia justru bertambah dalam pendahuluan yang dilakukan pada tanggal
9 tahun terakhir. Pertumbuhan rokok 02 Januari 2011 di Sekolah Tinggi
Indonesia pada periode 2000-2008 adalah Teknologi Indonesia Tanjungpinang
0.9 % per tahun (Nusantaranews, 2009). dengan metode wawancara diketahui 20
Sementara itu (Nasution, 2007) Mahasiswa adalah perokok aktif, dan
menyebutkan bahwa 20% dari total perokok sebagian dari itu 10 Mahasiswa mengalami
di Indonesia adalah remaja dengan rentang gejala gangguan sulit tidur (Insomnia).Dari
usia 15 hingga 21 tahun. Di Indonesia beberapa mahasiswa diketahui penyebab
prevalensi penderita insomnia mencapai mereka mengalami sulit tidur (insomnia)
70% paling sedikit seminggu sekali dan 30 karena faktor stress, sering bergadang
juta orang sulit tidur setiap malamnya disertai dengan kebiasaan merokok, tetapi
(Subandi, 2008). Penyebab gangguan sulit sebagian mahasiswa menganggap insomnia
tidur selain stres juga kebiasaan merokok, merupakan hal yang biasa terjadi, dan ada
banyak ditemukan dibelahan dunia yaitu juga yang merasa terganggu dengan
perilaku merokok yang sudah menjadi insomnia yang di alami mahasiswa.
kebiasaan bagi masyarakat di banyak Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik
negara. Merokok menyebabkan masalah untuk mengetahui tentang Merokok dan
tidur, salah satunya karena nikotin dalam Gangguan pola tidur Mahasiswa di Sekolah
rokok yang merupakan stimulan otak Tinggi Teknologi Indonesia. Dan alasan
(Widya, 2010). Menurut data dari IPKM tersebut menambah motivasi peneliti untuk
(Indeks Pembangunan Kesehatan melakukan penelitian yang berjudul “
Masyarakat) menyebutkan bahwa di Hubungan antara Merokok dengan
Provinsi KEPRI masalah perilaku merokok Kejadian Insomnia Pada Mahasiswa Laki-
menduduki urutan pertama di kota Laki di Sekolah Tinggi Teknologi
Tanjungpinang dengan persentase sebesar Indonesia kota Tanjungpinang Tahun 2012
29,66% dan diurutan kedua di kota Batam “.
sebesar 29,04% (IPKM,2010).Penelitian BAHAN DAN METODE PENELITIAN
sebelumnya pernah dilakukan di Desain penelitian ini menggunakan
Universitas Muhammadiyah Surakarta studi Croossectional. Populasi di dalam
diketahui mahasiswa laki-laki sebagai penelitian ini adalah seluruh mahasiswa
perokok aktif sebanyak 66,6% dari jumlah laki-laki Sekolah Tinggi Teknologi
30 mahasiswa laki-laki, 42% dari 30 Indonesia yang berjumlah 388 orang,
mahasiswa laki-laki mengalami gangguan sedangkan jumlah sampelnya sebanyak 77
sulit tidur (Dian,2010). Berdasarkan studi orang. Data yang digunakan adalah data

210
primer dan teknik sampling yang digunakan Indonesia 2) Mahasiswa yang bersedia di
adalah accidental sampling dan juga wawancarai 3) Mahasiswa yang bersedia
Analisis yang digunakan adalah Chi Square menjadi responden.
dengan kejadian insomnia sebagai variabel Instrumen yang digunakan dalam
dependen dan variable independennya pengumpulan data adalah kuesioner.
adalah merokok. Analisis data dalam penelitian ini
Kriteria Inklusi dalam penelitian adalah: menggunakan Chi Square.
1) Mahasiswa laki-laki yang masih aktif
study di Sekolah Tinggi Teknologi HASIL PENELITIAN
Tabel 5.4

Hubungan Antara Merokok Dengan Kejadian Insomnia Pada Mahasiswa Di Sekolah Tinggi

