Anda di halaman 1dari 17

ESSAY KULIAH PAKAR

“PNEUMONIA”

BLOK RESPIRASI II

oleh:

Nama : Widad Al-Aluf


NIM : 020.06.0086
Kelas :B
Dosen : dr. Risky Irawan, Sp. P.,
MARS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM

2022
LATAR BELAKANG
Berdasarkan dari perkuliahan yang telah saya ikuti dengan dengan topik
perkuliahan berjudul “Pneumonia” dimana dari perkuliahan tersebut saya dapat
memahami tentang penyakit pneumonia mulai dari definisi, epidemiologi, etiologi,
manifestasi klinis, pemeriksaan fisik, penunajang, dan tatalaksana yang dapat
dilakukan untuk pasien pneumonia.

Infeksi saluran nafas bawah masih menjadi masalah utama dalam bidang
kesehatan. World Health Organization (WHO) melaporkan infeksi saluran nafas
bawah sebagai infeksi penyebab kematian paling sering di dunia dengan hampir 3,5
juta kematian per tahun. (WHO, 2015)

Pneumonia ini merupakan salah satu penyakit yang kerap terjadi di kalangan
masyarakat. Pneumonia dapat disebarkan melalui berbagai cara diantaranya pada
saat batuk dan bersin (WHO, 2014). Penyakit ini sebenarnya bukan penyakit
tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui adanya sumber infeksi,
dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur dan berbagai senyawa
kimia maupun partikel.

Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang
jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati
adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuhnya.
Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang lanjut usia (lansia). Sekitar 80%
dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas
yang terjadi di masyarakat (pneumonia komunitas) atau di dalam rumah sakit
(pneumonia nosokomial). untuk lebih lengkapnya mari kita membahasnya.

DEFINISI
Secara klinis pneumonia atau paru-paru basah didefinisikan sebagai suatu
peradangan parenkim paru distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru
dan gangguan pertukaran gas setempat. (Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 2)
Pneumonia didefinisikan sebagai peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit) kecuali Mycobacterium
tuberculosis. Peradangan paru yang disebabkan selain mikroorganisme (bahan
kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut
pneumonitis. (J Respir Indo, 2019)

Pneumonia atau yang lebih dikenal dengan istilah paru-paru basah,


merupakan peradangan yang terjadi pada jaringan paru-paru. Peradangan tersebut
menyebabkan alveolus (kantong udara) terisi oleh cairan. Akibatnya paru-paru
tidak dapat bekerja dengan baik. (Jurnal Ilmu Penyakit Dalam, 2020)

➔ Pneumonia = Keradangan yang terjadi karena infeksi kuman patogen


(misalnya: bakteri, virus, fungi, parasit)
➔ Pneumotitis = Keradangan karena berbagai penyebab non-infeksi (bahan
kimia, radiasi, proses autoimun)
Klasifikasi Pnemunonia
1. Berdasarkan tempat didapatkannya:
• Pneumonia komunitas (CAP)
Pneumonia komunitas adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi
di luar rumah sakit
• Pneumonia nosokomial.
Pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48
jam atau lebih setelah dirawat di rumah sakit.
- HAP (Hospital Acquired Pneumonia) pneumonia yang terjadi
72 jam atau lebih setelah masuk RS
- VAP (Ventilator Assosiated Pneumonia) infeksi saluran
pernapsan bawah yang berkaitan dengan intubasi endotrakeal
dan penyebab morbiditas dan mortalitas yang signifikan di ICU
2. Berdasarkan area paru yang terinfeksi
• lobar pneumonia, multilobar pneumonia, bronchial pneumonia, dan
intertisial pneumonia atau agen kausatif
Gambar A menunjukkan gambaran Bronchopneumonia

➔ pneumonia yang terjadi pada bagian ujung-ujung dari alveolus


➔ ditandai dengan bercak-bercak infiltrat dengan air bronchogram pada
gambaran radiologi paru
➔ sering pada bayi dan orang tua
➔ dapat disebabkan oleh virus atau bakteri

Gambar B menunjukkan Lobar pneumonia

➔ terjadi pada satu alveolus penuh samapai ke bronkus atau terkena pada
1 lobus
➔ jarang pada bayi dan orang tua
➔ sering pada pneumonia bakterial

