Anda di halaman 1dari 14

CRITICAL APPRAISAL

Atypical pneumonia caused by Chlamydia psittaci during the COVID-19


pandemic

Pembimbing:
dr. Mayorita Ponggawa Hutabarat, Sp.PD

Penguji:
dr. Buyung Arief Hamzah, Sp.PD

Disusun Oleh:
Desca Nathalia Tae
112022023

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA dr. ESNAWAN ANTARIKSA
PERIODE 30 JANUARI - 08 APRIL 2023
Tinjauan Pustaka
Pendahuluan
Pneumonia adalah infeksi jaringan paru-paru (alveoli) yang bersifat akut. Secara klinis pneumonia
didefinisikan sebagai suatu peradangan parenkim paru distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat.

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pneumonia adalah suatu penyakit yang
terbentuk dari infeksi akut dari daerah saluran pernafasan bagian bawah yang secara spesifik
mempengaruhi paru-paru. Pneumonia juga didefinisikan sebagai salah satu penyakit infeksi
saluran pernafasan akut yang mengenai jaringan alveolus pada paru-paru .

Pneumonia
Definisi
 Pneumonia adalah penyakit pernapasan akut yang menyerang jaringan parenkim paru.

 Pada kondisi pneumonia, alveoli akan terisi oleh pus dan cairan yang menyebabkan
terbatasnya pengambilan oksigen pada penderitanya.

 Menurut PDPI (Perhimpunan Doker Paru Indonesia) suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk.

Epidemiologi
Penyakit saluran pernapasan menjadi salah satu penyebab angka kesakitan dan kematian
tertinggi di dunia, infeksi saluran pernapasan bawah dengan kesakitan dan kematian tertinggi
yaitu pneumonia yang dapat terjadi pada siapa saja, namun pada umumnya terjadi pada
seseorang dengan sistem imun yang rendah.

Pneumonia sering juga dikenal sebagai the one killer of children di Negara berkembang dan
menjadi masalah kesehatan yang terabaikan karena banyak kematian namun perhatian terhadap
penanganan masih sedikit.

Pneumonia merupakan salah satu penyakit yang menjadi penyebab kesakitan dan kematian
tertinggi pada anak-anak. Kematian pada balita diperkirakan sekitar 156 juta episode baru per
tahun di seluruh dunia dan 151 juta episode berada di negara berkembang. Sebagian besar kasus
terjadi di India 43 juta kasus, China 21 juta kasus, dan Pakistan 10 juta kasus, serta tambahan
kasus di negara lain seperti Indonesia, Bangladesh, dan Nigeria masing-masing 6 juta kasus.

Kejadian pneumonia balita lebih banyak terjadi di Negara berkembang (82%) sedangkan negara
maju (0,05%). Pada tahun 2019 ditemukan 468,172 kasus pneumonia balita di Indonesia, dengan
angka kematian pneumonia balita sebesar 0,12% dan angka kematian pneumonia pada bayi lebih
tinggi hampir dua kali lipat dibanding pada balita (Kemenkes RI, 2019).

Pneumonia berulang terjadi di negara maju maupun Negara berkembang, penurunan fungsi
paru-paru pada anak di negara berkembang lebih buruk dibanding negara maju, hal tersebut
karena terdapat perbedaan kualitas hidup, lingkungan, kebersihan, cakupan vaksin yang belum
tersebar secara luas, dan nutrisi yang kurang baik.
Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan
protozoa. Pneumoni komunitas yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan
gram positif, sedangkan pneumonia rumah sakit banyak disebabkan gram negatif. Dari laporan
beberapa kota di Indonesia ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita komunitas adalah
bakteri gram negatif.

Penyebab paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan nosokomial:
a. Yang didapat di masyarakat: Streeptococcus pneumonia, Mycoplasma pneumonia,
Hemophilus influenza, Legionella pneumophila, chlamydia pneumonia, anaerob oral,
adenovirus, influenza tipe A dan B.

b. Yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negative (E. coli, Klebsiella pneumonia),
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, anaerob oral.

Patogenesis
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keaadan (imunitas) pasien,
mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain.3 Dalam
keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan
oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Adanyanya bakteri di paru merupakan akibat
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit.

Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan: 1) Inokulasi langsung; 2) Penyebaran


melalui darah; 3) Inhalasi bahan aerosol, dan 4) Kolonosiasi di permukaan mukosa.2 Dari
keempat cara tersebut, cara yang terbanyak adalah dengan kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada
virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteria dengan ikuran
0,5-2,0 mikron melalui udara dapat mencapai brokonsul terminal atau alveol dan selanjutnya
terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian
terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan
permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring
terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum
alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang
sanagt tinggi 108-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat
memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.

Manifestasi Klinis :

Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif
atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena
pleuritis dan sesak.

Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada yang sakit dengan lutut tertekuk
karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian
bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai
pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan bronkial,
pleural friction rub.
Diagnosis

Diagnosa pneumonia akan jelas apabila:


1. Terdengar napas yang kasar, dan jika diperiksa dengan stetoskop akan terdengar suara yang
lemah.
2. Hasil Rontgen dada menunjukkan ada bagian yang berwarna putih-putih di bagian kiri atau
kanan paru.
3. Terdeteksi ada bakteri atau jamur pada pengujian sampel dahak (sputum). Sayangnya
pengujian ini sulit sekali dilakukan pada anak.
4. Hasil tes darah menunjukkan peningkatan sel darah putih dengan dominasi netrofil untuk
pneumonia yang disebabkan infeksi bakteri. Bila peningkatan sel darah putih dengan dominasi
limfosit, sangat mungkin pneumonia karena virus.

Diagnosis pneumonia kominiti didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan
fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan
jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih
gejala di bawah ini:
a. Batuk-batuk bertambah
b. Perubahan karakteristik dahak/purulen
c. Suhu tubuh > 38C (aksila) /riwayat demam
d. Pemeriksaan fisis: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki
e. Leukosit > 10.000 atau < 4500 12,13 Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia
komunitas dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia
Patient Outcome Research Team (PORT).

Manifestasi klinis pneumonia dipengaruhi oleh mekanisme pertahanan tubuh di saluran


pernapasan. Pada saat patogen mencapai dasar alveolus, markofag alveolus akan mengidentifikasi
ancaman tersebut dan memodulasi sistem imun dalam tubuh.

Manifestasi klinis tersebut biasanya diawali dengan infeksi saluran napas atas akut selama
beberapa hari, gejala yang sering ditemukan diantaranya demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat, sesak napas, nyeri dada, dan batuk berdahak. Selain itu terdapat tanda berupa retraksi
atau penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada saat bernapas bersamaan dengan
peningkatan frekuensi napas, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, dan ronki.

Gejala pneumonia bervariasi tergantung sistem kekebalan tubuh, usia dan mikroorganisme
penyebab. Pneumonia yang disebabkan adanya infeksi bakteri biasanya mengalami gejala yang
lebih berat, sedangkan infeksi virus lebih ringan namun bisa memburuk jika tidak segera
ditangani. Pada umumnya berupa napas cepat, batuk, demam, menggigil, sakit kepala, kehilangan
nafsu makan, dan mengik. Dapat pula terjadi kejang, penurunan kesadaran, penurunan suhu tubuh
(hipotermia), kesulitan bernapas sehingga terjadi tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
(TTDK) dengan cepat.

Gejala pneumonia berulang atau kekambuhan pneumonia bisa sama pada setiap episodenya
namun dapat pula berbeda, hal tersebut terganting pada tingkat keparahan. Pada umumnya gejala
yang timbul akan lebih parah, terus menerus dan dapat terjadi kegagalan pemulihan.
Terapi
Pada prinsipnya penatalaksanaan utama pneumonia adalah memberikan antibiotik tertentu
terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian antibitotik bertujuan untuk memberikan
terapi kausal terhadap kuman penyebab infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan
antibiotik empiris dan terapi suportif perlu diberikan untuk menjaga kondisi pasien .
Kepada pneumonia yang penyakitnya tidak terlalu berat, tidak diberikan antibiotik per-oral dan
tetap tinggal di rumah. Kebanyakan akan memberikan respon terhadap pengobatan dan
keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.

a. Penatalaksanaan umum yang dapat diberikan antara lain:


1. Oksigen 1-2/menit
2. IVFD dekstrose 10%:NaCl 0,9% = 3:1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai
berat badan , kenaikan suhu dan status dehidrasi.
3. Jika sesak tidak terlalu berat , dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang
nasogastric dengan feeding drip.
4. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta aginis
untuk memperbaiki transport mukisilier. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit.Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, antibiotik diberikan
sesuai hasil kultur.

b. Untuk kasus pneumonia community based:


1.ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian.
2.Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian.