Teknologi Indonesia Tanjungpinang Tahun 2012

Kejadian Insomnia

Merokok Total Value

Insomnia Tidak x² p

Insomnia

F % F % F %

Perokok Berat 7 38.9 11 61.1 18 100

Perokok Sedang 29 70.7 12 29.3 41 100 6.229 0.044

Perokok Ringan 13 72.2 5 27.8 18 100

Total 49 63.6 28 36.4 77 100

211
Dari tabel 5.4 Hubungan antara mengalami insomnia (38.9%) dan yang
merokok dengan kejadian insomnia pada tidak mengalami insomnia dengan jumlah
mahasiswa laki-laki di Sekolah Tinggi 11 mahasiswa (61.1%), sedangkan perokok
Teknologi Indonesia menunjukkan bahwa sedang sebanyak 29 mahasiswa (70,7%)
Mahasiswa yang perokok berat dengan yang mengalami insomnia, dan yang tidak
jumlah 18 responden yang mengalami mengalami 12 mahasiswa (29,3%),
insomnia sebanyak 7 (38,9%) responden kemudian pada perokok ringan dengan
dan yang tidak insomnia sebanyak 11 jumlah 13 mahasiswa (72,2%) yang
(61,1%) responden. Mahasiswa yang mengalami insomnia dan yang tidak
perokok sedang dengan jumlah 41 mengalami insomnia hanya 5 mahasiswa
responden yang mengalami insomnia (27,8%). Dari hasil diatas dapat
sebanyak 29 (70,7%) responden dan yang disimpulkan bahwa mahasiswa perokok
tidak insomnia sebanyak 12 (29,3%) sedang dan ringan lebih banyak mengalami
responden. Sedangkan mahasiswa yang insomnia dibandingkan dengan yang
perokok sedang dengan jumlah 18 perokok berat. Berdasarkan hasil analisa
responden yang mengalami insomnia dengan menggunakan metode chi square
sebanyak 13 (72,2%) responden dan yang didapatkan hasil bahwa p value=0,044 yang
tidak insomnia sebanyak 5 (27,8%) artinya p value < 0,05 menunjukkan adanya
responden. Hasil uji statistik diperoleh nilai hubungan proporsi antara variabel
p=0.044 (p≤0.05), maka disimpulkan independent dan variabel dependent,
bahwa ada hubungan antara merokok dengan kata lain Ho ditolak. Sehingga
dengan kejadian insomnia pada mahasiswa ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan
di Sekolah Tinggi Teknologi Indonesia antara merokok dengan kejadian insomnia.
Tanjungpinang Tahun 2012. Hal ini sejalan dengan penelitian Punjabi
dkk (2002) seperti yang diungkapkan
PEMBAHASAN
Prasadja (2009) bahwa pada perokok usia
Hubungan Merokok dengan muda atau perokok pemula cenderung
kejadian Insomnia di Sekolah Tinggi mengalami insomnia akibat efek menagih
Teknologi Indonesia Tanjungpinang dari rokok yang tak tertahankan.Hal ini
Tahun 2012 mendukung dengan penelitian sebelumnya
Aisya (2010) yang menyatakan bahwa
Berdasarkan hasil penelitian pada
terdapat hubungan yang signifikan antara
tabel 5.4 didapatkan hasil bahwa pada
beratnya kebiasaan merokok dengan derajat
perokok berat hanya 7 mahasiswa yang
insomnia. Perokok ternyata membutuhkan

212
waktu lebih lama untuk tertidur dibanding masih mengantuk saat bangun tidur pada
orang yang tidak merokok. Secara teoritis, perokok adalah 4 kali lipat dibandingkan
nikotin akan hilang dari otak dalam waktu orang yang tidak merokok (Prasadja,2009).
30 menit. Tetapi reseptor di otak seorang
KESIMPULAN
pecandu seolah menagih nikotin lagi,
sehingga mengganggu proses tidur. Pada Berdasarkan dari hasil penelitian
pecandu akut yang baru mulai kecanduan yang telah dilakukan, maka dapat
rokok, selain lebih sulit tidur, mereka juga disimpulkan hal-hal sebagai berikut :1.
dapat terbangun oleh keinginan kuat untuk Sebagian besar responden (53,2%) adalah
merokok setelah tidur kira-kira 2 jam. perokok sedang 2. Sebagian besar
Setelah merokok mereka akan sulit untuk responden (63,6%) adalah insomnia 3. Ada
tidur kembali karena efek stimulan dari hubungan antara merokok dengan kejadian
nikotin. Saat tidur, proses ini akan berulang insomnia pada mahasiswa di Sekolah
dan ia terbangun lagi untuk merokok Tinggi Teknologi Indonesia Tanjungpinang
sedangkan pada tahap lanjut, perokok Tahun 2012.
mengalami gangguan kualitas tidur yang
SARAN
dipicu oleh efek ‘menagih’ dari kecanduan
nikotin. Adapun saran yang dapat diberikan
berkaitan dengan penelitian ini adalah
Punjabi, dkk (2006) yang meneliti
sebagai berikut :
efek nikotin pada pola tidur seseorang.
Perokok ternyata membutuhkan waktu 1. Bagi Sekolah Tinggi Teknologi
lebih lama untuk tertidur dibanding orang Indonesia, Perguruan tinggi merupakan
yang tidak merokok. Mereka jadi sulit tidur. sarana pendidikan yang efektif bagi
Pada penelitian selanjutnya yang mahasiswa untuk itu diharapkan adanya
dipublikasikan pada Februari 2008, Punjabi sosialisasi dari pihak instansi untuk
dan kawan-kawan lebih menyoroti efek bekerjasama dengan pihak instansi
kecanduan rokok pada pola tidur. Secara kesehatan tentang bahayanya merokok bagi
teoritis, nikotin akan hilang dari otak dalam kesehatan agar dapat meminimalkan
waktu 30 menit. Tetapi reseptor di otak kebiasaan merokok pada mahasiswa. 2.
seorang pecandu seolah ‘menagih’ nikotin Bagi Instansi Pendidikan, Sehubungan
lagi, sehingga mengganggu proses tidur. dengan adanya penelitian ini tentang
Dari penelitian tersebut didapatkan, jumlah hubungan merokok dengan kejadian
orang yang melaporkan rasa tak segar atau insomnia dapat memberikan informasi