Gambar C menunjukkan Interstitial pneumonia

➔ prosesnya lebih banyak mengenai jaringan interstitium daripada


alveoli/bronki
➔ jika terjadi pada kanan dan kiri dan penuh /sepsis.
a. Pneumonia bakteria
- Dapat terjadi pada semua usia
- Bebrapa mikroba cenderung menyerang individu yang peka ,
misal: Klebsiella pada penderita alkoholik, stapylococcus
menyerang pasca influenza
b. Pneumonia atipikal
- Disebabkan: Mycoplasma, Legionella, dan Chlamydia
- Sering mengenai anak-anak dan dewasa muda
c. Pneumonia virus
- Sering pada banyi dan anak-anak
- Merupakan penyakit yang serius pada penderita dengan
pertahanan tubuh yang lemah (immunocompromised)
d. Pneumonia jamur
- Seringkali merupakan infeksi sekunder
- Predileksi terutama pada penderita dengan pertahanan tubuh
yang rendah

EPIDEMIOLOGI
Pneumonia tentunya perlu mendapat perhatian dan penanganan yang tepat,
mengingat penyakit ini masih menjadi permasalahan kesehatan utama di Indonesia.
Pneumonia komunitas (PK) atau community-acquired pneumonia (CAP) masih
menjadi suatu masalah kesehatan utama tidak hanya di negara yang sedang
berkembang, tetapi juga di seluruh dunia.

Laporan WHO menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat


penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia
dan influenza. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan bahwa
prevalens pneumonia di Indonesia adalah 0,63%. Lima provinsi di Indonesia yang
mempunyai insidens dan prevalens pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah
Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Sulawesi
Selatan. (J Respir Indo, 2019)
Di Indonesia, Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
mencatat kematian akibat pneumonia dan infeksi saluran nafas sebanyak 34 per
100.000 penduduk pada pria dan 28 per 100.000 penduduk pada wanita.

ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti: bakteri, virus,
jamur, dan protozoa.

➔ Pneumonia = Keradangan yang terjadi karena infeksi kuman patogen


(misalnya: bakteri, virus, fungi, parasit)
➔ Pneumotitis = Keradangan karena berbagai penyebab non-infeksi (bahan
kimia, radiasi, proses autoimun)

MANIFESTASI KLINIS
➔ Demam mendadak, disertai menggigil, baik pada awal penyakit atau
selama sakit
➔ Batuk, mula-mula mukoid lalu purulen (perubahan warna dan
konsistensi kental) dan bisa terjadi hemoptysis(berdarah)
➔ Nyeri pleuritik, ringan sampai berat, apabila menjalar sampai ke pleura
(terjadi pleuropneumonia)
➔ Mialgia, pusing, malaise, anoreksi, diare, mual dan muntah
➔ Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada 5 yang
sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada

PATOFISIOLOGI
Tabel di bawah ini merupakan beberapa jalur penyebaran pneumonia
Sistem respirasi berperan penting dalam mencegah hipoksia jaringan
dengan mengoptimalkan kandungan O2 darah arteri melalui proses difusi yang
efisien.

Tiga tahap proses respirasi meliputi:

e. Ventilasi atau pernafasan yang menyangkut pergerakan udara


masuk dan keluar paru.
f. Perfusi, sirkulasi darah di dalam pembuluh kapiler paru.
g. Difusi adalah proses pertukaran gas yang terjadi antara lingkungan
luar dan darah serta pertukaran gas di dalam jaringan
tubuh. Difusi akan terjadi dari daerah konsentrasi tinggi ke rendah
yaitu dari kapiler darah ke alveoli

Pada pasien pneumonia yang terganggu adalah difusinya. Ketika


pneumonia terjadi terdapat penumpukan infiltrat yang menyebabkan oksigen tidak
dapat disalurkan ke seluruh tubuh, melainkan mungkin hanya sedikit, sehingga
oksigen yang akan disebarkan ke seluruh tubuh akan berkurang, sehingga pada
pasien pneumonia berat saat dilakukannya pemeriksaan saturasi oksigen hasilnya
akan menurun

Terdapat 4 tahap histologis pneumonia, tetapi semua tahap tersebut tidak


dapat dilihat pada pasien yang terkena pneumonia melainkan, hanya terlihat ketika
dilakukannya forensik salah satunya pada pasien yang meninggal karena
pneumonia, tahapannya diantaranya:

