“PNEUMONIA”
BLOK RESPIRASI II
oleh:
FAKULTAS KEDOKTERAN
2022
LATAR BELAKANG
Berdasarkan dari perkuliahan yang telah saya ikuti dengan dengan topik
perkuliahan berjudul “Pneumonia” dimana dari perkuliahan tersebut saya dapat
memahami tentang penyakit pneumonia mulai dari definisi, epidemiologi, etiologi,
manifestasi klinis, pemeriksaan fisik, penunajang, dan tatalaksana yang dapat
dilakukan untuk pasien pneumonia.
Infeksi saluran nafas bawah masih menjadi masalah utama dalam bidang
kesehatan. World Health Organization (WHO) melaporkan infeksi saluran nafas
bawah sebagai infeksi penyebab kematian paling sering di dunia dengan hampir 3,5
juta kematian per tahun. (WHO, 2015)
Pneumonia ini merupakan salah satu penyakit yang kerap terjadi di kalangan
masyarakat. Pneumonia dapat disebarkan melalui berbagai cara diantaranya pada
saat batuk dan bersin (WHO, 2014). Penyakit ini sebenarnya bukan penyakit
tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui adanya sumber infeksi,
dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur dan berbagai senyawa
kimia maupun partikel.
Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang
jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati
adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuhnya.
Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang lanjut usia (lansia). Sekitar 80%
dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas
yang terjadi di masyarakat (pneumonia komunitas) atau di dalam rumah sakit
(pneumonia nosokomial). untuk lebih lengkapnya mari kita membahasnya.
DEFINISI
Secara klinis pneumonia atau paru-paru basah didefinisikan sebagai suatu
peradangan parenkim paru distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru
dan gangguan pertukaran gas setempat. (Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 2)
Pneumonia didefinisikan sebagai peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit) kecuali Mycobacterium
tuberculosis. Peradangan paru yang disebabkan selain mikroorganisme (bahan
kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut
pneumonitis. (J Respir Indo, 2019)
➔ terjadi pada satu alveolus penuh samapai ke bronkus atau terkena pada
1 lobus
➔ jarang pada bayi dan orang tua
➔ sering pada pneumonia bakterial
EPIDEMIOLOGI
Pneumonia tentunya perlu mendapat perhatian dan penanganan yang tepat,
mengingat penyakit ini masih menjadi permasalahan kesehatan utama di Indonesia.
Pneumonia komunitas (PK) atau community-acquired pneumonia (CAP) masih
menjadi suatu masalah kesehatan utama tidak hanya di negara yang sedang
berkembang, tetapi juga di seluruh dunia.
ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti: bakteri, virus,
jamur, dan protozoa.
MANIFESTASI KLINIS
➔ Demam mendadak, disertai menggigil, baik pada awal penyakit atau
selama sakit
➔ Batuk, mula-mula mukoid lalu purulen (perubahan warna dan
konsistensi kental) dan bisa terjadi hemoptysis(berdarah)
➔ Nyeri pleuritik, ringan sampai berat, apabila menjalar sampai ke pleura
(terjadi pleuropneumonia)
➔ Mialgia, pusing, malaise, anoreksi, diare, mual dan muntah
➔ Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada 5 yang
sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada
PATOFISIOLOGI
Tabel di bawah ini merupakan beberapa jalur penyebaran pneumonia
Sistem respirasi berperan penting dalam mencegah hipoksia jaringan
dengan mengoptimalkan kandungan O2 darah arteri melalui proses difusi yang
efisien.
➔ 1. Hiperemi
Terjadi pembendungan/ pengisian rongga alveoli dengan cairan eksudat
hemoragis.
➔ 2. Hepatisasi merah
Terjadi koagulasi eksudat, yang menyebabkan konsistensi jaringan
seperti hati
➔ 3. Hepatisasi kelabu
Sel darah merah dalam eksudat menurun dan diganti atau diisi
peningkatan neutrofil sehingga terbentuk jaringan solid dan keabuan
➔ 4. Resolusi
- Sel PMN diganti oleh makarofag yang sangat fagosistosis dan
merusak kuman patogen
- Eksudat mengalami lisis dan diabsorbsi oleh neutrofil dan
makrofag→ perbaikan struktur/fungsi paru
DIAGNOSIS
a. Pemeriksaan fisik paru
h. Inspeksi: akan terlihat bagian yang sakit tertinggal saat bernapas
i. Palpasi: fremitus taktil meningkat pada bagian yang sakit
j. Perkusi: terdengar redup pada bagian yang sakit
k. Auskultasi: terdengar suara bronkovesikuler sampai bronkial yang
dapat disertai ronkhi.
- Suara bronkovesikuler ini intensitasnya sedang dan bersih, inspirasi
sama jelas dengan ekspirasi.
- Suara bronkial terdengar lebih kasar dan keras dengan nada tinggi,
dimana ekspirasi terdengar lebih jelas, lebih panjang daripada
inspirasi. (Panduan CSL)
l. Tanda konsolidasi: didapatkan pada pasien pneumonia dalam tahap
hepatisasi merah dan kelabu
b. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan radiologi:
Foto toraks dada PA/AP dan lateral
- Bayangan opasitas/infiltrat fokal maupun difus
- Air brochogram → Gambaran khas, terdapat gambaran seperti
awan, putih-putih
- Efusi pleura (parapneumonic effusion)
- komplikasi pneumonia
- efusi pleura bilateral, efusi pleura multilobar → peningkatan
mortalitas
- Pemeriksaan laboratorium
1. Darah lengkap: leukosit meningkat > 10.000 atau <
4500, bisa saja meningkat atau menurun tergantung
dari etiologinya, jika disebabkan oleh bakterial maka
leukosit akan meningkat.
2. Mikrobiologi: Pengecatan gram
3. Kultur sputum
4. PCR
Kriteria Diagnosis:
Diagnosis pneumonia kominiti didasarkan kepada riwayat
penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan
penunjang. Pada foto toraks ditemukan infiltratbaru atau bertambah
secara progersif, ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini:
- Batuk-batuk bertambah
- Perubahan karakteristik dahak/purulen
- Suhu tubuh > 38C (aksila) /riwayat demam
- Pemeriksaan fisis: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas
bronkial dan ronki
- Leukosit > 10.000 atau < 4500
TATALAKSANA
Ketika kita mencurigai seseorang terkena pneumonia setelah melakukan
anamnesa, karena pneumonia sekitar 60-80% dapat didapatkan dari hasil anamnesa.
Jika anamnesa yang dilakukan kuat dan sudah benar, kemungkinan jika pasien
tersebut mengalami pneumonia. Setelah menentukannya, selanjutnya adalah
ditentukan apakah pasien akan rawat jalan atau rawat inap, untuk menentukannya
dapat dilakukan penghitungan dengan menentukan nilai skor CURB-65/PSI.
Jika pasien rawat jalan dapat diberikan terapi empiris atau terapi sementara
yaitu diberikan antibiotik yang sesuai dengan petak kuman yang sesuai dengan
daerah/rumah sakit tersebut, ketika pasien rawat jalan kondisinya memburuk maka
pasien tersebut harus menjalani rawat inap dan dilakukan pemeriksaan
mikrobiologi yaitu kultur. Gold standard dari infeksi adalah kultur. Setelah hasil
kultur dilakukan dapat dilanjutkan apakah pasien akan diminta untuk melakukan
rawat biasa atau rawat intensive melalui hasil dari skor CURB-65/PSI.
Di bawah ini merupakan tabel dari skor PSI, yang dapat dijumlahkan sesuai
dengan yang dialami oleh pasien.
Setelah didapatkan hasil penjumlahan selanjutnya dapat disesuikan dengan nilai
rujukan dibawah ini untuk dapat menentukan apakah pasien tersebut akan
melakukan rawat jalan atau inap.
Tabel dibawah ini merupakan rekomendasi awal terapi antibiotik empiris antibiotik
pasien HAP (Non-Ventilator associated pneumonia)
Perbaikan klinis dapat dievaluasi 48-72 jam, dapat dilihat muali dari:
- Suhu yang kembali normal hari 2-4
- Leukosit kembali normal hari 4
- Rhonkhi (-) hari 7 (60-80%)
- Perbaikan foto toraks, 2 minggu (50,6%) dan 4 minggu (66,7%)
Terapi antibiotik tidak boleh diubah <72 jam kecuali jika klinis memburuk
KOMPLIKASI
- Empiema
- Efusi pleura
- Abses paru
- Syok septik
- Perikarditis
- Atelektasis
- Meningitis
- Peritonitis
- Endokarditis
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi V, departemen ilmu penyakit dalam
FK UI, Juni 2006 : Internal Publishing.
Guyton dan Hall. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. Jakarta: EGC.
Price Sylvia A. & Wilson Lorraine M. Edisi 6. Patofisiologi Konsep Klinis Proses
Penyakit. Edisi Jakarta: EGC