213
dengan mengadakan pendidikan kesehatan Depkes RI (2009). Advokasi Sebagai Alat
atau penyuluhan tentang merokok dengan Perubahan, Pusat Kesehatan
kejadian insomnia hal ini juga terkait Kerja,Jakarta. Online : Pada
dengan permasalahan rokok dengan Tanggal 25/03/2011.
insomnia di Sekolah Tinggi Teknologi
Indonesia Tanjungpinang. 3. Bagi Peneliti Dian, (2010). Hubungan Perilaku Merokok
Lain, Dalam penelitian ini membahas dan Stres dengan Insomnia Pada
tentang hubungan antara merokok dengan Mahasiswa Fakultas Ilmu
kejadian (insomnia). Diharapkan bagi Kesehatan Universitas
peneliti lain agar dapat dijadikan bahan Muhammadiyah Surakarta.
pertimbangan untuk mengadakan penelitian Surakarta.http/www.jurnalskripsi.c
terkait kebiasaan merokok dan insomnia om/20/10/2011
dengan efek negative lain yang mungkin
ditimbulkan. Hanun, Mukhlidah, (2011). Mengenal
Sebab-Sebab, Akibat-Akibat, dan
DAFTAR PUSTAKA Cara Terapi Insomnia. Jakarta:
Flash Books
Adesla, Veronica. (2009). Gejala-gejala
Insomnia. www.e – psikologi.com.
Hidayat, AA, (2009). Pengantar
Online: 20 Mei 2012. Jam 10.00
Kebutuhan Dasa Manusia (Aplikasi
WIB
Konsep,dan Proses Keperawatan).
Jakarta : Salemba Medika
Alghifari, Abu. (2003). Remaja Korban
Mode. Bandung : Mujahid
Jhony, (2009). Hubungan Perilaku
Merokok dengan Insomnia Pada
Ali, Zaidin, (2010). Pengantar Metode
Remaja
Statistik Untuk Keperawatan.
Desa Kenduren. Jogyakarta:
Jakarta:Cv Trans Infomedia, hal 11
http/www.jurnalskripsi.com.8/12/2
011
Asmadi, (2008). Teknik Prosedural
Keperawatan (Konsep dan Aplikasi
Joewana, Satya, (2006). Psikopatologi
Kebutuhan Dasar Klien). Jakarta :
Insomnia, Cermin Dunia
Salemba Medika
Kedokteran

214
No.53, www.kalbe.co.id. Online: Anonim, (2009). 10 Negara dengan Jumlah
20/8/2011. Jam 14.00 WIB Perokok Terbesar di Dunia.
http://nusantaranews.wordpress.com
Kusmana, Dede. (2007). Rokok Dan /2009/05/31/10.On Line:
Kesehatan Jantung, Pusat Jantung 28/12/2011. Jam 13.00 WIB
Nasional
Harapan kita. Diambil Pada Tanggal Potter & Perry, (2005) . Buku Ajar
17 Desember 2009. Fundamental Keperawatan :
Konsep,Proses, dan Praktik,
Lumbantobing. (2004). Gangguan tidur. vol.1,E/4. Jakarta : Buku Kedokteran
Jakarta : Fakultas Kedokteran EGC
Universitas
Indonesia.www.yahoo.co.id. Prasadja, Andreas, ( 2006). Kesehatan
Online:20/08/2011. Jam 14.30 WIB Tidur dan Kebiasaan Merokok.
http://sleepclinicjakarta.tblog.com.
Maman, (2009). Teori Perilaku Merokok, Online: 6/01/2011.
www.yahoo.co.id. Online: 20/8/2011.
Jam 14.20 WIB Qimi. 20 Juni (2009). Gangguan Pola
Tidur. http://www.kaltimpost.co.id.
Matsum, Iwan, (2008). Determinan Online: 6 /03/2011. Jam 13.00 WIB.
Perilaku, www.yahoo.co.id. Online:
22/September/2011. Jam 22.00 WIB Riawita, J.K. (2009). Pengaruh kopi dan
rokok terhadap gangguan tidur
Mu’tadin, Zainun, (2002). Remaja Dan insomnia. Skripsi. FK. Unisula
Rokok, www.e-psikolgi.com. Online:
28/12/2011. Jam 16.00 WIB Rosy, (2010). Hubungan Antara Tingkat
Kecemasan dengan Insomnia Pada
Notoatmodjo, Soekidjo, (2010). Mahasiswa Keperawatan Sebelum
Metodologi Penelitian Kesehatan. Menghadapi Praktik Klinik di
Jakarta: Rineka Cipta Rumah Sakit. Muhammadiyah
Surakarta.http/www.jurnalskripsi.co
Notoatmodjo, Soekidjo, (2007). Promosi m/20/10/2011
Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
Jakarta: Rineka Cipta

215
Sanchi, (2009). Kesehatan Tidur dan
Kebiasaan Merokok. 1 Mahasiswa S1 Keperawatan Hang Tuah
http://sleepclinicjakarta.tblog.com/p Tanjungpinang.
ost/1969996595. Online: 25/02/2011 2 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatn
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang.
Setiadi , (2007). Konsep dan penulisan riset 3 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatn
keperawatan. Yogyakarta: Graha STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
ilmu

Soamole, Iqbal. (2006). Hubungan Antara


Sikap Terhadap Merokok Dengan
Kebiasaan Merokok Pada Remaja .
Skripsi S1. UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG 2006.
www.google.com.
Online:12/02/2011

Syah, Tantur. (2008). Merokok Dan


Masalahnya, www.yahoo.co.id. On
line: Pada Tanggal 16/10/ 2011.

