Anda di halaman 1dari 9

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN.W.

Y DENGAN
DIAGNOSA MEDIS PNEUMONIA DI RUANGAN ICU BAWAH
RSUP PROF. DR. R.D KANOU MANADO

Shera Amalia Sausabung

711490122062

POLTEKKES KEMENKES MANADO


JURUSAN KEPERAWATAN
PROFESI NERS LANJUTAN
2023
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Pneumonia
1. Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang menyerang jaringan (paru-paru)
tepat di alveoli dan disebabkan oleh beberapa mikroorganisme seperti virus, bakteri,
jamur dan mikroorganisme lainnya (Kemenkes RI, 2019).
2. Etiologi Pneumonia
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri,
virus, jamur, protozoa yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri.
a. Bakteri
Bakteri merupakan penyebab umum pnemonia diantaranya yaitu steptococcus
pneumoniae, staphylococcus aereus, dan streptococcus pyogenesis dan bakteri
lainnya seperti haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan pseudomonas
aeruginosa. (Fendi et al., 2018)
b. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet yaitu
adenoviruses, rhinivirus, influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV) dan
para influenza virus.
c. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplamosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran
burung, tanah serta kompos.
d. Protozoa
Biasanya menjangkit pada pasien yang mengalami immunosupresi. Pneumonia
infeksius sering kali diklasifikasi sebagai infeksi yang didapatkan komunitas,
infeksi nasokomial yang didapatkan di rumah sakit atau imun menurun (Ervina et
al., 2021).
3. Klasifikasi Pneumonia
Menurut pendapat Amin & Hardi pada tahun 2015 klasifikasi pneumonia dibagi
menjadi 2 bagian pembagian ini dibuat untuk memudahkan dalam menentukan
kemungkinan jenis mikroorganisme penyebabnya.
a. Pneumonia Berdasarkan Anatomi
1) Pneumonia lobaris, yaitu terjadi pada seluruh atau sebagian besar dari lobus
paru yang disebut pneumonia bilateral atau ganda apabila kedua paru terkena.
2) Pneumonia lobularis, terjadi pada ujung bronkhiolus, yang tersumbat oleh
eksudat mukopurulen dan membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang
berada didekatnya.
3) Pneumonia interstitial, proses inflamasi yang terjadi didalam dinding alveolar
dan interlobular.
4) Pneumonia milier
Pneumonia miller umumnya terjadi pada orang yang mengalami gangguan
imun berat sehingga mengakibatkan respon imun buruk dan kerusakan
jaringan pleura sangat signifikan.
b. Berdasarkan Lingkungan
1) Community Acquired Pneumonia (CAP)
Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyakit infeksius yang sering
disebabkan oleh bakteri Streptococcus Pneumonia. Bakteri ini menyebar
secara langsung dari kontak orang ke orang melalui droplet.
2) Hospital Acquired Pneumonia (HAP)
Merupakan pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah
intubasi tracheal. Bakteri yang berperan dalam pneumonia nosokomial adalah
steptococcus pneumoniae, staphylococcus aereus, dan bakteri lainnya seperti
klebsiella pneumonia dan pseudomonas aeruginosa.
3) Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
Pneumonia berhubungan dengan ventilator merupakan pneumonia yang terjadi
setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi trakea.Ventilator dimasukkan
berupa tabung ETT melalui mulut. Infeksi dapat muncul jika bakteri masuk
melalui lubang intubasi dan masuk ke paru-paru
4) Pneumonia Aspirasi
Disebabkan oleh bahan kimia yaitu aspirasi bahan toksik, dan akibat aspirasi
cairan dari cairan makanan atau lambung.
4. Patofisiologi Pneumonia
Pneumonia merupakan infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang
menyebabkan penumpukan cairan pada alveoli dimana alveoli berfungsi untuk
pertukaran udara O2 dan CO2. Yang terjadi pada pneumonia yaitu alveoli berisi air
sehingga tidak terjadi pertukaran O2 dan CO2 yang adekuat yang kemudian
menyebabkan sesak napas atau dispnea (Andika et al., 2019).
Pada pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur dan
protozoa. Mikroorganisme tersebut masuk ke dalam saluran pernafasan melalui
inhalasi udara dari atmosfer, tidak hanya itu mikroorganisme penyebab pneumonia
dapat masuk ke dalam paru-paru melalui aspirasi dari nasofaring atau urofaring dan
berkembang biak pada jaringan paru. Kuman masuk menuju alveolus melalui poros
kohn setelah masuk ke dalam alveolus akan terjadi reaksi peradangan atau inflamasi
hebat, hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permiabilitas kapiler di
tempat infeksi yang mengakibatkan membrane pada paru-paru akan meradang dan
berlubang, dari reaksi inflamasi tersebut akan menimbulkan reaksi seperti demam,
anoreksia dan nyeri
pleuritis (Puspita Dewi & Dhirisma, 2021).
Selanjutnya Red Blood Count (RBC) dan White Blood Count (WBC) dan cairan
akan keluar masuk alveoli sehingga dapat mengakibatkan terjadinya sekresi, edema,
dan bronkospasme yang dapat menimbulkan manifestasi klinis seperti dispnea,