➔ 1. Hiperemi
Terjadi pembendungan/ pengisian rongga alveoli dengan cairan eksudat
hemoragis.
➔ 2. Hepatisasi merah
Terjadi koagulasi eksudat, yang menyebabkan konsistensi jaringan
seperti hati
➔ 3. Hepatisasi kelabu
Sel darah merah dalam eksudat menurun dan diganti atau diisi
peningkatan neutrofil sehingga terbentuk jaringan solid dan keabuan
➔ 4. Resolusi
- Sel PMN diganti oleh makarofag yang sangat fagosistosis dan
merusak kuman patogen
- Eksudat mengalami lisis dan diabsorbsi oleh neutrofil dan
makrofag→ perbaikan struktur/fungsi paru

DIAGNOSIS
a. Pemeriksaan fisik paru
h. Inspeksi: akan terlihat bagian yang sakit tertinggal saat bernapas
i. Palpasi: fremitus taktil meningkat pada bagian yang sakit
j. Perkusi: terdengar redup pada bagian yang sakit
k. Auskultasi: terdengar suara bronkovesikuler sampai bronkial yang
dapat disertai ronkhi.
- Suara bronkovesikuler ini intensitasnya sedang dan bersih, inspirasi
sama jelas dengan ekspirasi.
- Suara bronkial terdengar lebih kasar dan keras dengan nada tinggi,
dimana ekspirasi terdengar lebih jelas, lebih panjang daripada
inspirasi. (Panduan CSL)
l. Tanda konsolidasi: didapatkan pada pasien pneumonia dalam tahap
hepatisasi merah dan kelabu

b. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan radiologi:
Foto toraks dada PA/AP dan lateral
- Bayangan opasitas/infiltrat fokal maupun difus
- Air brochogram → Gambaran khas, terdapat gambaran seperti
awan, putih-putih
- Efusi pleura (parapneumonic effusion)
- komplikasi pneumonia
- efusi pleura bilateral, efusi pleura multilobar → peningkatan
mortalitas

Gambar: tampak gamabaran air bronchogram atau


terlihat adanya awan putih-putih pada pasien pneumonia

- Pemeriksaan laboratorium
1. Darah lengkap: leukosit meningkat > 10.000 atau <
4500, bisa saja meningkat atau menurun tergantung
dari etiologinya, jika disebabkan oleh bakterial maka
leukosit akan meningkat.
2. Mikrobiologi: Pengecatan gram
3. Kultur sputum
4. PCR

Kriteria Diagnosis:
Diagnosis pneumonia kominiti didasarkan kepada riwayat
penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan
penunjang. Pada foto toraks ditemukan infiltratbaru atau bertambah
secara progersif, ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini:

- Batuk-batuk bertambah
- Perubahan karakteristik dahak/purulen
- Suhu tubuh > 38C (aksila) /riwayat demam
- Pemeriksaan fisis: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas
bronkial dan ronki
- Leukosit > 10.000 atau < 4500

TATALAKSANA
Ketika kita mencurigai seseorang terkena pneumonia setelah melakukan
anamnesa, karena pneumonia sekitar 60-80% dapat didapatkan dari hasil anamnesa.
Jika anamnesa yang dilakukan kuat dan sudah benar, kemungkinan jika pasien
tersebut mengalami pneumonia. Setelah menentukannya, selanjutnya adalah
ditentukan apakah pasien akan rawat jalan atau rawat inap, untuk menentukannya
dapat dilakukan penghitungan dengan menentukan nilai skor CURB-65/PSI.

Jika pasien rawat jalan dapat diberikan terapi empiris atau terapi sementara
yaitu diberikan antibiotik yang sesuai dengan petak kuman yang sesuai dengan
daerah/rumah sakit tersebut, ketika pasien rawat jalan kondisinya memburuk maka
pasien tersebut harus menjalani rawat inap dan dilakukan pemeriksaan
mikrobiologi yaitu kultur. Gold standard dari infeksi adalah kultur. Setelah hasil
kultur dilakukan dapat dilanjutkan apakah pasien akan diminta untuk melakukan
rawat biasa atau rawat intensive melalui hasil dari skor CURB-65/PSI.