Untuk kasus pneumonia hospital based:


Sefatoksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
Amikasin10-15mg/kgBB/haridalam2kalipemberian

Pencegahan Pneumonia
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

 Menghindari balita dari paparan asap rokok, polusi udara, dan tempat keramaian yang
berpotensi menjadi faktor penularan.
 Manghindari balita dari kontak penderita pneumonia.
 Memberikan ASI eksklusif pada anak.
 Segera berobat jika mendapatkan anak mengalami panas, batuk, pilek. Terlebih jika
disertai suara serak, sesak nafas, dan adanya terikat pada otot diantara rusuk (retraksi).
 Imunisasi lengkap dan gizi baik dapat mencegah pneumonia.
 Mengatasi faktor lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan menjaga kebersihan
yang baik di rumah juga dapat mengurangi jumlah anak-anak yang jatuh sakit terkena
pneumonia.
 Imunisasi HIB (untuk memberikan kekebalan terhadap haemophilus influensa, vaksin
pneumococcal disease) dan vaksin influenzae pada anak resiko tinggi, terutama usia 2-23
bulan. Namun untuk vaksin ini karena harganya yang cukup mahal, tidak semua anak
dapat menikmatinya.
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Pneumonia [Internet]. WHO. 2021 [cited 2022 March 13].
Available from: https://www.who.int/news-room/fact- sheets/detail/pneumonia
2. Kumar V, Abbas AK AJ. Robbins Basic Pathology. 9th ed. Philadelphia: Elsevier; 2015.
687p.
3. Samuel A. Bronkopneumonia on pediatric patient. J Agromed Unila. 2014;1(2):185–9.
4. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2019. 2019.28–28p.
5. Pahal P, Rajasurya V SS. Typical Bacterial Pneumonia. StatPearls [Internet] [Internet]. 2021;
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534295/
6. Ebeledike C AT. Pediatric Pneumonia. StatPearls [Internet] [Internet].2021; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536940/
7. Jain S. Epidemiology of Viral Pneumonia. Clin Chest Med [Internet].2017;38(1). Available
from:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7115731/
8. Jain V, Vashisht R, Yilmaz G et al. Pneumonia Pathology. StatPearls[Internet] [Internet].
2021;Available from:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526116/
9. Katz SE, Williams DJ. Pediatric Community-Acquired Pneumonia in the United States:
Changing Epidemiology, Diagnostic and Therapeutic Challenges, and Areas for Future
Research. Infect Dis Clin North Am[Internet]. 2018;32(1):47–63. Available
from:https://doi.org/10.1016/j.idc.2017.11.002
10. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB BR. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial.Edisi
Update Keenam. 6th ed. Jakarta: Elsevier; 2018. 530–532 p.
Review dan Telaah Kritis Jurnal
Desca Nathalia Tae – 112022023

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat, 11510, Indonesia
Email: Calbudesember24@gmail.com

1. Judul Jurnal : Atypical pneumonia caused by Chlamydia psittaci during the


COVID-19 pandemic
2. Penulis : Qiao Qiao Yin Dehe Zhang, Wei Wen Hao Wu, Yongxi Tong, Hao
Yi Wang, Hongying, Yuecui Zheng, Shouhao Wang,Zhewen Zhou,Panci1Li , Hongyi
Pan, Tianchen Hui, Zhaonan Yu, Haiyan Wu,Chengan Xu
3. Publikasi : International Journal of Infectious Diseases
4. Penelaah : Desca Nathalia Tae-112022023
5. Tanggal telaah : 13maret 2022

I. Deskripsi Artikel
1.) Tujuan Utama Penelitian:

Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan secara retrospektif diagnosis dan


pengobatan dari 32 kasus yang didiagnosis Chlamydia psittaci pneumonia selama
pandemi COVID-19.
2.) Hasil Penelitian:
Semua 32 pasien menunjukkan pneumonia atipikal dan memiliki gejala infeksi
yang mirip dengan COVID-19. Hasil transkripsi terbalik PCR dan ELISA
mengesampingkan infeksi COVID-19. mNGS teridentifikasi C. psittaci sebagai
patogen yang dicurigai pada pasien ini dalam waktu 48 jam, yang divalidasi oleh
PCR, kecuali tiga sampel darah. C. psittaci Genom terdeteksi lebih sering di
BALF daripada sampel dahak atau darah. Semua pasien menerima rejimen
pengobatan berbasis doksisiklin dan menunjukkan hasil yang baik.