Syarifudin, B, (2010). Panduan


keperawatan dan kebidanan dengan
SPSS. Yogyakarta: Grafindo Litera
Media.

Sugeng, Hariyadi. (1997). Perkembangan


Peserta Didik. Semarang. IKIP
Semarang.

Waney, Agnes Tineke. (2008). Saatnya


Lepas dari jeratan Rokok,
www.medicastore.com.Online: Pada
Tanggal 12/02/ 2011
216
HUBUNGAN ANTARA PERAN ORANG TUA DENGAN

KEMANDIRIAN ANAK RETARDASI MENTAL USIA 7-12 TAHUN DI

SDLB NEGERI KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2012

Riza Wardini 1 , Wasis Pujiati 2, Meily Nirnasari 3

ABSTRAK

Salah satu hambatan perkembangan seorang anak adalah tunagrahita atau yang sering dikenal dengan istilah
retardasi mental atau cacat mental. Di provinsi KEPRI masalah kecacatan mental menduduki urutan pertama di
kota Tanjungpinang dengan persentase sebesar 7,55 % . Data persemester di SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa)
Negeri Kota Tanjungpinang menyatakan bahwa setiap tahunnya jumlah anak retardasi mental selalu mengalami
peningkatan. Populasi penelitian ini adalah seluruh anak retardasi mental usia 7-12 tahun yang berjumlah 56 orang
di SDLB Negeri Kota Tanjungpinang. Sampel yang diambil total sampling. Analisis data menggunakan uji
statistik chi square (χ²). Berdasarkan hasil analisis hubungan antara peran orang tua dengan kemandirian anak
retardasi mental usia 7-12 tahun di SDLB Negeri kota Tanjungpinang Tahun 2012 diperoleh nilai P 0,022 karena
P lebih besar dari 0,05, maka Ho ditolak, sehingga menunjukkan adanya hubungan antara peran orang tua dengan
kemandirian anak retardasi mental usia 7-12 tahun di SDLB Negeri Kota Tanjungpinang Tahun 2012.Diharapkan
para guru agar dapat mengajarkan hal-hal yang dapat meningkatkan kemandirian anak retardasi mental terutama
dalam hal kecerdasan emosi, dan penyesuaian diri anak retardasi mental selama berada di sekolah, dan bagi kedua
orang tuanya sebagai pendorong dalam kehidupannya kelak.

Kata kunci: Peran Orang Tua, Kemandirian Anak Retardasi Mental

ABSTRACK

One obstacle to the development of a child is Tunagrahita, sometimes referred to as mental retardation or mental
disability. In the province of Riau mental disabilities ranked first in the city Tanjungpinang with a percentage of
7.55%. Data persemester in SDLB (Extraordinary Primary School) City State Tanjungpinang states that each year
the number of mentally retarded children are always on the increase. This type of correlational study with a cross
sectional study design. The study population was all mentally retarded children aged 7-12 years, amounting to 56
people in the City State SDLB Tanjungpinang. Samples taken total sampling. Statistical data analysis using chi
square test (χ ²) Based on the analysis of the relationship between the role of older people with mental retardation
independence of children aged 7-12 years in the State SDLB Tanjungpinang In 2012 the city obtained a P value
of 0.022 for P greater than 0.05, then Ho is rejected, suggesting a link between the role of parents independence
of children with mental retardation aged 7-12 years in City State SDLB Tanjungpinang 2012.Expected teachers
to teach things that can increase the child's independence, especially in the case of mental retardation, emotional
intelligence, and the adjustment of the mentally retarded child while in school, and for both parents as a driving
force in later life.

Key words: The Role of Parents, Mental Retardation Children Independence

PENDAHULUAN
Undang – undang No.4/1997 cacat adalah setiap orang yang mempunyai
menyebutkan tentang penyandang cacat, kelainan fisik dan atau mental, yang dapat
Pasal I menyebutkan bahwa penyandang menggangu atau merupakan hambatan