sianosis dan batuk, selain itu hal ini juga dapat menyebabkan terjadinya partial oklusi
yang dapat menjadikan daerah paru-paru menjadi padat (konsolidasi), maka kapasitas
vital dan compliance paru menurun dimana kelainan ini dapat mengganggu
kemampuan seseorang untuk mempertahankan kemampuan pertukaran gas terutama
O2 dan CO2, konsolidasi ini juga mengakibatkan meluasnya permukaan membrane
respirasi dan penurunan rasio ventilasi perfusi kedua hal ini dapat menyebabkan
terjadinya penurunan kapasitas difusi gas, karena oksigen kurang larut dari pada
karbon dioksida, perpindahan oksigen ke dalam darah sangat terpengaruh, yang sering
menyebabkan penurunan saturasi oksigen haemoglobin sehingga timbul masalah pola
nafas tidak efektif.
5. Manifestasi Klinis Pneumonia
Gejala dan tanda pneumonia tergantung berdasarkan kuman penyebab, usia, status
imunologis, dan beratnya penyakit. Manifestasi klinis menurut (Wibowo &
Ginanjar,2020) antara lain:
a. Demam hingga menggigil dampak sebagai tanda infeksi yang pertama
b. Batuk berdahak yang produktif
c. Dispnea (sesak nafas)
d. Pernapasan cepat (frekuensi nafas > 50 x/menit)
e. Pucat, sianosis (biasanya tanda lanjut)
f. Melemah atau kehilangan suara napas
g. Retaksi dinding thorak : interkostal, substernal, diafragma atau napas cuping
hidung
h. Nyeri abdomen (disebabkan oleh iritasi diafragma oleh paru terinfeksi didekatnya)
i. Sefalgia/sakit kepala
j. Gelisah
6. Penatalaksanaan Pneumonia
Karena penyebab pneumonia bervariasi membuat penanganannya akan
disesuaikan dengan penyebab tersebut. Selain itu, penanganan dan pengobatan pada
pasien pneumonia tergantung dari tingkat keparahan gejala yang timbul dari infeksi
pneumonia itu sendiri. (Wahyudi, 2020).
a. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri
Pemberian antibiotik adalah pengobatan paling tepat untuk mengurangi gejala
pada pasien, dapat dibuktikan dengan pemeriksaan X-Ray dan sputum dengan
hasil tidak menampakkan adanya bakteri pneumonia. Jika pengobatan tidak
dilakukan secara menyeluruh memungkinkan pneumonia terjadi kembali.
1) Untuk bakteri streptococus pneumoniae
Dapat diberikan pemberian vaksin dan antibiotik, tersedia dua vaksin yaitu
pneumococcal conjugate vaccine merupakan vaksin bagian dari imunisasi bayi
yang direkomendasikan untuk semua anak dibawah usia 2 tahun sampai 4
tahun. Sementara itu pneumococcal polysacharide vaccine bagi orang dewasa.
Sedangkan antibiotik sering digunakan dalam perawatan seperti penicillin,
amoxcillin, clavulanic acid, dan macrolide antibiotics, termasuk erythromycin.
2) Untuk bakteri hemophilus influenzae
Antibiotik yang bermanfaat dalam kasus ini adalah generasi cephalosporins
kedua, ketiga amoxillin dan clavulanic acid, fluoroquinolones (lefofloxacin),
maxifloxacin oral, gatifloxacin oral, serta sulfamethoxazole dan trimethoprim.
(Wahyudi, 2020)
3) Untuk bakteri mycoplasma
Dengan cara memberikan antibiotik macrolides (erythromycin, clarithomycin,
azithromicin dan fluoroquinolones), antibiotik ini umum diresepkan untuk
merawat mycoplasma pneumonia.
b. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh virus
Pengobatannya hampir sama dengan pengobatan pada pasien flu. Namun, yang
lebih ditekankan banyak beristirahat, pemberian nutrisi yang baik untuk
membantu pemulihan daya tahan tubuh.
c. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh jamur
Cara pengobatannya akan sama dengan cara mengobati panyakit jamur lainnya.
Hal yang paling penting adalah pemberian obat anti jamur agar bisa mengatasi
pneumonia.
7. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan diagnosis dan menentukan tingkat keparahan kondisi penyakit
dapat dilakukan dengan pemeriksaan lanjutan yaitu:
a. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan
penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia.
Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsoludasi dengan air
bronchogram, penyebaran bronkogenik dan intertisial serta gambaran kavitas
b. Pemeriksaan Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000-40.000 /ul, Leukosit
polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat ditemukan leukopenia.
Hitung jenis menunjukkan shift to the left, dan LED meningkat.
c. Pemriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk
mengetahui adanya bakteri streptococus pneumoniae dengan pemeriksaan
koagulasi antigen polisakarida pneumokokkus.
d. Analisa Gas Darah (AGD)
Jika terdapat penyakit paru biasanya AGD tidak normal tergantung pada luas paru
yang sakit.
8. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada pneumonia yaitu :
a. Pneumonia Ekstrapulmoner, Pneumonia Pneumokokus Dengan Bakteri.
b. Pneumonia Ekstrapulmoner Non Infeksius Gagal Ginjal, Gagal Jantung, Emboli
Paru Dan Infarkd Miokard Akut.
c. Acute Respiratory Distress Syndrom (ARDS).
d. Komplikasi Lanjut Berupa Pneumonia Nosokomial.
e. Sepsis.
f. Gagal Pernapasan, Syok, Gagal Multi Organ.
g. Penjalaran Infeksi (Abses Otak, Dan Endokarditis).
h. Abses Paru.
i. Efusi Pleura.
DAFTAR PUSTAKA

