Pembimbing:
dr. Mayorita Ponggawa Hutabarat, Sp.PD
Penguji:
dr. Buyung Arief Hamzah, Sp.PD
Disusun Oleh:
Desca Nathalia Tae
112022023
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pneumonia adalah suatu penyakit yang
terbentuk dari infeksi akut dari daerah saluran pernafasan bagian bawah yang secara spesifik
mempengaruhi paru-paru. Pneumonia juga didefinisikan sebagai salah satu penyakit infeksi
saluran pernafasan akut yang mengenai jaringan alveolus pada paru-paru .
Pneumonia
Definisi
Pneumonia adalah penyakit pernapasan akut yang menyerang jaringan parenkim paru.
Pada kondisi pneumonia, alveoli akan terisi oleh pus dan cairan yang menyebabkan
terbatasnya pengambilan oksigen pada penderitanya.
Menurut PDPI (Perhimpunan Doker Paru Indonesia) suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk.
Epidemiologi
Penyakit saluran pernapasan menjadi salah satu penyebab angka kesakitan dan kematian
tertinggi di dunia, infeksi saluran pernapasan bawah dengan kesakitan dan kematian tertinggi
yaitu pneumonia yang dapat terjadi pada siapa saja, namun pada umumnya terjadi pada
seseorang dengan sistem imun yang rendah.
Pneumonia sering juga dikenal sebagai the one killer of children di Negara berkembang dan
menjadi masalah kesehatan yang terabaikan karena banyak kematian namun perhatian terhadap
penanganan masih sedikit.
Pneumonia merupakan salah satu penyakit yang menjadi penyebab kesakitan dan kematian
tertinggi pada anak-anak. Kematian pada balita diperkirakan sekitar 156 juta episode baru per
tahun di seluruh dunia dan 151 juta episode berada di negara berkembang. Sebagian besar kasus
terjadi di India 43 juta kasus, China 21 juta kasus, dan Pakistan 10 juta kasus, serta tambahan
kasus di negara lain seperti Indonesia, Bangladesh, dan Nigeria masing-masing 6 juta kasus.
Kejadian pneumonia balita lebih banyak terjadi di Negara berkembang (82%) sedangkan negara
maju (0,05%). Pada tahun 2019 ditemukan 468,172 kasus pneumonia balita di Indonesia, dengan
angka kematian pneumonia balita sebesar 0,12% dan angka kematian pneumonia pada bayi lebih
tinggi hampir dua kali lipat dibanding pada balita (Kemenkes RI, 2019).
Pneumonia berulang terjadi di negara maju maupun Negara berkembang, penurunan fungsi
paru-paru pada anak di negara berkembang lebih buruk dibanding negara maju, hal tersebut
karena terdapat perbedaan kualitas hidup, lingkungan, kebersihan, cakupan vaksin yang belum
tersebar secara luas, dan nutrisi yang kurang baik.
Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan
protozoa. Pneumoni komunitas yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan
gram positif, sedangkan pneumonia rumah sakit banyak disebabkan gram negatif. Dari laporan
beberapa kota di Indonesia ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita komunitas adalah
bakteri gram negatif.
Penyebab paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan nosokomial:
a. Yang didapat di masyarakat: Streeptococcus pneumonia, Mycoplasma pneumonia,
Hemophilus influenza, Legionella pneumophila, chlamydia pneumonia, anaerob oral,
adenovirus, influenza tipe A dan B.
b. Yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negative (E. coli, Klebsiella pneumonia),
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, anaerob oral.
Patogenesis
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keaadan (imunitas) pasien,
mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain.3 Dalam
keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan
oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Adanyanya bakteri di paru merupakan akibat
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit.
Manifestasi Klinis :
Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif
atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena
pleuritis dan sesak.
Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada yang sakit dengan lutut tertekuk
karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian
bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai
pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan bronkial,
pleural friction rub.
Diagnosis
Diagnosis pneumonia kominiti didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan
fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan
jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih
gejala di bawah ini:
a. Batuk-batuk bertambah
b. Perubahan karakteristik dahak/purulen
c. Suhu tubuh > 38C (aksila) /riwayat demam
d. Pemeriksaan fisis: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki
e. Leukosit > 10.000 atau < 4500 12,13 Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia
komunitas dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia
Patient Outcome Research Team (PORT).
Manifestasi klinis tersebut biasanya diawali dengan infeksi saluran napas atas akut selama
beberapa hari, gejala yang sering ditemukan diantaranya demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat, sesak napas, nyeri dada, dan batuk berdahak. Selain itu terdapat tanda berupa retraksi
atau penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada saat bernapas bersamaan dengan
peningkatan frekuensi napas, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, dan ronki.
Gejala pneumonia bervariasi tergantung sistem kekebalan tubuh, usia dan mikroorganisme
penyebab. Pneumonia yang disebabkan adanya infeksi bakteri biasanya mengalami gejala yang
lebih berat, sedangkan infeksi virus lebih ringan namun bisa memburuk jika tidak segera
ditangani. Pada umumnya berupa napas cepat, batuk, demam, menggigil, sakit kepala, kehilangan
nafsu makan, dan mengik. Dapat pula terjadi kejang, penurunan kesadaran, penurunan suhu tubuh
(hipotermia), kesulitan bernapas sehingga terjadi tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
(TTDK) dengan cepat.
Gejala pneumonia berulang atau kekambuhan pneumonia bisa sama pada setiap episodenya
namun dapat pula berbeda, hal tersebut terganting pada tingkat keparahan. Pada umumnya gejala
yang timbul akan lebih parah, terus menerus dan dapat terjadi kegagalan pemulihan.
Terapi
Pada prinsipnya penatalaksanaan utama pneumonia adalah memberikan antibiotik tertentu
terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian antibitotik bertujuan untuk memberikan
terapi kausal terhadap kuman penyebab infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan
antibiotik empiris dan terapi suportif perlu diberikan untuk menjaga kondisi pasien .
Kepada pneumonia yang penyakitnya tidak terlalu berat, tidak diberikan antibiotik per-oral dan
tetap tinggal di rumah. Kebanyakan akan memberikan respon terhadap pengobatan dan
keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Pencegahan Pneumonia
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
Menghindari balita dari paparan asap rokok, polusi udara, dan tempat keramaian yang
berpotensi menjadi faktor penularan.
Manghindari balita dari kontak penderita pneumonia.
Memberikan ASI eksklusif pada anak.
Segera berobat jika mendapatkan anak mengalami panas, batuk, pilek. Terlebih jika
disertai suara serak, sesak nafas, dan adanya terikat pada otot diantara rusuk (retraksi).
Imunisasi lengkap dan gizi baik dapat mencegah pneumonia.
Mengatasi faktor lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan menjaga kebersihan
yang baik di rumah juga dapat mengurangi jumlah anak-anak yang jatuh sakit terkena
pneumonia.
Imunisasi HIB (untuk memberikan kekebalan terhadap haemophilus influensa, vaksin
pneumococcal disease) dan vaksin influenzae pada anak resiko tinggi, terutama usia 2-23
bulan. Namun untuk vaksin ini karena harganya yang cukup mahal, tidak semua anak
dapat menikmatinya.
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Pneumonia [Internet]. WHO. 2021 [cited 2022 March 13].
Available from: https://www.who.int/news-room/fact- sheets/detail/pneumonia
2. Kumar V, Abbas AK AJ. Robbins Basic Pathology. 9th ed. Philadelphia: Elsevier; 2015.
687p.
3. Samuel A. Bronkopneumonia on pediatric patient. J Agromed Unila. 2014;1(2):185–9.
4. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2019. 2019.28–28p.