217
baginya untuk melakukan kegiatan secara tersebut, selain itu juga diperlukan
selayaknya, yang terdiri dari penyandang pemahaman yang mendalam mengenai
cacat fisik, penyandang cacat mental, serta pribadi anak.Dengan kesabaran dan
penyandang cacat fisik dan mental (ganda) pemahaman pribadi anak, orang tua dapat
(Komite Hak-Hak Anak, 2008). membantu anak memiliki kepercayaan diri
Lombanotobing (2001), sehingga anak mampu menyesuaikan diri
berpendapat bahwa retardasi mental adalah dengan lingkungan.Oleh sebab itu,
suatu keadaan perkembangan mental yang diperlukan penanganan khusus dan
terhenti atau tidak lengkap, ditandai oleh keterlibatan orang tua agar anak retardasi
adanya kelemahan (impairment) mental dapat berkembang secara optimal
keterampilan atau kecakapan (skills) selama (bisono, 2003).
masa perkembangan sehingga berpengaruh Penelitian ini dilakukan untuk
pada semua tingkat intelegensia, yaitu mengetahui Hubungan Antara Peran Orang
kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan Tua Dengan Kemandirian Anak Retardasi
sosial. Mental Usia 7-12 Tahun di SDLB Negeri
Di provinsi KEPRI sendiri masalah Kota Tanjungpinang Tahun 2012.
kecacatan mental menduduki urutan
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
pertama di kota Tanjungpinang dengan
Penelitian ini menggunakan metode
persentase sebesar 7,55 % (IPKM, 2010).
deskriptif korelasi dengan pendekatan
Menurut data persemester di SDLB
cross-sectional. Penelitian ini bertujuan
(Sekolah Dasar Luar Biasa) Negeri Kota
untuk menelaah hubungan antara dua
Tanjungpinang, tahun pelajaran 2009-2010
variabel pada situasi atau
yang mengalami retardasi mental sebanyak
sekelompok objek untuk melihat hubungan
82 anak (57,34%), dan pada tahun 2010-
antara variabel satu dengan yang lain .
2011 jumlah siswa yang mengalami
Dalam penelitian ini populasi adalah semua
retardasi mental mengalami peningkatan
orang tua yang memiliki anak retardasi
sebanyak 85 anak (57,82%), kemudian pada
mental usia 7-12 tahun di SDLB Negeri
tahun 2011-2012 anak yang mengalami
Tanjungpinang dengan total jumlah 56
retardasi mental meningkat kembali
orang. Teknik sampling yang digunakan
jumlahnya menjadi 91 anak (56,53%) (SLB
pada penelitian ini yaitu teknik sampling
Negeri Tanjungpinang).
jenuh atau Total Sampling.Instrumen yang
Orang tua yang mempunyai anak
digunakan dalam pengumpulan data adalah
cacat fisik atau mental memerlukan
kuesioner. Analisis data dalam penelitian
kesabaran dalam membimbing anak

218
ini menggunakan Chi Square dengan nilai
kemaknaan p=0,05.
HASIL PENELITIAN
Tabel 5.4

Hubungan Peran Orangtua Dengan Kemandirian Anak Retardasi Mental Usia 7-12 Tahun Di SDLB Negeri Kota

Tanjungpinang Tahun 2012

Peran Kemandirian Anak Jumlah OR X2 P

Orang Retardasi Mental 95% Value

Tua Tidak Mandiri CI

Mandiri F %

F % F %

Tidak- 24 68,6% 11 31,4% 35 100% 4,364 5,246 0,022

Baik

Baik 7 33,3% 14 66,7% 21 100%

Jumlah 31 55,4% 25 44,6% 56 100%

219
Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa mandiri dan ketergantungan pada orang
sebagian besar orang tua yang perannya lain.
tidak baik memiliki anak retardasi mental Lingkungan keluarga secara
tidak mandiri sebanyak 68,6%, tetapi juga langsung berpengaruh dalam
dijumpai yang memiliki anak retardasi mendidik seorang anak karena pada saat
mental yang mandiri sebanyak 31,4%. lahir dan untuk masa berikutnya yang
Hasil olah data menggunakan uji chi square cukup panjang anak memerlukan bantuan
dan ρ value 0,022. Oleh karena nilai ρ lebih dari keluarga dan orang lain
kecil dari α 0,05 (Ho ditolak) maka dapat untuk melangsungkan hidupnya (Nelson,
disimpulkan bahwa ada hubungan antara 2000). Keluarga yang mempunyai
peran orang tua dengan kemandirian anak anak retardasi mental akan memberikan
retardasi mental usia 7-12 tahun di SDLB suatu perlindungan yang berlebihan pada
Negeri kota Tanjungpinang tahun 2012. anaknya. Semakin bertambahnya umur
anak retardasi mental maka para orang tua
PEMBAHASAN harus mengadakan penyesuaian terutama
Adanya hubungan antara peran dalam pemenuhan kebutuhan anak tersebut
orang tua dengan kemandirian anak sehari-harinya. Agar nantinya mereka tidak
retardasi mental di SDLB Negeri Kota mempunyai ketergantungan yang
Tanjungpinang Tahun 2012 menunjukkan berkepanjangan
bahwa subjek yang diteliti memiliki peran sehinggaakanmenimbulkan permasalahan
tidak baik dalam memandirikan anak baik mengenai isolasi sosial yang tidak
retardasi mental. Hal ini sesuai dengan yang menyenangkan (Soetjiningsih cit
dikatakan Soetjiningsih bahwa perhatian Veskarisyanti,2008). Peran orang tua akan
dan kedekatan orang tua sangat mempengaruhi perkembangan kemandirian
mempengaruhi keberhasilan anak dalam anak. Orang tua yang terlalu banyak
mencapai apa yang diinginkan. Anak melarang tanpa penjelasan yang rasional
memerlukan kasih sayang dan perlakuan dapat menghambat perkembangan
yang adil dari orang tuanya. Tapi, kasih kemandirian anak.Sebaliknya orang tua
sayang yang diberikan secara berlebihan yang menciptakan suasana aman dalam
akan mengarah memanjakan, bahkan dapat interaksi keluarga dapat mendorong
menghambat dan mematikan kelancaran perkembangan dan kemandirian
perkembangan kepribadian anak. anak (Nursalam, 2008).
Akibatnya anak menjadi manja, kurang Hal ini sangat sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Darwis, 2010, yang