Abdjul, R. L., & Herlina, S. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dewasa Dengan
Pneumonia. Jurnal of Health Development.

Amin, Hardi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
Nic-Noc. Edisi revisi jilid 2. MediAction: Jogjakarta

Andika, L. A., Pratiwi, H., & Handajani, S. S. (2019). Klasifikasi Penyakit Pneumonia
Menggunakan Metode Convolutional Neural Network Dengan Optimasi Adaptive
Momentum. https://doi.org/10.29244/ijsa.v3i3.560

Ervina, T., Dharmawan, A., Harahap, E. D., Tan, H. T., & Latifah, R. (2021). Gambaran Pola
Bakteri dan Kepekaan Antibiotik Pada Pasien Rawat Inap dengan Pneumonia di Rumah
Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo Periode Januari-Juni 2019. Jurnal
Kedokteran Meditek.https://doi.org/10.36452/jkdoktmeditek.v27i2.1936

Fendi, N., Pri, U. I., & Yuniastuti, I. (2018). Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Penyakit
Pneumonia di Rumah Sakit Umum Daerah Purbalingga.

Mackenzie, G. The Definition And Classification Of Pneumonia. Pneumonia:8,14(2016).


Https://Doi.Org/10.1186/S41479-016-0012-Z.

Mahalastri, N. N. dayu. (2014). Hubungan antara pencemaran udara dalam ruang dengan
kejadian pneumonia balita. Jurnal Berkala Epidemiologi, 2(3), 392–403.

Puspita Dewi, T., & Dhirisma, F. (2021). Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Dewasa
Pneumonia Dengan Metode Ddd (Defined Daily Dose) Di Rawat Inap Rsu Pku
Muhammadiyah Bantul Periode Tahun 2019. Jurnal Kefarmasian Akfarindo, 6(1), 8–13.
https://doi.org/10.37089/jofar.vi0.98

Wahyudi, K. (2020). Asuhan keperawatan pada pasien pneumonia yang dirawat di rumah
sakit.

Wahyuningsih, E. (2018). Asuhan Keperawatan Pada An . B Dengan Gangguan Sistem


Pernapasan

Wibowo, D. A., & Ginanjar, G. (2020). Hubungan Faktor Determinan Penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Dengan Kejadian Inpeksi Saluran Pernafasan Akut
(Ispa) Pneumonia Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis
Tahun 2020. Jurnal Keperawatan Galuh. https://doi.org/10.25157/jkg.v2i2.4532

Anda mungkin juga menyukai