5. Pahal P, Rajasurya V SS. Typical Bacterial Pneumonia. StatPearls [Internet] [Internet]. 2021;
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534295/
6. Ebeledike C AT. Pediatric Pneumonia. StatPearls [Internet] [Internet].2021; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536940/
7. Jain S. Epidemiology of Viral Pneumonia. Clin Chest Med [Internet].2017;38(1). Available
from:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7115731/
8. Jain V, Vashisht R, Yilmaz G et al. Pneumonia Pathology. StatPearls[Internet] [Internet].
2021;Available from:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526116/
9. Katz SE, Williams DJ. Pediatric Community-Acquired Pneumonia in the United States:
Changing Epidemiology, Diagnostic and Therapeutic Challenges, and Areas for Future
Research. Infect Dis Clin North Am[Internet]. 2018;32(1):47–63. Available
from:https://doi.org/10.1016/j.idc.2017.11.002
10. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB BR. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial.Edisi
Update Keenam. 6th ed. Jakarta: Elsevier; 2018. 530–532 p.
Review dan Telaah Kritis Jurnal
Desca Nathalia Tae – 112022023
I. Deskripsi Artikel
1.) Tujuan Utama Penelitian:
3.) Kesimpulan:
Studi retrospektif ini, dengan jumlah tertinggi C. psittaci Pneumonia mendaftarkan
kasus di China sejauh ini, menunjukkan bahwa psittacosis manusia mungkin
kurang terdiagnosis dan salah didiagnosis secara klinis, terutama di tengah
pandemi COVID-19.
Telaah Artikel
disebabkan oleh patogen yang tidak umum memiliki serangkaian gejala klinis
yang mirip dengan COVID-19, mudah didiagnosis dan bisa juga salah diagnosis.
2.) Elemen yang mempengaruhi Tingkat Kepercayaan suatu Penelitian
a. Gaya Penulisan:
a.) Sistematika Penulisan
1) Abstract
2) Introduction
3) Materials and Methods
4) Results
5) Discussion
6) Conclusion
7) Conflict of interest
8) References
b.) Tata Bahasa
Tata bahasa pada artikel penelitian ini memiliki sifat objektif, teknis dan
juga praktis.
Penulis: Qiao Qiao Yin Dehe Zhang, Wei Wen Hao Wu, Yongxi Tong, Hao Yi
Wang, Hongying, Yuecui Zheng, Shouhao Wang,Zhewen Zhou,Panci1Li ,
Hongyi Pan, Tianchen Hui, Zhaonan Yu, Haiyan Wu,Chengan Xu
b. Judul:
a.) Kelebihan: Judul sudah tertulis dengan jelas sehingga pembaca dapat
mengerti tujuan penelitian, serta penulisan judul benar.
b.) Kekurangan: Judul berisikan < 10 kata, tidak mencantumkan keterangan
waktu penelitian saat dilakukan.
c. Abstrak:
a.) Kelebihan: Tertulis dengan singkat, padat dan jelas. Penulisan tidak lebih
dari 250 kata dan diketik 1 spasi, kata kunci terdiri dari 4 kata dipisahkan
oleh koma serta dicetak miring.
b.) Kekurangan: Tidak diuraikan dalam sub bab.
3.) Elemen yang mempengaruhi Kekuatan suatu Penelitian
a. Tujuan Penelitian: untuk menilai gambaran klinis pasien dengan C. psittaci
pneumonia.Mengingat kurangnya laporan untuk psittacosis manusia saat ini di
China,diharapkan laporan ini akan meningkatkan kesadaran akan penyakit
menular yang langka ini, meskipun pandemi COVID-19 sedang berlangsung.
Selain itu, mNGS harus diterapkan dalam diagnosis dini psittacosis dan lainnya
penyakit menular.
Kesimpulan :
Seperti disebutkan sebelumnya, mNGS dapat mendeteksi beragam
patogen. Studi retrospektif ini hanya menjelaskan diagnosis dari C. psittaci
pneumonia oleh mNGS Faktanya, dalam beberapa tahun terakhir, kami telah
menggunakan mNGS untuk mendiagnosis lebih dari 80 kasus pneumonia
dengan etiologi yang tidak diketahui dan menemukan beberapa patogen
penyebab selainm C. psittaci, seperti Nocardia, Streptococcus parasanguis,
Tropheryma whipplei, Legionella, Mycobacterium tuberculosis, dll. Kami
berencana menggunakan mNGS untuk menyelidiki epidemi pneumonia yang
didapat masyarakat di masa mendatang.