220
menyatakan adanya hubungan peran orang Berdasarkan hasil penelitian hubungan
tua dengan tingkat kemandirian anak antara peran orang tua dengan kemandirian
retardasi mental usia 10-14 tahun di SDLB anak retardasi mental usia 7-12 tahun di
Prof. DR. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SDLB Negeri Kota Tanjungpinang Tahun
SH Kota Jambi Tahun 2010. 2012 yang dimulai pada bulan Maret 2012
Setiap orang tua yang menjadi subjek terhadap 56 responden.
penelitian ini mengaku mereka melakukan 1. Sebagian besar responden berusia
pengawasan yang berlebihan terhadap anak 20-35 tahun yaitu 39 orang (69,6%).
mereka dengan alasan bahwa anak mereka 2. Sebagian besar responden
berbeda dengan anak normal lainnya. berpendidikan terakhir SD dan
Orang tua tidak memberi kesempatan SLTA yaitu 19 orang (33,9%).
kepada anak mereka untuk dapat 3. Sebagian besar responden
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, pekerjaannya swasta yaitu 27 orang
sifat ketergantungan yang dimiliki anak (48,2%).
mereka selama berada di rumah dan di 4. Sebagian besar responden perannya
sekolah membuat mereka tidak mempunyai sebagai orang tua memiliki peran
kesempatan dalam mengembangkan pola tidak baik yaitu 35 orang (62,5%).
kemandirian diri mereka.Dikaitkan dengan 5. Sebagian besar responden memiliki
penelitian ini maka hubungan peran orang anak retardasi mental yang tidak
tua terhadap anak mereka yang menderita mandiri yaitu 31 orang (55,4%).
retardasi mental sangatlah penting. Adanya Hasil statistik menunjukkan bahwa orang
pengawasan berlebihan yang diberikan tua mempunyai peran yang penting untuk
orang tua kepada anaknya akan sangat kemandirian anak retardasi mental usia 7-
menjadikan anak memiliki rasa 12 tahun di SDLB Negeri Kota
ketergantungan kepada orang tuanya salah Tanjungpinang Tahun 2012.
satunya dalam mengembangkan potensi
kemandirian yang dimiliki oleh seorang SARAN
anak. Dalam kasus ini anak retardasi mental 1. Bagi SDLB Negeri Kota
berusia 7-12 tahun yang masih amat sangat Tanjungpinang
bergantung dengan orang tuanya. Dalam kehidupan sehari-hari di sekolah
hendaknya ada kelas khusus dimana para
KESIMPULAN DAN SARAN guru mengajarkan keterampilan pokok
KESIMPULAN terutama keterampilan hidup mandiri, dan
diharapkan agar anak dapat menerapkannya

221
didalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dan juga diharapkan agar para orang tua
walaupun anak tersebut mengalami dapat memberikan kepercayaan kepada
kekurangan dari segi kognitif, dia tetap anak mereka dalam pengembangan
dapat bertahan dalam kemandiriannya dengan lingkungan karena
lingkungannya.diharapkan sumber daya peran kedua orang tua sebagai pendorong
guru di SDLB lebih ditingkatkan, dan dalam kehidupan anak-anak mereka kelak.
menambah jumlah tenaga pengajar.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Studi ini hanya meneliti aspek peran orang
1. Bagi Instansi Pendidikan
tua saja terhadap kemandirian
Dapat digunakan sebagai referensi kepada
anak.Diharapkan ruang lingkup penelitian
mahasiswa tentang peran orang tua
ini lebih luas, maka dalam penelitian
terhadap kemandirian anak retardasi
selanjutnya perlu diteliti juga faktor-faktor
mental.Hendaknya mahasiswa dapat
eksternal lainnya yang lebih dominan dalam
mengembangkan penelitian mengenai anak
memandirikan anak retardasi mental. Perlu
berkebutuhan khusus dalam segala aspek
dilakukan penelitian serupa dengan
yang dapat menghambat mereka dalam
memasukkan variabel-variabel yang lain
menyesuaikan diri dengan lingkungan
dan dapat digunakan sebagai referensi.
mereka.Peneliti merasa saat mendapat
materi keperawatan anak belum
DAFTAR PUSTAKA
mendapatkan pengajaran yang memadai,
Balitbang Depkes.(2010). Riset Kesehatan
peneliti berharap kedepannya instansi
Dasar. Jakarta. Hal 174.
pendidikan dapat menambah dan
melengkapi materi keperawatan anak
Darwis. (2011). Hubungan Peran Orang
terutama anak dengan berkebutuhan
Tua Dengan Tingkat Kemandirian
khusus.
Anak Retardasi Mental Usia 10-14
Tahun di SDLB Prof. Dr. Sri
2. Bagi Orang Tua
Soedewi Masjchun Sofwan, SH
Penelitian ini dapat menjadi masukan untuk
Jambi Tahun 2010. Akper Telanai
para orang tua yang memiliki anak retardasi
Bhakti, Jambi.
mental. Orang tua dan pendidik di harapkan
dapat saling bekerja sama untuk membantu
Dinsos Kota Tanjungpinang, (2009).Data
anak dalam mengembangkan
tidak dipublikasikan.
kemandiriannya selama berada di sekolah,

222
Provinsi Tanjungpinang, (2010). Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi
Data tidak dipublikasikan. Kesehatan dan Ilmu
Perilaku.Jakarta : Rineka Cipta.
Dirjen Kemenkes RI. (2010). Pedoman
Pelayanan Kesehatan Anak di (2010). Metodologi
Sekolah Luar Biasa Penelitian Kesehatan.Jakarta :
(SLB).www.gizikia.depkes.go.id. Rineka Cipta.
Diakses pada tanggal 26 Oktober
2011. Jam 11.09 WIB. Nursalam, (2003).Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
Fadhli, Aulia. (2010). Buku Pintar Keperawatan. Jakarta : Salemba
Kesehatan Anak.Yogyakarta : Medika. hal 93-106.
Pustaka Anggrek. hal 33.
Riyadi, Sujono & Sukarmin.(2009). Asuhan
Geniofam.(2010). Mengasuh & Keperawatan Pada Anak.
Mensukseskan Anak Berkebutuhan Yogyakarta : Graha Ilmu. Hal 39-
Khusus.Yogyakarta : Graha ilmu. 40.

Kemenkes RI .(2010). Indeks Rusydian Noor. (2002). Studi Tentang


Pembangunan Kesehatan Peran Orang Tua Dalam
Masyarakat. Jakarta. hal 37-39. Memandirikan Anak Retardasi
Mental Sedang Di SDLBN Keraton
Mangunsong, F. (2009).Psikologi dan Martapura. Fakultas Kedokteran
pendidikan anak berkebutuhan Universitas Airlangga, Surabaya.
khusus. Depok: LPSP3 Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia. Setiadi.(2007). Konsep dan Penulisan Riset
www.lpsp3.com. Diakses pada Keperawatan.Jakarta : Graha Ilmu.
tanggal 26 Oktober 2011. Jam 11.37 hal 181.
WIB.
Soetjiningsih. (1995).Tumbuh Kembang
Nelson. (2000).Ilmu Kesehatan Anak. Alih Anak. Bagian Kesehatan Anak
Bahasa Mulia Raja Siregar. Edisi FKUdayana. Jakarta : EGC.
15, vol 1.Jakarta : EGC. hal 161-
164.

223
Supartini, Yupi. (2004). Buku Ajar Konsep
Dasar Keperawatan Anak.Jakarta : 1. Mahasiswa S1 Keperawatan Hang
EGC. hal 35-39. Tuah Tanjungpinang.
2. Dosen Program Studi Ilmu
United Nations Indonesia.(2008). Komite
Keperawatn STIKES Hang Tuah
Hak-hak Anak Laporan Negara
Tanjungpinang.
Pihak Sesuai Pasal 44 Konvensi
3. Dosen Program Studi Ilmu
Laporan Ketiga Dan Keempat
Keperawatn STIKES Hang Tuah
Negara Pihak Tahun
Tanjungpinang
2007.www.kotalayakanak.org/doku
men/laporankha/KHA3dan4.pdf.
Diakses pada tanggal 10 November.
Jam 17.39 WIB.

Utami, Yuniara.R (2009). Penyesuaian Diri


dan Pola Asuh Orang Tua Yang
Memiliki Anak Retardasi Mental
Fakultas Psikologi Universitas
Muhamadiyah, Surakarta.

Veskarisyanti, Galih A. (2008). 12 Terapi


Autis Paling Efektif
&Hemat.Yogyakarta : Pustaka
Anggrek. hal 27-32.

Wong, Donna L. (2009). Buku Ajar


Keperawatan pediatrik. Alih
Bahasa

Agus Sutarna, Neti Juniarti, H.Y.Kuncara ;


editor edisi bahasa Indonesia, Egi
Komara Yudha. Edisi 6.Jakarta :
EGC.