Di bawah ini merupakan tabel dari skor PSI, yang dapat dijumlahkan sesuai
dengan yang dialami oleh pasien.
Setelah didapatkan hasil penjumlahan selanjutnya dapat disesuikan dengan nilai
rujukan dibawah ini untuk dapat menentukan apakah pasien tersebut akan
melakukan rawat jalan atau inap.

Untuk penilaian dengan skor CURB-65 merupakan singkatan dari:


• C= Confussion/ kesadaran
• U= Urea
• R= Respiratory rate
• B= Blood pressure
• Age
Di bawah ini merupakan tabel skor penilain dari CURB-65

Nilai rujukan jika hasilnya:


0/1 → rawat jalan
2 → rawat inap
3 atau lebih → rawat inap di ICU
➔ PSI digunakan jika pasiennya baik karena hasilnya yang detail dan
teliti
➔ CURB-65 digunakan jika pasiennya dalam keadaan darurat karena
lebih sederhana dan cepat
Tatalaksana pasien rawat jalan
• Pengobatan suportif / simtomatik
• Istirahat di tempat tidur
• Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
• Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
• Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
• Pengobatan antibiotik harus diberikan kurang dari 4 jam
Tatalaksana pasien rawat inap
• Pengobatan suportif / simtomatik
• Pemberian terapi oksigen
• Pemasangan infus untuk rehidrasi & koreksi kalori & elektrolit
• Pemberian obat simtomatik antara laim antipiretik, mukolitik
• Pengobatan antibiotik harus diberikan kurang dari 4 jam
Tatalaksana pasien rawat inap ICU
• Pengobatan suportif / simtomatik
• Pemberian terapi oksigen
• Pemasangan infus untuk rehidrasi, koreksi kalori & elektrolit
• Pemberian obat simtomatik antara lain antipiretik, mukolitik
• Pengobatan antibiotik harus diberikan kurang dari 4 jam
• Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik
Pilihan Antibiotika
Dalam memilih antibiotika yang tepat harus dipertimbangkan faktor
sensitivitas bakteri terhadap antibiotika, keadaan tubuh pasien, dan faktor
biaya pengobatan. Pada infeksi pneumonia (CAP dan HAP) seringkali harus
segera diberikan antibiotika sementara sebelum diperoleh hasil pemeriksaan
mikrobiologik. Pemilihan ini harus didasarkan pada pengalaman empiris
yang rasional berdasarkan perkiraan etiologi yang paling mungkin serta
antibiotika terbaik untuk infeksi tersebut.

Tabel dibawah ini merupakan rekomendasi awal terapi antibiotik empiris antibiotik
pasien HAP (Non-Ventilator associated pneumonia)
Perbaikan klinis dapat dievaluasi 48-72 jam, dapat dilihat muali dari:
- Suhu yang kembali normal hari 2-4
- Leukosit kembali normal hari 4
- Rhonkhi (-) hari 7 (60-80%)
- Perbaikan foto toraks, 2 minggu (50,6%) dan 4 minggu (66,7%)
Terapi antibiotik tidak boleh diubah <72 jam kecuali jika klinis memburuk

KOMPLIKASI
- Empiema
- Efusi pleura
- Abses paru
- Syok septik
- Perikarditis
- Atelektasis
- Meningitis
- Peritonitis
- Endokarditis
DAFTAR PUSTAKA

PDPI, Jurnal Respirologi Indonesia, VOL. 39, No. 1, Januari 2019

Jatu Aphridasari, Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas


Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret, “Difusi Paru”
https://pulmonologi.fk.uns.ac.id/wp-content/uploads/2016/10/dr-ELIES-abstrak-
edit-TK-1.pdf

Santi Herlina, Jurnal Indonesian of Health Development, Vol 2, No 2, 2020


“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEWASA DENGAN
PNEUMONIA”
https://ijhd.upnvj.ac.id/index.php/ijhd/article/view/40

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi V, departemen ilmu penyakit dalam
FK UI, Juni 2006 : Internal Publishing.

Guyton dan Hall. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. Jakarta: EGC.

Price Sylvia A. & Wilson Lorraine M. Edisi 6. Patofisiologi Konsep Klinis Proses
Penyakit. Edisi Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai