Anda di halaman 1dari 25

1

BAB 2

TINJAUAN TEORI

Dalam bab ini peneliti akan menyajikan konsep dasar Pneumonia, dan

konsep asuhan keperawatan pneumonia, .konsep fisioterapi dada dan batuk efektif

2.1 Konsep Dasar Pneumonia

2.1.1 Pengertian Pneumonia

Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim yang terjadi karena

konsolidasi dan terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang disebabkan

oleh bakteri, virus,jamur dan benda benda asing (Damayanti and Ryusuke

2017)

Pneumonia adalah salah satu bentuk infeksi saluran nafas bawah akut

(ISNBA) merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru dari

bronkhiolus terminalis yang mencakup bronkhiolus respiratorius, dan alveoli

serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran udara

(Dahlan, 2007).

Pneumonia adalah infeksi atau peradangan akut di jaringan paru yang disebabkan

oleh berbagai mikroorganisme, seperti bakteri, virus, parasit, jamur, pajanan bahan

kimia atau kerusakan fisik paru (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2020)

2.1.2 Etiologi Pneumonia

Penyebab pneumonia pada orang dewasa dan usia lanjut umumnya adalah

bakteri. Penyebab paling umum pneumonia di Amerika Serikat yaitu bakteri

Streptococcus pneumonia, atau Pneumococcus.Sedangkan pneumonia yang

disebabkan karena virus umumnya adalah Respiratory Syncytial Virus,

rhinovirus, Herpes Simplex Virus, Severe Acute Respiratory Syndrome


2

termasuk SARS Cov-2 yaitu virus penyebab covid 19 (CDC, 2020)

Penyebab paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan

nosokomial adalah:

a. Yang didapat di masyarakat: Streeptococcus pneumonia, Mycoplasma

pneumonia, Hemophilus influenza, Legionella pneumophila, chlamydia

pneumonia, anaerob oral, adenovirus, influenza tipe A dan B.10

b. Yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negative (E. coli, Klebsiella

pneumonia), Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, anaerob oral.

2.1.3 Klasifikasi Pneumonia

Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemilogi serta letak

anatomi (Nursalam, 2016) sebagai berikut:

a. Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologi

1) Pneumonia Komunitas (PK/CAP) adalah pneumonia infeksius pada

seseorang yang tidak menjalani rawat inap di rumah sakit.

2) Pneumonia Nosokomial (PN/HAP/VAP) adalah pneumonia yang

diperoleh selama perawatan di rumah sakit atau sesudahnya karena

penyakit lain atau prosedur.

3) Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari

lambung, baik ketika makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada

paru bukan merupakan infeksi tetapi dapat menjadi infeksi karena bahan

teraspirasi mungkin mengandung bakteri aerobic atau penyebab lain dari

pneumonia.

4) Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah pneumonia


3

yang terjadi pada penderita yang mempunyai daya tahan tubuh lemah.

khususnya pada penyakit AIDS. Penyebab dari penurunan daya tahan

tubuh tersebut walaupun yang terbanyak adalah akibat virus HIV dan juga

di sebabkan oleh yang lain yakni:

a) Kegagalan pembentukan antibodi akibat kelainan kongneital

(hipoglobulinemia) maupun akibat proses keganasan, seperti misalnya

leukemia dan multipel miloma.

b) Penekanan fungsi sel, misalnya oleh AIDS atau terapi kortikosteroid.

c) Berkurangnya jumlah granulosit, misalnya oleh karena sitotoksik.

d) Defek komplemen, misalnya pada hipokomplemen vaskulitas.

b. Berdasarkan Bakteri Penyebab

1. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa

bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya

Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita

paska infeksi influenza.

2. Pneumonia atipikal adalah pneumonia dengan gambaran yang bukan

seperti pada pneumonia yang bisa (sesak nafas, panas, batuk produktif,

nyeri dada, dan adanya infltrat pada foto). Pneumonia atipikal adalah

pneumonia dengan keluhan seperti influenza, sakit kepala, malaise,

panas, batuk non produktif dan pada foto rontgen di temukan normal atau

di mungkin terdapat infiltrate. Berbeda dengan pneumonia biasa,

serangan pneumonia atipikal dapat berupa faringitis,sinusitis dan

cenderung menyebar,dan berhubungan dengan musim atau kontak


4

dengan binatang, masa inkubasi dari penyakit ini adalah rata-rata dua

minggu. Pneumonia atipikal terlihat sebagai penyakit yang di sebabkan

oleh virus, seperti limvadenopati dan rash pada kulit.

3. Pneumonia virus sering mengenai anak dan dewasa muda, disebabkan

oleh mycoplasma, legionella dan Chlamydia.

4. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi

terutama pada penderita dengan daya tahan lemah

(immunocompromised).

c. Berdasarkan predileksi infeksi

1. Pneumonia lobaris, Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan

orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen

kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada

aspirasi benda asing atau proses keganasan

2. Bronkopneumonia, Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan

paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupunvirus. Sering pada bayi dan

orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus

3. Pneumonia interstisial (PDPI, 2003)

2.1.4 Faktor resiko Pneumonia

Dengan mempunyai pengetahuan tentang faktor-faktor dan situasi

yang umumnya menjadi faktor predisposisi individu terhadap pneumonia

akan membantu untuk mengidentifikasi pasien-pasien yang beresiko

terhadap pneumonia. Memberikan perawatan antisipatif dan preventif

adalah tindakan keperawatan yang penting (Brunner & Suddarth, 2013).


5

a. Setiap kondisi yang menghasilkan lendir atau obstruksi bronkial dan

mengganggu drainase normal paru (misalnya kanker, penyakit obstruksi

paru menahun) meningkatkan kerentanan pasien terhadap pneumonia.

b. Pasien imunosupresif dan mereka yang neutrofil rendah (neutropeni)

c. Individu yang merokok berisiko, karena asap rokok mengganggu baik

aktivitas mukosiliari dan makrofag.

d. Setiap individu yang mengalami depresi reflex batuk (karena medikasi,

keadaan yang melemahkan, atau otot-otot pernafasan yang lemah), telah

menginspirasi benda asing kedalam paru-paru selama priode tidak sadar

(cedera kepala, anesthesia) atau mempunyai mekanisme menelan

abnormal.

e. setiap orang yang menerima pengobatan dengan peralatan terapai

pernafasan dapat mengalami pneumonia jika alat tersebut tidak

dibersihkan dengan tepat

2.1.5 Tanda dan Gejala Pneumonia

Gejala klinis dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk

(baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir,

purulen, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum

lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada yang sakit dengan lutut

tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau

penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau

penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan

konsolidasi atau terdapat cairan pleura, dan ronki


6

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologi

Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan

pemeriksaan penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan

diagnosis pneumonia. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai

konsolidasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan

intertisial serta gambaran kavitas.

b. Laboratorium

Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000/ul, Leukosit

polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula ditemukan

leukopenia.

c. Mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah

untuk mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi

antigen polisakarida pneumokokkus.

d. Analisa Gas Darah

Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan

parsial karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium lanjut

menunjukkan asidosis respiratorik

2.1.7 Patofisiologi

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC),2020,

proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keaadan

(imunitas) pasien, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan


7

yang berinteraksi satu sama lain (CDC. 2020). Dalam keadaan sehat, pada

paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini

disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Adanyanya bakteri di

paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,

mikroorganisme dan lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat

berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit

Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan: 1)

Inokulasi langsung; 2) Penyebaran melalui darah; 3) Inhalasi bahan aerosol,

dan 4) Kolonosiasi di permukaan tersebut, cara yang terbanyak adalah

dengan kolonisasi mukosa (Erlina Burhan, et all., 2022). Secara inhalasi

terjadi pada virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.

Kebanyakan bakteria dengan ikuran 0,5-2,0 mikron melalui udara dapat

mencapai brokonsul terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses

infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring)

kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi

mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar

infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang

normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran,

peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring

mengandung konsentrasi bakteri yang sanat tinggi 108-10/ml, sehingga

aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer

inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia (Damayanti and

Ryusuke 2017).
8

Gambar2. 1. Patogenesis pneumonia oleh bakteri pneumococcus 11

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli

menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan

infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan

fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel-sel PNM mendesak bakteri ke

permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui

psedopodosis sistoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian terjadi

proses fagositosis. pada waktu terjadi perlawanan antara host dan bakteri

maka akan nampak empat zona (Gambar 1) pada daerah pasitik parasitik

terset yaitu : 1) Zona luar (edama): alveoli yang tersisi dengan bakteri dan

cairan edema; 2) Zona permulaan konsolidasi (red hepatization): terdiri dari

PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah; 3) Zona konsolidasi yang luas

(grey hepatization): daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan

jumlah PMN yang banyak; 4) Zona resolusi E: daerah tempat terjadi resolusi

dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan alveolar

makrofag.(Damayanti and Ryusuke 2017)


9

Pathway pneumonia

2.1.8 Komplikasi
10

Komplikasi Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa

menimbulkan komplikasi. Akan tetapi, beberapa pasien, khususnya

kelompok pasien risiko tinggi, mungkin mengalami beberapa komplikasi

seperti bakteremia (sepsis), abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas.

Bakteremia dapat terjadi pada pasien jika bakteri yang menginfeksi paru

masuk ke dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ lain, yang

berpotensi menyebabkan kegagalan organ. Pada 10% pneumonia dengan

bakteremia dijumpai terdapat komplikasi ektrapulmoner berupa meningitis,

arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empiema. Pneumonia

juga dapat menyebabkan akumulasi cairan pada rongga pleura atau biasa

disebut dengan efusi pleura. Efusi pleura pada pneumonia umumnya bersifat

eksudatif. Efusi pleura eksudatif yang mengandung mikroorganisme dalam

jumlah banyak beserta dengan nanah disebut empiema. Jika sudah terjadi

empiema maka cairan perlu di drainage menggunakan chest tube atau

dengan pembedahan (Damayanti and Ryusuke 2017)

2.1.9 Penatalaksanaan

Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah

memberikan antibiotik tertentu terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia.

Pemberian antibitotik bertujuan untuk memberikan terapi kausal terhadap

kuman penyebab infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan

antibiotik empiris dan terapi suportif perlu diberikan untuk menjaga kondisi

pasien

1. Terapi Antibiotika
11

Terapi antibiotika empiris menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan

pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil

mikrobiologis umumnya tidak tersedia selama 12-72 jam. Maka dari itu

membedakan jenis pneumonia (CAP atau HAP) dan tingkat keparahan

berdasarkan kondisi klinis pasien dan faktor predisposisi sangatlah

penting, karena akan menentukan pilihan antibiotika empirik yang akan

diberirikanan

2. Oksigenasi untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa (SaO2 > 92%)

3. Resusitasi cairan intravena untuk menjaga keseimbangan cairan dan

memastikan stabilitas hemodinamik.

4. Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas

positif kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi

mekanis jika terjadi gagal napas

5. Obat antipiretik dan analgetik, seperti ibuprofen atau paracetamol,

untuk meredakan demam dan nyeri

6. Mukolitik atau ekspektoran untuk mengeluarkan dahak.

7. Obat antivirus, untuk mengatasi pneumonia yang disebabkan oleh

infeksi virus

8. Obat antijamur, untuk mengatasi pneumonia yang disebabkan oleh

infeksi jam

9. Asupan nutrisi untuk menjaga kecukupan nutrisi

10. Rehabilitasi paru, untuk memaksimalkan penyerapan oksigen dengan

melakukan latihan pernapa


12

2.2 Konsep Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

2.2.1. Definisi Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

Bersihan jalan napas tidak efekif adalah ketidakmampuan

membersihkan secret atau obstruksi jalan napas untuk

mempertahankan jalan nafas tetap paten (DPP Tim Pokja SDKI

2017).

2.2.2. Penyebab Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

Penyebab bersihan jalan tidak efektif dibagi menjadi dua yaitu

fisiologs dan situasional. Penjelasan sebagai beirkut :

a) Fisiologis

1) Spasme jalan napas

2) Hipersekesi jalan napas

3) Disfungsi neuromuskuler

4) Benda asing dalam jalan napas

5) Adanya jalan napas buatan

6) Sekresi yang tertahan

7) Hiperplasia

8) Proses infeksi

9) Respon alergi

10) Efek agen farmakologi

b) Situasional

1) Merokok aktif
13

2) Merokok pasif

3) Terpajam polutan (DPP Tim Pokja SDKI 2017)

2.2.3. Tanda Gejala Mayor dan Minor Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

Gejala dan Tanda Mayor bersihan jalan napas tidak efektif yaitu

sebagai berikut :

a. Subjektif - (Tidak tersedia)

b. Objektif

1) Batuk tidak efektif

2) Tidak mampu batuk

3) Sputum berlebih

4) Mengi, wheezing dan atau ronkhi kering

5) Mekonium di jalan napas (neonatus) (DPP Tim Pokja

SDKI 2017)

Gejala dan tanda Minor bersihan jalan napas tidak efektif yaitu

sebagai

berikut :

a) Subjek

1) Dispneu

2) Sulit bicara

3) Ortopnea

b) Objektif

1) Gelisah
14

2) Sianosis

3) Bunyi napas menurun

4) Frekuesi napas berubah

5) Pola napas berubah (DPP Tim Pokja SDKI 2017)

2.3 Asuhan Keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif pada Pneumonia

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan dokumentasi

data (informasi) yang sistematis dan berkesinambungan sehingga diperoleh

data yang lengkap dan akurat (Muttaqin, 2008). Pengkajian meliputi :

Pengkajian meliputi

a. Identitas : Nama, usia , jenis Kelamin,Alamat, Pekerjaan

Pneumonia dapat menyerang siapa aja, seperti anak-anak, remaja, dewasa

muda dan lanjut usia, namun lebih banyak pada balita dan lanjut usia.

Pneumonia(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2020).

Perubahan maupun gangguan dalam mekanisme pertahanan paru yang

meliputi filtrasi aerodinamik, refleks batuk, transport mukosilier, fungsi sel

fagositik, fungsi imunologi dan klirens sekresi pulmoner akan pneumonia

komunitas pada lansia.(Sari, Rumende, and Harimurti 2017)

Wilayah atau tempat tinggal merupakan salah satu faktor ekstrinsik penyebab

pneumonia meliputi kepadatan tempat tinggal, polusi udara, tipe rumah,

ventilasi, kelembaban, letak dapur, asap rokok (Aminasty Siregar 2020).

b. Keluhan utama
15

Keluhan utama yang sering timbul pada klien pneumonia adalah

adanya awitan yang ditandai dengan keluhan menggigil, demam, nyeri

pleuretik, batuk, sputum berwarna seperti karat, takipnea terutama setelah

adanya konsolidasi paru (Damayanti and Ryusuke 2017)

c. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Pada awalnya keluhan batuk tidak produktif tapi selanjutnya akan

berkembaang menjadi batuk produktif dengan mukis purulen, kekuning

kuningan, kehijauna, kecoklatan atau kemerahan seringkali disertai bau

busuk. Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil

(onset mungkin tiba-tiba), nyeri dada pleuritis, sesak nafas, peningkatan

frekuensi nafas dan nyeri kepala.

2) Riwayat kesehatan dahulu

Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami klien

sebelumnya, yang dapat mendukung dengan masalah sistem pernapasan.

Misalnya apakah klien pernah dirawat sebelumnya, dengan sakit apa, apakah

pernah mengalamisakit yang berat, pengobatan yang pernah dijalanidan

riwayat alergi (Muttaqin, 2008).

Pneumonia sering kali timbul setelah infeksi saluran napas atas

(infeksi pada hidung dan tenggorokan). Risiko tinggi timbul pada klien

dengan riwayat alkoholik, posr-operasi, infeksi pernapasan, dan klien dengan

imunosupresi atau kelemahan dalam sistem imun (Damayanti and Ryusuke

2017)
16

Komorbiditas merupakan determinan penting pada risiko terjadinya

pneumonia dan memengaruhi prognosis. Gagal jantung kongestif dan

penyakit serebrovaskular akan memengaruhi fungsi saluran pernafasan yang

bersaman dengan gangguan refleks batuk, gangguan bersihan muko silier dan

batuk tidak efektif. Kondisi tersebut berakibat pada tertundanya kemunculan

manifestasi klinis pada pneumonia(Sari, Rumende, and Harimurti 2017).

Penyakit komorbid lainnya yang dinilai memengaruhi pneumonia adalah

keganasan, DM, penyakit paru kronik dan penyakit ginjal kronik(Sari et al.,

2017)

4) Riwayat alergi : dikaji adakah pasien memiliki riwayat terdap beberapa obat,

makanan, udara dan debu

5) Riwayat kesehatan keluarga

Pengkajian riwayat kesehatan keluarga pada sistem pernapasan adalah

hal yang mendukung keluhan penderita, perlu dicari riwayat keluarga yang

dapat memberikan presdiposisi keluhan seperti adanya riwayat sesak napas,

batuk dalam jangka waktu lama, sputum berlebih dari generasi terdahulu

(Muttaqin, 2008).

4) Aktivitas / istirahat

Akan timbul gejala seperti kelemahan, kelelahan, dan insomnia yang

ditandai dengan penurunan intoleransi terhadap aktivitas.

e. Sirkulasi

Memiliki riwayat gagal jantung serta ditandai dengan takikardi, tampak

pucat.
17

f. Makanan / cairan

Akan timbul gejala seperti kehilangan nafsu makan, mual / muntah serta

ditandai dengan distensi abdomen, hiperaktif bunyi bisingusus, kulit kering

dan tugor kulit buruk serta penampilan malnutrisi.

Malnutrisi merupakan penyebab utama menurunnya fungsi imun.. Malnutrisi

pada usia lanjut dapat muncul sebagai defisiensi kalori global, defisiensi

protein dan atau nutrisi mikro (vitamin dan mineral). Bukan hanya sebagai

faktor risiko untuk timbulnya infeksi, meningkatnya demand metabolik dan

durasi serta infeksi juga merupakan penyebab malnutrisi. Hubungan dua arah

antara nutrisi dan infeksi seperti ini menciptakan pola yang continue dan

harus diputus.(Sari, Rumende, and Harimurti 2017) Kadar albumin yang

rendah dan variabel antropometrik yang menunjukkan adanya malnutrisi

berhubungan dengan timbulnya pneumonia pada pasien usia lanjut.

g. Kenyamanan

Akan timbul gejala seperti sakit kepala, nyeri dada meningkat disertai batuk,

myalgia, dan atralgia.

h. Keamanan

Memiliki riwayat gangguan system imun, mengalami demam yang ditandai

dengan berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan.

i. Pemeriksaan fisik

a. Keadaaan umum : tampak lemah dan sesak

b. Kesadaran : tergantung keparahan derajat penyakit, dapat terjadi

penurunan kesadaran
18

c. Tanda tanda Vital

TD biasanya normal

Nadi : Takikardi

RR Takipneu, dyspneu, nafas dangkal

Suhu : hipertermi

d. Pemeriksaan Fisik

Pengkajian Fokus Menurut Muttaqin (2014), pengkajian fokus pada

pasien pneumonia adalah sebagai berikut:

1. Breathing (B1)

Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia merupakan

pemeriksaan fokus, berurutan pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi,

palpasi, perkusi dan auskultasi.

1)Inspeksi

Tampak penembangan paru berat, gerakan pernapasan simetris,

frekuensi napas cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum dan

intercostal sternum space (ICS). Napas cuping hidung pada sesak

berat dialami terutama pada anak-anak. Batuk dan sputum: saat

dilakukan pengkajian batuk pada klien demgan pneumonia biasanya

didapatkan batuk produktif disertai dengan adanya peningkatan

produksi sekret dan sekresi sputum yang purulen.

2) Palpasi ; Nyeri tekan dan peningkatan vocal fremitus pada daerah

yang terkena
19

3) Perkusi : Perkusi terdengar suara pekak karena terjadi

penumpukan cairan di alveoli. Apabila disertai pneumothoraks,

maka di dapatkan bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks

ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat (Muttaqin &

Kumala 2012)

4)Auskultasi : didapatkan bunyi napas tambahan (ronchi) pada sisi

yang sakit.. Pasien dengan pneumonia yang disertai komplikasi

seperti efusi pleura dan pneumothoraks akan didapatkan penurunan

resonan vokal pada sisi yang sakit (Muttaqin & Kumala 2012). d)

Ronchi basah dan gesekan pleura dapat terdengar diatas jaringan yang

terserang karena eksudat dan fibrin dalam alveolus. Pengkajian

2. Blood (B2)

Inspeksi : didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum

Palpasi : denyut nadi perifer melemah

Perkusi : batas jantung tidak mengalami pergeseran

Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya

tidak didapat.

3. Brain(B3)

Klien dengan pneumonia berat sering terjadi penurunan kesadaran, didapatkan

sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian

objektif, wajah klien tampak gelisah meringis maupun somnolen

4. Bladder(B4)

Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan.


20

Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut

merupakan tanda awal dari syok

5. Bowel(B5)

Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan

penurunan berat badan

6. Bone (B6)

Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan

ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas

sehari-hari.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon

klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang di alaminya

baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan

bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan

komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SIKI

DPP PPNI, 2018). Proses penegakan diagnosis atau mendiagnosis merupakan

suatu proses yang sistematis terdiri atas tiga tahap yaitu analisis data,

identifikasi masalah, dan penemuan diagnosis.

Diagnosa keperawatan pada kasus pneumonia berdasarkan phatway,

diagnosa yang mungkin muncul yaitu

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang

tertahan (D.0001)

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


21

membrane alveolus-kapiler (D.0003)

c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas

(D.0005)

d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)

e. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna

makanan (D.0019)

f. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)

g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen ( D.0056)

h. Resiko hipovolemia ditandai dengan kehilangan cairan secara aktif

(D.0034)

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat

yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian kelinis untuk mencapai luaran

(outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).

Intervensi keperawatan yang direncanakan pada asuhan keperawatan

ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah sebagai berikut :

1) Tujuan dan Kriteria Hasil (Tim Pokja SLKI PPNI, 2019):

Setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama 3x24 jam

ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi dengan kriteria hasil :

a) Frekuensi pernafasan membaik

b) Pola nafas membaik

c) Dapat melakukan batuk efektif


22

d) Produksi sputum menurun/ akumulasi sputum berkurang

e) Kemampuan untuk mengeluarkan sekret

f) Mengi menurun

g) Wheezing menurun

h) Meconium (pada neonates) menurun

i) Dispnea menurun

j) Ortopnea menurun

k) Tidak ada kesulitan bicara

l) Sianosis menurun

m) Gelisah menurun

2) Rencana Tindakan (Tim Pokja SIKI PPNI, 2018) :

1. Latihan Batuk Efektif adalah melatih pasien tidak memiliki kemampuan batuk

secara efektif untuk membersikan laring, trakea dan bronkiolus dari secret atau

benda asing dijalan nafas.

a) Observasi

(1) Identifikasi kemampuan batuk

(2) Monitor adanya retensi sputum

(3) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas

(4) Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah dan karateristik)

b) Terapeutik

(1) Atur posisi semi-fowler atau fowler

(2) Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien


23

(3) Buang secret pada tempat sputum

c) Edukasi

(1) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif

(2) Anjurkan Tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan

selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu

(dibulatkan ) selama 8 detik

(3) Anjurkan mengulangi Tarik nafas dalam hingga 3 kali

(4) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah Tarik nafas dalam yang

ke-3

d) Kolaborasi

Kalaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu

2. Manajemen Jalan Nafas adalah mengidentifikasi dan mengelola kepatenan

jalan nafas.

a) Observasi

(1) Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)

(2) Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing,

ronkhi kering)

(3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

b) Terapeutik

(1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift

(jaw-thrust jika curiga trauma servikal)

(2) Posisikan semi-fowler atau fowler

(3) Berikan minum hangat


24

(4) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

(5) Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik

(6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal

(7) Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep Mcgill

(8) Berikan oksigen, jika perlu

c) Edukasi

(1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,jika tidak kontraindikasi

(2) Anjurkan Teknik batuk efektif

d) Kalaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik jika perlu

4 .Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap proses keperawatan di mana perawat memberikan

intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap klien (Perry, 2009).

5. Evaluasi Keperawatan

Hasil dari evaluasi dalam asuhan keperawatan adalah tujuan tercapai/masalah

teratasi: jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan, tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian: jika klien

menunjukan perubahan sebagian dari standar dan kriteria yang telah ditetapkan,

dan tujuan tidak tercapai/ masalah tidak teratasi : jika klien tidak menunjukan

perubahan dan kemajuan sama sekali dan bahkan timbul masalah baru.. Pada tahap

evaluasi perawat membandingkan status kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria

hasil yang telah ditetapkan. Menurut A. Alimul and Hidyat, (2012), evaluasi terdiri dari

dua kegiatan yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses dilakukan selama

proses perawatan berlangsung atau menilai respon pasien, sedangkan evaluasi hasil

dilakukan atas target tujuan yang telah dibuat.


25

Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi adalah

dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil

yang telah ditetapkan.Perumusan evaluasi sumatif ini meliputi 4 komponen

yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif, objektif, analisis data dan

perencanaan.

Anda mungkin juga menyukai