3.) Kesimpulan:
Studi retrospektif ini, dengan jumlah tertinggi C. psittaci Pneumonia mendaftarkan
kasus di China sejauh ini, menunjukkan bahwa psittacosis manusia mungkin
kurang terdiagnosis dan salah didiagnosis secara klinis, terutama di tengah
pandemi COVID-19.
Telaah Artikel

1.) Fokus Utama Penelitian:


Fokus utama penelitian ini yaitu untuk menilai apakah pneumonia atipikal yang

disebabkan oleh patogen yang tidak umum memiliki serangkaian gejala klinis
yang mirip dengan COVID-19, mudah didiagnosis dan bisa juga salah diagnosis.
2.) Elemen yang mempengaruhi Tingkat Kepercayaan suatu Penelitian
a. Gaya Penulisan:
a.) Sistematika Penulisan
1) Abstract
2) Introduction
3) Materials and Methods
4) Results
5) Discussion
6) Conclusion
7) Conflict of interest
8) References
b.) Tata Bahasa
Tata bahasa pada artikel penelitian ini memiliki sifat objektif, teknis dan
juga praktis.
Penulis: Qiao Qiao Yin Dehe Zhang, Wei Wen Hao Wu, Yongxi Tong, Hao Yi
Wang, Hongying, Yuecui Zheng, Shouhao Wang,Zhewen Zhou,Panci1Li ,
Hongyi Pan, Tianchen Hui, Zhaonan Yu, Haiyan Wu,Chengan Xu
b. Judul:
a.) Kelebihan: Judul sudah tertulis dengan jelas sehingga pembaca dapat
mengerti tujuan penelitian, serta penulisan judul benar.
b.) Kekurangan: Judul berisikan < 10 kata, tidak mencantumkan keterangan
waktu penelitian saat dilakukan.
c. Abstrak:
a.) Kelebihan: Tertulis dengan singkat, padat dan jelas. Penulisan tidak lebih
dari 250 kata dan diketik 1 spasi, kata kunci terdiri dari 4 kata dipisahkan
oleh koma serta dicetak miring.
b.) Kekurangan: Tidak diuraikan dalam sub bab.
3.) Elemen yang mempengaruhi Kekuatan suatu Penelitian
a. Tujuan Penelitian: untuk menilai gambaran klinis pasien dengan C. psittaci
pneumonia.Mengingat kurangnya laporan untuk psittacosis manusia saat ini di
China,diharapkan laporan ini akan meningkatkan kesadaran akan penyakit
menular yang langka ini, meskipun pandemi COVID-19 sedang berlangsung.
Selain itu, mNGS harus diterapkan dalam diagnosis dini psittacosis dan lainnya
penyakit menular.

b. Pertanyaan Penelitian/Hipotesis: apakah mNGS lebih baik untuk mendeteksi


dini pasien dengan C.psittaci pneumonia daripada PCR pada masa pandemic
covid-19?
c. Sasaran: untuk menilai tingkat akurasi gambaran klinis pasien dengan C.psittaci
pneumonia .
d. Pertimbangan Etik: Studi ini sudah disetujui oleh Komite Etika Institusional
e. Metode Penelitian:
a.) Desain Penelitian: study retrospektif
b.) Populasi dan Sampel: Data sampel pada penelitian ini tidak menggunakan
kriteria inklusi dan eksklusi.
1) Populasi: Pasien yang dirawat dari April 2020-Juni 2021.
2) Sampel: 32 pasien yang diduga didiagnosis dengan C.psittaci
pneumonia oleh mNGS.
c.) Variabel Penelitian:
1) Independen: prosedur mNGS dan PCR terkofirmasi.
2) Dependen: pneumonia atipikal.
f. Data Analisis/Hasil Penelitian:
Hasil Penelitian

Pembahasan Temuan Hasil (Diskusi):


 Karakteristik Pasien :
Gambaran klinis keseluruhan pasien dirangkum dalam Meja 2.Dari 32
pasien tersebut terdiri dari 20 laki-laki dan 12 perempuan dengan usia rata-rata 63
tahun (kisaran 45-84 tahun). Sebanyak 20 pasien memiliki penyakit penyerta.
Sebanyak 17 pasien mengalami demam, dengan suhu tubuh lebih dari 38,5°C,
disertai batuk dan keluarnya sputum berwarna putih kekuning-kuningan, 3 pasien
mialgia, 2 pasien nyeri kepala, dan 2 pasien hipertensi potensi penerimaan (<90/60
mm Hg).Semua pasien menunjukkan pneumonia atipikal, termasuk infiltrasi
inflamasi, efusi pleura, lesi eksudatif inflamasi multipel dengan edema interstitial,
abses paru, dan paru putih. Gejala klinis ini juga dapat diamati pada pasien
COVID9. kunjungan pertama mereka ke rumah sakit, lebih dari tiga perempat
pasien (25/32) tidak mengakui riwayat paparan ayam atau bebek di rumah mereka,
yang meningkatkan kemungkinan kesalahan diagnosis.
 Pemeriksaan etiologi
Pasien awalnya diduga terinfeksi COVID-19. Oleh karena itu, usap
hidung dan sampel BALF dikumpulkan dari setiap pasien, dan asam
nukleat SARS-CoV-2 diselidiki dengan transkripsi balik-PCR real-time.
ELISA juga digunakan untuk tes untuk antibodi IgM atau IgG plasma
terhadap SARS-CoV-2 saat masuk dan 2 minggu setelah masuk Semua
hasilnya negatif. Selanjutnya, tes imunofluoresensi serum tidak langsung
juga dilakukan untuk mengidentifikasi patogen pernapasan umum
(termasuk virus flu H1N1, virus parainfluenza,Legionella pneumoniae,
Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae).Namun, tidak ada
patogen potensial yang terdeteksi.
 mNGS dan hasil PCR
mNGS dilakukan karena tes tradisional kami tidak mengidentifikasi
penyebab pasti pneumonia. Spesimen klinis termasuk darah, dahak, dan BALF.
BALF dianalisis pada 18 pasien, darah tepi dianalisis pada 9 pasien, dan dahak
dianalisis pada NGSients. mengambil 24-48 jam sejak penerimaan sampel
hingga pelaporan hasil. C. psittaci Fragmen DNA dideteksi pada semua pasien
oleh mNGS. Selain itu, jumlah pembacaan urutan yang menutupi fragmenC.
psittaci genom yang terdeteksi oleh mNGS di BALF (median: 308 dan rata-rata:
1015) jauh lebih tinggi daripada yang terdeteksi pada tes dahak (12 dan 233)
dan darah (35 dan 33) (Tabel 3), yang menunjukkan bahwa BALF lebih cocok
untuk mendeteksi C. psittaci Tidak ada patogen potensial lain yang terdeteksi
pada pasien ini. Tes PCR konfirmatif dengan dua set primer khusus untuk C.
psittaci(Tabel 1) dilakukan untuk memvalidasi hasil mNGS positif. Semua hasil
PCR positif untuk 18 sampel BALF dan lima sampel dahak. Namun, hanya
enam dari sembilan sampel darah yang positif (66,7%), menunjukkan
sensitivitas PCR yang lebih rendah daripada mNGS untuk sampel darah (Tabel
3).
 Pengobatan dan hasil
Saat masuk, pilihan rencana perawatan sulit karena etiologi yang tidak
diketahui, meskipun hasil tes asam nukleat SARS-CoV-2 negatif dan antibodi
IgM atau IgG plasma terhadap SARS-CoV-2. , aloxicillin sodium,
cefoperazone, meropenem, suproxen, dan cefotiam) terhadap patogen umum
diadopsi dengan hati-hati. Namun, gejala klinis pasien tidak membaik. Sebagian
besar pasien diobati dengan antibiotik yang ditingkatkan. Kapan C. psittaci
diidentifikasi sebagai patogen penyebab, pengobatan disesuaikan dengan
rejimen pengobatan berbasis doksisiklin atau doksisiklin: 19 pasien
menggunakan doksisiklin oral (100 mg setiap 12 jam), disertai dengan terapi
kanula hidung aliran tinggi, sedangkan 14 pasien menerima terapi bersamaan
moksifloksasin (tes toleransi glukosa intravena 400 mg per hari) dan doksisiklin
(100 mg per oral setiap 12 jam), serta dirawat dengan terapi adjuvant ventilator.
Secara keseluruhan, perjalanan pengobatan dengan doksisiklin (median: 8 hari;
rentang: 4-14 hari) lebih pendek daripada terapi bersamaan dengan
moksifloksasin dan doksisiklin (12hari; 10-30 hari).Untungnya, tidak ada kasus
kematian yang diamati dalam penelitian kami.Semua pasien menunjukkan suhu
normal dan gejala pernafasan yang tidak jelas serta persentase neutrofil yang
seimbang dan kadar protein C-reaktif ketika mereka keluar dari rumah sakit.

Kesimpulan :
Seperti disebutkan sebelumnya, mNGS dapat mendeteksi beragam
patogen. Studi retrospektif ini hanya menjelaskan diagnosis dari C. psittaci
pneumonia oleh mNGS Faktanya, dalam beberapa tahun terakhir, kami telah
menggunakan mNGS untuk mendiagnosis lebih dari 80 kasus pneumonia
dengan etiologi yang tidak diketahui dan menemukan beberapa patogen
penyebab selainm C. psittaci, seperti Nocardia, Streptococcus parasanguis,
Tropheryma whipplei, Legionella, Mycobacterium tuberculosis, dll. Kami
berencana menggunakan mNGS untuk menyelidiki epidemi pneumonia yang
didapat masyarakat di masa mendatang.

g. Referensi: Pada penelitian ini terdapat 36 referensi dengan tahun referensi


1981- 2021.
h. Kesimpulan dan Saran:
a.) Kelebihan: Penelitian ini sudah memuat intisari dari penelitian dan juga
telah memberikan saran untuk peneliti berikutnya agar meningkatkan
penggunaan pemeriksaan mNGS untuk mendeteksi C.psittaci pada
pneumonia .
b.) Kekurangan: Jumlah sampel pada penelitian ini masih relatif kecil sehingga
tidak menggambarkan keseluruhan data yang ada di lapangan. Penelitian
ini tidak menjelaskan terkait dengan biaya atau harga dari pemeriksaan
serelogi , mNGS dan PCR.
4.) Penilaian VIA (Validity, Importancy, Applicability)
a. Study validity
a.) Research question
1) Is the research question well-defined that can be answered using this
study design?
- Pertanyaan pada penelitian ini tidak terjawab.
2) Does the author use appropriate methods to answer their question?
- Penulis tidak menggunakan metode yang sesuai dalam pencapaian hasil
penelitian, dalam membandingkan diagnosis Pneumonia atipikal dengan
Covid -19 dengan menggunakan data primer untuk dibandikan dari hasil
pemeriksaan mNGS.
3) Is the data collected in accordance with the purpose of the research?
- Data yang dikumpulkan tidak sesuai dengan tujuan penelitian. Namun,
data yang dikumpulkan tergolong relatif kecil sehingga tidak
menggambarkan keseluruhan data.
b.) Randomization
1) Was the randomization list concealed from patients, clinicals and
researchers?
- Penelitian ini tidak menggunakan metode randomisasi melainkan
menggunakan data primer saja .
- c.) Intervention and co-interventions
1) Were the performed intervention described in sufficient detail to be
followed by others?
- Informasi intervensi diberikan tidak secara detail.
2) Other than intervention, were two groups cared for in similar way of
treatment?
- Kelompok kasus dan kelompok kontrol diperlakukan dengan metode yang
sama
b. Importance
a.) Is this study important?
- Tidak. Karena pada penelitian ini informasi serta data yang diberikan tidak
memiliki pembanding yang signifikan karena penelitian ini hanya memakai data primer.
b..) Using result in your own setting
1) Are your patient so different from those studied that results may not
apply to them?
- Pasien memiliki perbedaan usia namun tidak memiliki perbedaan yang
berarti terhadap penelitian ini.
2) Is your environment so different from the one in the study that the
methods could not be use there?
- Penelitian ini melakukan pembandingan dengan menggunakan data
yang sudah ada yaittu hasil PCR dan hanya di bandingkan dengan
metode mNGS untuk mengkonfirmasi pneumonia atipikal yang secara
keakuratan memang lebih bagus namun di Indonesia untuk metode
mNGS itu sangatlah mahal dan belum ada Rumah Sakit yang memakai
metode ini.
5.) Kesimpulan
a. Sesuai atau tidak: tidak.
b. Dapat digunakan atau tidak: tidak dapat digunakan dalam praktik klinik sehari-
hari.

Anda mungkin juga menyukai