224
PEDOMAN BAGI PENULIS

Jurnal Keperawatan adalah publikasi ilmiah yang terbit setiap 6 bulan (Oktober dan April) dan
menerima artikel ilmiah yang orisinil dan relevan dibidang keperawatan dan kesehatan berupa
hasil penelitian dan laporan kasus dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Untuk penelitian Ilmiah
a. JUDUL harus ringkas, jelas, dan tidak lebih dari 12 kata (tidak termasuk kata penghubung)
b. NAMA PENULIS (atau para penulis) dicantumkan lengkap dibawah judul (tanpa singkatan
ataupun gelar) dengan institusi dan alant institusi lengkap. Untuk alamat korespondensi
termasuk kode pos, telepon dan alamat e-mail dicantumkan lengkap dibawah kata kunci.
c. ABSTRAK ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris, tidak lebih dari 300 kata. Merupakan
intisari dari seluruh, meliputi ; masalah, tujuan, metode, hasil dan simpulan. Hindari
singkatan kecuali telah diuraikan sebelumnya.
d. KATA KUNCI (keywords) sebanyak 3-6 kata disusun menurut urutan kepentingannya
e. PENDAHULUAN meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah serta tujuan penelitian
dan harapan tentang manfaat hasil penelitian
f. METODE PENELITIAN memuat desain, sampel dan cara pengambilan sapel, cara kerja
penelitian, parameter yang diamati, rancangan yang digunakan, serta teknik analisis yag
dipakai.
g. HASIL DAN PEMBAHASAN memuat hasil penelitian ( sesuai dengan parameter yang
diamati), disertai pembahasan imiahdan argumentasi yang mendukung.
h. SIMPULAN memeuat pernyataan singkat, tentang hasil yang diperoleh dikaitkan dengan
tujuan dan hipotesis (kalau ada) yang telah diajukan.
i. SARAN berkaitan dengan hasil penelitian yang dihubungkan dengan pengembangannya
lebih lanjut. Atau masukan bagi para pelaksana agar memperoleh manfaat lebih jauh dari
penelitian ini.
j. DAFTAR PUSTAKA minimal terdapat 10 referensi dengan rujukan primer (25-50%) pada
jurnal dalam dan luar negeri. Ditulis berdasarkan sistem Harvard (nama dan tahun) dan
disusun menurut abjad
Untuk Laporan Kasus
a. JUDUL, NAMA PENULIS, ABSTRAK, KATA KUNCI, DAN DAFTAR PUSTAKA
sama dngan ketentuan untuk penelitian ilmiah.
b. PENDAHULUAN yang berisi latar belakang masalah, analisis terhadap literature review
dan pernyataan singkat yang menegaskan bahwa kasus tersebut tidak lazim dan penting.
c. LAPORAN KASUS yang merupakan pusat perhatian dari artikel ini, berisi pengenalan
pasien, sejarah penyakit, situasi sekarang, penjelsan terinci mengenai pemeriksaan fisik
dan hasil beberapa uji berkaitan, diagnosis awal, treatment dan rencana follow-up . Dapat
disertai tabel, flowchart, foto hasil pemeriksaan radiologi.
d. DISKUSI berisi justifikasi dan outcome laporan kasus
e. KESIMPULAN DAN SARAN
f. DAFTAR PUSTAKA (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk)
Ketentuan
1. Karangan yang dikirim kepada Redaksi adalah karya asli dan belum pernah di
publikasikan sebelumnya.
2. Artikel yang telah diterbitkan menjadi hak milik redaksi dan naskah tidak boleh
diterbitkan dalam bentuk apapun tanpa persetujuan redaksi. Pernyataan di artikel
sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
3. Artikel yang tidak di terbitkan akan di kembalikan jika disertai perangko balasan
4. Naskah dikirim dalambentuk hard copy 2 eksemplar dan soft copy (CD) ke alamat
redaksi.
5. Naskah diketik dengan huruf Times New Roman ukuran font 12 pt. 1,5 spasi kecuali
abstrak 1 spasi pada halaman kertas berukuran A4, sebanyak maksimal 15 halaman.
Margin atau batas tulisan dari pinggir kertas 2,5 cm pada keempat sisi.
6. Judul, dicetak tebal dan berukuran 14 pt
7. Nama penulis ditulis tanpa gelar dengan ukuran fonts 10 pt . nama penulis paling banyak
5 (lima) orang. Nama, alamat lembaga dan kode pos penulis bekerja ditulis dengan
ukuran font 9 pt.
8. Abstrak ditulis dalam satu alenia, ditulis dengan ukuran font 10 pt, maksimal terdiri dari
300 kata
9. Tabel dan gambar dibuat sesederhana mungkin, bagus dan jelas. Judul tabel
ditempatkan diatas tabel, sedangkan judul gambar ditempatkan dibawah gambar. Judul
tabel dan gambar ditulis dengan ukuran font 9 pt. Jumlah tabel dan gambar maksimal
masing-masing 6 buah.

KRITERIA PENILAIAN AKHIR DAN PETUNJUK PENGIRIMAN


Lampirkan fotokopi format ini bersama naskah dan soft copy naskah anda. Beri tanda (√) pada
setiap nomor /bagian untuk meyakinkan bahwa artikel anda telah memenuhi bentuk dan sesuai
syarat-syarat dari Jurnal keperawatan STIKES Hang Tuah.

 Jenis artikel
 Penelitian
 Laporan kasus
 Halaman judul
 Judul Artikel
 Nama lengkap penulis
 Tingkat pendidikan penulis
 Asal institusi penulis
 Alamat lengkap penulis
 Abstrak
 Abstrak dalam Bahasa Indonesia
 Abstrak dalam Bahasa Inggris
 Kata kunci dalam Bahasa Indonesia
 Kata kunci dalam Bahasa Inggris
 Teks
Artikel mengenai penelitian klinis dan dasar sebaiknya dibuat dalam urutan
 Pendahuluan
 Metode Penelitian
 Hasil dan Pembahasan
 Kesimpulan dan Saran
 Daftar Pustaka
 Gambar dan Tabel
 Pemberian nomor gambar dan/atau tabel penomoran secara Arab
 Pemberian judul tabel dan/atau judul utama dari seluruh gambar
 Soft Copy

Penulis menjamin bahwa:

 Semua penulis telah meninjau ulang naskah akhir dan telah menyetujui untuk
dipublikasikan.
 Tidak ada naskah yang sama ataupun mirip, yang telah dibuat oleh penulis dan telah
dipublikasikan dalam bentuk apapun.
 Menyerahkan soft copy dalam bentuk CD, naskah penulis

Tanda tangan penulis utama:

………………………………. Tgl…………………20..

Anda mungkin juga menyukai